Cinta Beda Rasa

By yeniagustin

4.3K 193 21

Setiap cinta pasti berbeda, setiap rasa pasti bisa berubah, entah beda sifatnya, wajahnya, penampilannya bahk... More

Prolog
#1
#2
#3
#4
#5
#6
#7
#8
#9
#10
Another Note
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#21
#22
Another Note
#23

#20 |Special Valentine

92 4 0
By yeniagustin

"My bounty is as boundless as the sea.
My love as deep,
the more I give to thee,
the more I have,
for both are infinite."

(Romeo and Juliet)

♡♡♡

~Rayya~

Satu hari menjelang ujian Randy, dan satu minggu lagi menjelang pernikahan kak Verra dan kak Daffa.

Malam ini akan ada pertemuan penting bagi kak Verra, bukan, bukan hanya kak Verra tapi pertemuan penting juga bagi aku. Karena mama mengundang keluarga Randy juga untuk acara makan malam bersama keluarga kak Daffa, acara itu mama buat untuk mengenal lebih dekat dengan keluarga kak Daffa dan melakukan silahturahmi bersama keluarga Randy.

Malam ini aku berupaya dandan secantik mungkin, walau aku tahu, seharusnya yang berdandan cantik hanyalah kak Verra si calon pengantin.

Aku, mama dan kak Verra sudah berada di sebuah restoran Cloud Lounge yang berada di Jakarta

Restoran ini adalah salah satu restoran favorit mama dan papa sejak dulu, di restoran ini sangat terlihat jelas pemandangan kota Jakarta secara keseluruhan hampir 360 derajat, apalagi di saat malam hari, lampu-lampu yang berasal dari gedung-gedung dan beberapa kendaraan membuat suasana menjadi romantis.

"tante Tia ?" Tegur kak Daffa sambil menyalimi tangan mama, di ikuti jabatan tangan dari kedua orang tua kak Daffa. Aku sendiri pun ikut menyapa keluarga kak Daffa dengan hangat.

Aku segera melihat jam tanganku, berharap keluarga Randy segara datang.
"Hari ini Rayya terlihat beda, lebih dewasa, atau tante yang jarang lihat Rayya ?" Teguran tante Kyla mamanya kak Daffa, membuat aku tersadar dari detik jam yang selalu aku pandangi. Aku segera menoleh ke arah tante Kyla, lalu tersenyum, "tante yang jarang ngeliat Rayya." Ujarku sambil terkekeh.

"Rayya tampil beda hari ini itu karena ada keluarga pacarnya juga dateng kesini." Sahut kak Verra. Aku langsung salah tingkah saat mendengar ucapan itu dari mulut kak Verra.

"Itu dia, yang di omongin dateng juga." Tunjuk kak Daffa. Aku langsung menoleh kearah pintu masuk, dan benar saja Randy, bunda, ayah dan Wina baru saja tiba, Randy pun mengenalkan satu persatu keluarganya ke mama dan keluarga kak Daffa.

Disaat itulah aku merasa sedih dan senang, aku sedih kenapa disaat-saat bahagia seperti ini papa justru tidak berada disini. "Bunda.." ucapku sambil memeluk bunda dengar erat, entah kenapa sejak pertama kali melihat bunda, aku merasa nyaman dekatnya.

suasana kembali menjadi lebih ramai, tante Kyla, bunda dan mama terlihat sangat akur, aku senang melihat keakurannya. Ayah, bersama om Robi papanya kak Daffa, sedang asik melihat indahnya kota Jakarta di malam hari. sedangkan Wina dan Hanny adik bungsu kak Daffa, sedang asik bermain games. Dan tentunya kak Daffa dan kak Verra sedang sibuk membicarakan untuk foto prewedding. Sedangkan aku dan Randy hanya menikmati secangkir kopi hangat bersama.

"Sudah siap ?" Tanyaku

"Untuk apa ?" Jawab Randy bingung.

Aku tersenyum, "untuk ujian besok."

Randy tersenyum tipis memandangku, lalu menganggukan kepalannya pelan, "kamu cantik." Ucapnya, matanya masih menatapku tajam. Aku langsung mencubit lengannya, hingga dia meringis kesakitan.

"Ingin mendengar hal yang indah ?" Tanya Randy.

Dahiku mengerut, aku sama sekali tidak mengerti maksudnya, "apa ?"

"Sebentar, tapi jangan di dengar jika kamu tidak suka." Sahutnya, dan langsung pergi meninggalkanku, lalu menghampiri Bunda, tante Kyla dan mama, entah apa yang Randy bicarakan ke mereka, yang jelas mama terlihat sangat bahagia sambil memandangku.

Pandanganku sekarang menuju ke gadis kecil yang lucu, dengan rambutnya yang di kepang layaknya princess Elsa, "kak Rayya, kak Randy mana ?" Tanya Wina saat menghampirku.

Aku tersenyum memandangnya, lalu mengusap rambut Wina dengan lembut, "ada disana sayang." Tunjukku kearah dimana mama, bunda dan tante Kyla berada, tapi nihil tiba-tiba Randy menghilang entah kemana.

Tidak lama tiba-tiba lampu Cafè mulai meredup, walau aku tahu pasti jika di cafè ini selalu ada acara di setiap malamnya. Suara dentingan piano mulai terdengar, semua bola mata mulai tertuju melihat acara yang dibuat oleh pemilik restoran.

"Untuk kak Daffa dan kak Verra yang ingin menempuh hidup baru, dan untuk kamu, Aya."

Aku langsung terkejut mendengar suara dari balik Microphone, suara yang tidak asing bagiku, itu suara Randy, ya itu suara Jho ku. Dia bermain piano untuk ku ?

Dari awal hingga akhir aku mendengarkan alunan piano yang dibawakan Randy, sungguh indah, sungguh mengharukan. Bahkan aku sendiri tidak pernah tahu Randy bisa bermain piano. Suara tepukan tangan dari pengunjung cafè mebuatku tersadar, ya tersadar dari air mata yang sudah menetes di pipiku, entah kenapa aku bisa mengeluarkan air mata, yang jelas ini hal yang membuat aku ingat kepada sesosok almarhum papa, saat sebelum papa meninggalkan aku, beliau sempat mengajak aku, kaka Verra dan mama ke cafè ini, beliau sempat memainkan piano untuk mama dan kedua putrinya.

Tiba-tiba seseorang memelukku dari arah belakang, membuatku terkejut, "kakak liat papa." Bisik kak Verra tepat ditelingaku, ada isakan tangis yang aku dengar di sela pernafasannya. "...kakak liat papa di sebelahmu, dia memandang kakak dan mama tepat dibelakangmu, dia tersenyum." Sambung kak Verra, isakan tangisnnya kembali menjadi-jadi, aku langsung memutarkan tubuhku, lalu segera menghapus air mata kak Verra.

Saat kak Verra berbicara seperti itu aku sempat tidak percaya, tapi mendengar isak tangisan kak Verra membuatku tersadar, sepertinya kak Verra memang berbicara jujur.

"Aku tahu papa ada di sini bersama kita, aku tahu papa sangat setuju dengan keputusan kak Verra bahwa kak Daffa memang orang yang cocok untuk menjadi pendamping di hidup kakak." Ucapku, aku mencoba menahan tangisanku, bukan karena takut make up aku luntur, melainkan aku harus kuat menerima kenyataan ini, apalagi di acara kebahagiaan kak Verra.

"... besok kita ke makam papa ya kak, kakak jangan nangis lagi, nanti cantiknya hilang." Ledekku. Kak Verra kembali tersenyum, dia langsung menghapus air matanya lalu memelukku sekali lagi, dan pergi berlalu ke arah kak Daffa dan yang lainnya.

Sepertinya saat ini Randy sedang mendapatkan pujian dari mama dan keluarga kak Daffa, aku melihatnya dari kejauhan. Dia tersenyum memandangku, aku pun kembali tersenyum menatapnya.

"Permisi, mbak Rayya ya ?" Tanya salah satu waiter cafè ini.

"Iyah saya."

"Ada kiriman kotak untuk mbak." Waiter itu memberikan aku sebuah kotak berukuran sedang berwarna pink dan dihiasi pita putih di tengah kotak itu.

"Dari siapa mbak ?" Tanyaku penasaran.

"Dari cowok yang main piano tadi mbak, saya permisi dulu."

"Iya, terima kasih."

Aku langsung melirik ke arah Randy yang masih berbincang-bincang dengan keluargaku, keluarga kak Daffa dan keluarganya sendiri.
Terlintas difikiranku, kenapa akhir-akhir ini Randy berhasil membuatku luluh padanya, dia terlihat romantis, walau bisa di bilang tidak terlalu romantis, karena hal yang Randy lakukan tidak selalu mengadakannya di tempat yang romantis; yang pertama dia mengatakan sayang dan merayakan anniversary di toko baju pengantin. yang kedua, sekarang dia memberiku kejutan dengan cara bermain piano dan memberiku sebuah kotak, walau tanpa dia sendiri yang memberikannya, melainkan waiter. Tapi walaupun seperti itu, dia selalu berhasil membuatku terharu dan terkejut, kali ini kotak yang diberinya berisi bunga mawar putih dan coklat berbentuk love, dan terdapat surat juga, yang berisi,

From Aya

semoga kamu semakin sayang sama aku, selamat hari kasih sayang.

Sejenak aku teringat bahwa hari ini adalah hari valentine Walau aku tahu di setiap harinya adalah hari kasih sayang.

♡♡♡

~Yura~

Fadil sudah menjemput gue sejak sepuluh menit yang lalu, dia terlihat sabar menunggu gue sambil ditemani papa.

"Yuraaa cepat temennya nungguin ini." Teriak papa kesekian kalinya.
Gue juga bingung padahal sejak satu jam Fadil belum datang, gue sudah rapih, hanya saja saat Fadil datang gue justru berlama-lama memandang penampilan gue dari balik kaca kamar gue.

Ini untuk pertama kalinya gue dandan serapih ini, padahal sejak dulu gue tidak selalu berpenampilan serapih ini meski pun keacara pesta.

"Yura bukannya kamu udah rapih sejak tadi ?" Tanya mama membuat aku kaget,

"Yura nggak pede mah !" jawab gue dengan senyum malu-malu.

Mama tertawa, "kamu cantik sayang, sudah sana turun kebawah, kasian Fadil sudah menunggu lama." Tegur mama.

Mungkin apa yang dibilang mama memang benar sudah seharusnya gue menemui Fadil, karena tanpa gue sadari pasti kedua orang tua Fadil juga sudah menunggu kehadiran gue dan Fadil.

Satu tarikkan nafas panjang berusaha merelax kan fikiran gue. Gue menuruni anak tangga sambil memandang Fadil yang sedang berbincang-bincang dengan papa. Fadil menoleh kearah gue saat gue melontarkan suara batuk ditengah pembicaraan mereka.

Fadil tersenyum memandang gue. jujur gue nggak tahu bakal gimana setelah ini, yang jelas senyuman Fadil sulit sekali ditebak, gue takut dia tidak suka dengan penampilan gue, fikiran gue teringat ke Rayya,

Ray lo seharusnya dateng, gue butuh lo Ray.

"Om, tante, pergi dulu ya, assalammualaikum." Ucap Fadil sambil menyalami tangan kedua orang tua gue, diikuti gue tepat di belakangnya.

Keheningan mulai terjadi saat mobil yang di kendarai Fadil melaju, membelah kota Jakarta di malam hari.

"Lo beda Yur !" Ujar Fadil. Gue lega Fadil mulai membuka pembicaraan, tapi kenapa harus ucapan itu yang dia lontarkan. Apa jangan-jangan Fadil benar tidak menyukai penampilan gue yang seperti ini ?

"...Lo cantik !" Sambungnya.

Gue benar-benar merasa ingin terbang saat Fadil bilang itu ke gue. Dia menyukai penampilan gue saat ini ? Terima kasih Rayya.

Setelah dua tahun menjomblo, gue sudah jarang sekali mendapatkan pujian, ada si ada paling pujian dari kedua orang tua.

Gue tersenyum memandang Fadil yang sedang menyetir, "terima kasih." Jawab gue. Gue benar-benar nggak tahu harus menjawab apa lagi, gue benar-benar salah tingkah saat Fadil berbicara seperti itu. Tapi andai saja Fadil berstatus jadi pacar gue, mungkin saat Fadil berbicara seperti itu, gue bakal memeluknya atau mungkin memujinya balik, tapi sayangnya hal itu nggak terjadi.

Tidak lama mobil Fadil berhenti di salah satu rumah berwarna putih yang tidak asing bagi gue, karena setiap gue berkunjung kerumah Rayya, gue selalu memperhatikan rumah ini, rumah yang sangat terlihat sejuk karena banyak sekali tanaman hijau di setiap halaman dan beberapa tanaman merambat yang terurus rapih ditembok.

"Ayo masuk." Fadil membukakan pintu mobilnya untuk gue, dia mempersilakan gue untuk masuk, saat itu gue benar-benar merasa deg-degkan padahal hal seperti ini bukan hal pertama kali gue rasakan, gue memang sering di undang diacara makan malam bersama pacar gue yang dulu (mantan), tapi kenapa saat Fadil yang mengajak gue untuk makan malam bersama keluarganya rasanya berbeda, bahagia, deg-degkan, rasanya campur aduk perasaan gue, atau mungkin karena Fadil bukan pacar gue, jadi gue bisa merasakan seperti ini, atau mungkin karena gue benar-benar terlalu mencintai Fadil hingga bertingkah seperti ini, entahlah gue berharap Fadil juga mempunyai perasaan hal yang sama dengan gue, agar gue nggak selalu merasa canggung di dekatnya maupun keluarganya.

Gue pun mulai melangkahkan kaki dengan pelan, hingga langkah kaki gue berhenti saat melihat seorang wanita cantik berdiri tepat di depan pintu rumah Fadil.

"Hello pasti ini Yura ?" Sapanya.

Gue tersenyum dan segera menyalimi tangannya, "iya tante."

"Cantik ya, mari masuk sayang." Ujarnya sambil menuntun gue kearah meja makan yang sudah ada seseorang pria yang sepertinya sudah menunggu kehadiran gue dan putrannya.

"Pasti Yura ?" Sapanya.

Lagi-lagi gue tersenyum sambil menyalimi tangannya, "iya Om."

"Sini sayang duduk, tante sudah menunggu kamu sejak tadi." Ucap tante Fika.

"Macet mah." Sahut Fadil, sambil menarik kursi lalu duduk tepat di sebelah gue.

Macet ? Seingat gue saat di perjalanan tadi, sama sekali tidak macet, yaampun padahal gue dan Fadil bisa telat datang itu karena gue, yang terlalu banyak mengaca.

"Tante selamat ulang tahun." Ujar gue sambil memberikan sebuah kotak kado yang sudah gue siapkan sejak siang.

"Yaampun repot-repot, terima kasih cantik." Ucap tante Fika.

Gue, Fadil, tante Fika dan om Surya langsung memulai acara makan malam sambil sesekali berbicara soal Fadil saat kecil, dan ada beberapa cerita juga yang tante Fika ceritakan tentang persahabatan Rayya dan putranya itu. Gue benar-benar mendengar setiap cerita yang di ucapkan tante Fika, gue juga sangat menikmati makanan yang di sediakan, katanya sih ini masakan yang bikin tante Fika sendiri.

Satu jam berlalu dengan cepat, di akhir acara om Surya memanggil gue dan Fadil dan menyuruh gue untuk membuat kejutan untuk tante Fika yang sedang sibuk membantu pembantu rumah Fadil membereskan piring-piring sisa makanan.

Happy birthday mama, happy birthday, happy birthday, happy birthday mama.

Fadil dan om Surya bernyanyi sambil membawa kue ulang tahun kearah tante Fika, disitu gue pun ikut membawakan kue ulang tahun. Ada air mata yang menetes di pipi tante Fika saat Fadil mencium kedua pipi mamanya.

Hingga om Surya memecahkan suasana sendu dengan mengagetkan Fadil, tante Fika dan tentu saja gue sendiri, saat sebuah balon di letuskan tepat di samping gue.

Suasana kembali ramai saat Fadil mulai menjahili mama dan papa nya dengan mengoleskan cream kue ke pipi kedua orang tuanya.
Ternyata benar apa yang di ucapkan Rayya, bahwa tante Fika dan Om Surya memang baik dan sangat welcome dengan orang baru dikenalnya. Rasanya ingin masih berada di tengah keluarga Fadil, tapi sayangnya waktu sudah menunjukan pukul sepuluh, dan gue harus segera pulang karena besok sudah mulai sekolah.

"Nyetirnya hati-hati Fad ! Dan kamu Yura jangan kapok-kapok ya main kesini, terima kasih ya sayang kehadirannya." Ucap tante Fika sambil memeluk gue.

Mobil kembali melaju, jalan di kota Jakarta dimalam hari sangat sepi, mungkin karena besok adalah hari dimana semua orang mulai kembali beraktifitas. Fadil melaju mobilnya dengan cepat, dia bilang sih agar gue cepat sampai rumah lalu segera beristirahat.

Suasana tidak sehening saat pergi, kini lagu dari Justin Bieber yang berjudul Love yourself seolah memecahkan keheningan.
"Yur terima kasih ya udah mau datang ke ultah mama gue." Ujar Fadil.

"Sama-sama Fad, gue senang malah ketemu nyokap lo, dia benar-benar baik dan sangat welcome, pantas saja Rayya selalu memuji nyokap lo." Jawab gue.

Kita berdua membicarakan hal yang baru saja terjadi, hingga tanpa gue sadari mobil Fadil sudah berhenti tepat di depan rumah gue.

"see you tomorrow." Ujar gue saat ingin turun dari mobil Fadil, tapi tiba-tiba Fadil menahan tangan gue, lalu memberikan sebuah kotak coklat yang beraneka bentuk untuk gue.

Fadil tersenyum, "valentine day !" Ucapnya sambil menyalakan mesin mobilnya kembali.

Gue benar-benar nggak tahu harus berkata apa, bahkan gue juga nggak tahu apa maksud Fadil memberikan gue coklat ini, gue hanya mengangguk pelan, "thanks." Jawabku singkat.

Mobil Fadil mulai melaju menjauh dari keberadaan gue, mata gue masih menatap mobilnya hingga hilang dari pandangan. Apa maksud Fadil ? Valentine day ? Bukannya valentine day untuk hari kasih sayang ? Apa mungkin ini sebagian kasih sayang yang Fadil tunjukan ke gue ?

Apapun itu gue selalu berharap, iya. Gue benar-benar senang hari ini, nggak menyangka gue dan Fadil bisa sedekat ini. memang semua orang tidak akan pernah tahu kejutan apa yang Tuhan beri satu detik kedepan.

♡♡♡

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 136K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
7.1M 297K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
578K 44.9K 29
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...