Replaying Us

By kianirasa

609K 54.6K 5.7K

Athalia Sharafina menyukai Narado Risyad dalam diam selama bertahun-tahun. Tapi tidak pernah menyatakannya b... More

Bagian Satu : Nyata atau Ilusi?
Bagian Dua: Menuju Masa Lalu
Bagian Tiga: Malaikat dan Donat
Bagian Empat: Ide Yang Buruk
Bagian Lima: Obrolan dan Rencana Menetap
Bagian Enam: Pengakuan, Kesepakatan
Bagian Tujuh: Seragam Putih Abu-abu Lagi
Bagian Delapan: Tidak Terlalu Buruk
Bagian Sembilan: Memalukan
Bagian Sepuluh: Mendadak Galau
Bagian Sebelas: Cinta Segitiga atau Segi Empat?
Bagian Dua Belas: Berbahaya
Bagian Tiga Belas: Dia-lo-gue
Bagian Empat Belas: Bolos Sekolah
Bagian Lima Belas: Semakin Dalam
Bagian Enam Belas: Curhatan dan Sepatu?
Bagian Tujuh Belas: Dalam Gelap
Bagian Delapan Belas: Diluar Dugaan
Bagian Sembilan Belas: Sekali pun Dalam Mimpi
Bagian Dua Puluh: Getaran Aneh
Bagian Dua Puluh Satu: Penguntit, Menguntit
Bagian Dua Puluh Dua: Debaran dan Rasa
Bagian Dua Puluh Tiga: Begitu Berarti
Bagian Dua Puluh Empat: Bisa Jadi
Bagian Dua Puluh Lima: Kebenaran, Ungkapan, dan Perasaan
Bagian Dua Puluh Enam: Pertemuan Pertama
Bagian Dua Puluh Delapan: Bimbang
Bagian Dua Puluh Sembilan: Tidak Lama Lagi
Bagian Tiga Puluh: Pertama Yang Abadi
[EKSTRA]: Dalam Ingatan
EPILOG
PEMBERITAHUAN

Bagian Dua Puluh Tujuh: Virus Cinta

13.6K 1.5K 214
By kianirasa

A/n: Kemaren aku dapet sejumlah komen, bilangnya nggak tau kalo Nara meninggal. Tolong yang belum ngerti baca ulang sinopsis atau part 1. Kalo mau nanya yg lain asal sopan boleh buka ask.fm aku, saviranc

oiya HAPPY BIRTHDAY buat reader setia @rusa90 ! yang katanya ultah kemaren kamis. maaf ya baru post hari ini. Hope you love it !

==

Bagian Dua Puluh Tujuh: Virus Cinta.

==

Atha bertopang dagu, menatap Nara yang sedang memperhatikan buku catatan matematikanya. Berbanding terbalik dengan Atha yang justru sibuk tenggelam dalam pikirannya. Memikirkan kejadian beberapa jam lalu yang sempat membuat riuh seantero kelas.

"Gue pilih Atha." kata Kariza pada Nara. Tepat disaat Atha baru menginjakkan kakinya diambang pintu kelas tadi pagi.

Lalu detik itu, semua menoleh kearahnya. Dan yang Atha tahu─ sorakan meriah dari barisan anak laki-laki langsung memenuhi kelas. Ketika itu Atha sadar sesuatu telah terjadi. Bahkan Nanda juga Irina melempar tatapan tidak terbaca kepadanya.

Jam istirahat tadi, Atha ingin menanyakannya ke Kariza─tapi entah kenapa, pemuda itu seperti sedang sengaja menghindarinya. Sekalinya mereka bertemu pandang, Kariza adalah orang pertama yang membuang muka.

Atha mengulum bibirnya kedalam kemudian menenggelamkan kepalanya diatas lipatan tangan. Lidahnya gatal ingin bertanya kepada Nara. Tetapi rasanya dia juga tak akan menjawab.

Setelah sekian lama berpikir─tiba-tiba saja bel pulang berbunyi. Helaan napas lega langsung terdengar. Pelajaran matematika sebagai jam penutup memang bukanlah hal mudah.

Ditengah Atha sibuk memasukkan bukunya kedalam ranselnya, Nara langsung cabut memakai ranselnya─berjalan keluar kelas tanpa mengatakan sepatah kata.

"Eh..Nar.." Omongan Atha pun menggantung, dia mendengus kesal, lagi-lagi mengurungkan niatnya untuk bertanya.

Tidak sengaja─ekor mata Atha mendapati secarik sobekan kertas tertinggal di meja Nara. Seperti sengaja ditinggalkan supaya dibaca. Iseng, Atha meraih dan membacanya. Tersenyum tipis ketika sadar bila kertas itu memang diperuntukkan untuknya.

Jangan sampai telat.

Tulisan tangan Nara. Atha memasukkannya kedalam saku seragam. Berniat menyimpannya seperti yang dialakukan terhadap kertas sobekan sebelumnya.

Selesai memakai ranselnya, Atha mengedarkan pandangan. Melotot saat melihat sosok Kariza dari balik jendela sudah berjalan keluar kelas. Dengan sedikit panik, Atha menyusulnya. Teringat bahwa ojek pulang-pergi sementaranya disini adalah Kariza.

Berlarian kecil di koridor hingga menjadi pusat perhatian sama sekali bukan tipikal Atha─namun karena yang dipanggil adalah seorang Kariza Tarazio, maka Atha memerlukan usaha ekstra.

"Kariza!" panggilnya setengah berteriak.

"Kari!"

"Rija!" cobanya lagi.

"KARIZA!"

Pemuda yang berjalan sambil memainkan ponselnya itu tersentak, hendak menoleh ke belakang─namun malah jadi bahan tertawaan umum karena dia menabrak tembok sampai hampir kehilangan keseimbangan.

"Ahahah─" Atha menutup mulutnya. Sadar bahwa tawanya yang barusan kelewat keras. Dia menggigit bibir bawahnya seraya menghampiri Kariza yang menyisakan jarak beberapa meter lagi.

Untuk pertama kalinya di sekolah, Kariza kehilangan muka. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa menghadapi segerombolan murid yang tengah berbisik-bisik sambil menahan tawa akibat ulahnya. Alhasil, Kariza memutuskan agar tetap kelihatan keren dengan berdeham pelan. Menyungging senyum kepada semua yang melintasi koridor─seolah tidak terjadi apa-apa.

Lain hal lagi saat Atha sudah berdiri dihadapannya dengan wajah merah, karena menahan tawa mati-matian.

"Apa?" tanya Kariza sambil memasang wajah super duper bete sekaligus kesal.

Atha membuang pandangannya lalu menggeleng. "Pul-"

"Kariza! belom pulang? eh ada Atha juga." sapa sebuah suara familiar. Setelah diingat-ingat, itu suara Nanda.

Atha melirik kearah Kariza. Otot-otot rahangnya yang barusan menegang, spontan kembali ke semula. Dengan manisnya, Kariza tersenyum dan menyapa balik Nanda. Dasar, buaya darat, batin Atha yang mendadak kesal.

"Hai, Nanda." Tak mau ketinggalan, Atha juga menyapanya balik.

"Iya belom, lo pulang bareng siapa?" Kariza melanjutkan.

Kedua teman Nanda yang sejak tadi berdiri disebelah perempuan itu kemudian pamit lebih dulu. Menyisakan Nanda berdiri diantara mereka.

Perempuan bermata kehijauan itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Nggak tahu nih, cidomo mungkin." jawabnya ragu.

Secepat kilat─Kariza meraih tangan Nanda. "Gue anterin lo pulang deh. Sekalian ada yang mau gue omongin, Nan." ucapnya dalam satu tarikan napas.

Atha mendelik. "Lah bukannya lo anterin gu─aduh!" Dia meringis. Kariza baru saja menginjak sepatunya kelewat keras.

"Nanti gue anterin, lo tunggu aja di dekat gerbang. Kalau dalam setengah jam gue balik─pulangnya naik cidomo atau jalan kaki aja." bisiknya cepat kemudian menyengir. Mengajak Nanda berjalan ke tempat parkiran motornya. "Ayo, Nan."

Atha memutar kedua bola matanya. Daripada disuruh menunggu, lebih baik Atha pulang sendiri menaiki cidomo. Awalnya itu yang dia inginkan, tetapi setelah merogoh saku dan tidak mendapati sepeser pun uang─Atha tidak punya pilihan lain selain menunggu Kariza ketimbang harus berjalan pulang. Bisa-bisa dia gila.

"Argh, dasar Kari ayam." umpatnya pelan. Atha hendak berjalan menuju gerbang, namun dia memutar badan. Berlarian kecil ke kelas. Sadar bahwa ada yang tertinggal. Faust.

Dimana keberadaan makhluk itu?

》》》

"Lo selalu bawa helm dua, Za?" tanya Nanda sambil menggamit kedua bahu Kariza yang dilapisi jaket begitu ingin duduk di jok belakang motor.

Yang ditanya, tidak menjawab. Kariza sibuk memperhatikan pintu parkiran melalui spionnya. Entah kenapa mengharapkan Atha berdiri disana.

"Hoi, mas." Nanda mengetuk helmnya pelan. Menyentak Kariza.

"A-ah ya?sorry tadi gue nggak dengar. Lo ngomong apa?"

Nanda mengerutkan dahi kemudian memasang pengaman helmnya. "Nggak jadi, nggak penting juga sih hehe. Yaudah ayok jalan." ucapnya.

Kariza menyalakan mesin motornya lalu keluar dari parkiran. Tersenyum melihat pantulan Nanda dari spion─tapi kemudian, wajah Nanda berubah. Digantikan oleh Atha yang mendapatinya mencuri pandangan ke belakang. Sosok Atha pun menjulurkan lidahnya.

"Za, awas!" Nanda mengatakannya dengan kencang ketika mereka baru melewati gerbang.

Kariza melotot menyadari kucing berbulu putih tepat didepannya, kemudian dengan gesit dia membelokkan motornya mendadak. Membuatnya sedikit oleng sampai Nanda harus memegang erat pundaknya dari belakang.

"Yaampun Za, lo hampir buat gue kena serangan jantung." cerocos Nanda yang akhirnya malah tertawa.

Kariza mengerjapkan mata cepat dan melirik spion lagi dengan takut-takut. Bernapas lega karena yang barusan itu ternyata imajinasinya.

Lagipula, kalau yang berada dibelakangnya itu Atha pasti perempuan itu sudah meneriakinya atau yang lebih parah─melepas helm Kariza dan menjambak rambutnya. Mungkin.

Tapi apa yang baru saja terjadi membuat Kariza mempertanyakan soal kewarasannya. Mengenai Atha yang bukan dari masanya, tentang Nara yang hilang di masa depan─bahkan detik ini dia tidak bisa tidak memikirkannya.

"Za,"

"Hmm?"

"Tadi pagi, lo sama Nara ngomongin apaan sih?" tanya Nanda pelan.

"Ooh, itu.." Kariza terdiam. Tidak ada ide untuk menjelaskannya. "Bukan apa-apa."

Nanda mengangguk mengerti. Meski dia masih penasaran. Apalagi, Kariza tidak biasanya bersikap santai seperti ini terhadap Nanda semenjak pemuda itu keluar dari klub basketnya.

"Nan, kalau lo tahu orang terdekat lo─ralat, orang yang pernah dekat sama lo udah nggak ada di masa depan nanti. Lo bakal ngapain?" Kariza menyuarakan apa yang ada dipikirannya begitu motornya berhenti di lampu merah pada Nanda.

Untuk beberapa saat, Kariza tidak mendengar jawaban apapun dari Nanda.

Perempuan itu juga nampaknya sibuk mencari kata yang pas sebagai jawabannya.

"Kalau gue, gue bakal perbaikin hubungan sama dia. Terus ya, habisin waktu bareng dia. Emang kenapa Za?"

Kariza tersenyum. Dari balik kaca helmnya, dia menatap kearah langit biru yang hari ini dihiasi awan. Menarik napas dalam sambil membayangkan masa depannya dan orang-orang disekitarnya termasuk Nara.

Tidak ketinggalan─Athalia Sharafina juga.

Kariza membayangkan, di masa depan─apa dia masih menatap langit dari pulau Gili seperti ini? atau kah nanti, dia berada di suatu tempat di Indonesia dan sibuk mengurusi hidupnya.

Lalu apakah saat itu, Kariza masih ingat tentang Atha?

Dia ingin bertanya pada makhluk bersayap itu banyak hal. Malaikat purnama. Dia seolah-olah sengaja menunjukkan Kariza wujud aslinya─dan membuat Kariza yakin kalau itu ada maksudnya. Entah apa.

"Za, rumah gue kelewatan."

"Hah?oh iya, yaampun." ujarnya setengah tertawa.

Nanda geleng-geleng kemudian melepas pengaman helmnya dan turun dari motor sambil membenarkan ranselnya. "Makasih banyak, Rija." ucap Nanda yang diangguki Kariza.

Saat Nanda membuka pagar, baru akan masuk kedalam rumah. Kariza mencegatnya. Pemuda itu turun dari motor dan membuka helmnya.

"Nan, ada yang mau gue omongin." ucapnya sambil memantapkan diri. Mata hazel Kariza menatap lurus Nanda sambil menghela napas panjang.

Memusatkan pikiran pada sosok didepannya. Sosok yang selama bertahun-tahun seharusnya hingga detik ini, Kariza suka.

"Kenapa Za?"

"Gue suka sama lo Nan. Kali ini, gue serius." ucapnya. Menuntaskan dengan ekspresi yakin, walau sesungguhnya─sesuatu terasa tidak benar didalam sana.

》》》

Nara memasukkan bola basketnya ke dalam ring. Mendesah panjang ketika bola yang diharapkannya masuk, justru memantul keluar ring. Padahal tinggal sedikit lagi, bola tersebut lolos.

"Yah, sayang banget tuh." seseorang menepuk bahunya. Nara menoleh kesamping dan tersenyum miring melihat Omar, temannya yang merupakan anggota klub basket.

Menunggu waktu magangnya tiba, Nara memutuskan agar menghabiskannya di lapangan belakang sekolah yang hari ini digunakan untuk klub basket berlatih.

Sudah lama sejak terakhir Nara bermain di lapangan seperti ini. Alhasil, tangan Nara jadi lumayan kaku saat menyentuh bola.

"Lo nggak ada niatan balik ke klub basket Nar?" tanya Omar saat keduanya duduk di bangku panjang pinggir lapangan. Meneguk air mineral. Sementara yang lain, masih terlihat sibuk dengan aktivitas latihannya. Berhubung nampaknya Ardan, sang pelatih, berhalangan hadir hari ini.

"Belom ada sih. Gue baru kepikiran jadi pemain cabutan."

Omar menoyor kepalanya hingga mereka berdua tertawa. "Payah lo. Karena nggak ada lo dan Kariza, tim angkatan kita kalau mau menang lomba jadi agak susah nih."

"Masa? kan masih ada Omar Joesuf." timpal Nara. Pemuda itu mendongakkan kepalanya ke langit, matanya menyipit karena silau. Sesuatu kemudian menyita perhatian Nara.

Dari lantai atas, seseorang menjatuhkan pesawat kertasnya yang entah kenapa mendarat mulus mengenai kepala Nara.

"Wah, siapa tuh seenaknya nyampah." celetuk Omar. "Tapi bisa jadi itu buat lo mungkin Nar."

Nara menoleh ke Omar sebentar lalu membuka pesawat kertas tersebut. Tidak lama, gelak tawa kencang dari mulut Omar mengalihkan perhatian beberapa pasang mata disekeliling mereka. "Gambar apaan tuh, jelek parah!"

Nara juga ikutan tertawa. Geli melihat coretan yang bergambar anak laki-laki memakai mahkota dan memegang pedang─hanya sayang, yang menggambarnya mungkin tidak cukup berbakat.

"Gue jadi penasaran siapa yang gambar."

Apa yang dikatakan Omar tepat sekali dengan apa yang baru saja terlintas di otak Nara. Setelah dilihat-lihat dari kelas mana kertas ini berasal, Nara lalu tersadar.

Kelasnya. Kertas itu berasal dari kelasnya.

Dia rasa, coretan itu terasa tidak asing. Akhirnya Nara pun beranjak berdiri dan tersenyum. Memperlihatkan lesung pipitnya.

"Mau kemana lo Nar?" tanya Omar.

"Gue titip tas, Mar. Nanti balik kok." pamit Nara yang kemudian berlarian kecil. Masuk ke gedung sekolah.

Di sisi lain, tanpa Nara ketahui, Faust yang berdiri di atas meja samping jendela memperhatikannya sambil tersenyum tipis. Makhluk itu menoleh ke arah kirinya. Mendapati Atha yang masih tertidur pulas.

》》》

Kariza dari balik kaca helmnya mengedarkan pandangan. Mencari-cari sosok Atha diantara sejumlah murid di depan gerbang sekolah. Tetapi tetap saja, dia tidak mendapati perempuan itu.

"Ah elah, itu anak kemana sih?" gerutu Kariza sambil melepas helmnya saat sudah sampai di parkiran. Lagi-lagi dia harus memarkirkan motornya sebelum turun.

Kariza merenggangkan badannya sebentar lalu merogoh saku. Mengeluarkan ponsel nokia keluaran barunya. Jarinya baru saja ingin menekan angka yang tertera─tapi Kariza dibuat kesal saat ingat bahwa Atha tidak punya ponsel atau apa pun yang bisa dihubungi.

Ah ya, Kariza hampir lupa fakta mengenai Atha yang bukan dari masa ini. Mungkin dia sengaja tidak membawa ponsel canggihnya atau bagaimana. Entahlah.

Yang jelas, Kariza akhirnya harus berjalan masuk kembali ke gedung sekolah. Dan tempat yang menjadi tujuan pertamanya adalah ruang kelas.

Butuh waktu cukup lama bagi Kariza mencapai kelas yang berada di lantai atas. Namun pemuda itu segera lega saat melihat siluet Atha yang tertidur dibangkunya dari luar jendela kelas.

Hanya saja, niat Kariza yang semula ingin mengagetkan Atha serta mengomelinya langsung tertahan. Kariza melangkah mundur dan menutup pintu kelas yang baru sedikit dia buka.

Dia menempelkan punggungnya ke pintu, selagi matanya menoleh kedalam. Memperhatikan sosok Nara yang duduk di depan Atha sambil memainkan rambut perempuan yang tengah tertidur dengan mulut sedikit terbuka itu. Nara terlihat sedang tersenyum sementara tangan kanannya menopang dagu.

Pemandangan yang terjadi itu pun seolah mengetuk hati Kariza. Perkataan Nanda atas perasaannya pun kembali terngiang.

"Ada tiga ciri khusus waktu orang lagi kena virus cinta." Nanda menarik napas. "Pertama, jantung lo selalu berdebar di dekat dia."

Kariza yang ingat, buru-buru memegang dada bidangnya. Alisnya bertaut tinggi. Dia merasakan hal yang sama sekarang, tapi sedikit berbeda.

"Kedua, kalau lo ngelihat dia sama lawan jenis. Lo bakal nggak suka."

Kariza menoleh sekali lagi ke jendela. Dan benar. Dia tidak suka pemandangan dihadapannya.

"Terakhir," Nanda memberi jeda cukup lama. "Tiap lo sama dia, lo bisa jadi diri lo yang sebenarnya."

Kariza terpaku. Berpikir. Selama ini dia selalu jaim di sekolah. Menjadi Kariza Tarazio yang diidolakan para siswi meski mereka tidak tahu kepribadian dirinya yang asli.

Hanya Atha yang tahu semua tabiatnya setelah Nara.

"Jadi─menurut lo, apa lo udah ngerasain itu semua ke gue?" pertanyaan final Nanda yang membuat Kariza bungkam pun akhirnya terjawab sudah.

Berkali-kali menyangkal walau pada akhirnya dia kembali ke titik awal.

"Gue beneran suka sama Atha?." ucapnya pada diri sendiri.[]

==

Minggu, 11 Oktober 2015

A/n: HALO SEMUANYA! pada masih kangen nggak sama Kariza? hehe. Jadi sebenernya Kariza itu emang udah suka sama Atha tapi baru nyadar. Ngerti ga?

Maaf ya kalo ceritanya bosenin dan absurd gilee. OH IYA gais, kalo punya waktu bolelah mampir ke cerita temen saya. "Destiny" slzxla sama "Fictophilia" sweet-cupcakes. Baru nulis di wattpad jadi butuh komentar dan masukan kalian hehe

Udah segitu aja dulu, ciao!

─Sav

Copyright © 2015 by saviranc

Continue Reading

You'll Also Like

666K 24.4K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
Metamorvisha By cand

General Fiction

2.1K 314 4
Kata Visha, hidup dalam fase kepompong itu penuh beban dan membuatnya putus asa. Kata Harsa, ketika menjadi kupu-kupu, beban yang Visha rasakan belum...
1.4K 543 21
Langit Acacio tidak terasa lengang tanpa kehadiran mereka. Bumi pun tidak merasa tersanjung atas kedatangan kembali mereka. Bahkan tidak banyak yang...
Cipher | ✔ By Ayu Welirang

Mystery / Thriller

17.3K 4.1K 49
[The Wattys 2022 Winner - Mystery/Thriller Category] [Silakan follow sebelum membaca dan jangan lupa tinggalkan kritik serta saran] Kode program 1984...