๐™๐ˆ๐๐๐ˆ๐€

Oleh 12kentang

2.5M 293K 125K

ZINNIA : CINTA TANPA KOMA Novelnya masih bisa dipesan๐Ÿ“Œ โ‰ชโ€ขโ—ฆ โˆ โ—ฆโ€ขโ‰ซ Fyi: alurnya masih berantakan, yang rapi ve... Lebih Banyak

00 || PROLOG
01 || Kita Imam, bukan makmum!
02 || Status
03 || Kembali Sadar
04 || Acara Dadakan
05 || Bertemu Kembali
06 || Niat Zayden
07 || Menyelinap
08 || Bertemu Sepihak
09 || Harapan Yang Kandas
10 || Demi istri
11 || Pemilik Cincin
12 || Ternyata dia
13 || Niat 2 Bunga
14 || Akhirnya bertemu
15 || Canggung
16 || Alegori Mawar Hitam
17 || Not a Dream, but This is Reality
18 || Perjanjian Konyol
19 || Kesepakatan
20 || Seminggu
21 || Kepikiran
22 || Kali Kedua untuk pertama
23 || Perlahan Membaik
24 || Kyai Fathar
25 || Gagal paham
26 || Perihal Minuman
27 || Nyaman?
28 || Kaum Hawa
29 || Boyongan
30 || Pasar
31 || Tamu
32 || Kajian Singkat
33 || Tentang Karya
34 || Password
35 || Jujur 1/4
36 || Boleh Makan?
37 || Official
38 || Zona
39 || Dua Kakak
40 || Zaya?
41 || Makam di Sore itu
42 || Ajakan Zayden
43 || Jaga anak orang
44 || Double Date
45 || Pondasi
46 || Zafian
๐ŸŒปCOLLAB: WHAT IF-
47 || Bersama Zona
48 || Panik
49 || Sudah Terjadi
50 || Al-Baqarah 156
51 || Tenggelam Menggenggam Rasa
52 || Kabur atau Hadapi
53 || Permintaan Zaina
54 || Cicak
55 || Pemintaan Maaf
56 || Jump to conclusion
57 || Zecia
58๐ŸƒCEK OMBAK!
58 || Jawaban Zecia
59 || Bedug Atau Hadroh?
โœงโ—VOTE COVER ZINNIA!
PRE ORDER
61 || Cemburu Lagi
62 || Menyusul
63 || Selesai
Epilog

60 || Hanya Firasat?

10.7K 1.2K 806
Oleh 12kentang

"Nggak, Sayang. Ini nggak penting. Ayo lanjutkan makannya," jawab Zayden tersenyum kaku. "Makan yang banyak, ya," imbuhnya sambil mengusap punggung tangan Zaina.

Zaina merasa ada yang disembunyikan oleh Zayden. Gelagat suaminya itu aneh, mungkin hanya dirinya yang sadar, tidak dengan ibu dan abangnya.

Panggilan ketiga kembali masuk. Kali ini Zayden kalah cepat, karena Zaina lebih dulu menggapai ponsel Zayden yang berada di antaranya dan juga Zayden, kemudian mengangkatnya.

"Ay—"

"Hallo? Ini siapa?"

"Hallo, Zainab? Oh, gue ganggu kalian nggak? Mana si Zayden?"

Zaina langsung melihat nama yang tertera di layar ponsel Zayden. Nama Elvano terpampang di sana. Zaina merasa bersalah sekarang karena ia sudah mengira yang tidak-tidak tentang suaminya.

"Kak Zayden ada. Sebentar, ya, Kak."  Zaina mengembalikan ponsel di tangannya kepada si pemilik ponsel.

"Kak Elvano yang nelepon," gumam Zaina. Walau begitu Zayden dapat mengerti hanya melihat dari gerak bibir Zaina.

"Ada apa, El?" tanya Zayden ketika ponsel sudah di genggamannya.

"Data yang gue minta waktu itu udah lo kirim belum, Zay?"

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Elvano, Zayden berdecak.

"Udah gue kirim kemarin," jawab Zayden.

"Kok, nggak ada?"

"Ya mana gue tau." Zayden kembali menjawab.

"Kirim ulang, Zay... sekarang, ya," pinta Elvano.

"Nggak bisa, gue lagi di pesantren, datanya ada di laptop dan laptopnya di rumah," balas Zayden.

"Aih, lo pulang sekarang, kirim file-nya ke gue segera. Penting banget, Zay," paksa Elvano.

Zayden menarik napas panjang. Resiko menjadi karyawan Elvano yang teramat bossy.

Ya, dia memang bos, sih.

"Iya," pasrah Zayden.

Setelah itu Zayden langsung memutuskan sambungan teleponnya dengan Elvano.

Melihat wajah menantunya yang kesal, Akifah tersenyum lembut.

"Masalah kerjaan, Nak?" tanya Akifah.

"Iya, Bu. Ngeselin si bosnya," jawab Zayden.

Gus Arfa terkekeh. "Sabar," ucapnya.

"Kak...."

Zayden langsung menoleh ke arah Zaina yang memanggilnya dengan nada lesu.

"Kenapa, Ay?"

"Maaf, ya... tadi aku lancang rebut hp kamu dan menjawab teleponnya, terus sampai berpikir yang nggak-nggak tentang kamu, Kak. Maafin aku, ya," ucap Zaina dengan jujur.

Zayden meraih tangan Zaina, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Nggak apa-apa, kamu wajar merasa was-was. Maaf juga karena sikap aku bikin kamu terganggu," balas Zayden.

Akifah lagi-lagi tersenyum. "Lain kali jangan diulangi, ya, Nak. Kamu harus percaya sama suami kamu. Zayden pun begitu, kamu harus percaya sama istri kamu. Nanti kalau kalian udah saling percaya, jangan malah memanfaatkan kepercayaan itu. Maksud ibu, Jika kalian sepakat untuk saling percaya, jangan sampai ada kebohongan di antara kalian," nasihat Akifah

Setelah mendengar itu Zayden kembali merasa bersalah. Ia baru saja membohongi Zaina. Nyatanya yang sedari tadi mencoba menelponnya bukanlah Elvano. Entah bagaimana bisa, Elvano bisa menjadi si penelepon ketiga ketika Zaina yang mengangkatnya.

Yang jelas, Zayden akan berterima kasih kepada Elvano, walau sedikit hatinya sedang mengutuk Elvano karena memaksanya untuk mengirimkan file yang laki-laki itu butuhkan.

Setelah selesai acara makan malam, Zayden pamit pulang ke rumah untuk mengambil data yang Elvano maksud. Zaina tidak ia perbolehkan untuk ikut karena hari sudah larut.

"Aku bakal langsung pulang ke sini kalau file yang Elvano minta udah aku kirim, Ay," ucap Zayden saat berpamitan kepada Zaina.

"Zaina ikut boleh?"

"Nggak boleh. Ini udah malam, nanti kamu masuk angin. Aku sendiri aja, cuma sebentar, kok. Setelah ini langsung tidur, ya, jangan tungguin aku pulang. Yang jelas besok, waktu kamu buka mata, wajah aku yang pertama kali kamu lihat," jawab Zayden.

Zaina terkekeh. "Ya udah, kamu hati-hati, Kak. Jangan buru-buru bawa mobilnya, pelan-pelan aja tetap bakal sampai, kok," pesan Zaina.

"Iya, Ayana," balas Zayden tersenyum.

Sebelum pergi, Zayden sempat mencium kening Zaina untuk beberapa saat. Setelah itu ia pergi dan meninggalkan Zaina seorang diri di depan rumah. Wanita itu menatap kepergian Zayden dengan harap dan khawatir.

"Lindungi suamiku dari marabahaya dan kejamnya fitnah ya Allah...." ucapnya Zaina.

©©©

Hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit Zayden sampai ke rumahnya dan juga Zaina.

Tanpa membuang-buang waktu Zayden masuk dan mencari apa yang menjadi tujuannya pulang ke rumah.

Setelah mengirim data yang dibutuhkan Elvano, Zayden segera bergegas pulang. Namun, perjalanannya tidak semudah yang ia harapkan.

Ketika Zayden ingin keluar dari rumah, ia mendapati Aurita yang menggendong Cia tepat di depan pintu rumahnya. Kedua perempuan berbeda generasi itu tengah menangis.

"Aurita? Kalian ngapain ke sini?" tanya Zayden sangat kaget. Sekilas ia melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam dua belas malam, tapi dua perempuan itu datang ke rumahnya.

"Kenapa nggak angkat telepon aku, Zay?" tanya Aurita langsung.

Zayden hanya menampilkan wajah datar tanpa ekspresinya.

"Zayden, kenapa nggak angkat teleponnya?" tuntut Aurita.

"Tidak ada alasan bagi saya untuk menjawab panggilan kamu, Aurita," tegas Zayden, ia sengaja menggunakan bahasa formal.

"Ini tentang kemanusiaan, Zayden. Dulu kamu begitu peduli ke setiap orang, terutama wanita. Kenapa sekarang berubah?"

"Aurita, kita nggak sedekat itu sampai kamu bisa berbicara hal itu kepada saya," tegas Zayden lagi. "Iya, memang betul saya begitu peduli kepada setiap orang, terutama wanita. Wanita memang harus diperlakukan seperti itu bukan? Tapi, jika wanita menyalah artikan bantuan saya, itu bukan urusan saya lagi."

"Ini tentang Cia, tadi ayahnya datang dan mau bawa Cia pergi. Bukan tanpa alasan aku nelepon kamu, tapi Cia sebut-sebut nama kamu waktu ayahnya mau bawa dia pergi," jelas Aurita.

"Tidak ada yang salah di sini, seorang ayah mengajak anaknya pergi—"

"Masalahnya ayahnya Cia brengsek! Dia mau jual Zecia, Zayden! Tolong aku...." Aurita memotong dengan emosi sudah menguasai dirinya. Wanita itu semakin menangis.

"Semua orang nggak percaya sama aku, keluargaku hancur, aku nggak tau mau minta bantuan ke siapapun, ntah kenapa aku berpikir kalau kamu bisa bantu aku untuk melindungi Cia dari ayahnya," sambung Aurita.

"Saya tidak bisa membantu apa-apa." Zayden mengatakan dengan jelas bahwa ia tidak bisa membantu Aurita.

"Tolong... untuk malam ini, aku sama Cia butuh tempat bernaung. Aku nggak tau mau pergi ke mana lagi, ayahnya Cia udah tau tempat biasa aku kabur," mohon Aurita.

Zayden tahu bahwa Aurita adalah wanita licik, tapi Zayden juga tidak mungkin membiarkan anak sekecil Cia menderita. Terlebih lagi Cia selalu mengingatkannya pada almarhum Azkia.

Beberapa menit Zayden masih berpikir. Ia sangat mudah menolak dan mengusir Aurita dari hadapannya, tapi mata sayu Cia membuatnya tidak tega. Anak kecil itu menatapnya penuh harap.

"Cia takut?" tanya Zayden.

Cia langsung mengangguk dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Cia mau menginap di rumah Om malam ini?" tanya Zayden.

Sesaat Cia terdiam, detik berikutnya barulah ia mengangguk.

"Anak pinter," batin Aurita.

"Oke, kalian berdua boleh bersembunyi di rumah ini untuk malam ini. Ingat ini, saya dan istri saya tidak ada di rumah, jangan sentuh barang-barang yang ada di dalam rumah ini. Terutama barang milik istri saya. Kalian boleh tidur di ruang tamu, jangan melampaui batas diri kamu sebagai tamu di sini, Aurita. Jangan buat saya susah ke depannya," peringat Zayden.

***

Ketika suara seorang santri sedang mengaji di masjid masuk ke dalam rungu Zaina, matanya pun ikut terbuka.

Pemandangan pertama yang ditangkap oleh matanya adalah wajah Zayden yang begitu damai. Mata beriris hitam legam itu masih tertutup.

Sudut bibir Zaina tertarik ke atas, mengaplikasikan perasaan leganya dengan sebuah senyuman.

"Aku nggak tau kamu pulang ke sini jam berapa, Kak, yang jelas aku lama nunggu. Eh, malah ketiduran juga," gumam Zaina terkikik.

Tangan Zaina terulur untuk mengusap pipi Zayden.

"Hayooo...."

Zaina langsung menarik kembali tangannya saat Zayden tiba-tiba membuka matanya. Zaina sungguh terkejut.

Melihat raut wajah Zaina yang masih terkejut, Zayden pun tertawa. Sungguh, wajah Zaina sangat lucu.

"I love you," ungkap Zayden tiba-tiba.

Laki-laki itu baru bangun, tapi sudah membuat jantung Zaina hampir copot dua kali.

"I love you, Zaina Alayya," ucap Zayden.

"Kamu kenapa, Kak?" heran Zaina.

"Balas dong, Sayang," bisik Zayden.

"Iya, Zaina juga," balas Zaina.

"Nggak gituuuu," keluh Zayden.

Zaina sampai melongo mendengarnya. Masalahnya Zayden sedikit merengek seperti anak kecil. Sejak kapan Zayden bisa semenggemaskan ini? Pikir Zaina.

"Aku juga, Kak," balas Zaina pada akhirnya. "I love you too," jelasnya.

"Nanti ini kita pulang dulu, ya," ajak Zayden.

"Loh, besok hari H, Kak, kenapa kita pulang?" bingung Zaina.

"Sebentar aja," jawab Zayden. Setelah mengatakan itu Zayden duduk, kemudian keluar dari kamar.

"Aneh banget," gumam Zaina.

***

Jam setengah sembilan pagi Zayden dan Zaina sampai ke rumah mereka.

"Kita mau ngapain, Kak? Di pesantren lagi sibuk-sibuknya loh, besok acara haflah akhirussanah-nya" ucap Zaina.

"Ikut aja ayo," jawab Zayden.

Tibanya di depan pintu, Zayden malah mengetuk pintu. Zaina heran, bukannya Zayden bawa kuncinya?

"Kak, memangnya ada orang?" tanya Zaina

Tak berselang lama pintu rumah mereka terbuka. Zaina dibuat terkejut bukan main ketika melihat seorang perempuan lah yang membuka pintu rumah mereka.

"Kalian udah pulang?" sambut Aurita dengan tersenyum.

Zaina menatap Zayden penuh tanda tanya.

"Kamu sudah bisa pulang sekarang?" Zayden bertanya tanpa merespon pertanyaan Aurita maupun Zaina barusan.

"Tapi, Zay—"

"Nggak ada tapi-tapian, saya hanya bisa membantu kamu untuk bernaung hanya tadi malam. Sekarang bukan malam lagi, jadi silakan pergi," usir Zayden.

"Tapi Cia masih tidur, aku juga nggak bisa bawa dia, ayahnya pasti masih ngincer—"

"Oke, Cia biar saya jaga, tapi kamu silakan pergi dari sini. Cia aman bersama saya dan juga istri saya," potong Zayden.

"Kalian serius mau jaga Cia?" tanya Aurita memastikan.

Zayden mengangguk.

"Oke, aku pergi. Titip Cia," ucap Aurita. Setelah itu wanita tersebut masuk ke dalam rumah untuk mengambil barang yang ia bawa.

Setelah Aurita pergi, Zaina masih memahami situasi yang sedang ia hadapi. Namun, ia tetap tidak mengerti.

"Kak?"

"Nanti aku jelaskan," ucap Zayden. Kemudian ia merangkul pundak Zaina, mereka masuk untuk menemui Cia yang masih tidur.

Zaina tidak tahu apa rencana Allah. Entah kenapa akhir-akhir ini Cia dan ibunya selalu datang ke dalam kehidupan mereka. Ibu dan anak itu masih orang asing bagi Zaina, tapi mengapa Zayden begitu mudah percaya kepada Aurita?

Zaina akui bahwa Zayden orang baik, mudah percaya dengan siapapun, tapi Zaina tetap merasa khawatir.

Setelah berada di kamar tamu, pasutri itu duduk di sofa sambil memperhatikan anak kecil yang masih pulas tertidur.

Zayden langsung menceritakan apa yang terjadi tadi malam, bagaimana bisa ia begitu percaya meninggalkan Aurita di dalam rumah mereka.

"Kasian Cia," ucap Zaina.

Obrolan kecil hingga obrolan manis tercipta di antara mereka hingga jam setengah sepuluh.

Tiba-tiba Zaina menyinggung perihal pertanyaan Akifah kemarin.

"Menurut kamu gimana, Kak? Kenapa Zaina belum hamil sampai sekarang? tanya Zaina.

Zayden langsung menggenggam tangan Zaina.

"Belum saatnya, Ay. Jika udah waktunya, kamu pasti hamil," balas Zayden.

"Aku takut...." Ucapan Zaina terpotong.

"Apa yang kamu takuti, hm?"

"Kamu pasti mengerti apa yang aku takuti, Kak," jawab Zaina.

Zayden menggeleng. Sungguh, ia memang tidak mengerti apa yang Zaina takutkan.

"Zaina jujur, ya, jangan ketawa... karena ini ketakutan Zaina...."

"Gimana kalau Zaina nggak bisa hamil? Apa Kak Zayden bakal cari istri lagi? Zaina nggak mau dimadu, kalau itu sampai terjadi, Zaina bakal nangis setiap malam, Zaina bukan wanita tangguh yang berbesar hati untuk berbagi suami, Kak Zayden jangan poligami... kalau memang mau cari istri lagi, mending tinggalin Zaina lebih dulu, ceraikan—"

Cup

"Puas ngomong ngawurnya, hm?"

"Zaina nggak ngawur, gimana kalau itu terjadi? Perasaan Zaina nggak enak, Kak. Gimana kalau beneran ada hal buruk yang terjadi di rumah tangga kita ke depannya?"

.
.
.

to be continue

spam Zinnia!

spam next

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

1.8M 157K 56
Muhammad Azzam Elfahreza, itu namanya. Lelaki yang mengancam Mozza agak tak menerima perjodohan konyol ini. "Kalo sampai lo gak nolak perjodohan kony...
134K 2.4K 5
~ bahasa air mengajarkan ku tentang sebuah pengorbanan. berkali-kali jatuh, tapi dia tak pernah mengeluh pada takdir yang sudah di tentukan~ Muha...
1.5M 183K 36
[A DAN Z UNIVERSE] Dibaca berurutan: A dan Z, ATHARRAZKA, ATHARRAZKA 2: Aryan Aryan Virendra Atharrazka, seorang pengacara berusia 26 tahun, anak ked...
1M 68.3K 64
๐™‹๐™‡๐˜ผ๐™‚๐™„๐˜ผ๐™ ๐˜ฟ๐™„๐™‡๐˜ผ๐™๐˜ผ๐™‰๐™‚ ๐™ˆ๐™€๐™‰๐˜ฟ๐™€๐™†๐˜ผ๐™โš ๏ธ (๐˜‰๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ข๐˜บ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ง๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ธ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ถ๐˜ฎ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ค๐˜ข) โ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™กโ™ก Seo...