HARAPAN (ANTON RIIZE #01)

By isabella_mirzin

2.4K 239 24

Menceritakan tentang keluarga kecil Donzello Anton seorang duda beranak 2 kembar laki-laki dan perempuan yang... More

TOKOH
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

7

45 5 0
By isabella_mirzin

Berbeda dengan Agnes yang memeluk ayahnya dengan erat, Allen Balorima justru menolaknya mentah-mentah. 

"Ale kecewa sama papa." Begitu mengatakannya, Allen langsung mengunci diri didalam kamarnya sendiri.

"Ale kecewa kenapa?" Tanya Agnes berdiri didepan pintu kamar Allen.

"Age emang enggak kecewa? Age enggak marah? Padahal Papa pergi gitu aja  pas kita nyanyi."

"Enggak tuh, Age enggak marah. Kan Papa kerja."

"Tau ah! Age mah kalo marah enggak jelas! Age tuh harusnya marah kalo digituin! Jangan malah nangisnya kalo enggak diturutin beli mainan doang!"

"Ya mau gimana lagi, Ale! Papa kan harus kerja kalo enggak kerja entar kita enggak bisa makan."

"Aku lebih baik menunggu kehadiran papa daripada memakan pemberiannya."

"Ale ngomong apaan si?" Agnes dan Allen tidak diajari bahasa seperti itu mereka hanya tahu bahasa sehari-hari.

"Ale belajar kata-kata itu darimana?" Anton bertanya sambil mendorong pintu kamar anaknya namun sepertinya anak laki-laki nya itu sudah memasang diri dibalik pintu.

"Papa enggak perlu tahu... Saya cuman mau mie."

"Mie yamin apa mie ayam?"

"Mie ayam!" Girang Agnes.

"Sst."

"Papa mah! Orang Ale lagi marah juga!"

Agnes meringis begitu mendengar Allen kesal sedangkan Anton sudah menahan tawa. Mempunyai keinginan untuk selalu bisa diandalkan membuat Allen mencoba mencari kata-kata formal melalui televisi . Dan Anton mengetahui itu dari Rara.

"Ya udah kalo enggak mau mah, biar Papa sama Age aja yang beli mie ayam." Anton menggandeng tangan Agnes dan membawanya menjauh dari kamar Allen yang langsung membuat pemilik kamar menampakkan diri dengan wajah kesalnya.

"Target kemana ya kira-kira." Mengendap-endap seperti kartun pencuri yang ditontonnya, Allen berguling kedepan, menabrak pintu kamar Agnes yang membuat Agnes tertawa saat itu juga.

"Ale ngapain si?"

"Mau ikut enggak?" Tanya Anton begitu melihat ekpresi wajah Allen yang masih angkuh.

"Ale mau ikut karena pengen nemenin Age doang bukan pengen mie ayam nya."

"Ya, ya, ya." Mereka bertiga berboncengan menuju warung mie ayam dan memakannya bersama-sama disana.

"Ale udah dong." Agnes mendorong bahu Allen yang tengah menyeruput mie didepannya. Mereka diberikan 1 mangkok mie untuk 2 orang. "Age enggak kenyang nanti."

"Baru juga makan satu sendok." Perut mereka berdua kecil jadi Anton pikir 1 mangkok pasti cukup, mungkin lebih? Mengingat Agnes memiliki porsi makan sedikit.

"Ale tuh makan satu sendok kayak makan dua sendok, Age rugi."

"Emang Age tau rugi?" Tanya Anton.

"Tau lah."

"Apa?"

"Mmmm kayak orang jualan tapi enggak bisa makan."

Anton tertawa. "Age-Age..." Matanya kemudian fokus pada Allen. "Katanya enggak mau makan mie ayam."

"Itu tadi kalo sekarang Ale laper."

"Oya libur nanti kita jalan-jalan yuk?"

"Jalan-jalan kemana?"

"Ke jawa yah?" Tanya Allen.

"Jauh amat ke jawa."

"Terus kemana?"

"Deketan aja, nanti deh Papa kasih tau kalo udah nyampe."

Di perjalanan pulang mereka melewati rumah Rara yang kebetulan sedang berpacaran. Agnes yang melihat itu seketika menjadi iseng. "Mama Rara!"

"Eh iya."

"Mama?" Pacar Rara yang tengah berkunjung mengerutkan keningnya tidak paham sedangkan Rara sudah panik.

"Enggak!"

"Age jangan kayak gitu!" Tegur Anton begitu melewati rumah Rara. "Nanti pacar tante Rara salah paham, kasian."

"Kasian kenapa?"

"Pacar itu apa?" Tanya Allen yang membuat Anton mengeluh.

"Ya kasian aja, lagi-lagi jangan kayak gitu ya?"

"Enggak jelas papa."

***

Meja yang memiliki kursi 4 itu menjadi meja yang dipilih Anton untuk duduk bersama 2 anaknya. Mereka sekarang sudah berada disebuah restoran di mall.

"Ale mau pesen makanan."

"Nanti dulu, nunggu satu orang lagi."

"Siapa?"

"Ada deh."

"Ale udah laper Papa."

"Sabar dong... Anak sabar disayang?"

"Papa," Cepet Agnes.

"Disayang Allah," balas Allen membenarkan jawaban Agnes.

Beberapa menit kemudian sosok wanita yang mengenakan dress diatas lutut dengan motif berbunga-bunga bergabung bersama mereka, kali ini rambutnya dibiarkan tergerai begitu saja.

"Udah lama yah?" Tea senyum lebar kepada 3 orang yang menjadi patner makannya sekarang.

"Enggak kok baru aja."

"Udah lama kok." Agnes menyenggol lengan Anton untuk membenarkan jawaban sang ayah.

"Age..."

"Tante cantik ini siapa?" Tanya Allen  kepada ayahnya.

"Iya-yah... Age juga baru lihat. Apa jangan-jangan mama?"

Anton dan Tea terkejut ditempat.

"Age... Enggak boleh gitu sayang," Tegur Anton merasa tidak enak hati.

"Apa-apa enggak boleh."

"Kalo mama pasti dirumah, Age... Enggak mungkin di mall."

"Iya juga si."

"Oya kenalin, nama ku Tea kalian bisa panggil aku tante Tea... Dan kebetulan tante teman kerja papa kalian."

"Oh, iya." Menggosok telapak tangan ke celana, Allen turun dari duduknya dan menghampiri Tea. Tangannya meminta berjabat tangan yang langsung Tea tanggapi saat itu juga. "Kenalin Allen Balorima."

"Hai Ale, salam kenal." Begitu selesai berjabat tangan, Allen langsung kembali duduk ditempat semula.

"Kalo aku, Age Balorima." Agnes sudah mengulurkan tangan diatas meja yang langsung disambut Tea.

"Kalo ini Levian Agnes Balorima. Tapi Tea... Maafin anak-anak aku yah." Anton jadi merasa tidak enak sekarang.

"Enggak papa, mas. Mereka lucu kok."

"Cantik lah aku mah." Agnes mengibaskan rambut sebahu nya.

"Iya cantik banget sama Ale juga ganteng banget." Pujian Tea membuat Allen tersipu malu. "Mereka cakepan dilihat aslinya lho, daripada difoto."

"Bisa aja Tea."

"Papa pesen makanan ayo."

"Iya-iya."

Tea cukup takjub dengan kondisi Anton saat ini. Dalam kehidupan yang sudah memiliki 2 anak pria itu masih bisa fokus pada pekerjaan dan kebersihan pakaian. Tea kerap kali mengamati bagaimana cara berpakaian Anton yang masih seperti anak muda mungkin karena wajahnya juga yang awet muda? Entahlah. Tapi kehidupan seperti itu benar-benar patut diapresiasi.

"Age sama Ale papa suapin aja gimana?"

"Enggak, Ale udah gede."

"Age mau si... Ya udah deh, suapin."

Anton menyuapi Agnes dengan kesabaran penuh karena anak perempuannya itu sangat aktif sekali, ada saja perilaku yang akan membuatnya susah seperti berdiri diatas kursi atau merangkul Anton sendiri.

'Mas Anton sabar banget,' batin Tea.

Permainan kereta membawa 2 bocah bersama anak yang lainnya berkeliling mall sedangkan Anton dan Tea memilih menunggu didepan tempat permainan pasir sambil memakan es krim.

"Maafin Age yah."

"Maaf kenapa?"

"Dia sempet manggil kamu mama tadi."

"Enggak papa kok, santai aja."

"Aku cuman takut kamu tersinggung."

"Aku juga kaget si tadinya tapi enggak papa kok."

"Mereka enggak pernah ngerasain mama jadi mereka enggak tahu apa itu mama. Mereka asal ngira orang lain sebagai mama mereka. Mereka juga ngiranya papa itu sama kayak mama."

"Mas ... Aku mau nanya boleh enggak? "

"Boleh ,mau nanya apa?"

"Kok bisa mereka enggak ngerti sama sekali apa itu mama sampe ngira kamu mama?"

"Aku enggak pernah ngijinin mereka keluar dari kecil, keluar kalo sama aku doang. Anak-anak kecil jaman sekarang omongannya udah enggak bener, aku takut mereka ikut-ikutan."

"Tapi mereka pernah marah enggak? Kalo kamu kurung dirumah?"

"Enggak aku kurung kok, aku cuman ngijinin mereka main dirumah doang. Ngasih mainan apa yang mereka mau. aku juga ngasih orang dewasa yang disukai sama Age jadi dirumah kalo aku kerja ada tiga orang dan itu sampe sekarang."

"Cewek apa cowok?"

"Siapa?"

"Yang ngurus anak-anak kamu kalo siang."

"Cewek lah, kan disukai Age."

"Age suka sama itu orang dari kapan?"

"Dari mereka bayi, jadi orang itu orang yang suka sama anak kecil terutama bayi jadi dia diminta orang tuanya buat jagain anak-anak aku."

"Orangnya umur berapa?"

"Kenapa? Kok nanyain umur segala?"

"Pengen tau aja."

"Dua puluh tiga."

"Hah? Muda banget. Kamu beneran enggak naksir dia?"

Tidak pernah sekalipun Anton memikirkan hal seperti itu mengenai Rara justru Tea lah yang akan muncul dipikirannya jika ditanya mengenai pilihan pasangan karena untuk saat ini lawan jenis yang dekat dengan Anton hanya Tea saja. Tapi kenapa Tea berpikiran sebaliknya?

"Kok kamu enggak ngasih tahu aja mas siapa mama mereka."

Berdiam sebentar, Anton melihat sekitar mall. Sepertinya memberikan ibu untuk 2 bocah itu akan gagal. Padahal cahaya baru saja diprediksi akan hadir di kehidupannya namun belum sempat menunggu cahaya itu sudah redup saja.

"Mereka masih kecil, Te." Anton mengulum senyum. "Kalo aku ceritain yang sebenarnya belum tentu mereka bisa nerima gitu aja. Apalagi Age... Age sama Ale mungkin bakal minta mama nya balik, gimanapun caranya. Dan kalo udah kayak gitu Age bisa sakit. Karena aku selalu ngasih apa yang mereka mau jadi sekalinya enggak bisa  tubuh mereka kayak langsung ngerti dan marah ke aku."

***

Besoknya Rara membagikan undangan pernikahan untuk Anton yang diterima Agnes dan Allen.

"Undangan apa tante?"

"Itu undangan pernikahan sayang."

"Pernikahan? Pernikahan itu apa?"

"Ya... Pernikahan, nanti ada kayak panggung-panggungnya gitu didepan rumah tante. Terus ada yang nyanyi juga."

"Nyanyi apa?"

"Lagu."

"Lagu bunda yah?" Tanya Agnes yang mengundang gelak tawa Rara yang kemudian membantu Allen membuka undangan di tangan.

"Tante Rara nikah sama siapa?"

"Sama Om Abas."

"Oh."

Malamnya 2 anak itu heboh perihal memberitahukan undangan Rara kepada ayah mereka.

"Papa! tante Rara ngasih undangan pernikahan!"

"Oya? Mana?"

"Ini."

Anton membaca sebentar undangan yang telah dikeluarkan dari plastiknya itu. "Kok tiba-tiba banget."

"Emang kenapa kalo tiba-tiba?"

"Enggak kenapa-napa si." Anton meletakkan undangan dari Rara diatas meja.

"Papa kata tante Rara pernikahan itu bakal ada panggung, emang iya?" Tanya Allen.

"Iya."

"Ada orang nyanyi juga."

"Iya."

"Udah gitu doang?"

"Banyak, nanti ada ijab qobul, liat tante Rara didandani juga. Rame lah pokoknya, nanti Age bakal liat tante Rara berubah jadi cantik banget."

"Beneran?"

"Beneran dong."

Karena Anton pernah melihat perubahan seperti itu di 6 tahun yang lalu ketika dirinya meminang Amanda Evelyn, ibu dari dua anak kembarnya.

Anton sampai tidak bisa tidur untuk terus mengingat ucapan ijab qobul yang akan dikatakannya saat hari H. Dan sosok Evelyn yang berubah drastis membuatnya semakin gugup dan sempat kehilangan hafalan karena saat itu mendiang sang istrinya benar-benar sangat teramat cantik.

Continue Reading

You'll Also Like

266K 21K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
643 93 9
Ternyata setelah semua yang terjadi. Masalah tak pergi begitu saja. Rasa bersalah, bimbang, khawatir, semua jadi satu. Membuat seorang Kafa Dexter Ga...
778K 79.5K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
144K 14.1K 28
"Jadi istri itu mudah. Cukup patuh dan taat suami." "Tapi enggak mudah jadi istri kamu!" Bagaimana nasib 4 wanita yang harus menjadi seorang istri ka...