HARAPAN (ANTON RIIZE #01)

By isabella_mirzin

2.4K 240 24

Menceritakan tentang keluarga kecil Donzello Anton seorang duda beranak 2 kembar laki-laki dan perempuan yang... More

TOKOH
1
2
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

3

58 6 0
By isabella_mirzin

“Sebentar lagi akan diadakan perayaan hari ibu. Kira-kira anak-anak mau ngasih apa nih ke ibu atau ke mama-mama kalian?” Seorang guru TK memberitahu pengumuman di depan anak-anak.

“Hari ibu itu hari buat apa mis?”

“Hari ibu ya hari ibu, masa pake nanya hari apa,” Cibir Agnes percaya diri.

“Emang Age tahu?” Tanya teman yang paling akrab dengannya.

“Caca enggak tahu?” Agnes bertanya memastikan kemudian menjawab, “Hari ibu itu hari setelah minggu—senin, selasa, kamis, minggu, ibu—“

“Age...” Panggil miss memperhatikan yang membuat Agnes menatap udara.

“Bukannya cuman sampe minggu? Kan kalo habis nge game besoknya kita sekolah.” Anak lain bertanya kepada salah satu temannya yang dapat didengar oleh mereka.

“Iya yah,” Setuju temannya.

Menghela nafas, miss geleng-geleng kepala. Kemudian dia bertepuk tangan meminta perhatian . “Tepuk diam!”

Dengan kompak semuanya bertepuk tangan satu kali.

“Bila aku!”

Mereka sangat bersemangat yang dilanjut tepukan tangan selanjutnya.

“Sudah tepuk!”

Tepuk tangan lagi.
       
“Maka aku!”

Kembali bertepuk tangan.

“Akan diam!” Mereka melipat lengan di atas meja. “Diam! Hustsss.”

“Jadi... perayaan hari ibu itu ... perayaan untuk sosok ibu yang sudah melahirkan kita kedunia.” Miss mulai menjelaskan. “Sosok mama yang ngurus kita...” matanya mencuri pandang ke arah Agnes. “Bukan hari setelah minggu... Paham Age?”

Disenggol Caca, Agnes meringis bodoh.

“Kalo yang ngelahirin tuh mama kan mis?” Tanya anak lain.

“Mama sama ibu itu sama sayang.”

“Kalo papa sama ibu sama enggak?” Allen bertanya yang langsung mengundang gelak tawa semua orang.

“Papa itu yang kerja, Ale.” Sahut teman yang masih satu komplek perumahan dengan Allen.

“Tapi kata miss ibu itu yang ngurus kita dan dirumah papa juga ngurus aku sama Age jadi papa juga ibu.”

“Bodo banget si.”

“Udah udah. Jadi Ale... Memang benar papa bisa mengurus kita tapi papa enggak bsia ngelahirin kita ... yang bisa ngelahirin kita cuman ibu dan mama.”

“Berarti kalo enggak punya ibu enggak bisa lahir kedunia dong, mis?”

“Iya bener.”

“Lahir? Apa itu lahir?” Tanya Allen polos.

Tenyum kecil, miss menanggapi Allen dengan sabar. “Lahir itu ya lahir, keluar dari perut ibu."

Seketika si kembar membayangkan diri mereka keluar dari sebuah perut besar melalui puser.

"... Kita semua pernah dilahirkan.” Ia menempatkan tangan di depan dada. “Miss, juga dilahirim sama ibu."

Agnes teringat sang ayah.

"... Lein juga dilahirkan sama mama nya, Age, Ale juga dilahirkan sama mama kalian.”

Allen melihat kearah Agnes yang  termenung dengan wajah terheran-heran. Agnes bertanya-tanya, bagaimana mungkin mereka bisa keluar dari perut yang dipergunakan untuk menyimpan makanan? Apa mereka berdesak-desakan dengan ayam? Tempe? Es krim? Lolipop?

“Tapi Ale cuman punya papa, gimana dong?” Allen kembali fokus memperhatikan miss.

“Iya Age juga.”

“Aku juga, ibu aku meninggal kemarin.” Sahut anak lain menimpali.

“Tapi ibu Age enggak meninggal,” balas Agnes menanggapi, mencoba memperjelas maksud kembarannya. “Cuman enggak ada aja, aku sama Ale dirumah bertiga sama papa.”

Pemandangan itu menjadi buah pikiran untuk miss. Dia sama sekali tidak mengetahui latar belakang si kembar. “Age pernah liat ibu enggak?”

“Ibu itu apa si miss?” Jengah Agnes berdecak. “Dirumah enggak ada yang namanya ibu.”

“Ibu itu orang yang masak buat kita, nyuciin baju kita, bacain cerita buat kita kalo mau tidur.”Miss berniat menyederhanakan.

“Itu mah papa kali miss.” Balas Agnes. “Age tiap hari digituin sama papa.”

“Tau ah, enggak jelas banget.” Sahut Allen merasa kesal sendiri karena tidak paham dengan maksud miss.

Kertas origami membentuk burung, hati, sebagian anak laki-laki membuatnya menjadi pesawat sehingga ramai menerbangkannya. Seorang anak menggambar wajah manusia dengan tambahan pita diatas rambutnya. Hal itu diikuti oleh Agnes yang menggambar ayah.

“Gambar kamu kan cowok masa cowok dipakein pita.”

“Iya yah...” Setuju Agnes ketika tersadar. “Tapi itu punya Rumi pake pita.”

“Ini kan mama, Age... Kalo yang kamu gambar itu papa. Lagian kan ini buat hari ibu bukan hari ayah.” Rumi meladeni Agnes.

“Tapi papa sama aja kayak mama, Caca. Kamu enggak denger tadi?”

“Emang miss ngomong gitu?” Tanya Caca ke Rumi.

“Enggak, miss enggak ngomong apa-apa. “

“Iya, miss ngomong kayak gitu.” Agnes hanya mencari dukungan untuk perkataannya. Bagaimana pun juga dia harus meyakinkan teman-temannya itu jika papanya sama saja dengan mama atau ibu.

“Enggak Age... Papa itu beda sama ibu sama mama. Papa itu cuman kerja kalo mama itu yang ngurus kita dirumah. Kalo siang hari gitu.”

“Tapi papa aku juga ngurus aku dirumah Caca... Kalo malem juga suka bawain martabak.”

“Tuh kan apa aku bilang, papa itu yang kerja yang suka bawain kamu martabak itu papa bukan mama.”

“Tapi papa juga ngurus Age, Caca.”

“Tapi cuman malem doang kan? Kalo siang kamu siapa deh.”

“Ale.”

“Tau ah.” Caca menjauhkan diri dari Agnes, beralih menghampiri anak lain.

“Maksud Caca tuh orang dewasanya, Age... Kamu kalo siang sama siapa orang dewasanya?” Rumi membantu Agnes untuk paham.
Tiba-tiba Agnes teringat dengan Rara. “Sama tante Rara.”

“Itu kali mama kamu.”

Di jemputnya Agnes dan Allen oleh Rara mendapatkan perhatian dari miss. Membuat miss bertanya kepada seorang wali murid yang sekiranya mengenal keluarga si kembar.

“Beli!” Allen mengejar penjual mainan yang langsung dikejar balik oleh Rara dan Agnes.

“Ale di kurangi kebiasaan kayak tadinya ... Entar ilang tante yang di marahin sama papa kalian,” Tegur Rara saat mereka kembali menempuh perjalanan pulang.

Sesampainya di rumah, Rara langsung menyiapkan makanan untuk kedua bocah tersebut, seperti memanaskan lauk dan memanaskan nasi.


“Age sama Ale mau makan sekarang enggak?”

“Mau!” Girang Agnes menghampiri meja makan yang terdapat Rara sedangkan Allen masih sibuk dengan permainannya yang tengah membangun jembatan untuk dilewati mobil-mobilan.

“Ale enggak mau?”

“Nanti aja! Lagi seru nih!” Balas Allen dari ruang tamu.

“Mau lauk apa, Age?”

“Ayam ada enggak?”

“Tempe adanya, Age... Papa kamu masak sayur asem sama tempe, sama apa ini? Ikan gurame?”

“Enggak mau ikan gurame.”

“Tempe sama sayur asem aja?”

“Mau ... Di suapin sama mama.” Agnes tersenyum malu mengamati Rara yang kini berhenti bergerak.

“Age manggil tante apa tadi?” Rara bertanya memastikan sambil melihat mata cerah anak itu.

“Mama.”

Suasana tiba-tiba menjadi canggung, Rada berdeham sebentar kemudian tersenyum simpul dan kembali mengambil lagi tempe di depannya.

“Panggil tante aja ... Jangan mama.”
Begitu selesai menyiapkan makanan, Rara langsung mengangkat Agnes dan membuatnya duduk di atas kursi.

“Kenapa?” tanya anak itu yang langsung mendapatkan suapan pertama.

“Karena tante bukan mama kamu.”

“Terus mama aku siapa kalo bukan tante? Kata Rumi tante rara itu mama aku karena suka ngurus aku di siang hari.”

“Age sayang... tante bukan mama kamu. Lagian enggak biasanya kamu bahas mama.”

“Kan baru taunya sekarang.” Agnes dan Allen jarang main di luar rumah karena Anton sendiri melarangnya dan karena itu juga Rara dihadirkan di sana. “Pas di tk tadi kata miss bakal ada hari ibu, kalo aku enggak ada ibu terus aku ngerayain hari apa dong?”

“Hari ayah kan ada.”

“Sama emang?”

“Sama.”

Rara tidak bisa menjelaskan secara detail karena bagaimanapun juga Agnes tidak akan langsung paham dengan maksudnya. Anak itu masih terlalu kecil namun bukankah lebih baik diberi penjelasan dari sekarang ? Daripada terkejut di tempat umum seperti hari ini. Tapi bagaimanapun juga Rara tidak bisa asal memberitahu, dia membutuhkan persetujuan Anton, orang tua tunggal si kembar.

“Mama Rara,” panggil Agnes mendekati Rara yang tengah mencuci piring.

“Heh, jangan manggil mama.”

“Hehe, soalnya Age juga pengen manggil mama ke orang.” Rara berdeham, mencoba bersikap seperti tidak mendengar apa-apa.  “Gimana kalo besok tante Rara aja yang nganterin Age sama Ale ke sekolah? Nemenin juga tapi.”

“Age lagi kenapa si hari ini?” Rara yakin ada maksud tersembunyi mengenai sikap gadis kecil itu.

“Enggak kenapa-napa...” Tiba-tiba Agnes memeluk pinggang Rara. “Age cuman mau di temenin di sekolah sama kayak anak-anak yang lain. Anak-anak yang lain keluar kelas langsung ke orang tuanya, minta jajan banyak-banyak.”

“Age kan uang jajannya juga banyak.”

“Age pengen di temenin sama tante, soalnya kalo papa cowok bukan cewek.”

Rara tiba-tiba tertawa. “Kan ada juga orang tua yang cowok kan? Di sana?”

“Ya ada si... Tapi ... Emang papa bisa? Nemenin Age disekolah? Enggak kan?”

“Nanti coba Age ngomong sendiri yah sama papa Age yah.”

“Ya udah deh nanti coba Age ngomongin ke papa.”


***

Keluar dari meja kerjanya, pria tinggi itu berjalan menuju mesin fotokopi dengan membawa dokumen ditangan. 

"Pak Anton mau nyalin?" Seorang wanita yang tengah menggunakan mesin fotokopi bertanya kepada pria disebelahnya. 

"Iya, nih."

"Mending ditaroh disitu aja Pak, nanti biar saya yang ngerjain soalnya saya masih lama."

"Oh, enggak usah nanti saya balik lagi aja."

Namun sampai jam istirahat wanita itu belum juga selesai dengan urusannya. 

"Kan tadi udah saya bilang, saya lama pak makenya. Makannya saya nawarin."

"Ya udah... Dokumennya saya taruh disini yah." Anton meletakkan dokumen miliknya diatas meja yang ada disana. "Nanti langsung bilang aja kalo udah selesai."

"Iya."

Parkiran motor dipenuhi orang-orang yang mulai memulangkan diri begitu juga dengan Anton. Namun saat hendak keluar gerbang, kendaraan Anton dihadang seorang wanita yang sudah membantunya siang tadi. 

"Yaampun mbak, kirain saya siapa."

"Pak Anton, saya boleh nebeng kedepan enggak? Soalnya HP saya lobet, enggak bisa telfon gocar."

Bagaimanapun juga Anton sudah dibantu oleh wanita itu. "Ya udah boleh."

"Pak Anton kalo kerja pake motor, emang enggak panas pak?"

"Mbak nebeng saya panas enggak?"

"Enggak si, cuman anginnya gede aja jadi dingin."

"Makannya saya pake jaket."

Sepulangnya kerumah Anton langsung disuguhi banyak permintaan diluar nalar dari Agnes. Lebih tepatnya permintaan yang tidak pernah Anton tebak akan diminta Agnes sekarang. 

"Biar Age ada orang tua disekolah kayak anak yang lain, soalnya cuman Age sama Ale yang enggak ada orang tuanya disana."

"Tapi boleh juga, Ale bisa minta banyak mainan disana." 

"Iya Ale juga bisa beli mainan banyak-banyak, terus Age kalo istirahat bisa main sama papa."

"Anaknya papa sayang, Age Ale..." Anton mendudukkan Agnes dan Allen di pangkuannya. "Papa enggak bisa nak... Papa punya kerjaan jadi papa enggak bisa nemenin disekolah."

"Jadi maksud papa orang tua yang nemenin anaknya disekolah itu enggak punya kerjaan yah?" Tanya Allen polos yang disetujui Agnes. 

"Berarti mereka enggak biasa makan enak gitu? Kan kita bisa makan karena papa kerja."

"Ya enggak dong, papa mereka juga pasti kerja."

"Papa mereka kerja terus yang disana siapa kalo bukan papa?"

"Mama," jawab Anton. 

"Mama itu apa?"

"Eh iya papa." Allen menghadapi ayahnya. "Kata miss nanti bakal ada hari ibu--"

"Oiya papa!" Sela Agnes memotong perkataan Allen. "Aku mau nanya--kata miss kita semua dilahirin, terus keluarnya lewat perut--emang bisa? Bukannya di perut banyak makanan yah? Berarti aku sama Ale dulu bau dong? Kan kata papa lambung di perut itu bau kalo enggak dikasih makan. Jadi perutnya enggak bisa makan dong karena ada kita?"

"Iya juga yah... Terus kita makan lewat mana? Masa enggak makan, emang enggak mati?"

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Anton kewalahan. Kemudian menghela nafas saat sudah merasa sedikit tenang. Dia tidak bisa menjelaskannya karena dia sendiri juga tidak tahu bagaimana caranya, harus memulai dari mana. Jadi, lupakanlah."Papa juga enggak tahu, kan yang didalem perut kalian berdua bukan papa. Coba Age tanya Ale, inget enggak dulu ngapain aja di perut."

"Kamu inget enggak?" Tanya Agnes yang membuat Allen diam berpikir.

"Enggak."

"Kayaknya bakal susah kalo kita enggak inget," Gumam Agnes yang disetujui Allen.

Kemudian anak laki-laki itu mengungkit lagi pertanyaan yang sempat dipotong. "Eh Ale mau nanya, yang tadi sempet di potong Age."

"Nanya apa?"

"Kan kata miss bakal ada hari ibu... Tapi pas aku nanya aku nanya papa itu bukan ibu papa juga bukan mama, terus kita ngerayain apaan dong?"

"Kita ngerayain ulang tahun kalian berdua! Kan bentar lagi ulang tahun kan?"

"Iya weh!" Agnes jingkrak diatas pangkuan ayahnya. "Age mau hadiah boneka Barbie sama rumahnya! Yang besar!"

"Age mah boneka mulu! Kalo Ale mau robot besar yang bisa menghancurkan dunia!"

"Cewek ya mainnya boneka!"

"Tapi enggak seru main boneka."

"Main robot juga enggak seru!"

"Main robot seru tau kamunya aja yang enggak ngerti."

"Anak cewek ya mainnya boneka, Ale... Kalo Age mau dipaksa main robot yang ada robot kamu dia buang." Anton mencoba membuat mengerti Allen. 

"Enak aja! Awas yah kalo Age buang mainan Ale."

"Ya makannya jangan ngajak ribut mulu!"

"Udah udah... Nanti papa beliin boneka sama robotnya."

Continue Reading

You'll Also Like

755K 36.3K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
6.2K 636 18
"Cinta sejati tak selalu berjalan mulus" -William Shakespeare Start : 30 Mar 2022 End : 26 Des 2022 Book4
2.6K 264 15
Cerita dari anak sekolah yang pindahan dari Kanada, bersama dengan ke empat sahabatnya. Sampai si pemeran utama menikah dengan sang pujaan hatinya da...
5.5K 713 22
Eva Adeline seorang aktris yang sedang naik daun. Memiliki karir yang bagus, penggemar yang selalu mendukungnya dan juga keluarga yang membesarkannya...