Jevano William

Oleh devintasantoso

1.6M 124K 15.4K

Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebag... Lebih Banyak

01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.⚠️
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41. ⛔️
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49. 🚫
50.
51.
52.
53.
55.
56.
57.

54.

15.2K 1.5K 186
Oleh devintasantoso

Pintu gerbang mansion yang menjulang tinggi itu terbuka dengan sendirinya setelah mendeteksi sebuah plat nomer mobil yang akan masuk kedalam halaman mansion, mobil mewah berwarna biru gelap masuk kedalam wilayah mansion dan memarkirkan mobilnya ditempatnya.

Jeandra keluar dari dalam mobilnya dengan menenteng sebuah paper bag yang ditengahnya tertulis logo makanan serta minuman yang ia bawa.

Putra kedua Jeffrey itu memberhentikan langkahnya ketika melihat mobil mewah kakanya yang juga ikut masuk dan terparkir disamping mobil miliknya, Jeandra memutuskan untuk menunggu Jevandra agar masuk kedalam mansion bersama.

Ternyata Jevandra juga membawa paper bag yang cukup besar.

" Bukankah kau sedang meeting bersama kolega dari dubai, Jevan? " Jeandra bertanya kaki jenjang keduanya dibawa melangkah bersama untuk masuk kedalam mansion.

" Papah minta dibatalkan. "

Jeandra mengangguk paham bagaimana papahnya ini yang sangat tegas dalam mengambil keuntungan dan kerja sama dalam perusahaan bisnis.

Bisnis perusahaan yang saat ini didirikan oleh Jeffrey bukanlah perusahaan biasanya, semua aset negara tergantung kepada perusahaanya, jadi tidak ayal kenapa keluarga dengan marga belakang robinson akan bergelimang harta.

Pintu besar utama mansion dibuka oleh kedua bodyguard yang berjaga didepan.

" Siang tuan muda. "

Kedua asisten pribadi milik Jevandra dan Jeandra menyambut sang majikan, lalu menunduk hormat.

Kedua putra tampan Jeffrey itu melepaskan jas kerja miliknya dan menyerahkannya kepada masing masing asistennya.

Kedua kaka beradik itu mendadak memberhentikan langkahnya menuju living room katika melihat adik kecil mereka yang sedang tiduran dengan posisi tengkurap dilantai mansion dengan kepalanya yang melongok kearah kolong lemari penyimpanan.

" Astaga "

Jevandra segera melangkah cepat mendekat kesang adik.

" Jevano, bangun. "

Mendengar suara yang amat ia kenal, Jeno mendangak dan melihat kedua kakanya yang sudah berdiri dihadapannya, Jeno segera bangun dari posisinya.

" Kotor. "

Jevandra membersihkan baju adik kecilnya yang sekiranya terkena dengan kuman dan debu yang berada dilantai.

" Apaan sih! Sok asik " Jeno menepis tangan kaka pertamanya dan berlalu dari sana dengan perasaan kesal.

Jevandra pikir adik kecilnya itu akan kembali keliving room ternyata tidak adik kecilnya itu malah masuk ruang makan.

" Kamu ngeliat kucing aku engga? " Jeno terdengar tengah bertanya dengan salah satu pelayan wanita disana, pelayan wanita yang ditanya itu hanya menggeleng menunduk.

" Kamu kenapa nunduk mulu sih, aku engga galak kaya om Jeffrey tau " Jeno berucap kedua tangannya sudah berkecak pinggang.

" Serius engga liat? Milo warna coklat abu abu sama putih "

" Maaf tuan muda Jevano saya benar benar tidak melihat kucing anda "

Jeno menghela nafas kesal, lirikan matanya menuju kearah kolong bawah meja makan yang belum ia longok.

Baru ingin kembali tiduran dilantai dan melongok kebawah, kerah baju belakang yang dikenakannya tiba tiba ditarik oleh seseorang membuat tubuh Jeno terangkat sedikit.

" Apasih lepas! " Jeno menggoyang goyangkan badannya agar kerah bajunya itu terlepas.

" Kamu mau ngapain tadi? " Jeandra bertanya.

" Cari Milo! "

Jeandra yang mendengarnya menatap adik kecilnya dengan ekspresi wajah cueknya.

" Lupakan tikus itu, kaka membawa hadiah buat kamu. "

" ITU KUCING BUKAN TIKUS! "

Teriakan adik kecilnya itu dianggap angin yang berlalu oleh Jeandra, ia segera menarik pelan adik kecilnya ke living room.

" Ketemu Milonya? " Tiffany bertanya.

Tiffany dan Jeffrey memang sengaja membiarkan Jeno mencari peliharaanya sendiri setelah tadi Jeffrey sedikit memberikan peringatan kecil kepada putra bungsunya agar tidak kembali ketempat sana.

" Engga! "

" Astaga galaknya "

Tiffany menepuk space kosong ditengah tengah antara ia dan suami agar putra bungsunya itu duduk bersamanya.

" Sini, ka Jevan sama ka Jean membawa hadiah lagi buat kamu "

" Engga! Mau cari Milo! "

Jeno melangkah dari sana dengan perasaan kesal.

" Kenapa sih! Milo gw ilang bukannya dibantuin nyari malah pada diem, ish! "

" Ini lagi Milo kemana sih! "

" Mil--MILOOO "

Jeno berteriak riang dan berlari kecil medekat kearah buntalan kapas itu yang sedang berlari kesana kemari didepan lift, bahkan Milo juga sempat mengajak penjaga lift untuk bermain bersamanya.

" Ilang mulu! "

Milo dibawa oleh Jeno kedalam gendongannya dengan gemas Jeno mencium terus menerus bulu bulu lembut milik Milo.

" Anda ingin kembali kekamar tuan muda? " Salah satu bodyguard yang berjaga didepan lift itu bertanya.

" Heem. " Jeno mengangguk kecil.

Pintu lift yang berada dihadapannya terbuka dengan lebar, membuat Jeno segera masuk kedalam kotak berjalan itu.

" Wlek "

Jeno menjulurkan lidahnya mengejek kaka keduanya yang baru saja sampai didepan pintu lift dan segera Jeno menekan tombol lima, namun pintu lift tidak tertutup tutup karna dari luar bodyguard menekan tombol agar pintu lift tidak tertutup.

Jeandra yang melihatnya tersenyum kecil lalu melangkah semakin mendekat untuk masuk kedalam lift membuat Jeno jadi panik karna tadi sudah mengejek kaka keduanya itu.

" Ish sono! "

Jeno mendorong tubuh Jeandra agar keluar dari lift karna tadi satu kaki Jeandra sudah masuk kedalam.

" Om jangan ditahan liftnya! " Jeno berucap dengan kesal kepada bodyguard yang berjaga didepan lift.

" Kaka mau kekamar Jev. "

" Engga peduli! "

Jeandra akhirnya memilih mengalah dan sedikit menjauh dari pintu lift dan menyuruh bodyguard untuk memberhentikan tindakannya karna adik kecilnya ini sudah terlihat sangat kesal dan nantinya pasti akan menangis.

" Wlek "

Jeno kembali menjulurkan lidahnya dan mengejek Jeandra kembali setelah pintu lift belum tertutup semua.

Jeandra berbohong jika ia ingin kekamar, ia hanya ingin meledek adik kecilnya itu karna sudah lama juga ia tidak bertindak usil kepada adik kecilnya itu.

Dari arah living room juga terlihat tadi gimana Jeno yang kesal dan mendorong tubuh besar Jeandra agar keluar dari dalam lift dan mengejek Jeandra dengan memeletkan lidahnya.

Sungguh lucu sekali putra bungsu Robinson ini.

" He's so cute, mom " Jeandra berucap setelah sampai diliving room dan kembali duduk ditempatnya.

" Haha i know Jean, tapi jangan membuatnya terlalu kesal nanti adik mu akan menangis " Ucap Tiffany memperingati putra keduanya.

" Aku mau menyusulnya mas, kamu mau ikut? " Tanya Tiffanya yang langsung mendapat anggukan dari sang suami.

" Kalian masih mau disini? " Tiffany kini bertanya kepada kedua putra tampannya.

" Ya, kami belum berganti pakaian. "

" Mamah tinggal yaa "

Kedua putra tampannya itu mengangguk, sedangkan sepasang suami itu kini berjalan secara bersama kearah lift dan masuk kedalam kotak berjalan tersebut.

" Aku dikamar Jevano ya mas, udah masuk jam tidur siang soalnya " Ucap Tiffany, setelah mereka keluar dari kotak berjalan tersebut.

Sebelum berpisah, Jeffrey mencium kening sang istri dan setelahnya Tiffany melangkah lebih dulu masuk kedalam kamar putra bungsunya.

Memastikan bahwa istrinya sudah masuk kedalam kamar, Jeffrey segera masuk kedalam ruang kerja miliknya.

Pintu ruang kerja dibuka dan ditutup dengan kasar oleh pemiliknya, terlihat sekali gurat amarah yang terpancar dari wajah Jeffrey, ekspresi wajah Jeffrey berubah dalam seketika, berbeda sekali dengan tadi.

Aura Jeffrey terasa sangat menyeramkan ditambah tatapan mata elang itu semakin menajam.

Prang!

Tangan Jeffrey yang mengepal ditinjukan kearah meja kerja kaca miliknya hingga meja kerja pecah dan serpihan kaca berhamburan terjatuh kelantai.

Kulit jari jemarinya langsung mengeluarkan cairan berwarna pekat, bahkan dibeberapa pecahan kaca yang terjatuh kelantai terkena setetes cairan merah yang jatuh dari tangan Jeffrey.

Jeffrey menyeringai menyeramkan, mengeluarkan sebuah pistol hitam miliknya dari bawah laci meja kerjanya dan memainkan beda mematikan itu dengan senang hati, tanpa memperdulikan kulit bagian luar jari jemarinya yang mengeluarkan darah Jeffrey melangkah keluar ruangan.

Brugh

Tepat didepan pintu ruangan, tubuh besar Jeffrey tiba tiba ditabrak oleh tubuh kecil milik Jeno yang sepertinya tadi tengah berlari dan lupa untuk mengrem.

Pistol yang berada digenggamannya segera ia sembunyikan dibelakang punggungnya dan membantu putra bungsunya itu untuk berdiri dengan tangan kirinya, ia tidak mungkin menunjukan tangan kananya yang terluka dan berdarah dihadapan putra bungsunya.

Jeno terlihat mengusap ngusap bagian kening dan bokongnya karna tadi Jeno jatuh dan menabrak Jeffrey cukup keras.

" Sakit tau! Kenapa sih dadakan banget keluarnya! "

Jeffrey yang mendengar gerutuan putra bungsunya hanya bisa mengangkat salah satu alisnya, seharusnya ia bukan yang memarahi putranya ini karna sudah berlarian(?).

" Seharusnya papah yang tanya kamu, kenapa main lari larian? Memang kaki kamu sudah tidak sakit? "

" Sakit! "

Ini kenapa putranya suka sekali marah marah sekarang?.

Jeffrey menghela nafas dan melihat sekeliling lorong lantai lima yang sepi, tidak menemukan asisten pribadinya ataupun asisten pribadi kedua putranya yang biasanya ditugaskan untuk berjaga didepan kamar putra bungsunya.

Ini memang perintah darinya untuk beberapa hari ini tidak ada yang menjaga Jeno dari jarak dekat, namun tetap akan terpantau dari jarak jauh melalui cctv atau hal lain.

Namun sepertinya esok hari ketiga asisten pribadi itu harus kembali ketugasnya karna hari ini saja Jeno sudah melakukan kesalah, bukan kesalahan kecil ini sudah masuk kedalam kesalah besar karna dengan berani Jeno sampai tempat dimana yang seharusnya Jeno tidak tau.

Pintu lift terdengar berbunyi dan terbuka dengan lebar, memperlihatkan Jevandra yang keluar dari sana dan segera berlari kecil mendekat kearah sang papah dan adik kecilnya.

Dari pintu lift terbuka setengah Jevandra sudah bisa melihat dibelakang punggung papahnya terdapat sebuah benda mematikan ditambah ia juga melihat tetesan cairan merah yang terjatuh kelantai dari tangan papahnya.

Jeffrey memberikan sebuah lirikan mata kepada putra sulungnya, Jevandra mengerti dan mulai mengalihkan perhatian adik kecilnya.

" Itu Milo kamu, ambil nanti hilang lagi " Ucap Jevandra, menunjuk hewan berbulu itu yang sedang berlari kesana kemari dengan mainan bola kecilnya.

Jeno berbalik badan dan segera mendekat kearah Milo, sedangkan Jeffrey segera berlalu dari sana.

Jevandra menghela nafas dengan tenang ketika adik kecilnya kembali masuk kedalam kamarnya dengan Milo yang berada digendongannya.

Putra sulung Jeffrey itu mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi seorang maid yang bertugas.

" Tolong rapihkan meja kerja, segera. " Ucap Jevandra melalui telpon.

🛡🔫

Jam sudah menunjukan pukul 18.35 sore, langit juga sudah berubah menjadi gelap sepertinya nanti malam bakal turun hujan kembali karna jika dilihat disitus cuaca memang beberapa hari kedepan dimalam hari akan terus turun hujan.

Jeno baru saja selesai mandi dan kini tengah duduk dipinggir ranjang dengan punggung yang menyender dikepala ranjang sembari memainkan ponsel yang sejak tadi berbunyi pertanda pesan masuk.

Bukan pura pura lupa, Jeno tau sekarang hari apa dan tanggal berapa, Jeno tidak mungkin melupakan sesuatu peluang yang sangat besar untuk dirinya yang sudah berjuang mati matian untuk berlajar dan berlanjut untuk mengejar impian diuniversitas negri impiannya yang berada disalah satu kota jawa tengah.

Ya, hari ini adalah hari dimana pengumuman lolos atau tidak lolos untuk masuk kedalam universitas negri impian sejuta umat.

Jeno membaca pesan pesan yang dikirim oleh ketiga sahabarnya disalah satu room chat.

Jujur Jeno memang masih belum berani untuk membuka web tersebut, ia merasa belum siap jika membaca sebuah kata ' ANDA DINYATAKAN TIDAK LULUS SELEKSI '.

Laptop yang berada diatas meja belajar sudah menyala sejak tadi bahkan sebenernya laptop itu sudah nenampilkan sebuah layar situs web dimana Jeno jika menekan tombol berwarna hijau didalam web itu makah akan keluarlah kata kata yang belum siap Jeno liat, jadi Jeno biarkan laptop itu menyala.

Pintu kamar diketuk dari luar membuat Jeno mengalihkan perhatiannya kearah pintu kamar yang dibuka dari luar oleh Tiffany.

" Makan malam dimeja makan ya hari ini, mau? " Tiffany bertanya.

" Engga. "

Tiffany berjalan mendekat kearah sang putra dan duduk disisinya.

" Kenapa? "

Jeno tak menjawab ia memilih untuk menggeleng dan menunduk.

" Yasudah, bunda ambil makannya ya sekarang " Ucap Tiffany, ia tidak bisa memaksa putra bungsunya.

Sebelum keluar kamar putra bungsunya, Tiffany menutup terlebih dahulu gorden kamar yang masih terbuka menggunakan remote otimatis, kedua sisi gorden itu saling bertemu ditengah tengah dan menutup pintu kaca besar yang menjadi penghalang.

Tiffany menaru remote itu didekat meja belajar dan tidak sengaja ia melihat laptop putranya yang menyala dan menampilkan web universitas dimana putra bungsunya terdaftar.

" Jev, hari ini? " Tiffany menoleh kebelakang melihat putranya yang menatap kearahnya, Jeno mengangguk pelan.

Telat sekali Tiffany mengetahuinya, seharusnya Tiffany ingat hari ini adalah hari pengumanan seleksi putranya namun kenapa ia bisa melupakannya begitu saja.

" Sayangnya bundaaa sini peluk dulu sayang.. "

Tiffany merentangkan tangannya kearah Jeno dan segera membawa putra bungsunya kedalam pelukannya.

" Janji sama bunda kalau misalnya engga sesuai harapan jangan terlalu bersedih yaa.. "

Jeno yang mendengarnya hanya menganggukan wajahnya yang terbenam diperut sang bunda, ia melepaskan pelukan sang bunda dan mendangak untuk melihat sang bunda.

" Bunda sayang Jeno engga? "

Mendengar pertanyan putranya membuat Tiffany tersenyum kecil dan mengangguk tangannya mengelus surai rambut Jeno dengan lembut.

" Sayang banget bunda sama Jeno, kalau Jeno sedih bunda juga jadi ikut sedih "

" Bunda.. Jeno engga tau Jeno bingung bundaa "

" Apa yang buat Jeno bingung " Kini Tiffany kembali duduk didekat putranya.

" Jeno harus menerima apa harus dipaksa bundaa? "

Pertanyan putra bungsunya membuat Tiffany langsung paham kearah mana.

" Menerima. Tapi jangan dipaksa, kalau Jeno engga kuat jangan dipaksa ya sayang.. ada waktunya kok buat menerima semuanya. "

" Tapi menerima ataupun dipaksa dada Jeno sakit bunda.. sakit banget "

" Sakit tolong pergi jauh jauh yaa dari tubuh anak kesayangan bunda.. jangan buat sakit lagi.. " Tiffany berucap dengan tangannya yang mengelus ngelus dada putranya.

" Makan malam sekarang mau? Bunda ambilkan "

Jeno mengangguk, Tiffany beranjak dari sana keluar kamar dengan kembali menutup pintu kamar dengan rapat, Jeno menghela nafas dan kembali menyenderkan punggungnya dengan kepala ranjang.

" Mau marah aja engga bisa " Gumam Jeno pelan.

Meow~

Jeno menoleh kesamping ia melihat buntalan kapas miliknya yang sejak tadi ia abaikan.

" Kamu bisa marah Milo? "

Meow~

" Astaga kerennya. "

Seolah mengerti perkataan kucing padahal aslinya tidak, Jeno hanya menanggapinya dengan asal.

Jeno membawa Milo kedalam gendongannya dan melangkah mendekat kearah meja belajar, ia duduk diatas kursi sedangkan Milo ia letakan diatas meja belajar bersampingan dengan laptop.

" Mau bantuin aku doa Milo? Nanti kalau aku keterima kamu aku kasih hadiah mainan lagi, mau? "

Meow~~

Pintu kamar terbuka dari luar membuat Tiffany segera masuk kedalam dengan membawa sebuah nampan yang berisi makan malam untuk putra bungsunya.

" Dimakan yaa, Milo sama bunda dulu "

Setelah meletakan nampan diatas meja, Tiffany mengambil Milo dan memilih untuk menunggu putra bungsunya selesai makan dipinggir ranjang.

Jeno terbilang orang yang paling lama makannya, ia lebih sering menyimpan makananya dimulut entahlah diemut terlebih dahulu olehnya mungkin.

Mulutnya sibuk menguyah makan namun matanya tidak ilang fokus kearah laptop yang masih menyala disampingnya, ada waktu dua jam lagi untuk membuka web tersebut dan Jeno mempunyai waktu untuk memberanikan diri membukanya.

Jeno mendadak tidak nafsu makan jika seperti ini, tadinya ia merasa lapar namun sekarang sepertinya rasa lapar itu digantikan oleh rasa takut dan gelisah, dan Jeno kembali mengalaminya.

Menegak air putih hingga setengah gelas lalu mendorong nampan agar menjauh darinya.

" Sudah makannya? "

" Heem. "

" Belum habis itu sayang.. dimakan lagi "

" Kenyang. "

Pintu kamar yang tadinya memang tidak tertutup rapat itu kembali terbuka kini yang masuk kekamar Jeno adalah Jeffrey, Jevandra dan Jeandra, mau siapa lagi.

" Why don't you finish your dinner? " Jeandra bertanya, Jeno hanya menggeleng.

Jeandra mengusap pelan rambut hitam adiknya lalu ia sedikit membungkuk untuk melihat layar laptop yang menyala.

" Jika belum siap jangan dipaksakan Jev, masih ada waktu dua jam lagi, kamu tenangin diri dulu. "

Jika semakin lama menunggu maka semakin lama juga mengalami perasaan tak enak seperti ini lebih baik ia buka sekarang dan nantinya mau itupun lolos ataupun tidak.

Kursor mulai diarahkan kesebuah tombol berwarna hijau oleh Jeno, jantung Jeno jadi terpacu lebih cepat dari biasanya.

Klik

Kursor diketuk pelan sekali oleh Jeno membuat web itu masuk kedalam halaman namun Jeno tidak melihatnya ia malah memejamkan matanya dan menutupnya menggunakan kedua tangannya.

Jevandra dan Jeandra yang sejak tadi berdiri disamping adik kecilnya itu melihat bagaimana halaman web itu menampilkan halaman berwarna merah.

Mereka saling lirik satu sama lain lalu tersenyum miring, laptop ditutup dengan kasar oleh Jevandra.

" Open your eyes. " Jeandra menurunkan kedua tangan adiknya yang menutup kedua bola matanya.

Jeno membuka matanya dan melihat laptopnya sudah tertutup.

Ah~ jadi benar tebakan Jeno ia benar tidak lolos. Sungguh mengecewakan, sakit sekali rasanya sudah berjuang mati matian selama tiga tahun dalam pembelajaran namun ekspetasi mematahkannya.

Jeno menghela nafas panjang lalu ia berbalik menatap sang bunda, Tiffany tersenyum dan merentangkan tangannya seolah untuk membawa kembali putra bungsunya kedalam dekapannya.

" Bunda.. "

Jeno segera berhamburan kedalam pelukan sang bunda ia menyembunyikan wajahnya diperut sang bunda.

" Kecewa banget yaa sayang? " Jeno mengangguk kecil.

" Kalau Jeno sedih bunda jadi ikut sedih tau "

" Tap-pi Jen-no kan udah bel-lajar " Suara Jeno terdengar sesegukan akibat menangis yang sangat keras.

" Mereka jahat bunda Jeno engga suka.. "

" Sama bunda juga engga suka sama orang jahat. "

" Bunda! "

Tiffany tersenyum kecil lalu ia sedikit melihat wajah putra bungsunya yang masih memerah dan berair akibat air mata.

" Sudah yuk bersedihnya, lupakan hal itu okey. "

Jeno kembali menggeleng didalam sana, sepertinya putra bungsu robinson ini benar benar kecewa.

" Tadi ka Jevan sama ka Jean kan membawa hadiah, kamu belum membukanya, mau dibuka sekarang? Kita buka bersama sama " Ucap Tiffany.

Jeno yang masih sesegukan itu menjauhkan wajahnya dari perut sang bunda dan mendangak untuk melihat sang bunda yang sudah menunduk untuk menatapnya.

" Lego? " Jeno bertanya, Tiffany mengangkat kedua bahunya menandakan kalau ia tidak tau.

" Bunda engga tau kan belum dibuka "

Jeno melepaskan pelukannya itu membuat semakin terlihat jelas wajah merah sembab miliknya.

" Ayo buka "

" Ayo berhenti nangis "

" Bunda! "

Jeno menatap sang bunda dengan kesal namun air matanya terus saja berjatuhan, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan terkekeh gemas seperti mereka.






























5L lemah letih loyo lunglai lemas.
.
.

Hallo hallo semuanyaaa udah ganti tahun aja nih haha, makasih ya yang sudah menunggu cerita Jevano yang sangat sering update ini.

(tersenyum maloe)

.
.

Semoga ditahun 2024 ini cerita Jevano masih banyak yang suka ya dan banyak juga yang baca💟.
.
.

Ditunggu kritik dan sarannya🙂👊

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

35.3K 3.4K 39
[END] DON'T PLAGIARIZE ‼️‼️❌❌ Start : 12.12.22 End : 05.04.23 "Pulang" "Lo siapa?" "Ayahmu" Pada suatu hari ada sebuah kisah- Cut #plak ngedongeng...
19.6K 295 3
Satu keluarga tak perlu sama margakan Cukup saling menjaga adalah hal yang di butuhkan Kisah tentang keseharian si bungsu bersama para abang-abangnya.
1.9M 85.7K 45
Di satukan oleh keponakan crush Kisah seorang gadis sederhana, yang telah lama menyukai salah satu cowo seangkatannya waktu sekolah dulu, hingga samp...
9.9K 1.1K 15
Kebebasan? Cih, bahkan untuk memikirkan saja membuat muak. Bagaimana bisa kebebasan didapat jika selalu ada pembatas disetiap langkahnya? Sehun Willi...