Suddenly, I Became the Hero's...

By alunamoona

368K 54.7K 5.2K

"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memili... More

Prolog
1. Menjadi Ayah Protagonis
2. Anak Kucing Protagonis
3. Menunjukkan Kelemahan
4. Baru Kali Ini
5. Ilusi yang Manis
6. Perak Madu
7. Ayah Adalah Malaikat
8. Bisikan yang Membual
9. Ekor dan Taring Singa
10. Menarik Atensi Seseorang
11. Siapa yang Bersalah?
12. Kebenarannya
13. Buta Akan Kesalahan
14. Fakta yang Tidak Kutahu
15. Mahkota Bunga
16. Sumpah Tak Tertulis
17. Sepasang Manik Merah
18. Menuju Alam Baka
19. Masa Lalu Kelith I
20. Masa Lalu Kelith II
21. Cerita Tanpa Protagonis
22. Racun
23. Rahasia Dillian
24. Mengambil Hak Istimewa Protagonis
25. Sosok Itu
26. Roh
27. Harga Diri Claude
28. Lima Meter
29. Kontrak Roh
30. Ujian I
31. Ujian II
32. Kamu Tidak Sendirian
33. Kemampuan Baru Kelith
34. Pertukaran
35. Kesepakatan
36. Mimpi Dillian
37. Dillian vs Eden
38. Kala Putus Asa
40. Menjual Jiwa pada Iblis
41. Menyelamatkan Tetua Elf
42. Kekeraskepalaan Claude
43. Gelombang Monster
44. Bertemu Kembali
45. Kekacauan
46. Bala Bantuan
47. Ancaman
48. Duri Beracun
49. Ini Sudah Berakhir
50. Pion
51. Bertemu Dengan yang Asli
52. Upacara Penghargaan
53. Masalah Besar
54. Awal Kehidupan Roh
55. Percakapan Antarkeluarga
56. Tidak Percaya Diri
57. Reputasi Baru Iverion
58. Kecurigaan Kai
59. Kecelakaan
60. Permintaan Alioth
61. Berpihak
62. Tak Terduga
63. Cara Untuk Merenggut Kembali
64. Rencana Selanjutnya
65. Pilihan
66. Membela Putraku Itu No. 1!
67. Pintu Rahasia
68. Rumor
69. Rahasia Negara
70. Sore Sebelum Festival
71. Menikmati Festival ala Kelith
72. Pelaku Sebenarnya
73. Meyakinkan
74. Skandal
75. Count Lamieu
76. Kunjungan Lagi
77. Terhubung Kembali
78. Pendeta Agung

39. Sang Penentang Takdir

3K 545 60
By alunamoona

Aku kini mengerti betapa berharganya energi kehidupan untuk bertahan hidup. Aku yang telah kehabisan energi itu, kini merasa agak tersiksa. Tubuhku lemas dan sempoyongan, kepalaku sedikit pusing, dan aku merasa cukup lapar. Aku benar-benar harus mengistirahatkan tubuhku, tetapi aku merasa bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk beristirahat.

Nona elf yang kutemui beberapa saat yang lalu, memohon bantuan padaku karena tetuanya berada dalam situasi yang membahayakan nyawanya, makanya saat ini aku sedang mengikuti nona elf itu menuju tempat tinggalnya.

Di sepanjang jalan, nona elf itu cukup berguna karena membunuh para monster yang menghalangi jalan kami. Itu sangat membantuku yang sudah tidak bisa melawan para monster lagi dengan kekuatan sendiri.

Tak lama setelah kami berjalan, kami tiba di hadapan sebuah dinding yang menjulang tinggi, dinding itu terbuat batu raksasa. Ini seperti jalan buntu bagi orang biasa, tidak terlihat ada jalan lagi ke depan. Namun, aku tidak heran jika di hadapan kami, tiba-tiba saja ada portal setinggi dua meter yang muncul di permukaan dinding batu selepas nona elf itu merapalkan sesuatu bagai mantra dengan bahasa yang tidak kuketahui. Warna portal itu perpaduan antara berbagai warna biru, hitam, putih, dan sedikit efek kilauan emas, cantik sekali saat terus ditilik, mirip dengan galaksi bundar.

"Masuklah," ujar elf itu.

Aku mengangguk, kemudian mengikuti langkah elf itu untuk memasuki portal. Sensasi di mana aku sedikit melayang saat melewati portal bukanlah pengalaman yang mengenakkan. Ini ternyata mirip-mirip dengan sihir teleportasi, makanya aku selalu menghindari sihir itu supaya tidak merasa seperti ini. Untungnya, perasaan ini hanya berlangsung singkat.

Kini, aku dihadapkan pada panorama yang menakjubkan setelah melewati portal yang kuyakini sebagai pintu masuk yang memisahkan dua wilayah. Elf adalah ras yang sangat waspada, karena keunikan mereka dalam bentuk fisik, tak jarang mereka dijadikan sebagai alat jual beli atau budak. Makanya tidak heran kalau mereka memilih untuk tinggal di dalam wilayah yang mereka bangun sendiri, terisolasi dan terpisah dari ras lainnya, demi kenyamanan tersendiri.

Dan di dalam tempat tinggal ini, rupanya dibangun dengan sangat memukau. Sepanjang mata memandang, hanya ada hijau, lebat, dan subur. Ada puluhan pepohonan di mana di atasnya, dibangun rumah kayu. Setiap pohon menampung satu rumah, beberapa menggunakan jembatan untuk bisa saling terhubung guna melintas. Di bagian bawah pohon, hanya ada hamparan rerumputan yang luas. Tidak hanya itu, para elf tengah beraktivitas di sana. Hidup seperti orang-orang pada umumnya, membangun desa. Ini terlihat damai.

Melihat pemandangan ini, mau tak mau aku berpikir. Mengapa elf yang dikatakan sebagai ras yang mengisolasi diri dari ras lainnya karena waspada, mau dengan mudah membawaku ke tempat tinggalnya? Sebenarnya, di mana sifat asli mereka? Aku juga jadi menduga, jika ada hal yang elf ini sembunyikan dariku, membuat trik supaya dia bisa membawaku kemari.

"Nona, kamu agak naif menurutku," ujarku tiba-tiba.

Elf yang berjalan di hadapanku berhenti, dia menoleh sambil mengerutkan dahinya padaku. "Apa maksudmu?"

"Mengapa kamu asal percaya padaku?" Aku mendekati elf itu. "Bukankah tidak ada jaminannya jika aku tidak membodohimu dengan kalimatku sebelumnya? Bagaimana jika aku hanya sedang menyembunyikan kekuatanku dan sedang berusaha untuk memburu para elf? Telinga elf, itu dijual dengan harga yang tinggi di pelelangan, bukan? Dan bagaimana jika akulah orang yang telah menyihir para monster dengan sihir gelap?"

Elf itu menyipitkan matanya.

Jeda hampir lama, hingga aku bingung, apa aku salah bicara?

Tak lama kemudian, sorot elf itu sedikit berbinar.

Eh? Berbinar?

"Seperti yang diharapkan darimu yang sosoknya terukir dalam ramalan rasi bintang."

Eh? Ramalan rasi bintang? Apa maksudnya?

"Sosok yang dikatakan sebagai penentang takdir, mampu mengubah takdir yang sudah ditetapkan. Kamu bahkan tegas dan berpikir secara kritis! Kini, aku yakin kamu adalah orangnya! Bahkan roh angin yang agung dan dikatakan memiliki ego yang tinggi pun tunduk padamu!"

Hah? Sedari tadi, apa sih, yang elf itu bicarakan? Setiap suku kata yang diucapkannya bagai dia tengah bertemu idolanya, matanya yang berwarna hijau nampak berkilauan, dan senyuman aneh di bibirnya agak menakutiku karena terlalu aneh.

Dan entah atas alasan apa, aku merasa bahwa aku seperti sedang ditatap dengan tajam dari sampingku. Sosok yang ada di sampingku adalah angin puyuh, Sora. Sepertinya, dia tidak sudi dikatakan sebagai roh angin yang tunduk padaku. Arogansinya masih melekat walau kontrak kami telah terukir.

"Aelen! Kamu kembali?"

Kami menolehkan kepala pada sumber suara. Di sana, aku melihat seorang elf lagi, tetapi elf itu adalah seorang pria. Rambutnya berwarna emas cerah, agak mencolok dibandingkan dengan elf lainnya yang rata-rata memiliki warna rambut cokelat. Telat kujelaskan, nona elf yang membawaku kemari pun memiliki warna rambut yang serupa, emas cerah, sehingga dia pun sangat menonjol di antara yang lainnya.

"Kak Arran!" sapa elf yang membawaku kemari, rupanya Aelen adalah namanya. "Kak Arran, aku menemukan orangnya!" serunya, lalu menunjukku dengan antusias.

Walaupun seorang pria, paras dari para elf memang tidak kalah jauh rupawan. Pakaiannya kuno dengan memperlihatkan bagian dadanya yang bidang dan berotot, dia juga memiliki cap simbol aneh berwarna merah di bagian dahinya, tetapi wajahnya yang sangat tampan membuat fokus hanya tertuju pada wajahnya, tidak pada pakaian kuno anehnya. Arran, nama elf itu, dia berjalan mendekatiku dengan sorot terperangah.

"Apakah kamu yang sosoknya terukir di dalam ramalan rasi bintang?"

Oke, ramalan rasi bintang ini sangat membuatku kebingungan. "Apa itu ramalan rasi bintang?" tanyaku.

Arran kini berjalan menghampiriku, dan berhenti tepat di depanku. Hei, ini terlalu dekat, sampai-sampai aku harus melangkah mundur satu kali. Namun, belum sempat aku mundur, pergelangan tanganku dicekal secara halus, dan dia membuka telapak tanganku.

Arran menelisik telapak tanganku dengan saksama. Aku berada dalam situasi yang canggung, sehingga aku hanya bisa diam, memperhatikan.

Tak lama kemudian, Arran berseru, "Tidak salah lagi! Kamu adalah sosok yang diukir dalam ramalan itu! Selamat datang, wahai penentang takdir!"

Suara Arran menggelegar, keras sekali saat menyambutku. Vokalnya yang kuat membuat atensi para elf lainnya teralihkan dari aktivitas mereka, kemudian tepat menatap kami dengan sorot kejut yang jelas.

"Penentang takdir?"

"Apakah yang diramalkan sudah tiba?"

"Tetua kita akan selamat!"

"Bangsa elf kita akan semakin maju jika ada sang penentang takdir!"

Bisik-bisik, yang sebenarnya tidak bisa dikatakan saling berbisik, mulai memenuhi udara. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi beberapa elf untuk turut menghampiriku dan menanyaiku perihal kebenaran dari ramalan rasi bintang. Kini, sudah banyak elf yang berkerumun di sekitarku. Hal ini membuatku merasa jadi selebritis dadakan, tapi bukan ini masalahnya. Kerumunan dari para elf ini membuat napasku sesak karena tak banyak oksigen yang bisa aku hirup, suhu tubuhku pun memanas karena terhimpit. Kemudian, energi kehidupanku juga masih belum pulih, nyaris kosong, sehingga aku kembali merasa sangat pusing. Ditambah, para elf yang berkumpul membuat kebisingan di kedua telingaku, aku jadi kebingungan siapa saja yang bicara, ataukah semuanya yang bicara, tengah bertanya ini-itu yang tidak kupahami sama sekali.

Ramalan rasi bintanglah, sosok yang menentang takdir-lah, atau banyak hal lainnya yang membuatku merasa bahwa tempatku bukan di sini.

Kerumunan para elf membuat Arran dan Aelen kewalahan. Terlebih Sora yang disentuh-sentuh sembarangan oleh elf-elf muda yang jahil, membuat roh itu berteriak marah.

Tubuh Kelith lemah sekali, atau memang karena energi kehidupanku yang habis, aku tidak tahu. Namun, aku jadi kesal sendiri. Makanya, tak lama kemudian, aku kehilangan kesadaran. Samar-samar aku bisa merasakan tangan yang kuat menangkap tubuhku sebelum jatuh, dan pekikan para elf yang panik melihat tubuhku jatuh, lalu semuanya hening.

***

"Energi kehidupannya habis."

"Pantas saja. Bahkan sebelum aku bertemu dengannya di hutan, wajahnya sudah kelihatan sangat pucat. Aku seperti melihat mayat hidup sebelumnya."

"Untuk sementara, biarkan dia tidur."

"Akan kubawakan makanan sebelum sang penentang takdir bangun."

"Bawa untukku juga."

"Memangnya roh angin makan, ya?"

"Hei! Bawakan batu sihir atau semacamnya. Mengurusi bayi besar itu sulit!"

"Bukankah kamu sudah mengonsumsi banyak batu sihir sebelumnya? Tidak ada jatah yang tersisa untukmu lagi, roh angin."

Aku mendengarkan percakapan yang berasal tak jauh dariku. Suara familier Sora bisa bergema di udara, itu tidak ditransmisikan langsung ke dalam otak. Aku baru tahu kalau Sora bisa bicara secara manual. Sementara untuk satu suara yang lainnya, itu adalah suara Aelen, nona elf yang pertama kali membual mengenai ramalan rasi bintang. Suara pintu yang dibuka, serta bunyi langkah kaki yang menjauh sepertinya menandakan bahwa Aelen telah keluar dari ruangan seperti apa yang dia ucapkan sebelumnya.

Dengan berat hati—karena rebahan itu sangat nyaman, aku pun membuka mataku, mengubah posisi berbaring menjadi duduk secara perlahan. Aku mengedarkan pandangan. Ini adalah ruangan kamar, kebanyakan dekorasi dibuat dari kayu, dan aku terbaring di atas ranjang kecil dengan selimut hangat. Saat melirik ke kaca jendela, sepertinya aku berada di rumah atas pohon seperti yang kulihat pertama kali saat memasuki peradaban elf.

"Oh, kamu sudah bangun, Kelith?" Itu suara Sora. Benar, bagaimana bisa suaranya mengudara seperti manusia pada umumnya, di kala roh angin tak memiliki mulut untuk bicara, sehingga mereka cenderung mentransmisikan suara langsung ke otak manusia?

"Sora?"

Aku melihat ke sekeliling. Oke, di mana Sora? Di mana bentuk angin puyuh Sora yang mini, berputar-putar di udara dengan lucu? Namun, berapa lama pun aku mencari, wujud angin puyuh Sora tidak ada. Melainkan, aku malah berhadapan dengan seorang anak laki-laki yang asing.

Aku mengerutkan dahi. Anak itu memiliki kulit seputih susu, sangat pucat hingga aku langsung berpikiran bahwa pemuda itu mirip dengan hantu, bola matanya biru langit, dan rambutnya putih. Namun, tidak salah lagi kalau dia memiliki paras yang lumayan.

"Siapa kamu?" tanyaku pada pemuda itu. Mau dikatakan sebagai seorang elf pun, telinganya normal, tidak runcing seperti ciri khas elf pada umumnya.

"Ini aku, bodoh. Sora."

Jeda.

"Hah?"

"Apa kamu haus? Air ada di atas meja." Anak itu menunjuk segelas air yang sudah disiapkan di atas meja.

Jujur saja, tenggorakanku kering, dengan adanya air itu, akan sangat membantuku. Namun, tunggu, anak laki-laki ini sedang bercanda padaku atau bagaimana? Jelas-jelas Sora itu angin puyuh mini yang berputar dengan lucunya.

"Kamu? Sora?"

Anak itu menghela napasnya. "Aku tidak minta kamu untuk percaya."

Aku termenung. Roh angin, yang biasanya memiliki rupa angin puyuh mini, kini memiliki wujud manusia?

"Kamu benar-benar Sora?"

Anak itu menyipitkan mata, keki.

Aku membulatkan mata. "Ya ampun! Bagaimana bisa kamu mengubah wujudmu menjadi seperti ini?"

"Para elf memiliki banyak batu mana yang bisa meningkatkan kekuatanku, makanya aku bisa memperoleh wujud fisik seperti manusia," balas Sora. "Tidak aneh jika elf di sini memiliki banyak batu mana, peradaban mereka masih cukup kuno sehingga batu mana pun banyak terbentuk secara alami."

Oh? Yang seperti itu juga ada, ya.

Namun memang tidak salah, Sora dalam bentuk manusianya kelihatan lucu. Sebab, tubuhnya tidak setinggi pria dewasa, dia kelihatan seperti anak berusia sepuluh tahun. Mengapa aku merasa bahwa aku akan mengadopsi satu anak lagi?

Tiba-tiba saja, pintu ruangan berbentuk bundar itu terbuka. Nona elf yang membawaku kemari muncul dari balik pintu dengan nampan berisi makanan dan air di atasnya.

"Sang penentang takdir! Syukurlah, senang melihatmu sudah bangun!" serunya sambil menghampiriku, senyuman lebar terulas di bibirnya. "Ah, ini! Untuk mengisi energi kehidupanmu, dibutuhkan makanan. Aku harap rasanya bisa menyesuaikan dengan seleramu, ya, sang penentang takdir!"

Aku agak terganggu dengan gelar yang diberikan Aelen padaku, tetapi fokusku kini hanya tertuju pada nampan makanan yang diserahkan padaku. Air di atas nampan, yang sepertinya teh beraroma harum, telah Sora pindahkan ke atas meja di samping ranjang supaya tidak tumpah. Tumben, pengertian sekali.

Mataku sedikit berbinar saat melihat dua macam makanan tersaji di hadapanku. Saat kelaparan, memang rasa syukur pasti sedang melonjak tinggi.

Mengambil sendok kayu, aku menyendok salah satu makanan bertekstur creamy dengan bahan dasar jamur dan sayuran. Saat melahapnya, ini enak! Perpaduan antara gurih dan manis, tekstur creamy yang sepertinya terbuat susu segar, serta jamur dan sayuran yang lembut dan pecah saat di lidah. Ini mengagumkan.

Sajian sup krim ini diiringi dengan roti panggang yang renyah saat dikunyah. Sepertinya, roti panggang dibaluri dengan mentega gurih sehingga rasanya tidak kalah lezat. Di samping supku, ada sepotong daging panggang yang baunya enak. Saat dibelah, tingkat kematangan daging yang sempurna, sesuai dengan seleraku, menguarkan bau harum yang menggugah selera sekali. Dagingnya juicy dan lumer di mulut!

Aku menikmati makananku dengan senang hati.

"Apakah sesuai seleramu, sang penentang takdir?" Aelen bertanya.

Aku mengangguk. "Ini sempurna." Terlebih, ketika sedang merasa lapar, makanan apa pun akan terasa menakjubkan.

Akhirnya, setelah aku mengisi perutku, aku merasa bahwa tubuhku kembali segar dan bertenaga. Kehabisan energi kehidupan membuat tubuhku lemas tidak jelas, tetapi setelah makan dan tidur yang cukup, aku merasa kembali ke kondisi tubuh yang prima.

Baiklah, sekarang adalah waktu yang tepat untuk berdiskusi dengan elf itu.

Aku kini duduk di atas ranjang dengan kaki keluar dari ranjang; menggantung. Sora berdiri tak jauh dariku, menyandarkan punggungnya pada dinding. Sementara Aelen, menatapku dari dekat, masih dengan mata berbinar.

"Nona Aelen, iya, 'kan?"

Aelen mengangguk. "Benar!"

"Bisakah kamu menjelaskan segalanya sekarang? Mengenai tetuamu dan ramalan rasi bintang?"

Saat aku mengatakan frasa tetua, raut Aelen jadi sedikit muram. "Baiklah, sang penentang takdir, aku akan menjelaskan. Mengenai ramalan rasi bintang, itu terjadi sekitar ratusan tahun yang lalu. Dewa Bintang mengirimkan kepada kami, sebuah bola ramalan yang cantik. Bola itu mengatakan, 'yang tengah tersesat di belantaranya hutan, yang telah menundukkan roh, yakni sang penentang takdir, berkehendak menyelamatkan jiwa abadi dari sangkar emas'. Dikatakan, bola itu akan bersinar dengan terang jika sosok yang dimaksud telah muncul."

Oke. Apa aku tahu soal ramalan rasi bintang ini? Tidak. Dillian di dalam novel memang bertemu dengan para elf selepas dia membunuh Felix. Akan tetapi, para elf itu masih sangat waspada terhadap Dillian. Bahkan Dillian sedikit terkejut karena menemui elf di wilayah Archer, tetapi Dillian akhirnya berjanji untuk menyembunyikan kehadiran elf pada khalayak atas permintaan elf itu. Peran para elf tidak berpengaruh banyak di awal cerita, tetapi seiring berjalannya waktu, peran elf akan banyak muncul.

"Lantas, bola ramalan itu bersinar hari ini. Aku kemudian ditugaskan untuk keluar, mencari sosok yang dimaksud. Sebelum aku bertemu denganmu, dan yakin bahwa itu kamu."

"Bagaimana jika itu bukan aku?"

"Itu pasti kamu. Menundukkan roh angin adalah perkara yang mustahil. Bahkan jika ratusan manusia mencobanya setiap hari, mereka tidak akan melewati ujian roh dengan baik, dan berakhir mati. Peluang keberhasilan untuk mengontrak roh itu sangat kecil."

Padahal Dillian bisa mengontrak roh dengan mudah. Ujiannya juga tidak terlalu sulit menurutku. Namun, mungkin pengalaman traumatik setiap orang berbeda-beda. Bisa dikatakan, aku beruntung dalam mengontrak Sora.

"Baiklah, anggap saja orang itu aku. Dan apa yang kamu inginkan dariku?"

Aelen hendak membuka mulutnya, tetapi ketukan dari pintu mengintervensi. Atensi kami teralihkan pada sosok di balik pintu. Arran, elf pria dengan wajah tampan itu, memasuki ruangan.

"Maaf mengganggu pembicaraan kalian, tetapi biarkan saya yang menjelaskan kelanjutannya," sahut Arran, dia duduk dengan santun di hadapanku, di atas lantai.

Aelen dengan patuh mundur.

Aku pun menujukan atensiku pada Arran.

"Sebelumnya, perkenalkan, saya adalah Arran la Étoile, saya adalah keturunan pertama dari tetua kami."

Oh, dia anak pemimpin para elf ini.

"Maaf karena menyeretmu ke dalam permasalahan kami, tetapi ramalan rasi bintang dari Dewa Bintang yang kami puja, telah mengukirkan sosokmu di dalam ramalannya. Bahwa kamulah, sosok yang akan mengubah kami, mengubah peradaban kami, sesuai gelarmu, sang penentang takdir."

Meski aku tidak mengerti mengapa Dewa Bintang ada sangkut-pautnya dengan hal ini, terlebih aku juga tidak tahu siapa Dewa Bintang ini, tetapi ayo dengarkan lebih jauh karena Arran rupanya belum selesai bicara.

"Tetua kami tidak lama ini jatuh sakit. Penyebabnya, sudah dipastikan, terpengaruh oleh sihir gelap."

Sihir gelap? Aku mengerutkan dahi. Sekilas, aku langsung mengingat Felix, dia adalah pengguna sihir gelap.

Arran melanjutkan, "Peradaban para elf kami sangat damai sebelum satu tahun yang lalu, ada kotoran yang hinggap di Gunung Dulchie ini. Itu adalah sihir gelap. Seorang manusia tinggal di gunung ini, menyebarkan sihirnya ke setiap inci gunung, menyihir para monster menjadi liar. Efek sihir gelap seharusnya tidak akan memengaruhi kami karena peradaban kami terisolasi dari luar, tetapi berbeda dengan tetua, beliau terpengaruh. Saat ini, beliau terbaring di atas ranjangnya, seolah pasrah akan takdir kematian karena tidak ada penawar yang bisa kami temukan walau sudah sesusah payah apa kami mencari.

"Akan tetapi, saya percaya. Saya percaya bahwa tetua akan selamat. Itu semua terukir dalam ramalan rasi bintang. Saya percaya, bahwa kamu akan menyelamatkan tetua karena di dalam tubuhmu, saya percaya terdapat jiwa murni yang suci."

Aku tersenyum kaku, ini novel Became the Most Popular Hero is Hard, 'kan? Novel yang menceritakan perjalanan sang protagonis dalam meraih gelar pahlawannya, lalu menjadi pahlawan yang dikagumi banyak orang? Lalu, mengapa variabel asing yang tidak terdapat di dalam novel itu terlalu banyak ikut campur dalam alur novelnya? 

***

kelith, met dateng ke dunia mc penyakitan. agak cringe sih pas revisi, tapi aku harap kamu enjoy bacanya dan bab ini jga cukup panjang, semoga kamu puas, ya. maaf malem terus up-nya, aku tuh niat up sore, tapi ga kesampean terus hehe. mampir lagi besok ya.

16/1/24

Continue Reading

You'll Also Like

732 144 12
Erlangga Setiawan, seorang mahasiswa kedokteran yang menghadapi kemiskinan, menerima anugerah sistem medis dari dimensi yang berbeda. Dalam perjalana...
4.2K 1.5K 27
(*) Spin-off MARMORIS Tobi yang menyembunyikan pekerjaannya. Tobi yang pendiam karena tidak dianggap. Tobi yang putus asa dan mencoba main game. ...
718K 64.3K 156
(Season 1,2,3,4,5,6) Jadi bocil? Bisa! Jadi Abang ? Bisa! Jadi ayah? Juga Bisa ! Baca aja di TIME TRAVELER MAN . Tentang Anka yang melakukan perjal...
END | Flor de Muertos By Luna

Historical Fiction

15.9K 2.5K 40
Pembunuhan yang dilakukan oleh anonim membuat putra mahkota dari Kerajaan Embrose dibuat kalang-kabut. Pasalnya, walau hanya terjadi selama satu samp...