Segitiga Sama Sisi

By PaprikaMerah

258K 13.2K 277

"Aku suka sama bossku sendiri itu wajar kan? Dia ganteng, charming, bijaksana tapi ya gitu dia nggak suka sam... More

Prolog
Bagian Pertama
Bagian Kedua
Bagian Ketiga
Bagian Keempat
Bagian Kelima
Bagian Keenam
Bagian Ketujuh - Dave POV
Bagian Kedelapan - Bima POV
Bagian Kesembilan
Bagian Kesepuluh
Bagian Kesebelas
Bagian Keduabelas
Bagian Ketigabelas
Bagian Keempatbelas
Bagian Kelimabelas
Bagian Keenambelas
Bagian Ketujuhbelas
Bagian Kedelapanbelas
Mohon Maaf Lahir Batin
Bagian Kesembilanbelas
Bagian Keduapuluhsatu
Bagian Keduapuluhdua
Bagian Keduapuluhtiga
Bagian Keduapuluhempat
Bagian Keduapuluhlima
Bagian Keduapuluhenam
Bagian Keduapuluhtujuh
Bagian Keduapuluhdelapan
Bagian Keduapuluhsembilan
Bagian Ketigapuluh
Bagian Ketigapuluhsatu
Bagian Ketigapuluhdua
Bagian Ketigapuluhtiga
Bagian Ketigapuluhempat
Bagian Ketigapuluhlima
Bagian Ketigapuluhenam
Bagian Ketigapuluhtujuh -epilog-

Bagian Keduapuluh

5.9K 346 8
By PaprikaMerah

Bima sibuk mengurusi acara-acara yang memakai jasa EO miliknya. Meskipun dia mempunyai anak buah yang banyak, tapi dia nggak merasa sebagai seorang bos hanya terima beres. Dia justru ikut terjun langsung menemui customernya.

"Maaf mengganggu, pak. Ada pak Dave di ruang bapak saat ini" bisik Lisa, asistennya. Bima hanya mengangguk.
Untuk apa sepupunya merepotkan diri datang ke kantor EO miliknya di tengah tugasnya sebagai CEO perusahaan besar.
Pasti ini ada hubungannya dengan Gingga. Apalagi yang membuat Dave uring-uringan selain memikirkan gadis itu.

Bima meninggalkan ruang rapat untuk menemui Dave di ruangannya. "Ada apa lagi? Masalah Gingga?" tembak Bima tanpa basa basi saat tiba di ruangannya.

Dave langsung terkejut mendapat pertanyaan dadakan tersebut. "Lo ngangetin saja sih. Nggak bisa ketuk pintu dulu gitu?" protes Dave dan lalu mengangkat kakinya ke atas meja kerja Bima.

"Enak saja. Ini ruangan gue. Ngapain mesti ketuk-ketuk pintu dulu. Ada masalah apa?" Bima langsung duduk di sebuah sofa di dekat kursi kebesarannya.

"Orang tua gue mau balik ke Jakarta"

"Lalu? Ada masalah?"

"Hampir di usia gue yang mau kepala tiga, orang tua gue baru sadar akan keberadaan gue, Bim. Lalu mereka kemana saja selama ini? Lebih mengangungkan pekerjaan mereka ketimbang gue anaknya" Bima nampak menghembuskan nafasnya dengan kasar.

Bukankah Dave lebih beruntung darinya? Kenapa dia curhat masalah keluarga pada Bima yang notabene anak yang 'terlantar'. Sampai saat ini pun dia nggak pernah tahu keberadaan papanya. Apalagi pria brengsek yang enggan dia sebut sebagai papa lagi itu, nggak hadir di pemakaman mamanya.

"Hey kenapa lo bengong? Gue kan lagi curhat" Dave melemparkan gulungan kertas dan pluk mengenai tepat di kepala Bima. Karena merasa nggak terima, Bima bangkit dan langsung menghampiri Dave. Di jitakinya kepala Dave dan diapit di ketiaknya.

◆◆

"Gingga, kamu sudah sadar nak?" samar-samar aku mendengar suara mama. Apa aku sudah di rumah sekarang? Perlahan aku membuka mataku dan langsung cahaya matahari membuatku silau.

"Mama? Aku dimana sekarang?" tanyaku. Aku berusaha merubah posisiku dari terbaring hingga duduk bersandar di sofa. Mataku mengedar dan ini masih di ruang bu Tia.
Aha! Aku ingat sekarang. Aku tadi sempat pingsan karena aku nggak makan siang gara-gara tugas konyol dari Alina.

"Kamu kenapa bisa sampai begini sayang? Kamu belum makan?" tanya mama panik. Aku diam. Nggak mungkin aku jujur kalau Alina lah dalang dari semua ini.
Kok aku nggak menemukan sosoknya di ruang ini? Oh ya, aku lupa kalau tadi dia pergi. Bagus, sekretarisnya pingsan dan dia malah meninggalkanku.

Benar-benar deh bu Tia itu dulunya ngidam apa sih sampai-sampai memiliki anak cantik namun berhati kejam. "Makanya sayang, kamu jangan telat makan ya. Jangan suka begadang. Begini nih akibatnya" kata mama lagi.

Aku mendengar pintu berdecit. Saat aku dan mama menoleh, masuklah sosok Alina dengan..senampan piring yang entah apa isinya itu dan segelas air putih. Lalu dia menaruhnya di atas meja.

"Makanlah Gingga. Saya sudah bilang jangan terlalu keras bekerja. Sisakan tenagamu" katanya sok manis. Cih kalau saja di negara ini nggak berlandaskan hukum, sudah aku gunduli dia sampai menyerupai Upin dan Ipin. Jadilah Upin dan Ipin serta Alin.

"Gingga, itu mbak Alina lagi bicara sama kamu, nak" aku terkesiap.

"Terima kasih" kataku nyaris tanpa suara. Karena memang aku nggak ikhlas kok bilang terima kasih sama dia.

Akhirnya aku diiznkan pulang lebih awal oleh Alina. Itupun mamaku yang memaksa. Bukan memaksa sih hanya mama sangat khawatir kalau aku sampai pingsan lagi. Biarkan saja, aku mau tahu apa dia bisa menghandle semua tanpa bantuan aku? Dasar anak mami.

Berhubung aku pulang awal, Satria pasti nggak bisa menjemput aku kalau dadakan seperti ini. Dan aku pun menolak untuk diantarkan mama.
Aku nggak mau lah satu kantor menilai kami mendapat keistimewaan dari Alina.

Jadilah aku sendiri berdiri di pinggir trotoar sambil menunggu taksi. Sepertinya tubuhku belum sepenuhnya sehat karena sesekali aku memijat pelipisku. Entah mengapa sebuah mobil Fortuner hitam mampir di depanku.
Kaca sebelah kirinya terbuka.

Mataku agak menyipit untuk mengenali siapa sosok dibalik kemudi tersebut. "Kamu mau kemana?" tanya sang kemudi alias Dave. Mobilnya ganti? Oh ya aku lupa kalau mobilnya ringsek parah saat kejadian kecelakaan itu. Ah memikirkan kejadian mengerikan itu membuat ulu hatiku terasa ngilu.

Dia membunyikan klakson mobilnya. "Kalo ditanya jawab dong!" protesnya.

"Saya mau pulang" sahutku asal. Aku nggak berminat membuka percakapan dengannya. Itu sama saja mengorek luka lama yang sudah tertambal.

"Apa kamu lagi sakit? Baru jam dua kamu udah pulang" duh kenapa dia kepo sekali sih. Terserah aku mau oulang jam berapa kek. Apa urusannya sama dia.
Urusin saja pacarnya yang menyebalkan itu.

Entah kenapa tiba-tiba dia sudah berdiri di hadapanku dan menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobilnya. Bodohnya aku, aku nggak menolak sama sekali ajakannya--nggak paksaannya itu.

Kenapa rumahku saat ini terasa jauh ya. Dari tadi kenapa nggak sampai-sampai. Aku melirik cowok gebetanku di sebelah yang sedang fokus mengemudi. Tuhan, inilah manusia ganteng stock terakhir yang sebenarnya. Bukannya Deny Cagur.

"Wajahmu pucat. Kamu sakit?" tanyanya. Aku menggeleng. Masa iya aku pucat sih.

"Gingga.." panggilnya. Tumben-tumben dia memanggil namaku. Biasanya juga langsung nembak pertanyaan dan membuatku terkurung dengan tampang bloonku.
Aku hanya bergumam menyahutinya.

"Saya minta maaf" hey, aku nggak salah dengar kan? Dia minta maaf? Lebaran saja masih lama.

"Masalah kita yang kecelakaan itu..murni salah saya. Kalo saja saya nggak mancing keributan, kita nggak akan mengalami hal tersebut.." dia menghela nafasnya panjang-panjang.

"Bima sudah mundur. Aku mengundangmu nanti malam ke rumahku. Oma kangen sama kamu. Jam tujuh, aku jemput kamu disini. Sekarang turunlah"

Apa? Turun? Sejak kapan kita sampai. Tadi waktu begitu lama sekarang? Aku segera turun dari mobil Dave. Bodohnya, aku masih menunggu di depan gerbang sampai mobil Dave menghilang di belokan.

Ikut-nggak-ikut-nggak-ikut..ah ulang lagi deh. Nggak-ikut-nggak-ikut-nggak. Nggak usah deh.
Arrgghh..labil banget sih aku. Tadi ikut sekarang nggak.
Apa kancing piyama ku bisa berubah-ubah? Aku mendengar deru suara mobil memasuki halaman rumah. Itu pasti Dave.

"Mbak Gingga! Ada mas Dave di bawah!" tuh kan Satria saja sudah berkoar. Lihat aku, aku saja masih setia dengan piyama bergambar dora dan boots.

Mama tiba-tiba masuk ke kamarku. "Kamu belum siap sayang?" tanya mama. Aku menggeleng pasrah.

Lalu mama membuka lemari pakaianku dan memilih dress yang cocok untuk aku pakai. "Bagaimana kalau ini?" tanya mama sambil memperlihatkan pintuck dress berwarna coklat susu yang aku beli kembaran dengan kedua sahabatku.

"Ma.." rengekku. Mama berhenti mengobrak abrik lemari. "Ada apa anakku yang cantik?" mama mendekap tubuhku sambil merapikan anak rambut yang menutupu wajah.

"Apa aku nggak usah saja ya ke rumah Dave. Dia itu kan..pacarnya Alina ma. Aku nggak mau kena masalah gara-gara ini" mama justru tersenyum.

"Mama paham posisimu sekarang. Kamu mencintainya yang notabene pacarnya Alina kan. Tapi setidaknya hubungan baikmu dengan mantan bosmu itu nggak putua begitu saja. Lagipula dia bilang omanya kangen sama kamu" ujar mama.

Oma? Berarti ini murni oma yang minta. Bukannya Dave sendiri. Halo..seseorang! Siapa saja beritahu aku kalau aku adalah cewek paling sial di muka bumi. Aku masih mencintainya. Aku masih menyayanginya tapi di sisi lain, aku berusaha menampik itu semua.

◆◆

Syukurlah aku tiba juga di rumah oma. Loh sepertinya sedang ada acara. Ada sebuah mobil terparkir di halaman rumah. Aku nggak mengenali mobil itu. Apa milik si Bima? Kayaknya bukan deh. Daripada main teka teki lebih baik aku masuk ke dalam karena Dave pun sudah menunggu di depan pintu. Cepat sekali jalannya. Tahu-tahu sudah ada di depan pintu.

Seperti biasa, oma akan menyambutku dengan suara yang begitu membahana. Diciuminya aku, dipelukinya aku. Aku seperti anak kecil saja.
Oma menggiringku menuju ruang makan. Disana sudah ada sepasang pria dan wanita dewasa yang melihat ke arahku.

Sepertinya aku mengenali mereka. Sepertinya ya. Yang wanita tersebut menghampiriku lalu memelukku.

"Kamu Gingga ya?" tanyanya. Aku hanya mampu mengangguk. Kenapa wanita ini masih terlihat cantik meskipun sepertinya usianya sudah nggak muda lagi. Ini keluarga awet muda kah?

"Saya Sarah. Mamanya Dave" sahut wanita bernama Sarah itu. Tunggu, mamanya Dave? Jadi yang pria itu papanya Dave.

Pantas saja aku pernah melihat foto mereka. Saat makan malam tempo hari disini. Padahal itu foto lama tapi mereka nggak jauh berbeda dari aslinya.

"Sarah, biarkan dia makan malam dulu baru kita ngobrol-ngobrol lagi" kata oma.

Kenapa aku ditempatkan di seberang Dave seperti ini sih. Aku kan jadi aku kan jadi susah untuk menelan makananku ini. Dia makan dengan santainya tanpa mempedulikan aku. Peduli dalam arti seenggaknya dia melihat ke arahku sebentar gitu biar tenggorokkan ku sedikit lega. Tapi nanti yang ada makin sesak. Ah lebih baik seperti ini saja.

Lalu Bima duduk di sebelah Dave. Darimana bocah itu datang. Kayaknya sedari tadi nggak ada tanda-tanda kedatangannya. Oke lupakan. Dengan santainya dia menyendokkan snasi dan aneka macam lauk ke atas piringnya.

"Om Edrick dan tante Sarah, inilah Gingga. Cewek yang ditaksir sama Dave. Cewek yang bikin Dave uring-uringan di kantor maupun di rumah"
Mataku sukses melotot. Itu bocah dari dulu kalo ngomong suka nggak diayak dulu sih. Seenak udelnya saja bicara kayak gitu.

Takut-takut aku melirik ke arah Dave, dan saudara-saudara dia bersikap normal dan tenang. Nggak seperti aku yang tegang kayak mau ambil rapot. Apakah aku yang terlalu percaya diri. Sedangkan dia tenang seperti air sungai.

"Oma juga berusaha menjodohkan mereka loh. Tapi sayang Gingganya yang memtuskan untuk nggak melanjutkan perjodohan itu" sahut oma menimpali.
Bunuh saja aku, bunuh! Ini oma sama cucu kompakan banget buat dadaku bergemuruh seperti tornado. Kali ini Dave menyipitkan matanya ke arahku. Kali ini pula aku tertunduk.

Aku mendengar bel berbunyi. Pembantu oma berlari kecil untuk segera membuka kan pintu.
"Selamat malam semua!" sapa sebuah suara. Kami semua menoleh ke sumber suara. Disana berdiri Alina dengan raut wajah berbinar-binar macam anak perawan yang akan dinikahkan dengan pujaaan hatinya. Sepersekian detik, wajahnya berubah saat melihat aku duduk di tengah-tengah keluarga Maharaja.
Makan kau Alina tempatmu aku geser.

-------

Rekor!!! Ini panjang banget..nih aku sodorkan untuk para readers semua yang minta. Makasih loh tetep dukung aku supaya ngelanjutin story ini. Kalau ada yang bilang kurang panjang, kalian tega!! Hiks..

Buat silent readers, vommentnya ya!
Lophe,
221092♥

Continue Reading

You'll Also Like

26.9K 1.9K 56
Sebuah Cafe bernuansa cokelat dan dipenuhi dengan semerbak aroma Cappuccino Freddo menjadi saksi bisu pertemuan Radella Embun Pandhita dengan seseora...
14.2K 5.8K 31
"Karena bunga akan mekar pada waktunya." Amazing Cover by Seulwoonbi *** Punya pacar yang suka marah-marah seperti Austin memang ribet. Sampai Nesha...
1.8M 133K 44
Kayla Anastasya pernah mencintai seorang Nareswara Adiatama dengan sepenuh hati. Terus bertahan meski Kayla tahu, tak sedikit pun Nares peduli terhad...
108K 4.6K 31
Karna gue punya komitmen buat nggak sama lo lagi -Derlan Erlanino. Please love me again, im sorry -Difa Maharani. Percaya atau tidak, sesuatu yang di...