Bagian Keduabelas

5.8K 354 5
                                    

Mobil Bima memasuki kawasan pemakaman umum di daerah Jakarta Timur. Setelah di depan pintu masuk dia membeli dua bungkus kembang dan air wewangian, kami masuk ke area makam.

Aku menggenggam ujung kemeja Bima dan mengikutinya layaknya aku anak ayam yang takut kehilangan induknya.

Tepat di depan makam yang sudah dipugar, dia mengajakku duduk di tepi makam dan menaburkan kembang serta air yang tadi dia beli.

Aku melihat batu nisan itu atas nama Gita Pramudya.

"Ini makam mamaku" kata Bima sebelum aku bertanya. Aku terperanjat kaget.

"Mama, aku kan janji mau bawa cewek yang aku sayang kesini. Ini dia mah orangnya. Namanya Gingga" cepat aku menoleh ke arahnya.

Bima terlihat tegar meskipun aku yakin jauh dilubuk hatinya dia kesepian. "Aku sayang sama Gingga tapi dia justru menyukai sepupuku sendiri"

Astaga! Apa maksud perkataan Bima barusan? Jangan bilang kalau..dia adalah sepupu bos Dave?

Ya Tuhan! Dunia ini terlalu sempit untukku. Kenapa aku berada di lingkaran ini?

"Ayo kita pulang. Kamu harus banyak istirahat"

◆◆

Aku mengajukan cuti untuk beberapa hari ini karena kondisi fisikku yang sangat lemah.

Nggak hanya itu alasanku mengajukan cuti. Aku pun untuk sementara nggak ingin melihat bos Dave. Anggaplah aku sedang belajar untuk nggak dekat-dekat lagi dengannya.

Aku tahu sekarang di sebelahku ada Bima yang sedang menunggu ku untuk bangun.
Tapi rasanya pura-pura tidur seperti ini jauh lebih baik.

Setelah kemarin aku tahu satu hal kalau mereka adalah saudara sepupu rasanya aku sudah nggak punya muka lagi untuk bertemu dengan keduanya.

Dia kah cucu yang nggak bisa diatur? Dan setiap oma kesepian, oma akan mengunjungi makam Gita yang nggak lain adalah mamanya Bima.

"Jangan pura-pura tidur kamu. Aku tahu dari tadi kamu mengintip dari balik selimut" Kenapa dia pintar sekali membaca pikiranku.

Jangan-jangan dia anak buah Dedy Corbuzier.
Mau nggak mau aku membuka selimutku dan melihatnya yang sedang tersenyum padaku.

"Makan dulu nanti kamu malah tambah sakit"
Aku menggeleng. Rasanya belakangan ini nafsu makanku menguap entah kemana.

"Mau makan apa? Seafood? Mie ayam? atau fried chicken?"

Aku nggak akan tergoda dengan aneka menu yang ditawarkannya. Yang aku butuhkan sekarang hanya sendiri. Benar-benar sendiri.

"Kalo kamu pengen sendiri, oke aku keluar. Kalo ada apa-apa hubungi aku"
Tuh kan, dia bisa baca pikiranku. Bima bangkit dari sofa dan meninggalkanku sendiri.

Aku mengunci rapat pintu kamarku dan duduk di belakang pintu.
Aku menangis sejadinya dan menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Oma nggak menyukai mamaku karena berasal dari keluarga biasa. Oma terlalu ikut campur masalah rumah tangga orang tuaku"

Aku mengusap pelan punggung Bima yang bergetar. "Mama diceraikan papaku karena oma yang terus saja mendesak. Maka dari itu, mama pindah ke Makassar dan aku harus ikut sama mama. Itulah alasanku juga saat aku pergi dari kampus tanpa pernah bertemu kamu terlebih dahulu"

"Maaf..mama mu meninggal karena apa?" tanyaku memberanikan diri.

"Mama ku bunuh diri tepat di hari ulang tahunnya. Aku baru pulang dari toko dan membelikannya gaun sederhana yang aku beli pertama kali untuknya. Saat aku pulang ke rumah..mamaku tergantung di langit-langit kamarnya. Sejak saat itu aku nggak tahu harus bagaimana menjalankan hidupku tanpa mama"

Segitiga Sama SisiWhere stories live. Discover now