Bagian Kesepuluh

5.9K 347 3
                                    

Rasanya aku tidak ingin pergi berdua dengan Dave. Bagaimana kabarnya hatiku kalau bertemu dia terus? Bisa-bisa tanpa aku ketahui hatiku sudah   seperti balon.

Ah memikirkan ini terus tidak akan selesai aku mengemasi pakaian ke dalam tas ransel yang nanti akan aku bawa.

"Mbak Gingga, ada mas Dave nih!" teriak Satria dari bawah. Mendengar namanya saja sudah membuatku gugup setengah mati.

Aku keluar dari kamar dan segera menemuinya di ruang tamu. Astaga dia tampak keren dengan polo shirt merah dan celana jeans selutut miliknya. Ditambah sepatu sneakers dan topi membuatku bisa meneteskan liur. Bagaimana aku tidak tergoda melihat pangeranku ini.

"Sudah siap?" tanyanya dan aku hanya mampu mengangguk.

"Orang tuamu?" tanyanya lagi.

"Mereka bekerja. Tapi semalam mereka sudah tahu."

Aku hanya berpamitan pada Satria yang sedang asyik mengupas buah apel. Lalu aku ambil satu buah apel dan memasukannya ke dalam sling bagku.

Sudah aku duga, tidak berbeda dari kebersamaan kami di dalam mobil sebelumnya kalau aku dan Dave akan melewatkan perjalanan dengan saling diam.

Pikiranku mengelana tentang siapa perempuan cantik kemarin yang mengaku sebagai pacarnya Dave? Belum ada setengah jalan, apakah aku akan menyerah sekarang?

Oh i'll tell you all about it when i see you again..

When i see you again..

Lagu See You Again milik Wiz Khalifa berdering dari ponsel-ku. Jelas terpampang di layar ponselku nama Bima. Dengan sedikit ragu, aku menjawab telpon darinya .

"Halo Bima." kataku membuka percakapan.

"Kamu dimana? Aku di kantor Dave sekarang." jawab Bima.

Aku melirik ke arah Dave dan tidak ada respon apa-apa darinya. Entahlah, ekspresinya sulit ditebak dari balik kacamata hitamnya yang bertengger manis di hidungnya.

"Aku..aku lagi dinas keluar kota sama bos Dave."

"Kok kamu nggak kasih tahu?"

"Ini dadakan dan aku pun dipaksa.."

Dave merebut ponsel-ku dan membuangnya keluar. Ada apa sebenarnya.

"Hey bos itu ponsel punya ku kenapa dibuang?" pekikku.

"Nanti akan saya ganti." aura mencekam sangat aku rasakan. Wajah putih Dave berubah sedikit merah karena amarah.

"Bukan masalah ganti bos. Saya kan lagi ngomong sama Bima."

"Siapa yang menyuruhmu mengatakan kalau kita dinas keluar bersama. Hampir saja kamu bilang kalau ini ide oma." lanjutnya. Aku semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Dave.

Mataku berair karena baru pertama kalinya aku melihat Dave marah dengan alasan tidak jelas. Kenapa dia sok perhatian sama aku yang sedang mengobrol dengan Bima?

"Bos awasssss!!!" Dave langsung membanting stri ke kiri dan mobil masuk ke dalam jurang.

**

Aku merasa tidur di atas air yang menggenang. Atau aku sudah berada di dasar laut? Setahuku tadi kami tidak melewati lautan.

Ternyata aku masih di dalam mobil karena aku terjepit di seatbelt. Di sampingku pun sama, ada Dave masih memakai seatbelt.

"Bos Dave..bos bangun!" Aku menggoyang-goyangkan tubuh Dave namun tidak ada pergerakan apa-apa. Sekuat tenaga aku membuka ikatan di tubuhku dan keluar dari mobil Dave yang sudah ringsek.

Kemudian aku berjalan tertatih ke arah Dave. Sulit sekali aku membuka seatbelt di tubuhnya. Aku mencari sesuatu untuk mengetuk tempat seatbelt dan berhasil. Tubuh Dave aku tarik keluar.

Kondisi Dave sangat parah dan sempat ada pikiran kalau Dave sudah meninggal. Tidak! Aku tidak mau itu terjadi. Aku tempelkan telingaku di dada bidang miliknya dan syukurlah masih terdengar detak jantungnya meskipun tidak beraturan.

"Bos bangun! Masa saya ditinggal sendirian disini?" Aku menangis meratapi nasibku yang terdampar di tempat yang sama sekali aku tidak tahu.

"Hmm..Alina..Alina jangan tinggalkan aku." gumam Dave.

Aku tidak kenal dengan nama yang disebutkan Dave. Alina? Apa dia pacar Dave yang cantik itu?

"Bos? Bos sudah sadar?" tanyaku.

Dia berusaha untuk duduk bersandar di batang pohon yang besar. "Kita dimana Gingga?"

"Nggak tahu bos. Sepertinya kita di hutan."

Dave langsung berusaha bangkit dari tempatnya duduk.

"Semenjak ada kamu, hidup saya selalu sial. Mulai dijodohkan dengan oma dan sekarang..saya mesti terdampar disini berdua dengan kamu yang saya yakin nggak bisa saya andalkan." perkataan Dave sukses membuatku hampir menangis. Salah, aku memang sudah menangis.

"Bos.." panggilku lirih.

"Saya masih sangat mencintai mantan saya, Alina. Kamu pasti tau kan?" jadi benar, perempuan itu adalah Alina. Mereka balikan kah? Selamat patah hati kau Gingga.

"Setibanya saya di Jakarta, saya akan meminta sama oma untuk membatalkan perjodohan konyol ini. Terserah kalau oma nggak akan anggap saya cucu lagi. Itu bukan masalah besar untuk saya."

Bodoh kamu Gingga, harusnya kamu biarkan saja tubuhnya terjepit di dalam mobil kalau tahu akhirnya akan seperti ini. Dia menolakmu mentah-mentah.

◆◆

Kami terpaksa bermalam di hutan sampai ada yang menemukan kami. Aku dan Dave saling tidur berjauhan. Sepertinya dia sudah tertidur. Sedangkan aku sejak tadi hanya menangis. Apa salahku pada Dave? Apakah sikapku terlalu bar-bar padanya?

"Kamu belum tidur?" tanya Dave tiba-tiba. Aku segera duduk dengan jaket sebagai selimut.

"Hmm bos lapar ya?" tanyaku. Dia diam saja dan aku membuka sling bag untuk mengambil apel yang tadi pagi aku ambil dari Satria. "Nih bos makan saja apel punya saya."

"Kamu makan apa?"

"Saya nggak lapar bos. Nih ambil saja." akhirnya dia menerima apel dariku dan memakannya. Aku kembali tidur meringkuk seperti bayi dengan kedua tanganku sebagai bantalnya.

Kriukk! Sialan perutku kenapa harus berbunyi sih?
Aku peluk sling bag ku dengan kencang agar tidak terdengar oleh Dave bunyi perutku yang kelaparan.

Yang namanya cinta mungkin bisa membuat orang bertingkah bodoh bahkan mengorbankan segalanya untuk dia yang tercinta. Aku sangat lapar dan hanya punya satu buah apel tapi aku lebih memilih memberikan apel satu-satunya itu padanya. Orang yang jelas-jelas sudah menyakitiku dengan perkataannya.

Tapi di sisi lain aku tidak ingin dia kelaparan. Kemudian aku menoleh ke belakangku, disana dia sudah tertidur pulas karena mungkin sudah tidak merasakan lapar lagi.

Aku berikan jaketku untuk menutupi kakinya yang hanya terbalut celana jeans pendek selutut.

Sinar matahari menusuk ke mataku. Tubuhku terasa pegal karena posisi tidurku yang nggak nyaman. Bos Dave kemana? Dia tidak ada di tempat semalam. Ternyata dia sedang berusaha mencari sinyal untuk menelpon. Dia pikir di hutan ada menara pemancar.

"Kamu sudah bangun? Ayo kita mesti pergi dari hutan ini Gingga. Kita harus pulang ke Jakarta." kata Dave tergesa-gesa.

Itu artinya, dia akan langsung bilang pada oma kalau dia ingin membatalkan perjodohan ini dan kembali pada Alina.

"Ayolah jangan melamun. Bantu aku jalan sekarang."

Kami berputar-putar mencari jalan menuju jalan raya ataupun perumahan warga sekitar. Namun setelah kira-kira satu jam kita berjalan, tidak ada satupun rumah atau orang disini.

-------------

Vomment Please..

__Paprika Merah__

Segitiga Sama SisiWhere stories live. Discover now