Bagian Ketujuh - Dave POV

7K 368 7
                                    

Dipikir-pikir Gingga itu unik. Dia cewek nggak tahu malu yang pertama kali aku kenal. Sebenarnya, apakah aku boleh jujur tentang suatu hal?

Kalau boleh, baiklah akan aku bongkar rahasia tentangku. Aku Dave Maharaja seorang CEO di Maharaja Group yang sangat terkenal sudah mulai jatuh cinta sama cewek yang berstatus sekretaris pribadiku itu.

Dari pertama dia melamar di perusahaan ini, dia sudah berhasil mencuri perhatianku. Tapi aku nggak mau merubah image-ku yang terkenal dingin dan antipati dengan makhluk bernama wanita.

Aku tahu dia menyukaiku itu terlihat jelas dari matanya yang kalau bertemu denganku, dia akan bersikap malu-malu. Aku sangat suka kalau dia memperlihatkan wajah lugunya di depanku.

Ternyata aku salah saat mengajaknya ke The Rainbow Cafe. Aku ingin bertemu Bima, sepupu ku dan meminta jasa EO miliknya untuk mengurusi acara ulang tahun perusahaanku.

Tanpa aku tahu, ternyata Gingga dan Bima ada hubungan dulu. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

"Kok lo nggak bilang kalo Gingga itu sekretaris lo?" tanya Bima saat dia mampir di kantorku.

"Mana gue tau kalo Gingga gebetan lo. Memangnya sejauh mana hubungan lo sama dia?" selidikku. Aku harus tahu banyak tentang mereka.

Lalu mengalirlah cerita saat dia pertama mengenal Gingga. Cewek manis itu dulunya pun menyukai sepupu ku tapi karena dia memergoki Bima sedang berciuman dengan cewek lain, Gingga berubah sikapnya jadi lebih menjaga jarak dengan Bima.

Itu pun nggak berlangsung lama karena Bima harus pindah ke Makassar ikut mamanya yang telah bercerai dengan papanya.

Oma kurang menyukai Bima karena anak itu susah untuk diatur. Bahkan perusahaan ini akhirnya diberikan padaku untuk diteruskan.
Dia lebih memilih berkembang sesuai kemauannya.

Di satu sisi aku merasa senang atas perjodohanku dengan Gingga. Namun apa yang akan aku katakan pada Bima kalau aku pun menyukai Gingga. Bahkan oma ingin Gingga menjadi istriku.

Aku merasa sakit saat di acara ulang tahun perusahaan, Gingga datang bersama Bima. Sikap Bima sangat posesif pada Gingga.
Saat mataku menatap ke arah Gingga, disitulah perasaanku hancur. Aku pura-pura cuek kepadanya dan memilih mengobrol dengan Pak Yudi.

"Gingga kemana Dave? Kok oma nggak melihat dia disini?" tanya oma. Aku harus menjawab apa pertanyaan oma. Tidak mungkin kan aku mengatakan kalau Gingga sedang bersama Bima.
Bisa-bisa oma akan mengusir Bima dari sini.

"Hmm..mungkin dia lagi sama teman-temannya oma" ya hanya itu yang mampu aku jawab.

Padahal sedari tadi mataku mengikuti gerak langkah Gingga yang terus berada di samping Bima.

Aku mengirimi pesan kepada Bima kalau oma berada di sini juga. Segera Bima pergi dan meninggalkan Gingga sendirian di bangku yang berada luar gedung.

"Ayo naik." kataku pada Gingga yang terlihat sedikit panik karena Bima meninggalkannya. Bima memang menyuruhku untuk mengantarkan Gingga pulang.

Meski minim penerangan, aku masih bisa melihat wajahnya yang terlihat manis dengan make-up sederhana.

"Aku akan mengantarkanmu pulang. Ini oma yang minta." setelah mendengar kata 'oma' akhirnya Gingga menurut dan masuk ke dalam mobilku.

Aku memacu kendaraanku perlahan karena jujur saja aku nggak ingin dia cepat-cepat sampai rumah. Aku masih ingin bersamanya.

"Oma bilang apa saja ke kamu saat makan malam kemarin?" tanyaku. Dia yang tidak pernah siap dapat pertanyaan dadakan, sedikit bingung.

"Oma minta tolong ke aku untuk bikin kamu bahagia. Dan oma suka kalo aku yang jadi cucu menantunya" jawabnya dengan cengiran anehnya.

Aku dibuat tertawa terbahak-bahak karena wajah lucunya. Dia sedikit kesal karena aku menertawakannya.

Sesampainya kami di depan rumah, ternyata Gingga sudah tertidur pulas. Aku mengamati wajahnya yang lucu saat tidur. Bersamanya aku bisa tertawa terbahak-bahak. Hal yang sangat sulit aku lakukan mengingat aku terkenal dengan sikap dinginnya.

Entah dapat keberanian dari mana, aku mengecup sedikit bibirnya. Oh my God, dia tidak terganggu sama sekali. Aku mencoba untuk kedua kalinya dan..

"Bos ngapain?" tanya Gingga sambil kucek-kucek matanya. Aku yang grogi hanya pura-pura melihat keluar jendela.

"Sudah sampai, kamu ketiduran. Enak saja tidur di mobil orang sembarangan." ketus ku. Aku masih belum bisa menghilangkan rasa gugupku. Jangan sampai dia mendengar detak jantungku yang seenaknya saja berdetak lebih cepat.

"Bos Dave." panggil Gingga pelan. Aku hanya menggumam.

"Bos percaya nggak sama pepatah yang mengatakan 'cinta datang karena terbiasa'?"

"Nggak. Kenapa memangnya?"

"Aku sudah janji sama oma kalo aku bakalan buat bos menyukaiku." aku masih tertegun dengan pernyataan Gingga barusan.

"Terima kasih atas tumpangannya bos. Selamat malam." setelah itu Gingga turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya.

**

Tet..tet..suara bel memenuhi apartemenku. Siapa pagi-pagi bertamu di weekend seperti ini. Dengan langkah malas, aku membuka kan pintu. Ternyata Bima.

"Lo kenapa nggak bilang kalo oma ada disana semalam?" tanya Bima tanpa basa basi.

Aku yang masih dalam keadaan mengantuk, hanya menguap pura-pura tidak mendengar celotehan bocah tengik itu.

"Lo harusnya mikir dong, itu kan acara ulang tahun perusahaan masa oma nggak ada? Lagian kenapa lo main tinggalin Gingga saja?" tanyaku gemas.

"...."

"Apa iya lo sama oma terus-terusan musuhan? Ayolah sekali-kali kunjungi oma ke rumah. Dalam hatinya pun oma rindu sama lo." aku melihat ada rasa sakit di wajah Bima.

"Gue masih nggak bisa maafin oma Dave. Lo tau kan, karena oma menganggap nyokap gue tuh wanita sampah. Oma sudah berusaha memisahkan bokap dan nyokap gue" aku beranjak duduk di samping Bima.

Aku akui dia memang badboy, tapi jauh di dasar hatinya dia teramat sakit. "Lo tau, nyokap gue bunuh diri karena nggak bisa untuk diceraikan bokap gue. Gue hopeless saat itu."

"Lo enak Dave, lo punya segalanya. Keluarga yang lengkap, oma yang sayang sama lo. Sedangkan gue? Gue nggak punya siapa-siapa."

Astaga bocah itu dapat pemikiran darimana? Tentu oma juga menyayanginya sama seperti padaku.

"Dave, kira-kira Gingga mau nggak ya jadi cewek gue?"

Langsung aku menoleh dengan cepat ke arah Bima. Jujur aku tidak rela Gingga direbut Bima walaupun dia sepupuku sendiri. Ya Tuhan, berikan aku petunjuk. Maafkan aku Bima, kau boleh menggantikanku di perusahaan tapi jangan ambil Gingga dariku.

"Yaudah deh gue balik duluan. Gue mau ngajak Gingga jalan-jalan."

Apa? Dia mau mengajak Gingga jalan-jalan?

◆◆

Di dalam lift hanya ada aku, Gingga dan dua orang teman Gingga.
Mereka mengangguk sembari mengucapkan salam padaku. Wajah Gingga pagi ini terlihat berbeda. Dia sedikit pucat dan matanya sembab.

Apa dia habis menangis semalaman? Kenapa dia menangis? Apakah Bima menyakitinya atau ada hal lain?

Ting!

Lift terbuka lalu kami satu persatu keluar dari lift. Aku berjalan di belakang Gingga dan dia berjalan seperti mayat hidup. Terhuyung-huyung.

"Hey Gingga kamu kenapa? Kamu sakit?" tanyaku. Dia berbalik dan menggeleng.

Ada apa dengan Gingga?

**

Vomment Please...

__Paprika Merah__

Segitiga Sama SisiWhere stories live. Discover now