Bagian Keduapuluhdelapan

5.2K 314 9
                                    

"Maksud kedatangan oma dan tante Sarah kemari, kami ingin bertanya tentang hubunganmu dengan Dave" kata oma padaku. Seketika wajahku menyiratkan kebingungan.

Hubunganku dengan Dave? Maksudnya? Aku dan dia hanya..mantan sekretaris dengan bosnya. Itu saja.

"Oma ingin memastikan satu hal kalo kamu memang benar-benar mencintai dia, Gingga. Pembatalan perjodohan itu nggak sepenuhnya oma setujui. Perjodohan itu masih berlaku kok sayang"

Aku bingung. Apa yang harus aku katakan. Aku menoleh ke arah mama yang duduk tepat di sebelah kananku. Beliau hanya tersenyum menyuruhku memutuskan sendiri. Begitupun dengan papa. Papa justru memberikan dua jempolnya untukku.

Mereka kenapa sih? Kenapa nggak ada yang memihakku? Kalau saja janji itu nggak pernah terucap. Kalau saja janji itu nggak aku setujui. Kalau saja..ah sepertinya otakku sulit berpikir sekarang.

Besok jadwal kepergianku ke Amerika. Aku nggak mau segala yang aku persiapkan harus batal sebatal-batalnya.

"Gingga, bisa kita bicara berdua saja?" tanya tante Sarah. Aku mengangguk dan menyarankan untuk mengikutiku ke halaman belakang dan duduk di sana.

"Tante mengaku salah sudah jarang memperhatikan Dave dulu. Terlebih saat dia kehilangan Alina bahkan tante nggak ada untuknya.."

Kenapa sebut-sebut nama itu lagi sih?

"..tapi oma bilang kalo sekarang sikap Dave berubah. Dan itu karena seorang gadis bernama Gingga. Awal tante melihatmu, tante menyukaimu. Saat tante tau kalo oma menjodohkan kalian, tante luar biasa bahagianya" pelan-pelan tante Sarah mengusap ujung matanya yang sudah basah.

"Tapi perjodohan itu sudah lama batal, tante" kataku dengan hati-hati. Takut menyinggung perasaan tante Sarah.

"Oma bilang perjodohan itu masih berlaku kok. Tante mohon pikirkan ini baik-baik. Jangan terburu-buru" tante Sarah masih saja membujukku.

Aku tertawa sumbang mendengar perkataan tante Sarah barusan. "Diantara aku sama Dave ada sebuah tembok besar yang sulit dihancurkan. Biarkan kami memilih jalan masing-masing, tante. Dipaksa pun yang ada kami semakin saling menyakiti"

Mata dan hidungku terasa sangat perih menahan air mata yang sebentar lagi akan tumpah. Otak dan hatiku nggak bisa berkompromi nih. Jujur saat aku mengatakan hal itu, rasanya sangat mencekik leher.

"Apa semua sudah terlambat?" tanya tante Sarah membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk. "Sudah sangat terlambat. Besok, aku akan pergi ke Amerika untuk melanjutkan studiku disana. Aku berusaha menata hatiku lagi. Tante, jika aku dan Dave memang ditakdirkan untuk bersama kami akan menemukan jalannya"

Tante Sarah diam tapi aku rasakan dia sangat sedih. Jauh dilubuk hati yang paling dalam, aku berharap kami berjodoh.

◆◆

Bima POV

Aku mengumpat habis-habisan karena kepala ku sakit ditambah dengan masalah kunci mobilku yang jatuh di parit. Sial! Rasanya untuk berdiri saja aku sudah nggak ada tenaga lagi. Makanya aku putuskan untuk duduk di aspal sebelah mobilku. Meratapi nasibku yang sial malam ini.

Mataku terpejam sesaat berharap saat aku membuka mata nanti, kunci mobilku sudah berada di depanku. Tapi dugaanku salah. Sebuah tangan terulur padaku. Saat aku mendongak, sosok papaku muncul.

Dengan tergesa-gesa aku bangkit dan menjauh darinya.

"JANGAN MENDEKAT! SAYA BILANG TETAP DISITU, TUAN DANDRI!" pekikku. Papa nggak menyerah justru dia makin mendekat. Tubuhku terhalang mobil. Aku trauma dengan sosok pria yang dihadapanku ini. Pria tega yang menghancurkan keutuhan rumah tangganya.

Segitiga Sama SisiWhere stories live. Discover now