Bagian Keduapuluhsembilan

5.3K 287 14
                                    

Amerika, 22 Agustus 2015

"This my first time meninggalkan keluargaku di Indonesia untuk waktu yang lama.

Kangen sama suasana rumah, kangen sama papa mama, kangen sama si rese Satria, kangen sama kedua sahabatku, kangen sama oma dan Bima, kangen sama...Dave. I want to delete the name but i can't do. The more i deny it the more i love him. Why? Itukah yang disebut hukum alam? "

Aku menutup buku diaryku dan langsung merebahkan tubuh di kasur empuk asrama ku. Setiap pulang dari kampus, aku selalu menyempatkan untuk menulis kegiatanku selama disini. Tapi sepertinya kegiatanku selain kuliah adalah memikirkan Dave. Terbukti kalau setiap aku menulis diary, selalu ada namanya terselip.

Pintu kamarku terketuk. Baru saja akan tidur aku sudah diganggu. Saat aku membuka pintu, ternyata ada Natalie Bowie, mahasiswa asal Australia yang juga teman satu kelasku.

"I'm sorry disturb to you, Gingga, i just wanted to borrow your notebook" kata Nat dengan aksen Britishnya. Kebanyakan teman-temanku memanggilku bukan Gingga. Namun Jinja. Kalau mereka tahu di Indonesia namaku dipanggil Jinja, akan dikira tinja alias kotoran. Oke lupakan hal nggak penting itu.

"Come on. I'll look for a little while" kataku mempersilakkannya masuk. Nat duduk di tepi ranjangku sementara aku mencari catatan yang akan dipinjam Nat.

"You like to write diary?" tanya Nat tiba-tiba. Done! Catatan ku pun ketemu. Lalu aku berjalan menghampiri Nat dan duduk di sebelahnya.

"Sometimes only when i'm bored. Not bad, huh?" Nat pun tertawa mendengar jawabanku.

◆◆

Kejadian itu terulang. Kejadian di saat dirinya harus menerima kenyataan kalau gadis yang dicintainya harus pergi meninggalkannya tanpa kabar. Semua terasa mati baginya. Tak ada lagi suaranya yang besar terdengar di rumah Maharaja.

Semua kosong. Terlebih saat Bima harus memutuskan untuk tinggal bersama papanya. Ya, laki-laki itu hatinya mencair. Oma bahkan menyuruh anak bungsunya itu untuk tinggal bersamanya. Namun dia menolak.

Hanya Dave. Hanya laki-laki bermata cokelat itu yang menemani hari tua oma. Sedangkan anak dan menantunya pindah ke rumah mereka yang berada di luar Jakarta.

"Dave sayang.." panggil oma. Dave nggak menggubris panggilam oma. Dia tetap termenung di halaman belakang sambil memberi makan ikan-ikan koi peliharaan oma. Ini hal yang langka karena Dave mau menyempatkan waktunya memberi makan ikan.

"Dave sayang.." oma mendekat dan memeluk tubuh cucu kesayangannya itu dari belakang. "Oma mengerti perasaanmu. Ini nggak mudah untuk kamu lewati lagi sayang. Kamu pernah seperti ini, seharusnya kamu sudah paham, Dave" ujar oma.

Rahang Dave mengeras akibat menahan isakannya. Sama seperti dulu. Ini nggak jauh berbeda dari pengalamannya saat ditinggal pergi Alina. Namun kali ini rasanya dua kali lipat dari itu.

Tia duduk termenung dengan ditemani secangkir green tea kesukaannya. Rasanya sekarang dia merasa menjadi orang paling bersalah di dunia ini. Dia menjadi jurang pemisah antar dua manusia yang saling mencintai hanya karena menuruti ego anaknya.

Perlahan dia menyeruput tehnya yang masih mengepul. "MAMIII..MAMI DIMANA?" suara Alina memenuhi ruangan di rumah mewah ini.

"Mami di teras belakang sayang!" sahut Tia. Dengan langkah bahagia, Alina menemui maminya. Di tangannya tergantung paper bag yang entah apa isinya. Alina duduk di sebelah maminya sambil mengeluarkan isi paper bag yang dibawanya.

"Bagus nggak, mi? Kira-kira Dave suka nggak ya?" tanya Alina dengan menunjukkan contoh undangan pernikahan. Mata Tia membulat.

"Kamu akan menikah dengan Dave?" tanya Tia hati-hati dan Alina mengangguk mantap. Tia memilih nggak menanggapi Alina. "Mami mau kamu sadar, sayang. Kamu dan Dave sudah nggak bisa bersama lagi. Biarkan dia bahagia dengan pilihannya"

Undangan yang dipegang Alina pun terjatuh. Dia shock mendengar perkataan maminya yang terasa menohok hati. "Mami-"

"Mami merasa jadi orang paling jahat sayang. Mami misahin Gingga dari Dave. Lihat Dave tanpa Gingga. Itu sama seperti saat kamu meninggalkannya, sayang"

"NGGAK! KALO ALINA NGGAK BISA MILIKI DAVE, GADIS MANAPUN JUGA NGGAK AKAN BISA MILIKI DAVE!" Alina berteriak histeris sambil menutup kedua telinganya.

"Sayang, dengarkan mami. Di luar sana banyak laki-laki terbaik untukmu. Kamu bisa jadikan mereka sebagai cintamu. Bukan-"

"STOP MAMI! MAMI SENDIRI YANG JANJI UNTUK LAKUIN APAPUN YANG AKU MAU KAN? INI YANG AKU MAU MI. NGGAK ADA LAGI!" Alina menghentakkan kakinya lalu pergi dari hadapan Tia.

Ini semua salahnya. Sejak kecil dia dan sang suami memang sangat memanjakkan Alina. Sehingga apapun kemauannya harus dituruti.

◆◆

Bima sudah memakai apron dan siap untuk menjadi seorang chef untuk memasak. Sepertinya sup jagung dan ayam goreng nggak terlalu susah untuknya mengingat lama sekali dia hidup mandiri.

Dia mulai menggulung kemejanya hingga siku lalu mencuci kedua tangannya. Untung saja lemari es di apartemen sang papa lengkap jadi nggak perlu susah-susah untuk ke basement membeli apapun di supermarket.

"Sedang apa kamu, Bim?" tanya Dandri yang tiba-tiba hadir di dapur.

"Masak lah, pa masa main bola. Papa ngapain disini?"

"Papa haus dan pengen minum. Ada yang bisa papa bantu?" Bima nampak menaikkan alisnya sebelah sebelum dia meminta papanya untuk mencuci bersih ayam.

Mereka terlihat kompak di dapur. Saling bekerja sama untuk menghasilkan makanan yang enak untuk mereka berdua. "Sudah lama kita nggak sedekat ini ya, Bim" kata Dandri di sela-sela mereka memasak. Tangan Bima yang sedang mengaduk sup berhenti sejenak.

"Terakhir kali kita masak bareng waktu mama-"

"Tolong pa, aduk sup ini dulu. Aku mau ke toilet sebentar" sengaja Bima mengalihkan topik pembahasannya karena jujur kalau ingat masa-masa dia masih bersama sang mama, dia seperti terseret ke dalam masa sulitnya dulu.

♥♥♥♥♥

Sebuah email aku terima tadi siang saat aku masih berada di kelas. Berhubung jadwalku sedikit longgar, aku memeriksa isi email tersebut.
Dahiku berkerut. Aku tidak mengenal alamat email siapa ini.

Sebuah foto aku terima dan aku terkejut sekaligus speechless melihatnya. Sebuah undangan berwarna gold dengan nama calon mempelainya.

Dave Maharaja dengan Alina Rahayu.

Nggak hanya gambar undangan itu, disana pun tertulis..

Thanks buat kamu yang sudah mengorbankan hatimu untuk kebahagianku. Ternyata Dave benar-benar mencintaiku. Aku harap kamu bisa memberikanku doa restu.

Duniaku runtuh seketika. Inikah akhir dari semuanya?
Aku tutup email-ku dan lebih memilih menyibukkan diri di perpustakaan.

Tapi tetap saja, pikiranku bercabang. Aku menggeleng kuat jangan sampai konsentrasiku pecah bahkan mengganggu studiku disini.

Mama, tolong Gingga. Apa yang sebenarnya harus aku lakukan? Aku sudah pergi bermil-mil darinya tapi kenapa dia terus saja menguasai pikiranku.

Aku pasang earphone di telingaku dan mulai mencari lagu untuk menemani waktu sendirianku di perpustakaan ini.

Pergilah..kekasihku tinggalkanlah diriku

Bila itu yang kau perlu tuk yakinkan cintamu kepadaku..

Oh..lelaki ku buka mata hatimu hanya perempuan ini yang terbaik dan sangat sayang padamu..

Kata hatimu pasti menuntunmu..

-----

Sambil menunggu buka puasa, aku siapin chapter 29-nya.
Pasrah deh kalo yang ini jeleeeeekkk banget. Maaf ya gaes!! Hiks T.T

Cek mulmed sekalian yuaaa..

Lophe,
221092♥

Segitiga Sama SisiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant