Suddenly, I Became the Hero's...

By alunamoona

368K 54.8K 5.2K

"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memili... More

Prolog
1. Menjadi Ayah Protagonis
2. Anak Kucing Protagonis
3. Menunjukkan Kelemahan
4. Baru Kali Ini
5. Ilusi yang Manis
6. Perak Madu
7. Ayah Adalah Malaikat
8. Bisikan yang Membual
9. Ekor dan Taring Singa
10. Menarik Atensi Seseorang
11. Siapa yang Bersalah?
13. Buta Akan Kesalahan
14. Fakta yang Tidak Kutahu
15. Mahkota Bunga
16. Sumpah Tak Tertulis
17. Sepasang Manik Merah
18. Menuju Alam Baka
19. Masa Lalu Kelith I
20. Masa Lalu Kelith II
21. Cerita Tanpa Protagonis
22. Racun
23. Rahasia Dillian
24. Mengambil Hak Istimewa Protagonis
25. Sosok Itu
26. Roh
27. Harga Diri Claude
28. Lima Meter
29. Kontrak Roh
30. Ujian I
31. Ujian II
32. Kamu Tidak Sendirian
33. Kemampuan Baru Kelith
34. Pertukaran
35. Kesepakatan
36. Mimpi Dillian
37. Dillian vs Eden
38. Kala Putus Asa
39. Sang Penentang Takdir
40. Menjual Jiwa pada Iblis
41. Menyelamatkan Tetua Elf
42. Kekeraskepalaan Claude
43. Gelombang Monster
44. Bertemu Kembali
45. Kekacauan
46. Bala Bantuan
47. Ancaman
48. Duri Beracun
49. Ini Sudah Berakhir
50. Pion
51. Bertemu Dengan yang Asli
52. Upacara Penghargaan
53. Masalah Besar
54. Awal Kehidupan Roh
55. Percakapan Antarkeluarga
56. Tidak Percaya Diri
57. Reputasi Baru Iverion
58. Kecurigaan Kai
59. Kecelakaan
60. Permintaan Alioth
61. Berpihak
62. Tak Terduga
63. Cara Untuk Merenggut Kembali
64. Rencana Selanjutnya
65. Pilihan
66. Membela Putraku Itu No. 1!
67. Pintu Rahasia
68. Rumor
69. Rahasia Negara
70. Sore Sebelum Festival
71. Menikmati Festival ala Kelith
72. Pelaku Sebenarnya
73. Meyakinkan
74. Skandal
75. Count Lamieu
76. Kunjungan Lagi
77. Terhubung Kembali
78. Pendeta Agung

12. Kebenarannya

6.8K 1K 124
By alunamoona

Terima kasih yang sudah menjawab quiz kemarin ya. Usia Alois Archer itu 35 tahun. Di bab 5 dikatakan kalau rentang usia Kelith dan Alois itu sembilan tahun. 26 ditambah sembilan itu 35. Dan yeyy, ada yang jawab bener. Ayo berterima kasih pada tokoh tersebut karena berkatnya, Hero's Father update hari ini♡

***

Fajar menembus langit kala Dillian membuka matanya di ruang kamarnya yang baru. Ruangan yang disiapkan oleh ayahnya bagi Dillian untuk menetap, digunakan sebagai tempat nyaman Dillian untuk menghabiskan waktunya, bahkan kamar Kelith tepat berada di samping kamarnya sehingga memberikan rasa aman tersendiri bagi Dillian.

Pagi itu, Dillian merasa hatinya ringan, seolah beban berat yang selama ini menghantuinya dan mengekorinya, lenyap tak bersisa, terbakar menjadi abu. Sebuah perasaan yang tiba-tiba muncul tanpa permisi, hadir kala Kelith mulai menunjukkan perhatian kecil untuk Dillian.

Tak seperti tuan muda bangsawan lainnya yang selalu dilayani oleh pelayan, tak banyak pelayan yang sudi untuk berada dalam ruangan yang sama dengannya, sehingga Dillian hanya memiliki dirinya sendiri untuk bergantung. Meski begitu, Dillian tak terlalu memedulikan hal itu. Dia awalnya hanya rakyat jelata dari sudut gang ibu kota, darah biru tak mengalir dalam nadinya, dan Dillian sudah hidup mandiri dan dibenci semenjak dia kecil.

Memulai aktivitasnya, Dillian mandi lalu mengganti pakaiannya. Dia tak lagi mengenakan kemeja putih sederhana yang kusam dan celana hitam, tetapi benar-benar pakaian yang menandakan status kebangsawanan. Pakaiannya berwarna perak madu, dengan beberapa aksesori yang khas. Kemarin, Kelith memanggil seseorang dari toko perhiasan untuk menindik telinganya, dan kini Dillian bisa memasang antingnya sendiri.

Ketika melihat satu buah anting berbandul permata yang terpasang di telinga kirinya, itu benar-benar mengingatkan Dillian pada birunya pupil Kelith yang lembut, sehingga Dillian merasa puas. Setelah dia merasa bahwa dia sudah siap, Dillian langsung pergi ke ruang makan. Dia sarapan bersama Kelith yang duduk di sampingnya, lagi.

Sayangnya, Kelith memiliki pekerjaan penting setelah sarapan sehingga Dillian tidak bisa menghabiskan waktu dengannya. Yah, bukan hal yang tak biasa. Kelith memang selalu sibuk dan Dillian harus mengerti.

Makanya, di sela waktunya yang senggang, dia sering mengunjungi arena latihan ksatria dan memperhatikan latihan mereka, sehingga terkadang kala tak ada yang melihat, Dillian selalu mempraktekan apa yang dia lihat. Sesekali menggunakan pedang kayu atau pedang berkarat yang bilahnya telah terkeropos, yang hendak dibuang oleh para ksatria, diam-diam membawanya ke kamarnya yang lama, lalu latihan di sana sepanjang malam.

Sebagian besar pelayan membencinya, menatap Dillian bagai seekor serangga, tetapi ada juga yang menyukainya. Mereka menyukai Dillian karena dia ramah dan murah senyum, bahkan sering kali membantu pekerjaan kasar yang melelahkan. Dari pelayan yang baik padanya, mereka terkadang menyelundupkan kudapan sisa untuk Dillian, dan Dillian sangat menghargainya.

Waktu berjalan tanpa terasa, jam menunjuk angka sebelas, Dillian yang sedang membantu pelayan lainnya dalam pekerjaan angkat-mengangkat, diminta untuk beristirahat. Lagipula, jam makan siang hampir tiba dan Dillian kini wajib berada di meja makan, kalau kata Kelith.

Namun, masih ada sekitar satu jam untuk jadwal makan siang sehingga Dillian memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan kediaman. Dia seringkali meminjam banyak buku, membacanya, dan mempelajarinya. Meski memang Dillian sendiri tak tahu mengapa mantan anak jalanan sepertinya rupanya bisa baca tulis walau dia tak pernah belajar.

Di persimpangan lorong, Dillian menghentikan langkahnya kala sepasang sepatu tinggi yang dikenakan oleh seorang gadis mungil menghalangi langkahnya.

"Nona Muda Thalitha?" panggil Dillian dengan nada rendah hati dan santun, dia tak bisa menaikkan nadanya atau salah bicara pada nona bangsawan, terutama putri pertama dari sang Duke jika tak ingin ditindas dan dipermalukan oleh anak itu. "Apakah ada yang bisa saya bantu?"

Thalitha mengerutkan dahinya dengan jijik, mengambil langkah mundur untuk menjaga jarak dengan Dillian. "Mengapa kau berjalan-jalan di kediaman ini seolah marmer yang kau injak adalah milikmu? Seorang monster menjijikkan yang menjual rupa!"

"Nona ...?"

Dillian sedikit mengerjapkan mata, tetapi tak lagi kebingungan atas celaan Thalitha setelah empat tahun membiasakan diri. Dalam memori Dillian selama dia tinggal di kediaman Archer, Thalitha memang kerap kali menyebut Dillian sebagai seorang monster dengan rupa manusia, monster perenggut nyawa, dan banyak lagi. Segalanya harus berkaitan dengan "monster", dan Dillian tak tahu mengapa Thalitha, yang berusia sepuluh tahun saat ini, terobsesi memasangkan Dillian dengan gelar monster.

Dillian telah dibuat terbiasa dengan sikap buruk Thalitha, tetapi terbiasa bukan berarti menyukainya. Dillian merasa kecewa pada dirinya sendiri. Dia tidak bisa melawan Thalitha karena kasta anak itu berada jauh di atas Dillian. Dillian juga kecewa karena dia sangat lemah, dia terlalu lemah—bukan dalam konteks fisik dan kekuatan—bahkan untuk mengalahkan anak berusia sepuluh.

Dillian awalnya heran mengapa dia bisa bersimpangan dengan Thalitha, tetapi mengingat jarum jam yang menunjuk angka sebelas, pasti kelas privatnya sudah selesai. Ruang belajar dan perpustakaan memiliki arah yang sama sehingga besar kemungkinan peluang pertemuan mereka.

Julian, adik laki-laki Thalitha yang berusia sembilan tahun, mulai maju dari punggung kakaknya dan membuka suara, "Kak Litha benar. Kau memuakkan, Dillian. Aku bahkan dibuat penasaran, mengapa Paman mulai kembali menyukaimu. Apa yang kau lakukan pada Paman hingga dia berubah seperti itu, hah?!"

Dillian mengembuskan napasnya, dia harus menghadapi dua emosi kekanakan ini dengan tenang, tak boleh turut tersulut amarah atau semuanya akan tamat.

"Nona Muda, Tuan Muda, tidak ada yang saya lakukan selain menaruh harapan seraya berdoa. Mungkin Tuhan sudah letih mendengar permohonan saya yang tidak pernah berubah, sehingga harapanku diwujudkan oleh-Nya." Dillian mengucapkan kalimatnya dengan nada selembut mungkin, halus, serta senyuman kecil di bibir, berupaya untuk menenangkan emosi kekanakan dari dua bocah di hadapannya.

"Itu pasti sepenuhnya bohong! Dengar, dari yang kubaca dalam buku Monster dan Sejarahnya, ada banyak monster yang memiliki kekuatan sihir gelap! Kamu yang seorang monster pasti sudah melakukan semacam sihir untuk mengendalikan pikiran Paman, bukan?!" Thalitha memuntahkan omong kosong dengan nada tinggi.

Julian menambahkan, "Sebab, jika tidak, bagaimana bisa Paman yang telah membencimu selama empat tahun terakhir ini, malah berakhir menyayangimu?! Itu pasti sebuah trik dari seorang monster! Ada banyak monster dengan rupa manusia di dunia ini!"

Dillian dibuat bingung. Bahkan Julian mulai mengikuti jejak kakaknya untuk mencela Dillian dengan panggilan serupa. Apa yang Dillian tak dapat pahami adalah dari mana ide tersebut berasal?

Dillian menelan keluhannya, "Saya berani bersumpah pada Dewa bahwa saya tidak akan mungkin melakukan sihir pengontrol pada Ayah—lagipula saya tidak memiliki kekuatan sihir. Sama halnya dengan Ayah yang menyayangi saya dan enggan melukai saya, saya pun merasa demikian, Nona dan Tuan Muda."

Thalitha maju. Walaupun dia hanya memiliki tubuh setinggi pinggang Dillian, entah dari mana datangnya kepercayaan diri Thalitha yang melambung tinggi. Dia melipat kedua tangan di dada, lantas menaikkan dagunya secara angkuh.

"Bahkan jika kau tidak melakukan sihir terlarang, maka apa yang kau berikan pada Paman sebagai gantinya?! Mana mungkin seseorang yang kemarin membencimu tiba-tiba berubah 180 derajat menjadi menyayangimu esoknya! Itu tidak masuk akal!"

"Paman yang bodoh! Dia sangat bodoh! Bahkan empat tahun berlalu, tapi dia tetap saja bodoh!" sambung Julian, membuat Dillian mengerutkan dahi atas cercaan Julian terhadap Kelith. Dillian tak senang mendengarnya. Bahkan apabila ribuan hinaan jatuh atas namanya, Dillian tak peduli, tetapi Dillian langsung merasa kesal jika nama Kelith disandingkan dengan frasa buruk.

"Mana mungkin orang sepertimu bisa menggantikan sosok Paman Ian! Kau tidak akan menjadi Paman Ian, dan tidak akan pernah!" teriak Thalitha, napasnya mulai memburu, dan dadanya naik-turun karena emosi.

"Paman yang bodoh malah memungutmu, monster terkutuk dari jalanan! Kau mana mungkin bisa menggantikan posisi Paman Ian! Bahkan kau tidak akan setara dengan Paman Ian, dan Paman Kelith terlalu buta akan fakta yang tak bisa dibantah itu!"

Bukan sebuah rahasia apabila Carnelian Archer, saudara kelima dalam anggota keluarga Archer yang mati di usianya yang ketiga belas, memiliki ciri khas yang sama dengan Dillian. Kematian tragis itu mengawali sebuah tragedi menyedihkan di kediaman Archer, yang menuntun Kelith pada Dillian, lantas membawa jiwa tak bersalah untuk memasuki dunia barunya, tetapi hanya untuk memulai tragedi baru bagi Dillian.

Meski begitu, Dillian tahu apabila dia dan Carnelian Archer bukanlah sosok yang sama. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa ciri khas yang Dillian dan Carnelian miliki itu identik, yakni rambut hitam dan warna mata serupa, serta nama panggilan "Ian", keduanya merupakan dua jiwa yang berbeda.

Dillian hanya tahu dari mulut ke mulut, bahwa Carnelian begitu akrab dengan dua keponakannya sedari kecil, sehingga kala ikatan yang terlalu erat itu tiba-tiba lepas, segalanya mulai berantakan. Dillian pun malah dibenci karena disangka bahwa napas yang ditariknya merupakan sebuah harga dari kematian Carnelian.

"Jika pun bukan kau yang menyihir Paman Kelith, berarti Paman Kelith-lah yang sedang menipumu! Dia hanya berpura-pura menyayangimu sebelum membuangmu!"

Deg. Entah mengapa, kalimat tersebut membuat degup jantung Dillian nyeri. Dillian tahu bahwa Kelith tampak begitu tulus, tulus sekali hingga rasanya bagaikan Dillian tenggelam dalam alam mimpi. Namun di sudut hati terdalamnya, Dillian-lah yang paling tahu apabila dirinya pun meragu.

Empat tahun berlangsung, Kelith menelantarkannya. Namun saat ini, Kelith tiba-tiba berubah menyayanginya bagaikan jejak kejahatannya di masa lalu telah lenyap. Itu janggal, bahkan bagi Dillian yang mencoba buta akan fakta tersebut, bahwa rayuan dari kasih sayang seorang ayah terlalu memikat hingga Dillian ingin menyisihkan pemikiran terburuk dari sebuah kemungkinan buruk, hanya memercayai apa yang ingin dia percayai.

"Tidak ...." Atas alasan tertentu, vokal Dillian tercekat, napasnya seakan terenggut habis hingga sesak dibuatnya. "Ayah ... Ayah tulus, dia sangat tulus menyayangiku."

Apa yang dikatakan Julian terlalu menekan sanubarinya, mengobrak-abrik isi hatinya hingga berantakan dibuatnya, ditambah pikirannya yang turut kacau. Membayangkan bahwa kehangatan Kelith selama ini adalah sebuah drama semata membuat nadinya berdetak pedih, tak terasa nyaman.

Thalitha tertawa merendahkan. "Paman Kelith hanya bertindak baik padamu sebelum dia benar-benar membuangmu! Biarkan kau merasakan sebuah surga sesaat, lantas dijatuhkan pada dasar neraka!"

Dillian menggelengkan kepalanya cepat. "Itu tidak mungkin."

Atau mungkin saja, batinnya berteriak. Dillian dilema, dia enggan memercayai ungkapan Thalitha dan Julian, tetapi anak-anak itu mengatakannya dengan begitu percaya diri, hingga Dillian dibuat pening akan fakta mana yang harus dia percayai.

"Bukankah itu mungkin saja, Dillian?" Suara dalam benak Dillian bergema, menambah gaung pening dalam kepalanya hingga makin berdenyut, pedih dibuatnya, bagaikan ditusuk oleh ribuan jarum.

"Tidak!" sanggah Dillian.

"Bukankah hati kecilmu mengatakan bahwa kamu juga memercayai apa yang Thalitha ucapkan?"

"A-Aku tidak memercayai itu!" Dillian mencengkeram rambutnya, erat, hingga mati rasa dibuatnya. "A-Ayah tidak akan berlaku sekeji itu! Diamlah!"

"Lantas, apa yang kamu sebut kekejian jika selama empat tahun terakhir, hanya duka yang Kelith berikan padamu?"

Dillian berteriak frustrasi. Dia menggumamkan kata-kata tak jelas dari bibirnya, membantah, menyanggah, dan menolak apa pun pendapat yang diutarakan oleh suara di dalam kepalanya.

Thalitha dan Julian saling bertukar pandangan, menatap Dillian dengan pandangan takut.

Kemudian, segalanya berjalan dengan cepat. Dillian kehilangan kontrol tubuhnya, tetapi masih bisa merasakan seluruh indra dan perasanya bekerja. Terlebih kala Dillian merasakan tangannya bergerak tanpa dia minta, lantas jemarinya merasakan sebuah kelembutan dari sepotong kain gaun, itu adalah kerah pakaian Thalitha, sebelum diangkatnya gadis mungil itu dan dibantingnya ke dinding. Sebuah guci di dekat mereka bergetar atas, lantas pecah dibuatnya kala terjatuh secara kasar.

PYAARRR! Bunyi akan benda yang pecah itu membuat kontrol tubuh Dillian kembali dan tubuhnya terdiam kaku. Tersadar atas apa yang dilakukannya pada Thalitha, Dillian hendak menolong Thalitha sebelum gadis kecil itu menepis tangannya dan menangis keras.

Tak membutuhkan waktu lama bagi Alois dan Kelith untuk tiba di tempat kejadian, dan Dillian masih berusaha memproses apa yang terjadi. Menetapkan hati, Dillian berusaha untuk mengaku, berusaha untuk mengatakan pada ayahnya bahwa segalanya memanglah kesalahannya.

Sebab, itu kenyataannya.

Dillian membanting Thalitha, membuat dua anak-anak itu ketakutan, dan Dillian yang memecahkan guci pajangan itu. Kekacauan di lorong ini adalah kesalahannya. Pun begitu, Dillian tak tahu mengapa Kelith menunjukkan sorot kecewa kala Dillian telah mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan kebenaran itu.

***

sape tu yang kemaren suudzon atau kesel ama Ian gara-gara dia ga jujur? padahal dia udah jujur kok 🥲

makasih udah mampir ya, mampir lagi nanti say ❤️

1 oktober 2023

Continue Reading

You'll Also Like

9.2M 779K 35
"Seperti Ibram yang kerap datang dan pergi, meninggalkan jejak kehadirannya di setiap sudut apartemenku, di sweater yang selalu menemaniku tiap malam...
2.1K 528 18
Dialah Malika Chendana Darmawangsa, jangan tanya apa filosofi namanya, karena menurut keyakinannya, kedua orang tuanya hanya terinspirasi saat menont...
END | Flor de Muertos By Luna

Historical Fiction

15.9K 2.5K 40
Pembunuhan yang dilakukan oleh anonim membuat putra mahkota dari Kerajaan Embrose dibuat kalang-kabut. Pasalnya, walau hanya terjadi selama satu samp...
3.9K 473 200
~Translate Novel šŸš« 100% Terjemahan tidak akurat. šŸš« Typo. šŸš« Novel bukan milik saya.