Blue

By Ddiasya

131K 15K 2.9K

Saat Hatake Kakashi menolak perintah pernikahan dari Godaime, Sakura harus mencari cara agar pria itu mau mem... More

Prolog
Awal
Misi tingkat A
Hari Pertama
Permainan
Insiden
Kecewa
Jejak
Perjalanan ke Takigakure
Awal Rasa
One Step Closer
Blood
Masalah
Rencana Jahat
Pengumuman
Masa Lalu
Just for fun
Kebangkitan Siluman Naga Berkepala Delapan
Di Ambang Batas
Segel Terakhir
Selongsong Kosong
Daisuki
Rencana yang Menyesatkan
Tanzaku di Ranting Bambu
Malam yang Istimewa
Secuil Ingatan yang Hilang
Pulang
Babak Baru
Q n A
Tidak Ada Judul
I Love You So
Bayang Ketakutan dan Penyesalan
Abu-abu
Menggantung Rasa
Gembok Rasa
Ternyata ia bukan rumah, hanya sekadar tempat singgah
Dinding Rahasia
Batas yang Jelas
Bunga yang Gugur
Dua Wajah Pias
Darah Dalam Tubuh
KLTK (Kenangan Lama Teringat Kembali)
Semangkuk Rasa
Darah
Mesin Waktu
I Wanna Love You but I Don't Know How
Hujan Tidak Benar-benar Datang
Setiap Bahu Memiliki Beban
Kemalangan Tanpa Ujung
Sadness and Sorrow
Pulang
Ruang Kesakitan

Feeling Blue

1.5K 219 39
By Ddiasya


Dua bulan ini ada proyek yang tidak bisa diganggu, jadi saya memutuskan hiatus agar bisa fokus mengerjakan tanpa membuka notif dari Wattpad. Notifnya banyak sekali, terima kasih atas perhatian kalian. Selain itu, ada masa kerjaan saya sepi sehingga saya mencoba bisnis online. Wkwkwkwk sampai saya lupa sama alur cerita ini. Apa maksud saya buat petunjuk tujuh kacang merah dan air? Ckckckck. Duh, saya nggak ingat saking lamanya. Maafkan. :D Semoga kalian tidak jamuran menunggu Kakashi.

***

Tsunade memandang pada jendela Konoha yang menawarkan pemandangan musim dingin. Wajah wanita pra lansia yang tampak lebih muda dua puluh tahun itu tampak mengeras. Ia menghembuskan napas panjang.

"Belum ada kabar tentang Sakura," ujar Shizune yang tampak sama cemasnya.

"Aku tahu," balas Tsunade pelan.

"Rapat dengan dewan daimyo akan dilangsungkan beberapa menit lagi, Tsunade-sama," tambah Shizune.

"Aku tahu," balas Tsunade lagi.

Pikiran wanita itu tampak kusut selama beberapa hari terakhir. Sebagai seorang pemimpin, ia merasa telah kecolongan. Sebagai seorang guru, ia merasa sangat bersalah. Seharusnya ia tidak mengizinkan Sakura bergabung dengan tim pengetatan perbatasan, padahal ia tahu kalau wanita muda itu tengah mengandung.

"Aku ceroboh, Shizune," ucap Tsunade memijat pelipis kanan.

Shizune bergerak mendekat, tapi ia berhenti di tengah perjalanan saat mendengar suara pintu yang terbuka secara terpaksa.

"Kau tidak bisa berbuat seenaknya, Naruto," gusar Tsunade memandang pada bocah berambut kuning itu.

"Aku akan ikut tim baru untuk menyusul Sakura. Aku harus ikut mencarinya!" bantah Naruto yang tersengal.

Tsunade mengambil napas panjang dan memandang bocah itu. Ia menggeleng.

"Kau tidak akan pernah meninggalkan desa!"

"Ini tidak adil," protes Naruto geram.

"Kau berharga untuk desa, Naruto. Aku sudah menambahkan beberapa ninja dengan kemampuan pelacak untuk mencari Sakura. Jangan menambah rumit permasalahan ini bila kau ...," jeda Tsunade memandang Naruto frustasi, "ikut tertangkap."

Naruto menggeleng. "Aku mendengarnya. Aku tidak ingin mempercayainya, Baasan."

Entah bagaimana berita Sakura yang diculik tim Hebi sudah tersebar. Bagi tim 7, berita itu sangat menyesakkan dada mengingat Sakura dan Naruto sama-sama mengharapkan Sasuke kembali.

"Sakura pasti kembali," ucap Tsunade yang merasa bersalah sebab ia bisa merasakan nada ragu dari ucapannya sendiri.

Naruto terbelalak. Ia beringsut mendekat. "Aku mendengar rumor tidak menyenangkan. Hal yang tidak mungkin terjadi pada Sakura-ku."

Tsunade memicingkan mata. Bukan karena kata Sakura-ku yang terdengar cukup aneh, tapi ia merasa cemas bila Naruto tahu apa yang terjadi pada Sakura bukan rumor semata. "Kalau kau datang ke sini hanya untuk bergosip, keluarlah, Naruto! Sekali lagi aku tidak akan pernah mengizinkan kau keluar dari desa. Mengerti!"

Naruto tidak terpengaruh ucapan Tsunade yang bisa membuat semua ninja yang memiliki nyali kehilangan mental dalam sekejap. Sebaliknya pria itu semakin mendekat dan memandang Tsunade.

"Apakah benar yang mereka katakan di rumah sakit tadi?" tantang Naruto yang memancarkan bola mata api.

Tsunade memandang Naruto lebih cemas.

"Apa benar Sakura hamil? Itu hanya rumor, 'kan?" tanya Naruto memandang Tsunade lekat-lekat.

Tsunade bisa saja menggebrak meja dan berteriak, tapi ia tidak bisa. Dipandanginya Naruto agak lama sampai ia menemukan suara sendiri.

"Siapa yang berani mengatakan itu!" dustanya mencoba menutupi.

Naruto memandang Tsunade. "Aku mendengar perkataan Iruka-san dengan Tenzou-san saat ia tersadar tadi."

"Astaga, bagaimana bisa mereka tidak mengabari kami lebih dulu bila Tenzou-san sudah sadar," pekik Shizune. Sebuah usaha yang diharapkan mampu membuat Naruto goyah, tapi tampaknya sia-sia.

Naruto bertahan, tidak menggeser posisi meski Shizune berencana pergi ke rumah sakit. Pria itu masih memandang Tsunade.

"Siapa ayah bayi itu?" Naruto bertanya serupa bisikan.

To the point!

"Kau bisa bertanya kepadanya saat ia kembali," sahut Tsunade lirih.

Naruto mundur dua langkah seolah ia baru saja lari maraton, terengah-engah. Ia memandang Tsunade dengan bola mata yang tampak kemerahan. Ada air menggenang di pelupuk itu.

"Siapa ...," gelegarnya menahan emosi, "yang berani melakukannya pada Sakura?"

Tsunade mengalihkan perhatian pada jendela Konoha yang memperlihatkan suasana yang tampak beku. Suasana yang tampak tidak mengenakkan bagi semua orang, termasuk dirinya sendiri. Cepat atau lambat ia pasti tahu bahwa Naruto akan segera mendengarnya. Pria itu bisa lebih sembrono dari siapapun bila mendengar kabar kurang mengenakkan dari Sakura.

"Sakura bukan wanita macam itu, aku tahu. Ia tidak akan menyerah semudah itu. Tapi ...," ucap Naruto tertahan.

Tsunade memejamkan mata saat berkata, "Semua sudah terlambat. Bagaimanapun Sakura dalam kondisi kurang baik sekarang. Saat ia belum kembali, aku ingin kau menjaga rahasia ini."

"Menjaga rahasia?" gelegar Naruto.

Tsunade jelas memahami bila Naruto marah atau merasa tidak dianggap sebab dia tahu yang paling akhir. Ini bukan keinginannya.

"Beritahu aku siapa ayah bayi itu!" Naruto nyaris berteriak, Tsunade melotot padanya.

"Pelankan suaramu!" perintah Tsunade yang diabaikan Naruto.

"Aku tidak akan pergi bila kau tidak mengatakan namanya," sahut Naruto bersikeras.

Sulit menghadapi orang sekeras Naruto, maka Tsunade memilih menyerah. Toh, Naruto perlu tahu meski ia menyadari bahwa ia tidak berhak mengatakan pada pria itu. Naruto akan menjadi orang yang memaksa bila ia tidak mengetakan namanya.

"Kita semua mengenalnya dengan baik." Sebuah clue, tapi bola mata Naruto langsung terbelalak. Sepertinya ada yang menyalakan lampu dalam ruangan yang telah gelap sejak tadi. Tentu dia adalah orang yang kurang peka, tidak menyadari bahwa hubungan antara Sakura dan Kakashi berubah sejak dia membantu mereka atas misi gagal di Taki. Sakura yang menangisi Kakashi sebab tidak kunjung muncul dari pusaran air Danau Mashu seharusnya cukup menjadi petunjuk. Ia hanya merasa ingin marah sekarang. Tidak peduli apakah Sakura benar-benar menyukai Kakashi, ia hanya ingin melampiaskan rasa sesak yang terasa meledak.

"Bedebah!" Naruto punya dugaan dan ia tidak menyukai fakta asli yang seharusnya bisa ia duga sejak awal.

"Setan!" umpatnya lagi. "Aku akan menghajarnya sampai mati saat ia kembali ke desa nanti!"

"Naruto!"

Tsunade tahu ada kekecewaan di bola mata berwarna biru itu.

***

Tim Sai datang sesuai dengan arahan Tsunade saat Kakashi menunggu di bekas penginapan yang menjadi tempat terakhir Sakura. Wajah pucat pria itu tampak lebih tegang saat mereka saling berhadapan.

"Aku diutus Hokage untuk menyelesaikan pencarian Sakura-san," ucap Sai.

Di belakang pria itu, ada beberapa ninja yang datang dengan dua tugas berbeda. Tugas pertama membantu tim Sai untuk melanjutkan pencarian, sedangkan dua yang lain bertugas untuk memastikan Kakashi kembali ke desa.

"Aku tahu. Kabari aku secepatnya bila kalian menemukan tanda keberadaan Sakura," balas Kakashi memandang pada Sai, kemudian menoleh pada Shikamaru dan Ino.

Kombinasi tim yang baik, pikir Kakashi. Kemampuan analisa Shikamaru tidak terbantahkan, Ino memiliki kemampuan sensor yang cukup bagus dan Sai bisa menggunakan teknik menjadikan lukisan menjadi nyata.

"Aku ingat pesanmu," kata Ino lirih. Mencoba mengatakan secara tersirat bahwa ia akan membawa Sakura pulang. Meluruskan kesalahpahaman yang terbangun sebelum Sakura menjadi salah satu tim pengetatan perbatasan waktu itu.

Kakashi mengangguk. Ia tidak punya kekuatan untuk membalas ucapan itu, lalu bergerak diikuti dua ninja pengawal. Calon hokage harus sampai desa dengan selamat atau Tsunade terlalu takut kalau ia membelot. Tidak kembali ke desa tepat waktu dan memilih mengejar tim Sasuke. Tentu dia tidak sepicik itu. Bagaimanapun kepentingan desa diatas kepentingan pribadi. Sialan! Semua ninja harus menyimpan umpatan itu dalam hati.

Sai memandang Kakashi sebentar dan mendekat, berbisik lirih sekali, "Tenzou-san sudah sadar. Tapi ia tidak ingat apa-apa setelah Sasuke melakukan genjutsu padanya terakhir kali."

Kakashi menghela napas panjang. Ia tidak menyahut sampai Sai kembali berkata, "Mungkin kau harus hati-hati."

Kening Kakashi mengernyit, Sai menggeleng.

"Naruto sudah tahu."

Ia mungkin bisa menahan satu pukulan yang Naruto berikan, tapi ia tidak tahu apakah sanggup berhadapan dengan mantan murid itu. Tatapan mengerikan Naruto akan siap mengebornya sampai mati. Hal yang paling membuatnya agak cemas adalah perasaannya sendiri. Ia memang pantas disebut si brengsek.

Selalu ada konsekuensi dari setiap tindakan. Selalu ada penyesalan dari setiap keputusan.

***

Kakashi sudah tiba di depan pintu gerbang desa Konoha, tapi ia tidak kunjung masuk meski penjaga sudah membuka lebar-lebar untuknya. Bukan ia merasa takut menghadapi kemarahan Naruto, ia hanya tidak siap menjelaskan pada Naruto. Ia dan Sakura mungkin saling menyukai. Namun, penjelasan itu tidak akan berguna sebab rasa memang tidak bisa dijelaskan secara logika.

Naruto mungkin akan benar-benar membunuhnya bila tahu ia ingin Sakura menggugurkan kandungan. Ia mungkin jahat, tapi ia merasa lebih kejam lagi bila menghancurkan hidup Sakura. Sebenarnya, ia memang menghancurkan hidup gadis itu sejak ia menciumnya di lantai dansa mansion Ryota waktu itu. Entah kenapa, memori lama terus berdatangan saat penyesalan datang bertubi-tubi.

"Anda harus segera menemui Hokage, Kakashi-san," bisik ninja junior satu tingkat di belakangnya.

Mungkin Tsunade tengah sibuk bersama dewan daimyo menentukan masa depan karir yang sebenarnya tidak ia inginkan. Pria itu masih terdiam, kemudian ia menyadari ada dua orang yang sudah menunggu tidak jauh dari tempatnya berdiri. Sosok rambut kuning itu tampak mencolok, sedangkan satu orang dewasa di belakang memiliki bekas luka di hidung.

"Jaga dirimu, Naruto!"

Ia bisa mendengar ucapan Iruka seolah pria itu mengatakannya lebih jelas. Namun, Iruka terlambat sebab Naruto lebih cepat darinya. Tangan kanan pria muda itu telah menghantam rahang kiri Kakashi.

"Itu pantas untuk menggambarkan kekecewaanku!" pekik Naruto tajam, kemudian satu pukulan lagi melayang.

Kakashi bisa merasakan perih di bagian bibir kiri yang terasa amis sekarang. Pasti bibirnya robek karena hantaman yang cukup kuat itu. Naruto tidak sepenuhnya ingin menyerang, tetapi ia juga tidak akan menolak pukulannya. Ia pantas menerima pukulan lebih perah dari yang ia rasakan sekarang.

"Aku tidak akan minta maaf. Itu untuk Sakura-chan!" serang Naruto yang tersengal, Iruka menahan lengannya dengan kuat.

Tentu Naruto tidak akan melakukannya lagi, tetapi sorot tajam pria itu begitu terluka. Kakashi memahaminya. Bagaimanapun hubungan Naruto dan Sakura sangat dekat karena mereka berteman dengan baik.

"Tidak apa. Aku benar-benar pantas mendapatkannya, Naruto."

"Di mana Sakura-chan?" teriak Naruto yang frustasi, sedangkan Iruka masih menahan bahu pria itu.

"Maafkan aku," bisik Kakashi lemah.

Ia belum menemukannya. Kenyataan itu kembali menghantam dan ia ingin pergi dari desa, kembali mencari Sakura, tapi ia tidak bisa.

"Pergilah ke kantor Hokage sekarang," saran Iruka memandang Kakashi yang tidak bergerak.

"Aku akan mengurusnya," tambah Iruka lagi yang memandang Naruto prihatin.

"Terima kasih," balas Kakashi menatap Iruka beberapa detik.

Tentu ia juga bisa melihat ada kekecewaan di bola mata hitam pria itu. Ia tahu bahwa Iruka menyimpan rasa pada Sakura. Hanya saja Iruka lebih mampu mengendalikan emosi alih-alih Naruto.

Kakashi berjalan lesu menuju ke kantor Hokage. Meski ia bisa menggunakan sisa chakra yang ada, ia tidak ingin melakukannya. Hiruk pikuk desa yang ramai tidak mampu membuatnya sadar di mana ia berada. Rasanya separuh jiwanya tengah berada di tempat lain.

"Mungkin Anda harus pergi ke rumah sakit lebih dulu, Kakashi-san," ujar ninja pengawal di belakangnya. Ada nada panik dalam ucapan itu yang bisa Kakashi dengar. Bagi ninja kelas biasa, pukulan Naruto pasti akan membuat mereka mengalami cedera parah.

Kakashi tidak menjawab. Ia masih bisa merasakan sakit di bibir dan rahang kiri, tapi ia tidak ingin menjalani pengobatan sekarang. Tiba-tiba ia berhenti ditengah perjalanan menuju ke kantor Hokage, lalu mengalihkan tujuan menuju ke rumah sakit.

Pengawal itu benar. Ia harus pergi ke rumah sakit untuk menemui Tenzou. Mungkin Tenzou bisa memberikan informasi ke mana kelompok Sasuke akan membawa Sakura pergi. Ia akan menghadapi kemarahan Tsunade nanti.

***

Pendek dulu, ya! Untuk pemanasan agar otak ini kembali waras. 

Continue Reading

You'll Also Like

65K 12.5K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
199K 30.9K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
776K 49.5K 95
Cerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mud...
61.5K 5.5K 33
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...