Jodohkan Aku!

By nadalicia

34.4K 902 9

Siti Nurmala adalah seorang remaja SMA yang tetiba memiliki keinginan dan keyakinan untuk dijodohkan atas keh... More

I'm not Moving
Unbelievable
Siklus Sakti
And the Journey Begin...
Amnesia vs Reinkarnasi
Complicated
(KW) Super Mario Bros
And, She's ...
Pintu Lorong Waktu
Mood Detector
Dementia, Dementor
What a Day!
Pancaroba Hati
K(e)lar-ifikasi
Plan in (e)Motion
Benang Kusut
Kartu As
Ucapan adalah Do'a
Girls Time!
Hell No!
Kado Mario
Permohonan
Halooo
(K)Otak Atik
Perusuh!
Taktik
Pertemuan
Hari H
Situasi Hati
What The Fact?!
Moment of Truth
Confession And Conclusion

Awake!

801 24 0
By nadalicia

*Masih* POV Saktian

Sekali lagi, kenapa gue baru sadar!

Pandangan sekeliling gue rasanya mulai redup, mencekam, suram. Ini nggak mungkin. Ini mimpi buruk!

"Oh, hai... Mala." Dia membuka perkenalan tanpa canggung sedikitpun. Seperti petir di siang bolong, badai seketika mulai berkecamuk di pikiran gue. Gue merasa... bersalah?

Ini perkenalan pertama kami setelah kami putus. Bagaimana ini? Gue bilang apa? Pura-pura baru kenal aja gitu?

"Mala? Hai... hmm Kayaknya aku pernah lihat kamu dimana ya? Kita pernah ketemu kan?"

Aduh ngomong apa sih gue? Kacau!

"Ah, wajah saya memang pasaran, Kak Tian. Semua temen Kak Amel bilang begitu. Banyak duplikat saya, Kak. Contohnya Katy Perry, Zoey Deschanel..."

Hah? Kok gue gak nyadar Mala secantik itu! Ada benernya juga sih, malah dia lebih cantik daripada Katy Perry dan Zoey. Ya ampun... ada apa sebenarnya sama mata dan hati gue kemaren-kemaren dan sekarang ini?!

"Hahahaha. Sorry, Ay. Adik gue emang nggak punya kaca di kamarnya. Jadi aja kelewat pede."

"Iya, beb. Lucu banget malah Adik lo ini. Langka."

"Hahaha, ay, udah yuk kita duduk aja di sana tuh deket jendela. Pemandangan di sini bagus kok, daerah Dago mah jangan diragukan lagi."

Eh! Tangan gue main rangkul aja. Ini ga boleh terjadi! Apalagi di depan... hmm.... mantan kesayangan gue yang enggak pernah semena-mena gini main pegang tangan segala.

"Amel, ga usah gini juga kali tangannya!!!"

Gue benci dipegang. Entah sejak dulu gue paling anti dipegang siapapun.

"Ay, udah dua minggu lho kita jadian. Kamu masih aja ambek-ambekan kalau di pegang tangannya."

Ah paling malas kalau udah berdebat beginian. Apalagi sama Amel yang tidak begitu sepengertian Mala.

Sebaiknya gue cabut ke tempat duduk tanpa peduli rengekan dia. Nanti juga dia ikutan duduk.

"Ay... kamu mau pesen snack? minuman? atau mau baca buku?" Katanya sambil duduk di hadapan gue.

Gue cuma bisa diam. Kejadian hari ini sulit gue lupakan, belum bisa gue cerna. Apalagi sekarang gue lagi ditempat Mala. Bagaimana bisa Amel dan Mala adalah adik-kakak? Ya walaupun adik-kakak-tiri, tapi... rasanya gue melanggar norma kesopanan. Terutama pada Mala. Ya ampun... kenapa rasanya gue keterlaluan pada Mala.

"Ay... masih ngambek ya? Maafin aku ya... aku gak bermaksud pegang tangan.."

"Iya... gue mau cari bacaan dulu." ucapku sambil beranjak dari tempat duduk.

"Tapi..."

"Mau pesan apa? Biar sekalian gue pesenin."

"Kok gue-lo ngomongnya, ay?"

Topeng manis gue harus dipakai sekarang juga, gitu? Sebenernya males banget. Tapi... baiklah. Simple, gue nggak pengen berdebat panjang lebar.

"Mau pesan apa, beb?" Tanyaku berlagak manis.

"Biar aku yang pesen ya..."

Oh ya ampun... tetiba gue baru inget ini di The Corner!
Disana kan ada Bianca. Kacau banget kalau ada apa-apa. Untunglah posisi gue membelakangi Bianca. Ya sudah dia yang pesan deh.

Gue kenapa berasa jadi tersangka disini. Ya ampun.

"Ay... ngelamun aja!"

"Eh... oke... terserah kamu mau pesenin apa deh yang penting enak."

"Okay. Hmm... biar aku bikin yang spesial deh sebagai permintaan maaf."

Whatever Amel.

"Oke." Kataku sambil melempar sedikit senyum.

Amel beranjak dari hadapan gue. Begitupun Mala... dari kejauhan sini dia terlihat buru-buru. Mau kemana dia? Ah... rasanya perasaan bersalah ini semakin menumpuk.

Apa yang harus gue lakukan di posisi ini? Gue yakin Mala pasti makin benci sama gue. Ya... at least gue perlu kasih penjelasan ke Mala, dan tentunya gue harus minta maaf sesegera mungkin. Mungkin besok langsung gue samperin ke sekolah. Tanpa sepengetahuan Amel tentunya.

"Ay... tarraaa!!! Ini Hot Chocolate Marshmallow kesukaan kamu. For free! Biar hati kamu nggak beku lagi buat maafin aku, ay."

Didepan gue sudah tersaji secangkir Hot Chocolate Marshmellow. Penampilannya, mengesankan. Gue perlu hargai permintaan maafnya.

"Terimakasih Beb."

"Iya ay, sama-sama."

"Tapi... aku nggak akan lama ya disini. Ada kuliah sebentar lagi."

"Yah... ayang... gak mau, gak boleh..."

Ya ampun barusan minta maaf tapi sekarang udah ngeyel lagi. Dia sangat egois dan seperti anak kecil yang manja. Dewasa sedikit, kenapa sih gak bisa? Kalau gue disini terus, kapan gue lulus, hey?

"Okay deh, okay!" Ucapnya, seakan menanggapi tatapan kesalku ini padanya.

Rasanya pikiranku melayang mengikuti Mala. Ditambah, pacar gue sekarang yang merangkap kakak Mala sedang bercerita panjang lebar tanpa titik koma tentang adiknya. Tanpa gue denger, gue lebih tahu dari dia tentang Mala. Gue lebih lama kenal Mala, dan juga sebenarnya, ini tempat duduk favorit gue dan Mala.

Wajarlah ya Mala pergi menghindari situasi ini. Satu-satunya cara ya gue harus kasih penjelasan ke Mala. Besok!

"Ay... kadang ya... aku tuh gak sepaham sama Adikku. Masa dibercandain aja ngambek." Cerocosnya. Dan akhirnya ada jeda dari rentetan pecakapannya selama gue nyeruput Hot Chocolate Marshmallow buatannya ini, jadi sekarang gue bisa kasih saran sama dia.

"Nih ya, setahu aku Beb, kalau orang pendiam marah, itu pasti beralasan." Kataku berpendapat. "Mungkin itu karena kamu yang kurang pengertian..."

Dia tetiba mematung. Mungkin sedang berusaha mencerna pendapatku, tapi dahinya mengkerut.

"Oh... jadi kamu nyalahin aku, Ay?"

Tuh kan... dikasih tahu solusinya mesti gimana, malah negatif thinking. Perempuan. Oke fine, salah gue! Semestinya gue jadi pendengar aja, bukan pemberi saran kecuali dia yang minta.

"Bukan begitu, mungkin kamu coba dekati dia heart to heart. Kalian kan sama-sama cewek. Aku tahu ini baru buat kamu, punya adik perempuan, apa salahnya dicoba dulu, turunin ego kamu, beb."

Ia memutar bola matanya. Menjengkelkan, huh?

"Okay... ada benernya kata kamu itu, Ay. Thanks." Senyumnya kelihatan terpaksa.

"Iya, sama-sama. Oya, by the way, aku ke kampus dulu ya Beb. See you!"

"Yaah... Hmm... okay Ay. Hati-hati." Ucapnya tidak rela.

Gue langsung bergegas menuju parkiran, meninggalkan Amel yang sendirian.

***

Sungguh... gue bener-bener dibuat pusing sendiri dengan kejadian hari ini. Rasanya seperti mimpi, padahal jelas ini nyata. Gue kira gue udah melangkah sangat jauh dari Mala. Namun yang ada malah gue jadian dengan kakak tirinya Mala. Seharusnya gue lebih jeli lagi dengan ini semua. Harusnya nggak asal pedekate karena invite sembarang cewek via bbm.

Ini semua udah terjadi dan mungkin memang harus begini. Bagaimanapun, gue harus ngobrol langsung dengan Mala.

Apa Amel gue putusin aja? Selama ini gue ngerasa kurang atau bahkan nggak cocok sama lifestyle Amel. Ngobrolpun kadang nggak nyambung.

Ini sudah malam... ya, waktunya nelepon Amel. Rutinitas seperti biasa. Biarpun pengen putus, tapi saat ini kenyataannya gue masih sama dia.

Dia angkat teleponnya pada nada sambung ke lima, tumben lama.

"Assalamualaikum. Hai... sorry Ay, barusan aku habis bantu Mala rapihin kamarnya."

Deg... jantung gue belum terbiasa menerima ini.

"Waalaikumsalam. Oh... udah akur nih sekarang?"

"Ya bisa dibilang gitu, Ay."

"Bagus deh kalau gitu. Ya udah selamat tidur, Beb."

"Loh kok bentar amat sih teleponnya?"

"Aku lagi sibuk Beb, dan aku cuma pengen tau keadaan kamu." Padahal gue lagi males ngobrol, rasanya makin ga karuan semenjak tahu mereka adik kakak.

"Oh... ya ampun so sweet Ay. Oya besok jangan lupa jemput di Pusdai ya... biasa ada job."

"Okay.. jam sembilan ya. Assalamualaikum Beb."

"Waalaikumsalam, Ay."

Telepon pun berakhir. Gue merasa lega menyudahi rutinitas memuakkan yang ingin gue hindari. Besok gue akan ketemu Mala sesudah jemput Amel dan kegiatan lainnya.

***

"Hai Ay..." sapanya padaku.

"Hai." Jawabku singkat.

"Ay, hari ini mau ya anter beli perlengkapan buat di Salon?"

Kening gue mengkerut, refleks. "Loh, kan semalam pas nelepon katanya mau jemput aja? Gimana sih!"

"Kan sekalian Malam mingguan Ay..."

"Duh, sorry bukannya nggak mau, Beb... aku masih ada kelas jam dua siang. Kenapa nggak ngasih tahu dari malam sih!"

"Kan biasanya juga tiap Malam Minggu kita jalan!"

"Tapi kasih tahu dulu kek kalau lo mau dianter kemana-mana! Ini kan masih pagi! Gak usah egois dong! Gue juga punya urusan!"

Oh, sepertinya gue lepas kendali, tapi gue bicara apa adanya. Karena menjengkelkan bagi gue ketika sesuatu tidak berjalan dengan agenda hari ini. Harusnya setelah jemput Amel, gue akan mengerjakan tugas kelompok lalu barulah menemui Mala secara dadakan sebelum gue masuk kelas jam dua. Ok, Call me Mr. Well Prepared!

"Gak usah dibentak juga kali, Ay!"

"Oke, kalau lo nggak mau denger bentakan gue lagi, gue pengen kita putus!"

Hah? Gue ngomong apa ini?

~°~°°~°°~°~

Continue Reading

You'll Also Like

451K 41.1K 93
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
538K 9.1K 18
suka suka saya.
1.4M 117K 145
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
723K 67.5K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...