shade umbrella [END]

carseinne द्वारा

1K 232 83

[ ft. park jongseong, enhypen | ver lokal ] Bagi Mars, Lana itu hanyalah sesosok payung teduh yang digunakan... अधिक

☔. sekelebat kenangan kelam
☔. tak sengaja berjumpa
☔. menunggu takdir memihak
☔. lagi-lagi tentang dia
☔. seruan senja sore
☔. tragedi martabak ghaib
☔. perlahan tersadar
☔. apel pembawa harapan
☔. it's up to u, it's up to me
☔. harus move on!
☔. memang belum saatnya
☔. pengakuan tak terduga
☔. harapan sang payung teduh
☔. kepingan masa lalu, i.aksa
☔. kepingan masa lalu, ii.aksa
☔. kepingan masa lalu, iii.aksa
☔. caessa dan keisha?
☔. hubungan yang merenggang
☔. pesawat kertas dan lana
☔. kepingan masa lalu, iv.lana
☔. kepingan masa lalu, v.lana
☔. kepingan masa lalu, vi.lana
☔. kepingan masa lalu, vii.lana
☔. akhir sang payung teduh
☔. side story, i.caessa
☔. terima kasih dan maaf

☔. penyesalan tak berujung

21 4 0
carseinne द्वारा

Jay pov

"Hey, nama lo siapa?" Tanya ku memecah keheningan. Aku bertanya murni memang karena tidak tahu, bukannya semata-mata hanya untuk mencari topik. Aku telah mengetahui teman Auris yang Monica, karena dia lumayan terkenal disekolah. Sedangkan temannya yang satu ini, aku baru-baru ini melihatnya, maka dari itu aku merasa penasaran.

"HAH, LU BILANG APA? GAK KEDENGERAN SORRY!" Aku seketika menutupi telingaku dari bahaya nya suara toa nya.

"GUA NANYA, NAMA LO SIAPA???!!!!" Kini giliran aku yang berteriak sekencang yang ku bisa. Sungguh, aku samasekali tidak berniat untuk ngegas, tapi refleks saja.

Terdengar decakan kesal keluar dari mulutnya. "CK, SANTAI AJA DONG MAS. GUE ALIKA, NAMA GUE ALIKA."

Aku hembuskan napas ku lelah. Ingin rasanya marah, namun kurasa wajar saja jika ia tidak mendengar suara ku. Gadis yang sedang memboncengkan ku sekarang tengah memakai helm, sedangkan aku tidak.

Jangan tanya mengapa ia bisa berakhir memboncengkan ku, ceritanya panjang. Tapi intinya beberapa waktu yang lalu kita berdebat soal siapa yang berhak mengendarai. Berhubung Monica tidak bisa ikut karena ada janji, jadi motor yang tersisa hanya tinggal satu, yaitu milik Alika.

Awalnya kami telah sepakat bahwa aku yang paling berhak mengendarainya. Namun, si Alikampret ini dengan kurang ajarnya tiba-tiba berkata bahwa ia paling tidak bisa diboncengkan oleh orang lain. Katanya ia trauma sering diboncengkan secara kebut-kebutan oleh seseorang. Halah, tai kucing. Nyatanya malah dia sendiri yang saat ini tengah kebut-kebutan seperti orang gila.

Jadi yah, saat ini dengan menekan harga diriku sebagai seorang laki-laki. Aku terpaksa diboncengkan oleh perempuan. Ini memalukan, sungguh, sangat amat. Bahkan sedari tadi banyak orang yang memandangi kami dengan tatapan aneh, tertawa, menggeleng-gelengkan kepala, dan lain sebagainya.

ARGHHH AKU INGIN SEGERA SAMPAI, TOLONGG.










☔☔☔











Sesampainya, kami berdua langsung berlari masuk kedalam rumah sakit. Awalnya kami hendak ke rumah Auris terlebih dahulu karena panggilan dari Alika tak kunjung diangkat-angkat. Namun dalam perjalanan tadi, Auris tiba-tiba menelpon dan mengatakan dia sudah ada di rumah sakit sedari tadi. Jadilah kami langsung merubah arah dan segera meluncur kesini.

Aku bisa mendengarnya tadi, suara Auris terdengar serak dan begitu lelah. Entah apa yang terjadi, ku tebak pasti Bunda yang tidak sabaran menelpon Auris saat Alika sedang menelpon nya. Memikirkan hal tersebut seketika membuatku menggelengkan kepala tak habis pikir. Namun, dari dulu memang begitulah sifat Bunda, tukang memaksa.

Sayangnya, bukan hal itu yang mengganggu hatiku sekarang ini. Aku merasa sangat enggan bertemu dengan Auris, akan tetapi aku juga ingin segera sampai. Perasaan bersalah ini terus menggerogoti hatiku. Entah apa yang akan aku katakan nanti padanya, aku merasa aku tidak layak bahkan sekadar muncul sedetikpun dihadapannya.

Ya, aku sudah tahu semuanya. Secara garis besarnya.

Semua itu terjadi berkat Kei, mantan pertamaku saat kelas dua SMP. Rasanya aneh melihat dia lagi setelah sekian lamanya, padahal dulu kami putus dengan cara yang tidak baik. Mungkin benar, takdir itu lucu.

Dia dengan tergesa-gesa mendatangiku. Menceritakan semuanya, dari awal, tentang alasan mengapa dia menyukaiku, membenci Auris, menyebarkan gosip dan berpura-pura baik di depanku. Kini semuanya menjadi saling berhubungan, seolah puzzle yang awalnya masih banyak bagian yang kosong sekarang terpasang lengkap.

Aku terkejut, rasanya aku ingin marah pada siapapun yang berada di hadapanku terutama pada Keisha. Namun aku urungkan, aku sadar bahwa aku juga bersalah, aku bajingan sampah yang permohonan maafku bahkan tidak layak untuk diterima.

Hatiku rasanya begitu sakit memikirkan sehebat apa Auris terluka karena ulahku yang tidak bertanggungjawab. Padahal dia korban, namun aku menyalahkannya hanya karena alasan tidak terlalu mendasar.

Memangnya hanya Auris yang tahu masalah keluargaku? Nyatanya tidak. Bagi Keisha yang notabene nya seorang anak kaya-raya, mendapatkan informasi pribadi seseorang merupakan hal mudah. Dan aku dengan bodohnya tidak memikirkan kemungkinan hal tersebut akan terjadi barang sekalipun.

Aku bodoh, benar-benar bodoh.

"Loh, bocil?" Kami sontak menoleh.

Dia hanya seorang pemuda dengan wajah songong, dan aku sama sekali tak mengenalnya. Namun saat mataku melirik ke arah Alika, dia mengernyitkan keningnya bingung.

Oke. Mari kita asumsikan saja bahwa mereka saling kenal. Lagipula, memang orang gila mana yang memanggil panggilan "bocil" pada orang yang tidak dikenalnya? 

"Hah, Asura...?" Gumam Alika.

Nah, tebakan ku benar kan.

Mereka saling diam seribu bahasa, sedangkan aku hanya bisa menghela napas panjang. Suasana canggung apa-apaan ini? Haruskah aku pergi saja? Mereka terlihat seperti akan membahas sesuatu yang tampaknya sangat rahasia.

"Eh gua pergi duluan ya." Inisiatif ku, lantas pergi begitu saja tanpa mendengarkan terlebih dahulu persetujuan dari Alika. Ya sudahlah, toh aku juga tidak ingin ikut campur dalam urusan mereka.

Sesampainya didepan ruangan Bunda dirawat. Aku hanya terdiam, merasa dilema. Sayangnya, belum cukup hatiku untuk memantapkan diri. Pintu sudah terlanjur dibuka oleh Auris. Aku terperanjat dan sontak mundur selangkah.

Saat aku menatapnya, bawah matanya nampak sembab.

'sialan.' umpat ku dari dalam hati.

Auris tersenyum manis yang membuat dadaku semakin sesak dibuatnya. Bisa-bisanya dia masih bisa tersenyum setelah apa yang aku perbuat selama ini. Mungkin ini adalah karma ku. Bukannya merasa lebih baik, rasa bersalahku malahan terasa semakin melebar, selebar samudra.

Tidak, karma segini masih belum cukup untuk membalas apa yang telah aku lakukan tiga tahun yang lalu. Aku menunduk, tidak berani menatap matanya. "Gua... gua minta maaf..." Ucapku pelan.

"Maaf karena dulu gua dengan seenaknya nuduh lo, padahal sebenernya lo cuma korban. Gua tau kok, kalau ucapan minta maaf gua gak layak diterima. Gua sadar. Tapi, gua bener-bener minta maaf dari dalam hati gua yang paling terdalam, Ris."

Hening.

Auris tak memberi respon samasekali.

Hal itu seketika membuatku gelisah. Perlahan-lahan aku mengangkat kepalaku, betapa terkejutnya aku mendapati mata Auris yang berlinang air mata. Aku yang merasa kebingungan hanya menatapnya penuh sendu.

"Gua udah tau semuanya, Ris."

"Dari Kei kan?"

Aku mengangguk ragu. Entah kenapa aku tidak merasa penasaran mengapa Auris bisa mengetahui hal tersebut. Kupikir, dia hanya memiliki firasat seperti itu saja.

"Gue... gue pengen ketemu Kei." Dia menatapku dengan pandangan serius.

"Gak bisa, Ris. Kei bentar lagi mau pergi." Ungkap ku sejujur-jujurnya. Selain menceritakan kejadian yang sebenarnya, Kei juga menyempatkan diri untuk berpamitan padaku saat disekolah tadi.

"Gak, pokoknya saat ini juga gue harus ketemu sama Kei. Lu gak salah Jay, kita semua itu gak salah, termasuk Kei. Gue sadar, semua manusia pasti pernah ngelakuin kesalahan. Tapi, buat saat ini gue pengen satu kali aja denger permohonan maafnya Kei." Auris terus mendesak ku. Namun sayangnya aku tetap kekeuh tak mau mengantarnya untuk ketempat Keisha berada. Aku tidak mau dia semakin sakit hati.

"Gak bisa, Ris. Besok pagi dia bakalan pergi keluar negeri. Dan gua gak tau dia bakalan pergi kemana, yang pasti dia bakalan pergi ketempat yang jauh, jauh banget. Ke tempat yang gak bakalan bisa kita lihat."

Mata Auris tiba-tiba berubah menjadi kosong, seolah-olah harapan yang ada didalam sana telah musnah. Dia mengepalkan tangannya erat-erat, melampiaskan seluruh amarahnya kedalam genggamannya itu. "Pengecut... bener-bener pengecut lu, Kei..." Gumamnya dengan air mata yang mengalir di pipinya.























—to be continued.
















Bonus chapter (^∇^)ノ~♪

Alika berdehem, memecah keheningan. "Ekhem, jadi... lu kok bisa ada disini?" Tanya nya tanpa berani menatap wajah lawan bicaranya. Alika masih malu dengan Yudha setelah kejadian tempo hari yang lalu.

Yudha mengangkat alisnya sebelah, merasa keheranan. "Kalau ngomong tuh liat ke orangnya langsung. Jangan ngelirik kesana kemari gak jelas. Bingung gua lihatnya"

Alika tidak menjawab. Lama-kelamaan Yudha merasa bahwa Alika itu lucu, padahal biasanya anak didepannya begitu berani dan bringas ketika bersamanya. Lalu tiba-tiba menjadi malu-malu kucing hanya karena kejadian penuh air mata hari itu.

Yudha tersenyum menggoda, "kenapa? Masih malu ya gara-gara pas itu nangis-nangis sambil mel—"

Alika sontak melotot, dia dengan cekatan membekap mulut Yudha sebelum dia berhasil menyelesaikan perkataannya.

Mereka bertatapan selama beberapa saat. Namun, tak lama kemudian Alika segera melepasnya setelah sadar apa yang telah dia lakukan.

Alika tersenyum kikuk seraya menggaruk tengkuknya yang sebenarnya samasekali tidak gatal. "Emm... Sorry."

Tapi anehnya, Yudha tertawa. Itu bukan tawa seperti mengejek yang selalu ia lakukan untuk menertawai Alika, melainkan tawa menyenangkan yang seketika membuat Alika terpesona untuk sesaat.

Yudha tersenyum tipis. "Adek gua sakit, jadi gua disini buat jagain dia. Kalau lo?"

"Emm... lo tau kan cowok tadi yang bareng sama gue?"

Yudha mengangguk, "Kenapa? Dia crush baru lo yang sekarang?" Ucapnya dengan memasang wajah masam.

Perkataan Yudha sontak menimbulkan kekesalan dalam diri Alika. Dikiranya Alika itu penggila lelaki kah? Sampai-sampai setiap waktu terus-terusan bergonta-ganti crush? Alika benar-benar tak habis pikir. Memang benar ia adalah seorang pengagum cogan, tapi menurutnya ia tidak sebegitu nya kok, sungguh.

"Heh! Kras krus kras krus mulu, dikiranya gue apaan dah." Alika merengut kesal.

Yudha mengangkat bahunya, dengan entengnya dia mengatakan. "Yaudah sih kalau engga. Ngapain marah-marah segala."

Alika menghela napas lelah. Tangannya sih sebenarnya gatal sekali ingin melemparkan sepatunya ke wajah Yudha yang sialnya tampan, namun ia urungkan karena tahu situasi bahwa mereka sekarang tengah berada di rumah sakit. Ia merasa menyesal telah terpesona sesaat dengan Yudha. Yudha tetaplah Yudha, dia menyebalkan, meresahkan, dan tentunya gampar able.

"Cowok tadi itu temennya temen gue. Auris, yang pas itu gue ceritain itu loh. Emaknya lagi sakit dan dia lagi cepet-cepetan kesini, trus karena kebetulan gue bawa motor jadi dia nebeng ke gue." Jelas Alika panjang lebar yang sialnya lagi hanya dijawab ber'oh' ria oleh Yudha.

Boleh tidak sih dia gampar saja cowok didepannya ini? Peduli amat mau ini di rumah sakit kek, kuburan kek, taman bermain kek, pokoknya keinginan Alika saat ini adalah untuk menggampar cowok didepannya ini. Sekarang juga.

Bonus end.























पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

14.1K 303 25
Dunia terkadang memang suka bermain-main, kadang kita dibuat senang dan kadang juga kita dibuat benar-benar hancur. Tapi dengan begitu tuhan bisa tah...
5.2K 1K 26
Ini mengenai penyesalan Jean Lee yang telat mencintai Park Sunghoon sampai akhirnya takdir berkata lain. start: 08 Des 2020 genre: Fanfiction -- AU
Leave Your Lover Call me Vale द्वारा

किशोर उपन्यास

448 215 4
Ada kisah yang perlu diceritakan dengan kelembutan. Ketika rasa itu begitu saja menelusup ke dalam relung hati. Berpendar dengan cahaya berkilauan me...
NISKALA jura's द्वारा

किशोर उपन्यास

1K 112 16
Seperti yang diketahui, nama Niskala berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ialah kokoh dan kuat. Sagara Abimanyu, laki-laki itu berharap kalau...