Jevano William

By devintasantoso

1.7M 124K 15.5K

Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebag... More

01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.⚠️
34.
35.
36.
37.
38.
39.
41. ⛔️
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49. 🚫
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.

40.

28.5K 2.4K 493
By devintasantoso

Tiffany merapihkan penampilannya sebelum keluar dari dalam bilik kamar mandi, mengoleskan sedikit lipstick dibibir pinknya, setelah merasa sudah rapih dari sebelumnya ibu anak tiga itu segera keluar dari kamar mandi.

Wanita cantik itu mendekat kearah putra bungsunya yang tengah asik bermain ponsel diatas brankar, dengan sebagian tubuhnya yang menyender didada bidang Jeffrey.

Saat ini keadaan Jeno terbilang sudah lebih baik dari yang sebelumnya, efek samping dari medical check up yang diikutinya membuat tubuhnya yang baru pertama kali seumur hidup merasakannya sangat tidak main main.

Jeno engga bisa terlalu banyak bergerak bebas, ia sering tiba tiba meringis ketika sedang tertidur atau bermain ponsel diatas brankar, nyeri dan linu ditubuhnya suka mendadak muncul.

Bahkan, Jeffrey pun, sangat berhati hati ketika menggendong koala putra bungsunya, karna takut menyentuh area tertentu yang menjadi salah satu area sakitnya.

" Papah tidur? " Tanya Tiffany, pelan seperti berbisik.

Jeno mendangak melihat sang papah yang sedang terpejam, walaupun dilihat dari angle bawah wajah tampan Jeffrey tak bisa dikalahkan dari angle apapun, rahangnya begitu tegas serta hidungnya yang sangat mancung.

" Iya, kayanya. " Jeno mengangguk kecil, lalu melanjutkan bermain ponselnya.

" Besok gimana, kamu udah mulai tesnya Jev? "

" Iya, ternyata dipercepat jam satu siang "

Tiffany mengangguk mengerti, lalu duduk dipinggir brankar.

" Jev, kalau engga keterima dinegri, kamu mau ambil dimana selain jogja? "

" Mau ikut eyang sama uti "

" kekorea? "

Jeno menjawab dengan anggukan tanpa ragu.

" Misal kalau bunda minta sama kamu untuk engga kuliah boleh? "

Pertanyaan Tiffany membuat sih bungsu memberhentikan bermain ponselnya.

Pertanyaan sang bunda persis seperti pikiran Jeno beberapa minggu ini, tak heran mengapa akhir akhir ini Jeno sering mengalami gejala pusing akibat terlalu memirkan hal hal yang menyangkut kuliahnya, ditambah sang bunda dan keluarga barunya yang benar benar pasti akan melarangnya.

" Bun, kenapa? "

" Korea itu jauh, bunda engga mau kamu kemana mana Jev. "

" Tapi bundaa, Jeno mau kuliah, Dewa, Ardan, Haikal mereka lagi coba tes buat masuk ke universitas negri, sama kaya Jeno "

" Iya bunda tau sayang.. tapi bunda engga mau Jevano jauh dari bundaa, Jevano boleh kok kuliah tapi jangan jauh jauh dari bunda, kamu bisa ambil universitas swasta yang ada didekat rumah mau? "

Jeno terdiam, ia bingung harus menjawab apa, dirinya sangat labil untuk situasi saat ini.

Satu sisi ia sangat sayang dengan sang bunda dan juga dirinya memang sebenarnya tak bisa jauh dari sang bunda. Namun di sisi lain, Jeno juga ingin berkuliah seperti ketiga sahabatnya, menempati gedung perkulihan yang sangat dirinya impikan dari dulu.

" Jeno coba tes dulu bun. " Jawab Jeno, membuat Tiffany langsung tersenyum simpul kepada putra bungsunya.

" Badan kamu gimana masih sakit? " Tiffany mengalihkan pembicaraan.

Jeno mengangguk kecil, badannya memang sudah tidak sesakit pas awal, tapi masih terasa sedikit nyeri diarea tertentu.

Tiffany menangkup wajah Jeno dengan kedua tangannya, membuat kedua pipi Jeno menyatu dan bibir mungilnya yang semakin cemberut lucu.

" Gemes bunda sama Jenoooo "

Tiffany mencium seluruh wajah putra bungsunya dengan gemas.

" Udah ih lepas " Jeno mencoba mendorong sang bunda agar menjauh darinya.

Tiffany akhirnya melepaskan wajah lucu putra bungsunya.

Nada notifikasi pesan masuk kedalam ponsel milik Tiffany yang tergeletak diatas meja, membuat sang pemilik mendekat ke arah ponselnya lalu membaca sebuah pesan yang dikirim oleh putra sulungnya.

Jevandra memberitahu bahwa ia dan Jeandra sedang menuju kelantai sembilan bersama ketiga sahabat Jeno yang tadi tak sengaja bertemu dilobby rumah sakit.

Tiffany membalas, setelahnya ia kembali mendekat kearah Jeno dan duduk seperti semula dipinggir brankar.

" Bibir kamu perih engga? " Tanya Tiffany, setelah melihat bibir milik putra bungsunya sedikit pecah pecah dan kering.

Jeno mengangguk, memang benar bibirnya akan terasa perih jika ia makan, atau meminum sesuatu.

" Bunda tadi pake lip balm deh, tapi bunda lupa taro di mana " Ucap Tiffany, tangannya merogoh setiap kantong yang berada di pakaiannya.

Setelah ketemu benda yang dicari, Tiffany mengeluarkan Nivea Flavor Lip Delicious Drop Peach Fragrance sebuah produk lip balm yang di buat untuk membantu melembapkan bibir dari saku celananya. 

" Pake ini mau yaa, enak ada rasanya " Ucap Tiffany, membuat Jeno menggeleng.

" Apa mau pake madu aja? " Perkataan Tiffany kembali mendapat gelengan dari Jeno.

Jeno engga suka madu!

" Kamu cium deh wanginya, wangi buah peach tauu "

Tiffany memberikan lip balm tersebut, Jeno mengambilnya lalu mencium sekilas wangi dari lip balm.

" Kalau di pake jadi warna pink engga? " Tanya Jeno

" Sedikit, tapi engga terlalu keliatan kok, kan ini lip balm, liat aja bibir bunda dikitkan pinknya "

Jeno akhirnya mengangguk setuju, lalu menyodorkan kembali lip balm tersebut ke sang bunda, membiarkan bundanya saja yang mengoleskan lip balm tersebut ke bibirnya.

Tiffany langsung saja mengoleskan lip balm tersebut ke bibir putranya.

" Sudah "

Tiffany tersenyum kecil ketika melihat bibir Jeno yang tadinya terlihat sangat kering dan pucat, kini sudah terlihat sedikit berwarna dan ada sedikit glossy.

Pintu ruangan diketuk dari luar dengan pelan, membuat Tiffany dan Jeno menoleh kearah pintu ruangan dan masuklah Jevandra dan Jeandra serta ketiga sahabat Jeno yang mengekor dibelakang badan besar Jeandra.

Pintu ruangan kembali ditutup oleh bodyguard yang berjaga di luar.

Jevandra dan Jeandra bergantian saling memeluk singkat tubuh Tiffany, sedangkan Jeno diatas brankar saling menatap satu sama lain kepada ketiga sahabatnya yang berdiri tak jauh darinya.

Ardan memberikan lirikan dan ocehan dari mulutnya walaupun suaranya tak terdengar namun Jeno dapat mengerti dari gaya bicara.

" Kalian duduk dulu yuk " Ucap Tiffany, yang langsung diangguki oleh ketiga sahabat putranya dengan ragu.

Tiffany mengajak mereka untuk duduk diatas sofa yang berada diruangan.

" Nyet lu pada canggung engga sih? " Bisik Haikal kepada Ardan dan Dewa.

" Demi iyaa anjir mana kaga pergi pergi lagi "

" Masa kita main diawasin sama mereka "

" Nanti bukan main malah saling diem diemman anjir "

" Mau nafas aja gw takut nge "

Mereka saling bisik satu sama lain sembari menatap kearah Jeno yang duduk diatas brankar, walaupun pandangan mereka untuk melihat Jeno dihalangi oleh tubuh besar milik Jevandra dan Jeandra.

Jeno mendangakkan kepalanya melihat rahang tegas milik sang papah dari bawah, jari telunjuknya menekan nekan kedua pipi Jeffrey berharap terusik dari tidurnya lalu  terbangun.

" Banguninnya engga gitu dong sayang yang bener " Ucap Tiffany

" Bunda aja yang bangunin kalau gitu kenapa jadi Jeno sih " Jeno menatap sang bunda kesal, Tiffany tekekeh kecil.

" Cium papah coba "

" Bun.. "

" Coba dulu sayang.. cium papahnya "

Sebenarnya Jeffrey tak benar benar tidur, ia sejak tadi mendengar pembicaraan Jeno dan Tiffany, namun ia memilih untuk diam dan memejamkan kedua bola matanya saja, menyempatkan waktu untuk memejamkan mata sejenak.

Sepertinya Jeffrey harus segera membuka kedua bola matanya sekarang juga, karna ia merasakan pipinya dicium oleh seseorang, siapa lagi kalau bukan putra bungsunya.

Kedua bola mata yang tajam seperti elang itu akhirnya terbuka, Jeffrey tersenyum kecil, membuat Jeno kesal.

" Papah sebenarnya tidak tidur boy " Ucap Jeffrey, yang langsung mendapat tatapan tajam dari putra bungsunya.

" Bun! " Jeno menatap sepasang suami istri itu dengan kesal.

Tiffany tertawa kecil lalu mengelus pelan rambut putranya.

" Waktu main kamu engga banyak yaa kamu harus banyak banyak istirahat. " Ucap Tiffany cukup pelan yang langsung di angguki oleh Jeno.

" Bunda, papah sama ka Jevan, ka Jean di ruangan om Dikta "

" Iya "

Tiffany melirik sang suami agar segera turun dari brankar dan bergegas keluar ruangan memberikan ruang dan waktu untuk putra mereka berkumpul bersama sahabatnya, Jeffrey dengan berat hati turun dari atas brankar.

" Ayo mas " Tiffany menarik tangan suami agar menjauh dari brankar.

" Tante tinggal yaa.. take care all " Ucap Tiffany, lalu menarik sang suami dan melirik kedua putra tampannya agar cepat keluar dari kamar.

Dewa, Haikal dan Ardan sontak berdiri dari duduknya mereka mengangguk secara bersamaan lalu tersenyum canggung, pintu kamar sudah tertutup rapat kembali oleh Jevandra yang berjalan paling dibelakang.

Jeno tersenyum sangat lebar tangannya menyibak selimut yang masih menutupi kedua kakinya, ketika ingin turun dari brankar dengan kedua kaki yang masih menggantung Jeno meringis sembari meremas pinggiran brankar, membuat ketiga sahabatnya langsung panik dan bergerak cepat menghampirinya.

Mungkin akibat Jeno terlalu bergerak cepat ia jadi melupakan kalau badannya masih terasa sakit dan linu jika digerakkan apa lagi di bagian tertentu.

" Kenapa, ada yang sakit?  " Tanya Dewa, membuat Jeno yang tadi menunduk, menatap ke arahnya dan menggeleng kecil.

" Sakit "

" Yaudah diatas aja " Ucap Dewa, yang langsung mendapat gelengan dari Jeno.

" Bantuin ke sofa, engga kuat berdiri " Ucap Jeno, menatap Dewa sedikit memelas.

Dewa mengalungkan tangan kanan Jeno dilehernya sedangkan Haikal mengalungkan tangan kiri Jeno di leher nya, mereka melangkah demi selangkah dengan pelan kearah sofa sesekali ketika melangkah Jeno meringis kecil.

Jeno dengan pelan menundudukan tubuhnya diatas sofa dengan pelan, diikuti dengan Dewa yang duduk disampingnya sedangkan Ardan dan Haikal memilih duduk dilantai yang beralas dengan karpet, padahal space kosong diatas sofa masih banyak.

" Dari mamah, cookies.  " Dewa menyerahkan sebuah totabag kepada Jeno.

Jeno mengambilnya lalu melihat isi totabag tersebut yang berisi sebuah kotak berwarna coklat, mengeluarkan kotak tersebut dan langsung tercium bau yang sangat menggiurkan.

Cookies red velvet dan cookies chocolate bikinan Yuna- mamah Dewa. Jeno pernah bilang kalau ia memang suka dengan bikinan cookies milik Yuna apa lagi rasa red velvet dengan isian cream chesee didalamnya.

" Makasi bilang mamah "

" Tangan aman Jen? " Tanya Ardan, membuat Jeno menatap kedua tangannya yang masih masing terdapat plaster berwarna putih.

" Aman masih berfungsi " Jawab Jeno, lalu terdengar suara telapak tangan yang menyatu dengan kulit pipi.

Plak

" ANJENG SAKIT COK!! "

Dewa mengelus pipinya yang kena tampar Jeno.

" Anjir benerran berfungsi cok " Ucap Haikal, lalu terdengar gelak tawa darinya, Ardan dan Jeno.

Jeno merasa bersalah lalu langsung berhambur memeluk Dewa seolah meminta maaf karna perbuatannya.

" Gimana rasanya medical check up hari pertama apa sangat menyenangkan? " Tanya Haikal, dengan menyodorkan tangan kanannya yang digenggam seolah olah itu adalah sebuah mick.

Jeno melepaskan pelukkannya dari Dewa lalu menggeleng.

" Menurut lu? " Jeno bertanya balik

" Engga bisa jalan " Jawab Ardan polos

Jeno menatap Ardan dengan tatapan melas ia sudah tak heran lagi dengan Ardan. Tapi jawabban yang di lontarkan Ardan benar juga.

Dering ponsel milik Dewa membuat percakapan keempat pemuda itu berhenti dan menatap Dewa yang tengah mengangkat panggilan telpon, baru beberapa detik Dewa mengangkat panggilan telpon tersebut, namun sudah terputus secara sepihak.

" Kenapa Dew? " Ardan bertanya, karna ia melihat wajah Dewa yang berubah menjadi panik.

" Gw diputussin Naomi cok! " Terdengar nada suara Dewa yang panik.

" DEMI APHAA SIH NYET?! " Haikal berteriak membuat Ardan dan Jeno meringis, sedangkan Dewa sedang panik mengutak ngatik ponselnya untuk menelpon dan memberikan beberapa pesan untuk Naomi.

" Selingkuhkan lu sama Aura " Ucap Ardan, membuat Jeno yang mendengar nama yang tak asing itu menatap Ardan meminta penjelasan.

" Aura, ade kelas yang waktu itu ngasih lu makanan inget engga? Tapi lu tolak " Ucap Ardan, membuat Jeno mengingat sejenak lalu tak lama mengangguk kecil.

" Gw harus gimana cok! Naomi engga angkat telpon sama balas chat gw " Ucap Dewa, sembari mengusak rambutnya kasar.

" Mampus diblok "

Bugh

Jeno melemparkan batal sofa diwajah Dewa, membuat sang empu langsung menatapnya dengan kedua bola mata yang berkaca kaca.

" Jangan nangis anjing! " Ucap Jeno, enggan menatap balik Dewa.

" Gw engga selingkuh Jen serius, Aura emang confess ke gw waktu dimall " Dewa meyakinkan sahabat kecilnya itu.

Karna Dewa tau sendiri kalau Jeno sangat benci dengan pria yang berselingkuh atau main belakang.

" Lahh lu kemall ngapain cok berdua sama Aura " Ucap Haikal, membuat Dewa melirik kearah Haikal.

" Aura minta nemenin gw beli buku " Ucap Dewa dengan polos

" Bego nyerempet tolol begini nih " Haikal menatap Dewa dengan mulutnya yang sibuk menguyah cookies.

" Terus pas Aura nembak lu, lu terima engga? " Tanya Ardan, yang langsung diangguki cepat oleh Dewa.

" DEWA LU ASTAGHFIRULLAH BANGET! "

" DEWA YA ALLAH ANAKNYA SIH BAGASKARA "

" BANYAK BANYAK ISTIGHFAR DEW BAPAK SAMA MAMAH LU UDAH UMROH! "

Ardan dan Haikal langsung menyerang Dewa dengan bantal sofa dan memukuli tubuh Dewa tanpa ampun, sedangkan Jeno hanya menyaksikannya sembari memakan cookies miliknya, Dewa terus berteriak meminta tolong kepada Jeno namun Jeno bukannya menolong malah mendukung Ardan dan Haikal agar memukulinya dengan lebih kuat.

Dewa yang tadi nenutupi wajahnya dengan bantal sofa itu sedikit menyingkirkan bantal sofa dari hadappannya membuat Ardan dan Haikal berhenti memukulinya.

" Sumpah demi tapi gw beneran engga pacaran sama dia! Kan dia yang nembak bukan gw jadi kita engga pacaran! "

" Tapi lu terimaa! "

" Iyaa, kan kasihan kalau ditolak nanti dia NT "

Ardan yang semakin kesal mendengarnya langsung menjambak rambut Dewa membuat sang empu kembali meringis.

" Sakit Ardan ya Allah rambut gw rontok! "

Haikal memilih berpindah tepat duduk di sebelah kiri Jeno, membiarkan Ardan saja yang memberi pelajaran kepada Dewa.

" Cookiesnya enakkan yang red velvet engga sih? " Tanya Haikal, lalu memotek cookies yang berada ditangan Jeno dan melahapnya.

" Creamcheesenya enak! " 

" TOLONGIN GW WEEE MALAH BAHAS COOKIES! "

" Owh iya bener tolongin " Ucap Jeno, lalu meminta Ardan untuk berhenti, kasihan juga Dewa mukanya sudah sangat kusut di tambah rambutnya yang acak acakkan akibat jambakan Ardan.

Jeno mengarahkan ponselnya kearah wajah Dewa, membantu Dewa merapihkan rambutnya yang acak acakkan dengan mengaca melalui camera ponselnya.

" Tes kapan lu Jen? " Tanya Ardan, lalu ikut merapihkan rambut Dewa yang masih sedikit acak acakkan, Ia merasa bersalah juga sudah menjambak Dewa, tapikan Dewanya juga yang salah kenapa harus selingkuh.

" Besok " Jawab Jeno lalu menurunkan ponselnya, lama lama tangannya pegal.

" Pegel anjir pegang sendiri " Jeno menyerahkan ponselnya ke Dewa.

" Minta doa sama Putra dah kan biasanya doa anak yatim dikabulin " Ucap Haikal, yang langsung mendapat anggukkan dari Ardan dan Dewa.

" Kalian kapan? " Kini Jeno yang bertanya kepada mereka

" Gw engga jadi ambil negri, gw memutuskan untuk ambil swasta aja disini " Jawab Ardan.

" Kenapa Ardan? "

" Gw anak tunggal, walaupun keluarga gw suka bulak balik new zeland-indo tapi gw diminta untuk kuliah diindo, papih sama mamih gw juga sepakat nanti bakal lebih lama diindonesia dari pada dinew zeland "

" Gw juga sama Jen, kaya Ardan. "

" Dewa " Jeno menoleh ke Dewa jari telunjuknya menusuk nusuk lengan Dewa.

" Engga Jen, gw juga sama, engga jadi ambil negri, gw juga udah ambil berkas berkasnya kemarin sama papah. "

Jeno yang mendengar cerita ketiga sahabatnya langsung mendadak sedih, suasana hatinya kembali terasa kacau, ketiga sahabatnya sudah benar benar tidak akan lanjut ke universitas negri dan memilih mengikuti apa kata orang tua mereka, apa Jeno juga harus mengikuti apa kata bunda tadi(?).

" Semangat yaa, pasti bisa kok, setidaknya ada yang masuk kedalam universitas negri dikota jogja diantara kita berempat " Ucap Ardan, membawa tubuh Jeno untuk dirangkulnya dengan pelan.

Entah kenapa suasana ruang rawat VVIP ini berubah menjadi sedih.

" Tapi gw sendiri aja engga tau bakal bisa masuk apa engga " Ucap Jeno dengan pelan.

Ting!

Suara notifikasi pesan yang masuk melalui ponsel Dewa membuat suasana sedih itu langsung terpecah, mereka serentak langsung mendekat ke Dewa untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan kepadanya.

" Bismillah ya Allah.. tolong bantu hamba " Dewa menutup layar ponselnya yang menyala menggunakan telapak tangannya.

" Kaya deket aja "

" Gini gini gw suka doa setelah sholat maghrib Dan, meminta kemudahan dan kelancaran  "

" Sholat maghrib doang? "

" Iyaa "

Ardan menempeleng kepala Dewa dengan gemas.

" Tapi doain kita juga engga Dew? " Jeno bertanya.

" Doain kok, kalau inget doang tapi "

" Engga pa-pah yang penting didoain, makasi yaa Dewa "

" Sama sama Jeno "

" Buka tuh pesan atau gw lempar nih meja kemuka lu Dew?! " Ucap Ardan, yang sudah terlalu sabar melihat tingkah Dewa dan Jeno tadi.

" Iyaa ih galak banget kokoh "

Dewa membuang nafas kasar lalu sedikit demi sedikit membuka tangannya yang menghalangi layar ponsel.

" Aduh engga bisa gw engga bisa! Engga kuat gw bacanya ya Allah "

" Itu belum keliatan anjir! Apanya yang dibaca! " Ucap Haikal yang ikut kesal.

" Udah tadi, gw udah liat pake mata batin, gwkan punya indra keenam "

" Buka. Sekarang. Dewa. "

" Bismillahirrahmanirrahim.. "

Dewa memejamkan matanya, membiarkan ketiga sahabatnya yang lebih dulu melihat notifikasi pesan diponselnya.

" Gimana gimana, kata Naomi apaa?! "

" Lu main slot Dew? "

" Hah?! "

Dewa membuka matanya dan melihat layar ponselnya yang menampilkan sebuah notifikasi pesan dari nomer tak dikenal, ia pikir tadi Naomi yang membalas pesannya.

" ANJING! " Dewa menaru ponselnya diatas meja dengan kasar, ia mengusak rambutnya yang tadinya sudah rapih kembali berantakan.

" Sabar yaa, mungkin ini keputusan Naomi yang tepat "

" Semoga Naomi dapet yang lebih baik dari Dewa "

" Amiinn "

" Nangis nih gw nangis! "

" Bodo amat "

Pintu ruang rawat tiba tiba diketuk dari luar membuat keempat pemuda itu mengalihkan perhatiannha kearah pintu ruang rawat yang terbuka dari luar.

Roy, menunduk hormat lalu berjalan mendekat ke arah mereka, tangan kanan Jeffrey itu baru ingin buka suara namun langsung diurungkan ketika sang tuan mudanya sudah lebih dulu melontarkan ucapan. 

" Bisa sebentar lagi engga bilang bunda? Masih mau main " Ucap Jeno, dengan kedua bola mata yang membulat lucu, meminta tolong kepada asisten Jeffrey agar menambah waktu mainnya dengan sahabatnya.

" Saya izin menghubungi nyonya terlebih dahulu tuan muda " Ucap Roy lalu kembali menunduk hormat.

Jeno mengangguk kecil, Roy keluar ruangan dengan kembali menutup pintu dengan dapat.

" Kita ganggu waktu istirahat lu ya Jen? " Tanya Ardan membuat Jeno menggeleng dengan cepat.

Jeno rasanya ingin menangis karna merasa kesal namun tidak bisa di ungkapkan.

" Engga anjir engga ganggu serius " Jawab Jeno meyakinkan sahabat nya.

Ardan, Haikal dan Dewa mengangguk mengerti membuat Jeno tersenyum kecut.










































Semangat Dewa kamu sendiri🥰👊

Continue Reading

You'll Also Like

19.7K 297 3
Satu keluarga tak perlu sama margakan Cukup saling menjaga adalah hal yang di butuhkan Kisah tentang keseharian si bungsu bersama para abang-abangnya.
92.4K 3.4K 24
MENGANDUNG 18+❗⚠️❗⚠️❗ sorry kalo ada typo yaw🤗
282K 4.3K 22
Up sesuai mood Kalau ada waktu juga Tolong jangan di bawa ke RL Futa Area
3.4M 16K 18
Warning! Khusus area dewasa dedek-dedek gemush silakan menyingkir dulu Kumpulan cerita dewasa murni hasil pemikiran sendiri!