Vote dulu sebelum membaca✨
Happy reading ❤️
•••
"Kalau yang ini apa, Bunda?" Tanya Azizah untuk yang kesekian kalinya.
"Itu lip serum, Sayang. Buat bibir Bunda," jawab Dinda tanpa lelah.
Saat ini mereka sedang ada di rumah Dinda, di kamar Dinda. Kedua cewek itu sedang bermain makeup-makeup an, karena Azizah meminta kepada mama barunya untuk mendandaninya.
"Izah mau ini, Nda!" Cecar Azizah dengan tangan mungil yang memegang sebuah softlens.
Dinda menggelengkan kepala, "Nggak boleh Sayang. Izah masih terlalu kecil."
Sejenak Azizah nampak murung, namun setelah itu ia kembali ceria karena Dinda memakaikan maskara kepada anak itu.
"Yeayyy! Izah udah cantik!" Puji Dinda disambut cekikikan ceria oleh putri sambungnya.
Melihat layar teleponnya yang menyala, tangan Dinda pun terlulur untuk mengambilnya. Ternyata Samudra yang mengirimkan pesan kepadanya.
Paksu ❤️
Kamu dimana?
Aku di rumah
Paksu❤️
Nggak ada.
Maksudnya, dirumah Mama.
Paksu ❤️
Kenapa?
Pengen aja, nyari tempat adem.
Paksu ❤️
🤨
Kenapa?
Paksu ❤️
Nanti saya kesitu. Udah dulu, saya mau bantuin Farah minum obat.
"What???"
Dinda hanya membaca pesan terakhir Samudra. Malas sekali jika harus membalasnya, lebih baik ia pergi ke taman bersama dengan Azizah untuk membeli jajan.
___
Tap... Tap... Tap...
Terdengar suara langkah kaki seseorang memasuki rumahnya. Dinda yang semula tidur lelap, kini terbangun disaat mendapati pintu kamarnya yang telah dibuka.
Dengan setengah nyawa yang sudah terkumpul, Dinda meraih ponsel untuk melihat sekarang pukul berapa. Sudah jam empat sore, dan itu berarti Dinda hanya ketiduran selama setengah jam setelah sholat ashar tadi.
"Kenapa kalian disini?" Tanya sosok itu sembari mendaratkan tubuhnya di pinggiran kasur.
"Hah?" Beo Dinda, nyawanya masih belum terkumpul penuh.
Dan hal tersebut mampu membuat Samudra gemas yang berhasil memunculkan semburat merah di wajahnya.
"Ayo kita pulang, udah sore," ucap sosok itu yg tak lain adalah Samudra.
Dinda meregangkan tubuhnya, menyingkap sedikit baju yang ia kenakan hingga memperlihatkan perut lucunya.
"Bentar!" Cegah Samudra membuat Dinda terkejut. Untung saja Azizah tidak bangun.
Dinda terheran. "Kenapa?" Tanyanya.
Samudra tersenyum manis kemudian mendekat kearah Dinda. Pria itu menunduk, mencium beberapa kali perut sang istri.
"Halo Sayang! Selamat sore! Mandi, yuk! Sama Papa," ucapnya kini mengelus lembut perut buncit Dinda.
Namun gerakan yang dilakukan Samudra justru membuat Dinda merinding dan grogi. Dengan tubuhnya yang dipeluk dari samping, perutnya yang di pegang oleh pria itu, membuat Dinda menahan kegugupannya sekuat tenaga.
Berdehem sejenak, Dinda lantas berdiri dari duduknya. "Aku mau mandi dulu, setelah itu baru kita pulang."
"Ayo mandi bareng. Saya juga belum mandi sore ini," ujar Samudra membuat Dinda membelalakkan matanya.
"Nggak mau!" Tolaknya langsung.
Samudra justru menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa nggak mau? Kita, 'kan udah sah. Lagi pula mandi bareng suami itu Sunnah dalam Islam."
Dinda tetap kekeuh, ia tidak mau mandi bersama Samudra. Meskipun pria itu sudah melihat seluruh dirinya, namun tetap saja itu akan memalukan, apa lagi dengan keadaan tubuhnya kini yang mulai gemuk.
"Ayo, Sayang. Jangan menghambat waktu. Nanti lama, loh di kamar mandi kalau kamu nggak mau nurut."
"Dih!!!" Ketus Dinda membuat Samudra tertawa puas. Lucu sekali bumil yang satu ini.
"Ya udah ayo cepetan, keburu Azizah bangun. Nanti saya nggak jadi jenguk adeknya lagi."
"Bang Samudra!!!!" Jerit Dinda berlari kecil memasuki kamar mandi.
"Bwahahahaha!!" Tawa Samudra puas kemudian menyusul Dinda.
Dua puluh menit berlalu, kini mereka bertiga sedang berjalan beriringan menuju istana mereka. Samudra menggendong Azizah, dan Dinda berjalan di sampingnya dengan membawa boneka beruang milik Azizah.
Ketika sampai di rumah, mereka disambut oleh seorang wanita dengan kemeja panjang namun celana pendek. Dan itu kemeja milik Samudra, suaminya.
Lagi-lagi Dinda dibuat kesal oleh tingkah perempuan itu. Dasar Farah! Parah banget! Baju laki orang main pake aja! Umpat Dinda dalam hati.
Namun setelah itu Dinda langsung beristighfar dalam hati sembari mengelus diam-diam perutnya.
"Azizah udah pulang? Kalian dari mana aja, Mas?" Tanya wanita itu.
"Dari rumah Dinda," jawab Samudra singkat lantas mulai berjalan memasuki rumah.
Dinda pun juga begitu, ia berjalan di belakang Samudra, dengan sekali melemparkan senyum kepada Farah yang tengah terdiam. Perempuan itu mencium bau shampoo yang sama ketika Samudra dan Dinda berjalan melewatinya.
"Dinda," panggil Farah menghentikan langkah sang pemilik nama.
"Iya, Mbak?" Tanyanya sopan. Samudra berhenti sejenak, namun setelahnya ia melanjutkan langkah ke kamar Azizah.
"Saya butuh bantuan kamu." Perempuan itu tersenyum, mengisyaratkan pada Dinda agar mendekat.
Dinda pun menurut. "Ada apa, Mbak?"
"Kamu nggak lagi sibuk, 'kan?" Tanya Farah digelengi Dinda.
"Bagus deh. Kalau gitu, tolong beliin saya sayuran sama ayam, ya? Soalnya saya mau masak makan malam buat Mas Samudra." Anjir! Astaghfirullah hal'adzim! Dinda lupa kalau ia sedang hamil, jadi tidak boleh mengumpat.
Tapi ini tuh udah kek... Dikira gue babu dia apa gimana?!
Dinda kembali tersenyum. "Iya, Mbak. Dinda beliin." Pada akhirnya, Dinda pasrah juga. Membiarkan perempuan masa lalu itu memperlakukannya seperti art.
___
"Ayam, udah."
"Rempah juga udah,"
"Terus...." Monolog Dinda yang tengah sibuk mengingat bahan masakan apa saja yang dibutuhkan. Ia lupa mencatat tadi ketika ingin berangkat, alhasil sekarang harus kembali mengingat semua pesanan si Farah.
"Demi apa sih gue lupa!" Keluhnya.
Namun karena ia sedikit ceroboh, sikunya sempat menyenggol lengan seseorang yang baru saja berlalu di sampingnya.
"Eh? Maaf, mas. Nggak senga- ja." Ucapannya terhenti ketika mereka berkontak mata.
"Dinda?"
"Andra?" Ucap mereka bersamaan.
"Lo, Andra? Bambang? Bamandra?" Tanya Dinda mendelik dan mencopot masker yang digunakan cowok itu.
"Iya, gue Andra. Plis, gue kangen banget sama Lo, Din!" Ungkap Bamandra.
"Demi apa gue jugaaaa! Aaaaa Bambang!! Kemana aja Lo!!" Tanpa sadar, Dinda menangis tersedu-sedu saat ini.
Sedangkan Andra mulai khawatir dan bingung karena Dinda yang tiba-tiba menangis. Ia pun segera memeluk sahabatnya itu guna menenangkan. Namun yang membuat ia terkejut adalah sesuatu yang mengganjal di perut Dinda.
Tunggu, apakah Dinda...
"Din," Panggil Andra.
Dinda mendongak dengan wajah yang sudah memerah akibat tangisnya. "Kenapa?"
Andra melepaskan pelukannya. "Lo... Hamil?" Tanyanya to the point.
Setelah mengusap ingus dengan jaket milik Andra, Dinda pun mengangguk membenarkan. Jangan heran kenapa Andra diam ketika jaketnya digunakan Dinda untuk mengusap ingus, karena sejak dulu mereka seperti itu.
Kembali lagi dengan pernyataan. Andra sangat terkejut mendengar pengakuan Dinda tentang kehamilannya. Bagaimana bisa? Apakah Dinda sudah menikah?
"Lo hamil anak siapa, Din? Jangan bilang ini anak Bang Samudra?" Tanyanya lagi kembali diangguki Dinda.
Andra tercengang, menutup mulutnya yang terbuka lebar menggunakan tangan. "Kok bisa, Anjir?"
Dinda mengendikkan bahu. "Nggak tau, gara-gara khilaf. Tapi dia tanggung jawab, kok."
"Tunggu-tunggu! Selesain belanja Lo, terus abis ini kita ngobrol dulu. Ayo, gue bantu dorong troli!"
"Iya, Bambangku sayanggg!"
___
Yeayyy update!!!
Seneng ngga? Enggak? Oke deh gppa :)
Maaf Yaa klo agak garing, jangan lupa vote dan komennya😗
See youuu❤️