Strong Girl Michella (END)

By oktavia5918

177K 8.6K 3K

[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] { Harap tinggalkan jejak dengan cara memberi vote dan komen disetiap part} Bagaima... More

Prolog
1.Pagi Yang Sial
2.Teman Baru
3.Ketos Sialan!
4.Kenakalan Michel
5.Perjodohan
6.Terima atau Tolak?
7.Pertemuan Dua Keluarga
8.Meminta Restu
9.Permainan Kata
10.Perpustakaan
11.Digrebek Guru
12.Trut or Dare
13.Married
14.Malam Pertama
15.Perkara Baju
16.Michel dan Kebodohannya
17.Gombalan Maut
18.Membaca Pikiran Cowo
19.Setitik Rasa
20.Hari Boker Sedunia
21.Kenyataan Pahit
22.Tamparan Keras
23.Mencoba Bangkit
24.Teman Laknat!
25.Salah Siapa?
26.Sang Penolong
27.Tumbuh Rasa?
28.Surat Perjanjian
29.Why?
Dikasih Info Maszehhh...
30.Perdebatan
31.PDKT
32.Selfie
33.First Kiss
34.Mall
35.Aurel's Birthday
36.Drama Kantin
37.Sasimo dan Gigolo
38.Bullying {1}
39.Khawatir
40.Bullying {2}
41.Skorsing
42.Penjelasan
43.Nobar
44.Skin to Skin
45.Permintaan Maaf
46.破壊の火
47.Manja
48.Pasar Malam
49.Salah Paham
50.Camping
51.Pertengkaran
52.Michel Hilang
53. Pengorbanan
54.Jauh Berbeda
55.Sakit
56.Cerita Masalalu
57. Bertemu Mama
58.Bunuh Diri
59.Retaknya Persahabatan
60.Berita Kematian?
61.Putus
63.Kecurigaan Nathan
64.Kerandoman Devano
65.Urgent
66.Penusukan
67.Selamat Jalan, Aurel!!
68.Toxic Relationship
69.Malaikat Pelindung
70.Cerai??
71.Penyelidikan
72.Fakta Mengejutkan
73.Menepati Janji
74.Michel Pulang
75.Bertemu Kembali
76.Sama-Sama Berjuang
77.Bertukar Peran
78.Perjuangan Devano
79.Duel Basket
80.Misi Penyelamatan
81.Yang Terbaik (END)
EPILOG
EXTRA PART??

62.Rumah Kedua

1.9K 116 83
By oktavia5918

"Aku akan selalu ada ketika kamu tidak baik-baik saja. Dan aku akan selalu ada, ketika rumahmu tidak menjadi tempat pulang ternyaman. Maka, pulanglah kepadaku kapanpun kamu mau."
-Jonathan Smith-

------------------------------------------------------------------------

Happy Reading!!!

Saat ini Nathan CS tengah berbincang ringan seraya melangkahkan kaki menyusuri koridor. Ketiga lelaki berbadan kekar itu hendak menuju parkiran untuk mengambil kuda besi masing-masing.

Farrel tak henti-hentinya mengoceh, sesekali Daniel menimpali. Sedangkan Nathan, lelaki itu masih sibuk dengan ponsel di genggamannya. Ia tengah bermain game sejuta umat. Apalagi kalau bukan FF.

"Anjirr, belakangan ini fyp gue isinya tentang perselingkuhan mulu. Kagak ada berita yang lebih bagus apa? Totok tolong dong. Balikin fyp gue biar isinya cewek pargoy yang sholehot lagi." Keluh Farrel.

"Gue juga heran sama orang-orang. Udah dikasih yang mau nerima apa adanya, selalu ada, ga banyak nuntut ini itu. Tapi masih aja ga bersyukur. Mending kalau muka lu ganteng. Lah ini? Udah jelek, nyakitin lagi. Jijik banget gue liatnya." Daniel menimpali.

Kalau kalian pernah diselingkuhin ga guys?  Kalau iya, apa alasannya?

"Ga sadar diri banget lu, bangsat! Lu juga doyan selingkuh. Hobi gonta-ganti cewe. Suka nemplok sana sini. Pacar lu juga kesebar di mana-mana. Gausah sok suci lu. Ente kadang-kadang."

Daniel yang mendengar itupun mendegus tak terima. "Enak aja bacot lu ngomong! Gini-gini gue tuh setia."

"Iya setia, setiap tikungan ada!"

"Iri ya lu ga bisa nyaingin gue? Emang pesona seorang Daniel Willantara tuh ga ada yang bisa ngalahin." Sombongnya menepuk dada dengan bangga.

Farrel hanya memutar bola matanya malas. Ia beralih menatap Nathan yang masih sibuk bermain game di ponselnya.

"Kalau menurut lu gimana, Nath?" Tanya Farrel.

Nathan menaikan sebelah alisnya. "Gimana apanya?"

"Tanggapan lu soal berita perselingkuhan yang lagi trending baru-baru ini."

Nathan mulai mengeluarkan opininya. "Menurut gue perselingkuhan itu dilakukan secara sadar dan sengaja. Jadi kalau misalkan ada orang yang selingkuh terus bilangnya khilaf, itu ga bener sama sekali. Karena selingkuh itu pilihan. Dia butuh efforts untuk ngelakuinnya. Dia ga peduli sama resikonya. Pokoknya dia ga peduli sama hal yang akan terjadi setelah perselingkuhan itu ada."

"Jadi kalau ada yang maafin orang yang selingkuh. Gue cuma mau bilang, kalau next time atau selanjutnya dia selingkuh lagi. Gausah terlalu sedih."

"Ya karena itu diri lu sendiri yang ngelanjutinnya. Lu sendiri yang buat keputusan untuk maafin dia. Lu sendiri yang nyakitin diri sendiri." Nathan memberi jeda untuk ucapannya.

"Makannya, kalau pacar lu udah mulai selingkuh. Ga ada alasan untuk maafin sih, menurut gue. Sesayang apapun itu dan apapun alasannya itu."

"Orang kalau udah selingkuh, ga menutup kemungkinan dia akan selingkuh lagi. Karena selingkuh itu ibaratnya kayak masuk angin. Cepet sembuhnya, tapi cepet lagi kambuhnya."

Bersamaan dengan selesainya penjelasan Nathan. Ada seorang gadis yang menabraknya, hingga menyebabkan ponsel yang berada digenggaman Nathan terjatuh.

Daniel, Farrel, dan Nathan sama-sama terkejut saat melihat Michel lah pelakunya. Gadis itu berjongkok guna mengambil ponsel Nathan dan memberikannya pada empunya.

"S-sorry, Kak gue ga sengaja!" Ucapnya menundukkan pandangan.

Dari suaranya saja, bisa Nathan tebak jika gadis yang berada dihadapannya ini tengah menahan tangis. Saat Nathan hendak bertanya, Michel sudah lebih dulu berlari menerobos hujan dan keluar dari lingkungan sekolah.

Nathan yang melihat itu pun panik. Ia reflek melempar ponsel yang ada di genggamannya dan mengejar Michel. Daniel dan Farrel yang melihat itupun terperangah tak percaya.

Farrel bahkan sampai menganga melihat ponsel Nathan yang tergeletak mengenaskan dilantai. Sedikit lecet karena benturan tadi.

"NATH, HANDPHONE LU KETINGGALAN!!" teriak Farrel yang tidak dapat didengar lagi oleh Nathan.

"Gila! Dia bisa turun rank cuma demi ngejar Michel." Daniel geleng-geleng kepala. Nathan tidak lagi melanjutkan permainannya, hanya untuk Michel. Catat! HANYA DEMI SEORANG MICHEL.

***

Dilain tempat, Michel terus berlari menerobos hujan. Ia tidak lagi memikirkan pakaiannya yang basah tersiram air hujan. 

Michel berlari tak tentu arah. Bayang-bayang saat Devano tengah bercumbu dengan Aurel terus terngiang dikepalanya. Hal itu menyebabkan nyeri dihatinya. Dadanya terlalu sesak jika mengingat itu semua.

"Michel, berhenti Chel!"

"Chel, jangan lari-larian. Bahaya Chel, jalannya licin. Lu bisa jatuh nanti."

"Tungguin gue, Chel!"

  Michel sama sekali tak menghiraukan teriakan Nathan. Ia tidak peduli jika Nathan terus berusaha untuk meraihnya.

  Hati Michel terlalu kacau untuk sekarang. Ia bahkan tidak bisa lagi mendeskripsikan bagaimana perasaannya. Hancur, sedih, marah, kecewa, semua bercampur menjadi satu.

Nathan terus mempercepat laju larinya. Ia sedikit kesulitan mengejar ketertinggalan dengan gadis itu. Perlu ia akui, kemampuan Michel dalam berlari tidak bisa diragukan lagi. Terlebih ia sering mengikuti perlombaan antar sekolah.

Nathan membelalakan matanya saat melihat ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah samping. Nathan semakin panik saat melihat mobil itu semakin dekat kearah Michel yang hendak menyebrang jalan.

"MICHEL AWAS!!!!" Teriak Nathan.

Nathan buru-buru memeluk tubuh Michel dan mendorongnya menjauh dari mobil yang nyaris saja merenggut nyawanya. Keduanya berguling-guling diatas aspal dengan posisi tangan Nathan melindungi kepala dan seluruh tubuh Michel.

Brak! Nathan meringis saat kepalanya menghantam pembatas jalan. Tapi ia tidak peduli, yang ia pikirkan saat ini adalah keselamatan Michel.

"Chel, lu gapapa? Ada yang sakit ga? Mana yang luka?" Tanya Nathan panik.

  Michel masih syok dengan kejadian barusan. Ia hanya menggeleng samar. Nathan menghela nafas lega saat Michel berhasil ia lindungi. Ia tidak masalah walaupun kini kepalanya terasa sakit akibat benturan tadi. Bahkan tubuhnya pun terdapat banyak goresan karena berguling diaspal.

Nathan segera bangkit dengan susah payah. Ia mengulurkan tangan, hendak membantu Michel berdiri.

"Chel, are you oke?" Tanya Nathan memastikan. Michel menggeleng seraya berucap. "No! I'm not fine,"

Nathan memegang kedua bahu Michel agar berhadapan dengannya. Lelaki itu sedikit menundukan kepalanya dan menyisir anak rambut Michel dengan tangan kelarnya.

"Kenapa? Mau coba cerita sama gue? Siapa tau gue bisa bantu," Tawar Nathan. "Gue siap jadi pendengar kalau lu mau cerita. Coba sini cerita sama gue. Ada apa sebenernya?"

Ditanya seperti itu membuat air mata yang sedari tadi menumpuk dipelupuk mata jadi merembes. Dengan berlinang air mata, Michel pun bercerita pada Nathan tentang apa yang dilihatnya tadi.

"Devano jahat, Kak. Dia tega banget sama gue. Dia ga punya hati, Kak. Tapi kenapa gue ga bisa benci sama dia? Gue kesel sama dia, Kak. Pengen gue sentil ginjalnya." Michel bercerita seraya memukul kecil dada bidang Nathan. Seolah melampiaskan rasa kesalnya.

"M-masa tadi dikelas gue pergokin dia lagi transaksi jigong sama Aurel. Dia grepe-grepe bibir Aurel, Kak. Sakit banget, gilaa!! Lu bayangin gimana hancurnya perasaan gue." Curhat Michel.

Mendengar itu, Nathan mengepalkan kedua tangannya. Ini yang paling tidak ia sukai. Ia tidak suka jika Devano menyakiti Michel. Bahkan sampai membuat gadis itu menangis.

Nathan memejamkan kedua matanya untuk menurunkan emosinya. Ia tidak boleh kelepasan didepan Michel. Saat ini, gadis itu butuh support dan dukungan darinya.

"Terus lu mau gimana? Tetep bertahan atau pergi ninggalin cowo brengsek itu?"

Michel menggeleng lemah. "Gue gatau, Kak. Terlalu berat buat gue ninggalin dia. Gue sayang sama dia, Kak. Sayang banget,"

"Kenapa sih lu ga bisa lepas dari dia? Padahal dia udah keterlaluan sama lu," Nathan tak habis pikir dengan pola pikir Michel.

"Karena gue inget pernah bahagia sama dia dan sosoknya yang buat gue nyaman ada didekat dia," Balas Michel.

"Coba deh lu inget, dia lebih banyak ngasih luka atau bahagia?"

Michel hanya tersenyum dan menjawab. "Luka gue, sedih gue, sakit gue ga akan terasa karena bahagia bareng dia mengalahkan itu semua."

"Lu tuh punya otak ga sih? Kalau punya, kenapa lu mau dibodoh-bodohin sama dia? Lu sayang sama dia? Lu cinta sama dia? Lu takut kehilangan dia?"

"Pertanyaan gue, dia takut ga kehilangan lu? Dia sayang ga sama lu? Lu gatau kan. Besok-besok otak tuh dipake. Biar ga dibodoh-bodohin terus sama dia." Lontar Nathan pedas.

Tangis Michel semakin kencang mendengar penuturan Nathan. Ia sendiri juga bingung dengan perasaannya. Kenapa ia bisa selemah ini? Ayolah, jangan bodoh hanya karena cinta!

"Terus gue harus gimana, Kak? Gue udah berusaha jadi yang terbaik buat dia, tapi sekarang gue bingung harus apa lagi. Semua yang udah gue usahain buat dia kayaknya masih belum cukup buat dia."

"Gue mau berusaha lagi juga dianya ga ngehargain gue. Posisi gue serba salah. Gue pengen pergi, tapi ga bisa. Mau bertahan juga cuma nyiksa diri sendiri. Sekarang gue harus apa, Kak? Gue cape." Michel menangis sesenggukan.

"Stop berharap sama dia. Stop berekspetasi terlalu tinggi tentang dia. Mau lu jungkir balik, kayang, SmackDown, sampai roll depan pun. Dia ga akan peduli sama lu, Chel."

"Buka mata lu lebar-lebar, Chel. Dia ga sayang sama lu. Lu sadar ga sih. Lu itu terluka karena ekspetasi lu sendiri. Ekspetasi lu yang selalu berharap kalau dia bakalan berubah." Tekan Nathan.

Michel memberanikan diri menatap Nathan. "Gue bego ya, Kak? Gue terlalu mengharapkan seseorang, padahal jelas-jelas orang yang gue harapin ga pernah menginginkan kehadiran gue sama sekali." Mirisnya.

Nathan menggeleng tak setuju. Ia mengelus pelan surai Michel. Menatap teduh manik mata yang menatapnya sendu.

"Lu ga bego. Lu itu tulus, Chel. Tapi sayangnya, lu jatuh cinta sama orang yang salah." Tutur Nathan lembut.

"Lain kali kalau sayang sama cowo jangan berlebihan. Udah tau kan rasanya gimana? Lu udah berusaha sekeras mungkin, tapi ga pernah dihargai. Malah lu yang diremehin, dijatuhin, disia-siain."

"Gue tau lu cape, tapi lu ga boleh nyerah. Tetep semangat. Gue yakin lu tuh orang baik. Lu pasti bakal ketemu sama cowo yang baik juga. Percaya kata-kata gue." Nathan tersenyum menatap Michel.

"Jadi apa yang harus gue lakuin biar gue bisa bahagia?" Harap Michel.

"Mulai sekarang, lu harus berani ngelepasin sesuatu hal yang bikin lu sakit. Yang bikin hidup lu berantakan."

"Lu pasti bisa kok dapetin orang yang lebih bisa menghargai cinta lu." Nathan menghapus air mata dipipi Michel dengan ibu jarinya.

"Mending lu hapus air mata lu, lu ngaca, lihat diri lu sendiri. Lu itu pantes dapetin yang lebih baik dari dia."

"Mungkin bukan dia yang ga baik buat lu, tapi lu yang terlalu baik buat dia. Sampai dia tuh lupa cara ngehargain lu. Sampai dia lupa caranya bersyukur karena udah punya lu dihidup dia. Mending tinggalin, gue yakin lu pasti bisa dapetin yang lebih baik." Ujar Nathan tulus.

"Chel, dengerin gue baik-baik. Gue bisa jadi rumah buat lu. Gue bisa jadi tempat pulang lu. Lu boleh datang dan pergi sesuka hati lu. Lu boleh nangis disini. Lu boleh marah disini."

"Kalaupun nanti lu harus bahagia sama orang lain. Yang penting, gue bisa mastiin lu pamit dengan bahagia."  Nathan mengelus lembut pipi gembul Michel.

Pendengar hal itupun hati Michel sedikit menghangat. Michel speechless mendengar penuturan Nathan yang sangat tulus. Baru kali ini ia menemukan lelaki sebaik dan setulus Nathan.

Hal itu membuat air matanya tidak dapat dibendung lagi. Michel menangis sejadi-jadinya. Ia paling tidak bisa jika diperlakukan semanis ini. Nathan yang melihat itupun terkekeh kecil.

"Masih mau nangis? Sini gue peluk, gue ngerti perasaan lu, ayo kuat. Jangan pernah ngerasa sendiri. Gue akan selalu ada buat lu. Kita hadapi ini sama-sama ya." Nathan menarik tubuh ringkih itu ke dalam dekapan hangatnya.

Nathan membiarkan Michel menumpahkan tangisnya didada bidangnya. Hanya ini yang dapat ia lakukan. Menenangkan dan menjadi support system terbaik untuk gadis itu.

Setelah beberapa menit, Michel pun mengurai pelukan keduanya. Ia mengelap ingusnya dengan seragam yang dikenakan Nathan. Lelaki itu sama sekali tidak protes. Ia membiarkan gadis itu melakukan apapun yang ia suka.

Setelah tangisnya sedikit reda, Michel kembali mendongak guna menatap Nathan yang jauh lebih tinggi darinya. Emang dasar tiang!

"Kak, menurut lu ada ga orang yang suka sama gue?" Tanya Michel random.

"Ga ada!"

"Gue sejelek itu ya?" Tanya Michel mengerucutkan bibirnya.

"Engga, lu cantik kok!"

"Tapi kenapa Dev ga suka sama gue?"

"Mungkin dia buta," Jawab Nathan asal.

"Gue serius, Kak!" Tegur Michel.

"Karena lu terlalu fokus sama satu orang, padahal orang yang lu cari ada di hadapan lu." Ucap Nathan gamblang.

"Maksudnya?"

"Lu cuma mau dia."

***

"Udah jangan nangis lagi. Muka lu jelek kalau nangis," Ejek Nathan berusaha mencairkan suasana.

"Itu mulut jangan ditekuk mulu. Ntar kalau gue khilaf gimana?" Goda Nathan.

Michel menepuk bahu Nathan, kesal. "Ishh, apaan sih, Kak? Ga jelas lu!"

"Iya-iya, yang jelaskan cuma perasaan gue buat lu!" Ujar Nathan kembali melontarkan godaannya.

"Kak!" Tegur Michel melototkan kedua matanya tajam.

  Nathan hanya terkekeh ringan. "Bercanda," Ucapnya seraya mengacak puncak kepala Michel.

"Balik yuk? Udah sore, ntar lu dicariin lagi. Hujannya juga makin deres. Kalau kelamaan hujan-hujanan nanti lu sakit."

Michel terkejut saat melihat Nathan yang tiba-tiba saja berjongkok di hadapannya. Michel sedikit dejavu dengan ini. Ia pernah melakukan ini dengan Devano sebelumnya. Tapi bedanya, kini Nathan yang menjadi dirinya.

"Ehh... Mau ngapain, Kak?"

"Mau ngemis buat beli mekdi! Ya mau gendong lu lah. Gitu aja pake tanya." Sewot Nathan.

"Gausah, Kak. Gue berat, ntar badan lu encok lagi. Lu kan udah tua." Seloroh Michel.

"Sialan lu! Udah, buru naik. Pegel nih kaki gue jongkok mulu. Udah kek orang mau berak aja gue." Keluh nya.

"Iya-iya, ga sabaran banget mau gendong gue." Nathan tak menanggapi. Ia membiarkan Michel naik ke punggungnya. Setelah dirasa Michel sudah nyaman. Perlahan Nathan berdiri dengan membawa Michel di gendongannya.

"Chel...." Panggil Nathan.

  Michel berdehem seraya menjawab. "Kenapa, Kak?"

"Kalau Vano gabisa jadiin lu satu-satunya. Biar gua yang gantiin dia untuk jadiin lu ratu dihidup gue." Ucapan Nathan mampu membuat Michel terdiam.

"Gausah dipikirin!" Nathan membenarkan gendongan Michel yang sedikit melorot.

"Are you ready, Queen?" Tanya Nathan bersiap untuk lari.

  "Yesss, I'm ready!" Balas Michel dengan semangat 45.

"Let's Go Babe!"  Nathan berlari dengan membawa Michel di gendongannya. Seperti seorang ayah yang mengajak buah hatinya bermain ditengah derasnya hujan.

Nathan berputar-putar lalu kembali berlari. Hal itu sontak membuat Michel tertawa lepas. Untuk sejenak, Michel dapat melepaskan bebannya saat bersama Nathan.

***

Disebrang jalan ada seorang lelaki dengan celana jeans, hoodie, dan masker hitam yang bersembunyi dibalik pohon. Lelaki itu terus mengawasi pergerakan Michel dan Nathan sedari tadi.

Ia terlihat tengah menelpon seseorang. Tapi tatapan mata itu tak pernah lepas dari Michel yang perlahan menjauh.

"Good joob baby girl. Rencana kita berjalan dengan mulus,"

"Kapan kita jalanin rencana kita selanjutnya?"

"Sebentar lagi, kita bakalan hancurin hidup mereka. Setelah itu, kita bisa hidup bahagia."

"Aku gamau nunggu lebih lama lagi,"

"Of course baby, kurang satu langkah lagi menuju kehancuran mereka. Sabar ya sayang, aku yakin rencana kita bakalan berjalan lancar."

"Tunggu aja tanggal mainnya."

***

Hayolohhh apaan tuh?

Gimana part ini? Suka ga?

Seperti biasa 50 vote dan 50 komen untuk lanjut ke chapter selanjutnya.

Mau bilang apa sama:

Michel?

Devano?

Nathan?

Aurel?

Via (author)?

Yang lain mungkin?

Sebelumnya Via minta maaf karena baru bisa up sekarang. Kemarin Via sibuk ujian guys. Jadi maaf banget ga bisa up tepat waktu.

Makasih banyak buat kalian yang masih setia nunggu cerita ini up. Via harap kalian puas sama apa yang Via tulis hari ini.

Jangan pindah lapak ya guys. Tetep setia sama Strong Girl Michella. Thankyou guys❤

Oke deh, cukup segini dulu untuk hari ini.

See you next time:)

-Michella Queenby Lavanya-

-Devano Albert Wijaya-

(ChelDev kalau lagi mode akur)

Continue Reading

You'll Also Like

594 98 34
"Kalau jalan pakai mata!" -Nathan Alvino. "Jelas, kalau pakai hati namanya jatuh cinta." -Hera Sandyakala. Sudah dipastikan se-menyebalkan apa diriny...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 291K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
517K 6.3K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
141K 8.5K 18
Bayangan Ateez menjadi seorang suami