The Theory of Metanoia

By cheesydorian

5.4K 1.2K 5.4K

Adam Wistletone memiliki segalanya. Namun, ada satu kecacatan yang tak bisa diperbaiki seorang pun  termasuk... More

THE THEORY OF METANOIA
PROLOG
─ i: "INVISIBLE PRISONER"
─ ii: "THE KING OF YOUR COUNTRY NEED YOU"
─ iii: "THE YOUNGEST MISERY"
─ iv: "IMPOSSIBLE DUTY FOR THIS YOUNG MAN"
─ v: "THE SCALE MUST BE BALANCED"
─ vi: "WOEFUL BRAVURA"
─ vii: "UTTERED SYLLABLES AGAINST THE DOOR"
─ viii: "INTO THE NEMESIS DWELL"
─ ix: "THE UNFATHOMABLE DESTINY CARVED IN ENCRYPTION"
─ x: "THE BATTLEFIELD BEHIND CALCULATIONS"
─ xi. "RETELL SNOWFLAKES MEMOIR BEFORE ENIGMA"
─ xii: "IS THERE DOUBLE NAVAL ENIGMA?"
─ xiii: "BLAZING FIRE AND BRONZE LOGIC"
─ xiv: "IN THE PLAYFAIR CIPHER ENCRYPTION"
─ xv: "BOTH ARE PERSPECTIVES"
─ xvi: "B FOR BLITZ, B FOR BOMBE"
─ xvii: "SZCMV"
─ xviii: "PREFIX CONFERENCE"
─ xix: "A PRESENT FROM ABWEHR"
─ xx: "WAFTING PREJUDICES"
─ xxi: "THE MAN WHO CALLED HIM ICARUS"
─ xxiii: "FLAXEN FAREWELL"
─ xxiv: "DECIPHER OF FALLACY"
─ xxv: "HIS UNVEIL ENIGMA"
─ xxvi: "THE EPOCH OF A REVOLUTIONARY"
─ xxvii: "KAFKAESQUE"
─ xxviii: "SACRED TESTAMENT"
─ xxix: "THE FLUSTER ALIBI"
─ xxx: "WHOSE VOICE CRIES THE AGONY OF FRONT?"
─ xxxi: "RED MENACE"
─ xxxii: "OUR ROADS EXTRAPOLATING DIFFERENT STORY"
─ xxxiii: "THE CREATOR OF IMITATION FAITH"
─ xxxiv: "A ROOM FOR TWO"
─ xxxv: "THE BOY WHO CRIED WOLF"

─ xxii: "SOLSTICE SIMULATION"

128 27 108
By cheesydorian

THE THEORY OF METANOIA

CHAPTER TWENTY TWO • SOLSTICE SIMULATION

Life is not in the grip of a man.❞

        KATA-kata yang tertinggal mungkin tak hengkang dari kesadaran Archibald ketika netranya tampak kelabu menyaksikan kilas balik monokrom pengkhianatan maupun pengampunan. Bahkan di ujung lorong sebelum Richard menghilang setelah belokan, ia hampir berlari membayangkan sepasang tangannya masih terlalu kecil untuk digenggam pria yang memanggil dia Ikaros. Namun, getaran bibir mengingatkannya pada hari itu di mana ia berpaling dari takdir yang dibagi dengan seseorang. Maka kata-kata tak mampu tumpah, melainkan bergelantung di sepanjang kleinod bibir dia hingga langkah terambil saling berseberangan; Richard menuju pelataran sementara dia kegelapan.

       Di mana langkah Richard berlandas sekarang, dua wanita telah menantinya dengan sebuah satchel yang baru saja diterima. Salah satu dari mereka—yang hanya setinggi bibir Richard—tengah menyeka bahu kanan pemuda itu dengan punggung tangan—tempat di mana tangan Archibald berlandas untuk memutar tubuhnya di hadapan lukisan Ikaros. Sepasang senyuman ditukar dan kerah dilipat lebih tegas oleh seseorang yang ia panggil, "Ibu pikir pakaianku kurang rapi?" Wanita itu tertawa. "Kau tak harus merapikannya setelah aku berkaca lebih dari lima menit!"

       "Tentu saja," jawabnya disertai anggukkan sebelum menarik diri dan menumpuk sepasang tangan. "Hanya sedikit memperbaiki kerah yang terlihat kusut."

       Di antara momen pertukaran senyuman, ucapan yang bertengger di ujung lidah Richard harus ditahan sebab Genevieve menambahkan, "Bukankah waktu begitu cepat berlalu? Kau sudah tampak seperti pria dewasa sekarang. Hanya tak berada di waktu yang tepat untuk menjadi pria sesungguhnya," Sepasang alis berkerut, "atau justru ini waktu yang tepat untuk menjadi seorang pria? Belajar tentang tanggung jawab, sopan santun, dan menjaga ucapanmu."

       Netra putranya berotasi saat itu juga sehingga kekehan terpeleset dari indra pelontar kata Genevieve dan Lecta Wistletone.

       "Jangan menunjukkan ekspresi seperti itu seolah aku tak tahu apa yang baru saja terjadi. Kudengar kau berteriak dari atas tangga. Kau berdebat dengan ayahmu lagi, bukan?"

       "Dia selalu memulai perdebatan lebih dulu dan aku hanya membela diri, Ibu tahu itu! Mungkin lain kali seharusnya dia yang diberi nasihat soal menjadi seorang pria—"

       "Richard," peringat Genevieve di tengah-tengah penuturan yang enggan rumpang.

       "—ketimbang aku! Ayah hanya pandai membual bukan berkata bijak! Aku lebih senang melihat dia terdiam," sambungnya.

       Kebisuan membasuh bibir ketika netra mengatakan lebih banyak daripada kata. Hingga embusan napas menjabat dewan angin yang menyelinap di antara celah dedaunan, Genevieve mengambil langkah mendekat—mengistirahatkan sepasang tangan di masing-masing bahu Richard. "Kau sudah dewasa, bukan begitu, Richard? Kurasa tak ada yang bisa menghentikanmu selain dirimu sendiri. Oleh karena itu, berlatihlah mengontrol diri karena tak semua orang bisa merespons melalui raut kebencian ketika kau melontarkan semua kata berdarahmu padanya.

       "Lagi pula, kau ingin menjadi salah satu yang terbaik dengan caramu sendiri, dan kau tahu apa yang menurutku bisa membuatmu jauh lebih baik daripada Adam dan ayahmu?" Air muka Richard menunutut jawaban, maka Genevieve menarik lebih tinggi sudut bibirnya. "Saran. Tak ada yang salah dengan mendengarkan saran orang lain untuk menjadi lebih baik. Adam dan ayahmu terlalu keras kepala untuk menampung pendapat orang lain karena yang ada dalam otak mereka adalah dogma, tapi kau tak demikian. Kau tak takut mengakui bahwa kau salah dan mengoreksinya untuk menjadi dirimu yang lebih baik. Jadi ... setidaknya dengarkan nasihatku yang satu ini, bisakah?"

        Kekehan Richard adalah respons pertama kali yang diberikan sebelum anggukkan menyusul berkali-kali. Di balik punggung Genevieve pun, Lecta menyatukan gelengan bersama tawa sebelum Richard berkata, "Kutebak Ibu selalu berusaha memperbaiki kepribadian ayah, tapi dia terlalu keras kepala untuk mendengarkan saran orang lain. Jika kau tahu dia sangat keras kepala, seharusnya kau tak pernah menikahi pria sepertinya!"

       "Jika aku tak pernah berkata ya ketika dia berlutut di hadapanku saat itu, kau tak akan mengobrol denganku sekarang. Setidaknya, jika dia sudah menjadi seorang pria seperti dirinya sekarang, begitu pula Adam, aku ingin kau mewarisi cara berpikirku dan Lecta karena kehidupan tak ada di genggaman tangan seorang pria, melainkan hasil kerja keras kita berdua."

       Senyumannya bernada seketika. Bahkan rentetan gigi mengintip dari celah pasang kleinod bibir. "Tentu. Ibu tak perlu khawatir soal itu. Lagi pula, putramu seorang reformis dan seorang reformis membutuhkan kata-kata orang lain untuk diteriakkan sebab semua yang kita dengar adalah opini, bukan fakta dan semua yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran."

       "Mengutip Markus Aurelius, huh?" tutur Lecta cepat.

       "Ya, Markus Aurelius. Aku akan mengatakan hal seperti Markus Aurelius!" Sepasang tangan Richard menggapai angkasa sehingga Geneveive harus menepuk sepasang bahunya sebelum mendaratkan kecupan di salah satu pipi sang putra. Maka ia pun memrotes, "Aku sudah delapan belas tahun!"

       "Bahkan jika kau sudah lima puluh tahun, aku akan tetap memberikanmu kecupan perpisahan," sergah Genevieve dan Lecta menyembunyikan cekikikannya di balik telapak tangan. "Sebaiknya kau pergi sekarang jika tak ingin terlambat, Markus Aurelius. Buktikan bahwa kau brilian dengan caramu sendiri. Jika Adam bisa melakukannya, aku yakin kau juga bisa."

       Richard tak menyadari berapa banyak merah muda yang tumbuh dalam perut kemudian menggerogoti hati hingga sepasang tangannya melilit tubuh sang ibu dan ia kesulitan menurunkan tarikan sudut bibir, bahkan ketika berkata, "Terima kasih, Bu! Aku mencintaimu!" sebelum mendaratkan kecupan di pipi kanan ibunya dan berlari menuju mobil di seberang.

       Jikalau Archibald saat ini mengintip momen itu dari celah gorden jendela yang ditahan ujung jemari, mungkin dia menyadari sedikit hal soal apresiasi dan apa yang Richard cari darinya. Namun, pria itu tengah membakar kawah pipa rokok selagi membaca surat lama. Maka tatkala Lecta berlari menuruni tangga pelataran dan memanggil, "Markus Aurelius," pun, ia tak akan tahu.

       Sementara panggilan itu mencegah tubuh Richard ditenggelamkan pintu mobil, wanita yang baru saja mengeluarkan sesuatu dari saku rok, segera menjulurkan dua lembar kertas hitam putih berukur enam kali dua belas.

       Kertas itu terjepit sepasang jari Richard ketika Lecta berkata, "Sudah lama aku ingin memberikannya padamu, tapi tak pernah sempat. Beberapa bulan terakhir, aku menjadi sukarelawan di beberapa pos kesehatan dan kau kembali ke Eton. Namun, sekarang saat yang tepat untuk memberikannya padamu dan Adam. Maukah kau memberikan itu padanya?"

       "Tentu saja," Atensinya beralih dari sepasang foto hitam putih menuju netra Lecta, "tapi di mana fotomu dan Adam? Kau mengambil foto dengannya, bukan?"

       Untuk sebuah alasan, wanita itu terkekeh dan menyapu udara. "Aku membakarnya, secara tidak sengaja. Jadi ketika seorang perawat memintaku membakar kertas untuk menyalakan api, aku tak sengaja menarik fotoku dan Adam lalu melemparnya ke perapian. Aku hanya punya satu sekarang, tapi akan kukirimkan padanya nanti jika sudah kucetak lagi."

       "Sepertinya itu semacam pertanda bahwa Adam tak pantas mendapatkan hadiah apa pun darimu. Dia bahkan tak pantas mendapatkan kebaikanmu karena dia tak pernah peduli padamu."

       Uluran tangan Lecta mendorong bahu Richard menjauh. "Jangan berkata begitu seolah kami tak pernah duduk bersebelahan atau mengobrolkan sesuatu. Dia hanya tak banyak bicara seperti ibu. Namun, kita sialnya mewarisi sifat ayah untuk yang satu itu. Aku yakin jauh dalam hatinya, dia sangat peduli padaku, padamu," telunjuk Lecta menghardik eksistensi Richard, "bahkan ayah dan ibu. Kau juga akan segera bekerja dengannya. Jadi ... hindari perdebatan sebisa mungkin!"

       "Ya, ya, cerewet." Untuk yang sekian kali, Richard merotasikan netra dan Lecta menertawakan gestur pemuda itu manakala Geneveieve mengawasi dari pelataran. "Jika hanya soal foto yang ingin kau katakan, kurasa aku harus segera hengkang sekarang. Sampai jumpa, Lecta."

       "Sampai jumpa. Semoga beruntung, Richard."

       Lambaian tangan ditukar sebelum pemuda itu menarik pintu mobil untuk dirinya sendiri dan bersembunyi di baliknya. Kemudian mobil itu melaju mundur sebelum benar-benar pergi meninggalkan kediaman Wistletone di Chiswick, London menuju rumah di mana para pemecah kode berada.

       Roda-roda itu terus melaju melewati jalanan Chiswick yang mulai dipadati mobil-mobil kemiliteran. Beberapa di antara mereka telah membuka pintu untuk menuntun sekitar lusinan pria menuju rumah sakit maupun gedung yang dialihfungsikan untuk mengobati kesatria Inggris yang terluka.

       Pemandangan itu menggelitik alisnya. Bahkan pria-pria berusia dua puluh-an ke atas saja bisa babak belur dan kehilangan kewarasan begitu kembali dari medan perang. Lantas, bagaimana dengan nasib pemuda berusia delapan belas tahun yang hanya tahu cara bermain kriket? Jikalau dia diberikan sebuah senapan pun, ia tak berani jamin tangan itu tetap tenang ketika suara ledakan terdengar dari kejauhan, kemudian gas-gas yang Jerman siapkan mulai merangkak menuju tanah kesatria Inggris sementara jemarinya mencoba mengisi senapan dengan peluru. Mungkin saja perintah mengisi senapan seketika digantikan dengan memakai masker lalu menjauh dari medan perang utama untuk menghindari senjata biologi.

       Tak mustahil jikalau hal-hal yang mengisi kepala Richard saat ini adalah kejadian yang para pria itu alami di medan perang. Ia bahkan bisa melihat seorang pria yang sehat secara fisik, tetapi memuntahkan ketakutan melalui teriakan. Satu-satunya kalimat yang mampu Richard dengar adalah, "Jangan kirim aku ke neraka itu lagi!" sebelum mobil pribadinya berbelok di persimpangan dan sekelompok kesatria Inggris itu menghilang dari pandangan.

       Ketakutan itu kini merangkak menuju hatinya persis seperti senjata biologi Jerman yang merangkak di medan perang untuk mencekik kerongkongan setiap kesatria Inggris. Namun, dengan cepat ia membersihkan kerongkongan dan menepuk dadanya sendiri. Sedikit motivasi dalam kepala pun berusaha memperbaiki suasana hati, tapi tampaknya sia-sia sebab Richard bukanlah tipe pemuda yang mengizinkan hidupnya dicampuri imajinasi. Dia terlalu realistis untuk menjadi seorang imajiner.

       Namun, mimpi buruk yang mendatangi, bahkan ketika kesadaran masih diawasi sinar sang surya dan netra berdetak alih-alih tertutup rapat, justru membuatnya tak sadar jikalau gerbang Bletchley Park sudah di hadapan. Manakala ia mendorong tubuh menjauhi mobil pribadinya, sepasang penjaga gerbang baru saja menjulurkan tangan meminta surat perizinan. Lantas, setelah melewati pemeriksaan, seorang pria menggiring Richard menuju markas besar Bletchley Park bukan untuk menemui Alastair Denniston, melainkan seorang pria yang baru saja menjabat tangannya dan mengatakan, "Alan Turing."

       "Richard Wistletone," jawabnya cepat sebelum menarik lengan menjauh pasca jabatan singkat.

       "Senang bertemu denganmu, Tuan Wistletone. Silakan duduk di kursi yang sudah disediakan," tuturnya tanpa keterkejutan. Ketika Adam memaksa Alan mendapatkan tanda tangan Denniston untuk membawa seseorang kemari, segala hal semakin masuk akal baginya pasca bertemu calon pemecah kode yang Adam rekomendasikan.

       Di dalam ruangan yang cukup luas untuk sekadar wawancara pekerjaan—asumsi Richard—ia bahkan bertanya-tanya mengapa interior ruangan petinggi markas besar Bletchley Park harus ditata demikian sehingga ia harus duduk di atas kursi kecil beserta meja seperti di kelas sementara Alan duduk agak berjauhan di atas kursi dan meja kerja. Bukankah jarak antara keduanya terlalu jauh untuk mengobrolkan riwayat pengalaman dan keahlian yang akan Richard tawarkan sebagai pertimbangan?

       Bahkan ia tak memprediksi apabila Alan akan menarik selembar kertas dari mejanya untuk diistirahatkan di atas meja Richard selagi berkata, "Siapkan alat tulismu, Tuan Wistletone. Kau akan mengerjakan tes tingkat tinggi Bletchley Park sebelum resmi bekerja di sini." Ia pun memutar tubuh ketika Richard memandang punggungnya menjauh hingga pantat bersandar meja dan melanjutkan, "Waktumu hanya enam menit. Jika kau tak bisa menyelesaikannya selama enam menit, kau keluar."

       "Bagaimana dengan persyaratan administrasi, Tuan? Aku sudah menyiapkan segala berkas yang dibutuhkan termasuk surat rekomendasi."

       "Jikalau kami sudah mengenalmu, persyaratan administrasi akan berlaku, tapi untuk saat ini, aku hanya ingin tahu sejauh mana kemampuanmu. Jadi apabila kau berhasil, kau tak butuh berkas apa pun untuk bekerja di sini, mengerti?" Richard mengangguk dari tempatnya berada. "Balik kertas itu jika kau sudah siap, Tuan Wistletone. Kau bisa berdoa lebih dulu, aku tak keberatan menunggu."

       Kerongkongan yang seketika gersang baru saja dibersihkan. Bahkan, entah mengapa, penuturan Alan yang terdengar begitu serius—terlebih ia menambahkan tes tingkat tinggimembuat jemarinya sedikit bergemetar.

       Ia pernah mendapatkan skor yang memuaskan untuk GCSE dan Sixth Form di Eton sehingga ia terlalu yakin bisa melanjutkan ke Univeritas Cambridge, Oxford, maupun St Andrews. Namun, atmosfer dan segala tekanan di atas bahunya terasa berbeda saat ini. Mungkin ia sedikit ragu untuk membalik kertas itu sebab kelana singkat menyapa kalkulus dan rumus perhitungan lainnya, meskipun kepala dianggukkan kemudian. Kertas menampakkan soal, Alan mengatur arlojinya, dan kejutan hampir menyatukan sepasang alis dia.

       "Teka-teki silang?" gumamnya.

       Ketika Alan menyinggung tes tingkat tinggi, hanya soal-soal perhitungan rumit yang mampu ia bayangkan, bukan teka-teki silang. Namun, tampaknya Richard tak akan tahu cara berpikir orang-orang Bletchley terlebih seorang Alan Turing.

       Kini, nasib kontribusinya terbaring di setiap kolom teka-teki silang Alan yang harus diselesaikan sebelum enam menit. Maka waktu pun mulai menghantui setiap kali ia menarikan pensil untuk menodai kertas. Sama seperti yang terjadi di dalam Hut dengan beberapa berkas.

       Seringai Alan tersemat. Gumaman bersuara, "Simulasi yang sempurna."

Leksikon •

(i) kleinod adalah ukiran/simbol di pelindung kepala kesatria
(ii) satchel adalah sejenis tas selempang untuk pria

◖ ᪥ ◗

26.9.2022

°tolong pertimbangkan untuk memberikan vote dan/atau komentar jika kalian menyukai cerita ini karena itulah bentuk dukungan kalian.
cheesydorian

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 461K 68
Olivia, seorang mahasiswi tingkat tiga meninggal akibat tertabrak mobil saat dalam perjalanan pulang ke rumah untuk merayakan ulang tahun adik nya...
35.7K 2.9K 179
Sinopsis : Wanita muda dari keluarga Xue itu berbakat dan cantik, dan menikah dengan suami impian pada usia 16 tahun. Mereka memiliki hubungan yang...
2.6M 292K 39
Zara Foster, mahasiswi Ilmu Sejarah yang meninggal karena menyelamatkan seorang anak kecil, tiba-tiba terbangun sebagai Duchess Griffin di abad ke-19...
340K 29.8K 155
Title: Death Is the Only Ending for the Villainess BACA INFO!! Novel Terjemahan Indonesia. Hasil translate tidak 100% benar. Korean » Indo (90% by M...