Honne | NJ √

By deimondkim

13.8K 1.4K 383

[ BTS - NamJin ] "Kau yakin dia memilihmu bukan karena kasihan atau sekadar tanggung jawab?" "Ya. Aku yakin."... More

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
16.
17.
18.
19.
20.

15.

596 66 10
By deimondkim

💚(Siapkan cemilan dulu, rebahkan badan, ambil posisi enak, jangan lupa bernapas, now, enjoy~)
.
.
.

Namjoon telah menutup kasus hilangnya Seokjin. Mereka sepakat memilih jalan damai dan tidak memberitahukan siapa tersangkanya. Kerugian material selama penyidikan pun telah diselesaikan dengan baik. Walau begitu, Namjoon dan Seokjin tetap disarankan agar melapor jika ada masalah kriminal lain yang terjadi. Mereka secara langsung telah diakui sebagai warga setempat.

Pemulihan fisik dan psikis Seokjin berlangsung membaik. Begitu pun Namjoon. Taehyung diminta untuk tinggal beberapa lama lagi karena permintaan ibunya, padahal niat hati ingin menjenguk anak dan mantu, tapi tak bisa, harus bersama Sora di Ilsan untuk Seonu yang masih belum bisa diajak ke mana-mana pasca sembuh dari sakit waktu itu. Jadi, mereka terpaksa hanya bertemu melalui panggilan video. Selama tiga hari berturut-turut mengobrol panjang dengan Seokjin. Sementara suaminya, pergi menyelesaikan urusan kerjaan yang selalu mendapat petuah agar kembali sebelum makan malam. Hanya setengah jam. Setiap hari. Mau itu kerjaannya selesai atau tidak, Namjoon harus pulang. Taehyung jadi kaki tangan Seokjin yang sangat siaga kalau-kalau sampai petuah kepulangan itu dilanggar. Dia dengan senang hati akan menyeret pulang kakaknya menggunakan cara sopan sampai luar biasa 'sopan', sudah ada dalam agenda Taehyung. Mana kala dia dapat dukungan penuh dari si Kakak Ipar, oh, tentu saja tingkat kuasanya berada di titik puncak.

Terlebih, Taehyung belum puas menyarangkan tinjunya di wajah nakal Jungkook. Dia masih sering bermimpi buruk akibat serangan hari itu. Merasa, kalau dia telah diapa-apakan saat tak sadarkan diri dan itu membuatnya kesal.

Selesai bersantap malam bersama yang lagi-lagi ditepati Namjoon untuk pulang tanpa melanggar jam, Namjoon yang hendak ikutan tidur di sisi suaminya, dikagetkan suara ponsel. Awalnya ingin berbicara sedikit lebih jauh dari tempat tidur tapi, Seokjin mengigau lirih, menyebut Namjoon. Jadinya, sepelan mungkin, Namjoon menjawab panggilan. Jemarinya mengusap-usap kening Seokjin sembari membiarkan diri dipeluk. Punggung bersandar ke kepala ranjang dan seketika semburan suara menusuk telinganya.

"Pelan sedikit, Sobat." Namjoon melirik suaminya yang untung tidak terusik.

"Bagaimana bisa?! Oh, astaga. Dengar. Aku sudah di bandara sekarang. Jantungku copot saat tahu Seokjin diculik! Baiklah. Jadwalku telah selesai dan kita bisa bertemu kenalanku di Selandia yang punya koneksi di Federasi sana dan kita akan mengobrak-abrik satu kota sampai ketemu."

"Terima kasih tapi, tak perlu."

"Apa katamu?! Kau—astaga! Manusia macam apa kau?! Suamimu hilang! Diculik oleh entah siapa dan mungkin sedang tidak baik-baik saja sekarang! BISA-BISANYA KAU TERDENGAR TENANG BEGINI?!"

"Uh, maksudku—"

"KAU LUPA DIA PERNAH DISEKAP? KAU LUPA KALAU DIA NYARIS DIJUAL SETELAH DILECEHKAN OLEH PRIA YANG KEDOKNYA AYAH ANGKAT ITU? DIA PUNYA TRAUMA, KIM NAMJOON! DIA SEKARANG BAHKAN ENTAH DI MANA! BAYANGKAN DALAM KEADAANNYA YANG TAK BISA LIHAT APA PUN, BAGAIMANA DIA SANGGUP MEMBELA DIRI?! KAU SUNGGUH TAK BECUS MENJAGANYA! FIRASATKU TERBUKTI BENAR KALAU"

"Seokjin sudah ketemu, Hoba. Dia bersamaku sekarang."

"KETEeh? Apa? Kau bilang apa?"

"Dia sudah bersamaku. Lagi tidur pula. Mau lihat?" Namjoon beralih ke panggilan video, mengarahkan kamera tepat ke Seokjin yang pulas. "Tanpa luka. Ya, lebih kurus memang, tapi sekarang sedang kuusahakan agar makan banyak lagi." Gumam kelegaan terdengar kemudian, Namjoon menatap sekilas pemandangan seberang, Hoseok benaran sedang di bandara, di ruang tunggu yang untungnya tak banyak orang. "Kau bisa tenang sekarang."

Wajah di seberang mengernyit kejam, menunjuk-nunjuk layar dengan gemas. "Aku akan tetap ke situ dan siapkan bokongmu untuk kutendang! Bersyukurlah aku sibuk di luar negeri sementara itu terjadi kalau tidak, akan kucekik kau—eh, tunggu, jadi pelakunya tertangkap, 'kan? Katakan. Katakan siapa dan di mana tahi kuda itu biar kupatahkan lehernya! Beraninya sama orang lemah! Siapa dia?" Walau tegas, intonasi Hoseok lebih pelan karena tahu Seokjin terlelap.

"Aku pilih jalan damai. Toh, Seokjin tidak terluka sama sekali. Dia tak menyentuhnya. Hanya murni ingin menyiksa batin dan ragaku."

"Hah? Jalan damai, katamu? Ya, Kim Namjoon!"

"Aku Baek Namjoon, omong-omong ...."

"PEDULI KENTUT! KAU—astaga, kau! Suamimu itu diculik! Di-cu-lik! Itu kriminal dan kau pilih jalan damai?! Seokjin tampak tak luka memang tapi, mentalnya?! Kau sungguhan lupa dia punya trauma disekap, hah?! Ya, Tuhan, Kim Namjoon!" Hoseok memijat tak sabar ke tengkuk sendiri.

"Uh, tenanglah."

"Hah! Hebat! Baiklah. Kalau kau pengecut begini, biar aku saja yang patahkan lehernya. Katakan siapa"

"Min Yoongi," potong Namjoon seketika membuat Hoseok terdiam. Raut muka penuh kerut amarah tadi, lenyap. Wajahnya sangat jelas kaget sekarang.

"Min ...."

Namjoon mengangguk pelan. "Mantan kekasihmu."

"Kau ... yakin? Bukan Min Yoongi lain?" Suara yang tadinya berapi-api, sudah berubah pelan, melemah.

"Aku tadinya bingung pernah ketemu di mana, lalu ingat setelah semua ini terjadi, cukup lama. Ya, hanya tahu satu orang dan itu pacarmu yang dulu. Sepertinya memang kalian sama-sama berusaha melupakan masa lalu. Kau sampai kaget begitu. Apa sudah tak berhubungan lagi setelah putus?"

Hoseok menggeleng. Tatapannya menerawang ke arah lain. "Sejak menikah, aku sama sekali tak tahu kabarnya."

"Kupikir kalian pisahnya baik-baik?"

"Itu tak menjamin apa pun. Uh, ba-bagaimana dia sekarang? Maksudku ...."

"Selain masih sama dingin, kurasa dia sedang sakit keras." Hoseok seketika kembali menatap Namjoon. Fokus sepenuhnya. "Dia, sosok di masa lalu yang datang untuk menghakimiku."

"Apa maksudmu?"

Namjoon pun menjabarkan semua hal, tak ada yang disimpan. Air muka Hoseok sempat berubah kala nama Jimin disebut, dia terperangah, kemudian perlahan dan pasti rahangnya mengeras. Dia membuang napas tajam, seperti tatapannya pada Namjoon kini.

" ... sekarang, aku sedang mencoba memperbaiki keadaan. Seokjin harus sembuh, seperti yang dia inginkan. Aku juga mau suara putus-asanya hilang tiap kali berkata hanya bisa 'melihat'ku melalui jemari dan memori. Toh, dia tahu kalau itu sangat berisiko dan, ya, ketakutanku akan hasilnya nanti, kurasa belum sepadan dengan yang telah kuperbuat sebelumnya. Seokjin layak bahagia. Dia pantas mendapatkan kembali cahayanya."

"Dan, setelah itu, akan kucekik lehermu di depan matanya, kau dengar aku? Oh, astaga, Namjoon. Aku sangat ingin membunuhmu. Jangan berlagak seolah kau korban. Aku tak percaya kau bisa tidur dengan orang lain sementara Seokjin setengah mati percaya padamu? Wah! Akhirnya pesawatku memanggil! Tunggu aku, ya. Sedikit lagi akan kucincang kau sampai tak bersisa. Diam di sana."

Namjoon tersenyum kecil. "Ya, baiklah. Tambah satu lagi orang yang ingin membunuhku, tak masalah. Hati-hati di jalan."

"TENTU SAJA."

Dengan begitu sambungan pun berakhir. Namjoon menyimpan ponsel ke nakas, bergerak tanpa suara sampai balas memeluk Seokjin. Mengecup kening dua kali dan ikutan memejam. Mooni di bawah kaki ranjang mereka, sudah tertidur sedari tadi. Peliharaan yang kembali bugar itu, jadi agresif tiap kali ada yang mendekati Seokjin. Terutama Namjoon, dia nyaris kehilangan jempol kiri kakinya kali lalu kalau saja Seokjin tidak menegur Mooni atau Namjoon sendiri yang kalah cepat dari geligi Mooni yang menyeringai kejam. Anjing jantan itu tak pernah menunjukkan taring selama ini dan sikap protektifnya aktif drastis sepulang dari klinik.

Hal yang lucu bagi Seokjin, tidak untuk Namjoon.

Dari sejak dibawa pulang kembali, Seokjin harus memberitahu Mooni bahwa 'tidak apa-apa' atau 'baik-baik saja' tiap kali ada yang mendekat. Namjoon yang suka bersantai sambil pelukan jadi lebih hati-hati kalau tidak mau mendadak dicabik kakinya. Tubuh Mooni boleh menggemaskan dan imut tapi, tidak saat geliginya nampak sambil menggeram.

Lalu, kesampingkan soal Mooni, dalam urusan intim pun, Seokjin berubah. Dia dulunya akan pasrah dimanja, selalu memberikan diri pada Namjoon yang meminta tapi, sejak tahu jika adegan amoral bersama Jungkook disaksikan langsung olehnya, Seokjin jadi lebih sering menolak. Dia akan membiarkan Namjoon jika minta izin terlebih dulu. Tidak asal 'menyodorkan' bibir dan disambut. Oh, tentu tidak.

Padahal, Seokjin bilang dia sudah memaafkan.

"Iya, Honey, tapi bukan melupakannya," kata Seokjin sewaktu Namjoon mencoba bertanya ulang mengandalkan peruntungan. Senyum cantik suaminya seolah menusuk-nusuk kejam bersama suara lembut yang menyertai jawaban.

Jadi, sampai nyaris dua minggu penuh, Namjoon hanya bisa mengecup kening. Sebatas itu.

Ajakan seks? Haha. Jangan tanya. Seokjin memberinya ketentuan untuk itu. Namjoon harus diikat kedua tangannya dan tak melakukan apa pun juga tidak seenaknya ejakulasi sementara Seokjin yang 'bekerja'. Puas tak puas, saat Seokjin memutuskan selesai, maka benar-benar selesai.

"Pilihanmu, hanya menerima atau menerima, Baek Namjoon." Seokjin kembali memastikan ucapannya, yang bagi pihak lain sama sekali bukanlah sebuah pilihan. Taehyung yang mendengar putusan itu, tertawa keras-keras sampai jatuh ke lantai memeluk Mooni.

"Ku-kupikir bakal disumpahi impoten, ta-tapi jauh lebih baik lagi, pfft-AHAHAHA-" lanjutnya tertawa sampai menangis.

Namjoon ingin sekali menampar kepala adiknya itu tapi, Mooni langsung siaga. Jadinya, dia hanya bisa meringis kuda sambil minta izin untuk mengecup pipi lembut suaminya yang untung diiyakan. Seokjin tertawa dengan cantiknya karena Namjoon mengerang terluka lalu membenamkan wajah ke lekuk lehernya, menangis dramatis.

Tidak apa-apa, Baek Namjoon. Selama Seokjin tersenyum dan bahagia, bukan?

Beberapa hari kemudian, setelah kunjungan Hoseok dan kehebohan yang terjadi, kabar mengenai pendonor yang telah siap untuk Seokjin, membuat Namjoon bergetar emosi. Dia masih ragu mengabarkan hal itu ke suaminya, tapi intuisi Seokjin jauh lebih peka dan wajah merona yang tertawa itu segera meluluhkan keraguan yang mengganjal Namjoon. Hari itu juga dia mengajak Seokjin untuk pergi memeriksa keadaan agar lekas bisa melakukan operasi. Jemari mereka bertaut erat dalam antusias selama perjalanan. Sesampainya di rumah sakit dan melakukan segala tetek-bengeknyanya, dokter meminta agar Namjoon dalam seminggu penuh harus membuat Seokjin kembali ke berat badan normal juga sehat, setelahnya mereka bisa datang lagi untuk dioperasi.

Seokjin menepuk-nepuk punggung Namjoon ketika mereka di dalam mobil di parkiran. Bersiap pulang. "Terima kasih, Honey. Aku sangat bahagia sampai sesak, karena tak lama lagi aku bisa menatapmu. Sungguh-sungguh kali ini." Namjoon semakin erat merengkuh, bergumam bahwa dia menyayanginya. Amat sangat menyayanginya.

Tersenyum sampai bulir air mata jatuh, Seokjin mengecup rahang Namjoon, berbisik, "Aku takkan melupakanmu, janji."

Pelukan dilepas perlahan. Namjoon mengangguk tapi, kemudian terkekeh, ibu jarinya mengusap pergi air mata Seokjin. "Tentu saja, Hon. Kamu lebih kuat dariku, jadi, ya."

"Tidak. Itu karena kita bersama-sama, bukan?"

Namjoon mendengkus. "Iya," lirihnya dan Seokjin menyatukan bibir mereka. "We can do this!"

Ponsel berdering menyela tepat ketika Namjoon membuka belah bibir Seokjin untuk mengecup lebih dalam, sayang, telapak tangan suaminya menahan.

"Siapa?"

"Grubbs."

"Rekan di managemen?"

"Yep. Itu tak pen—"

"Kerjaan itu penting."

"Bisa kuurus nanti, Hon." Namjoon sedang berani menyingkirkan jemari yang menghalang karena merasa Seokjin juga mau dan beruntungnya suara panggilan berhenti. Bibir ranum lembut itu dilumat tanpa ragu. Lidah pun mulai menelusup, mengajak bergulat sampai Seokjin harus terbenam di punggung kursinya.

Namun, entah kebetulan macam apa, siri Tesla Namjoon bergema dengan suara panggilan yang seketika membuat empunya mobil beku.

"Hyeong? Sedang apa? Grubbs sampai mengumpat padaku. Ini penting, tahu. Datang sekarang ke studio, ya? Ada tamu yang” Ucapannya dipotong erangan keras Seokjin. Kecupan mereka menjadi sangat berisik dari yang tadinya tenang.

Namjoon tidak mengerti apa yang terjadi. Seokjin mendadak agresif dan tak sudi melepas kuluman lidah mereka. Bahkan, sengaja menarik tuas kursi agar Namjoon menindihnya. Kaki indah melingkari pinggang, masing-masing jemari menjambak rambut tengkuk juga menarik tak sabar kerah kemeja sampai satu kancing lepas, leher jenjang di bawah tubuh, mengilat basah oleh liur mereka berdua, bahkan tak diberi jeda ambil napas.

Well. Siapa yang tak menyambut gerakan menggairahkan itu setelah dianggurkan sekian lama?

Seokjin seakan ingin menelan lidah Namjoon kalau bisa, gerakan lidahnya terlalu dalam seiring kepala lutut yang menggesek-gesek selangkangan Namjoon. Pria di atasnya sampai tersedak tapi, Seokjin mencengkeram rambut Namjoon sekalian menahan agar kuluman mereka tetap menyatu.

Sial. Namjoon langsung mengeras.

Naluriah menelusupkan jemari untuk meraba perut suaminya, Namjoon dibuat bingung karena kuluman mendadak lepas dengan bunyi keras. Tidak ada yang menaruh perhatian lagi ke hal lain, karena memang hanya ada suara mereka di dalam mobil. Entah kapan tadi Jungkook mengakhiri panggilan atau kalimat apa yang diucapkannya sebelum menutup sambungan yang tidak ditanggapi sama sekali.

Oh, ralat. Tidak untuk Seokjin. Dia tahu dan SENGAJA barusan. Sesuai dugaan pula, Namjoon langsung terangsang penuh dan itulah saatnya dia berhenti. Sama-sama terengah, Seokjin mendorong Namjoon yang menyebut namanya dengan suara serak. Tidak. Seokjin tidak bakal terpancing semudah dulu.

"Cukup. Kita di publik, Namjoon." Yang benar saja? Seokjin bahkan mengusirnya agar pindah sekalian kembali menegakkan kursi.

Sudah kepalang tanggung, pikir Namjoon, jiwa dominannya mengambil alih. Seokjin lupa, Namjoon bisa jadi sangat keras kepala kalau sudah sangat terangsang seperti sekarang.

"Serius?"

"Ya. Pindah."

"Cemburumu hanya begini?" tanya Namjoon telak. Seokjin menarik senyum. Sama sekali tidak berniat membatalkan titah.

"Dari mana kesimpulan itu kau dapat, tuan Suami? Pindah sana."

"Kalau tak mau? Kamu bisa merasakannya, bukan? Celanaku penuh."

"Itu karena kau lemah."

Namjoon menaikkan sebelah alis. Matanya tajam menatap bibir merah basah yang menggiurkan itu. "Jadi, tidak mau menuntaskan perbuatanmu ini?"

"Kau tak dengar? Kita selesai dari tadi. Sana."

"Honey, kamu tahu aku dengan baik. Yang di bawah itu harus ditenangkan, yang sayangnya, aku harus ke studio, like now?"

Seokjin menelengkan wajah dengan paham. Jemarinya naik untuk meraba rahang Namjoon, berhenti di mana belah bibirnya berada untuk dimainkan pelan.

"Oh, i get, Husband. Because i won't, you can fucking Jungkook, like under my nose, and after that ...," Seokjin meremas gundukan keras Namjoon secara mendadak, sampai empunya mengumpat, " ... kubunuh dia saat itu juga. Instingku berkata kalau Yoongi meninggalkan senjatanya di lacimu. Honey."

Mendengar nama itu disebut juga sekalian diingatkan kejadian nyaris merenggut nyawa, Namjoon sudah kehilangan energi untuk menggoda, dia tergagap minta ampun juga memohon agar Seokjin melepaskan cengkramannya yang kejam. Setelah berkutat memperbaiki posisi, kendaraan mengilap itu pergi dari parkiran.

Seokjin tersenyum senang, sampai bersenandung. Namjoon meratapi selangkangan yang kembali normal dengan menyedihkan. Dia berdeham sejenak, sebelum memulai percakapan agar tak semakin merasakan harga dirinya terluka.

"Aku akan lama di ruang rapat. Walau sudah direnovasi, kamu mungkin bakal kutinggal sendirian di studio. Tak apa begitu?"

Seokjin mengangguk mantap. "Tenang saja. Aku takkan mengusik perangkat berhargamu, tuan Produser."

"Bukan, Hon. Kamu bakal bosan kalau tak ada teman. Oh, atau mau singgah beli kudapan dulu?" tawarnya, segera diiyakan Seokjin dengan semangat. Wajah penuh kemenangan itu terlalu imut dan Namjoon tak tahan untuk tak meraih punggung jemari bersemat cincin mereka, mengecupnya berkali-kali.

Sungguh menggemaskan sekaligus menakutkan kalau suaminya itu cemburu, eh?

.

Seminggu pun berlalu bagai mimpi. Namjoon mengira dirinya siap dan nyatanya tidak. Kelakar kering yang dilontarkan hanya untuk membuat senyum cantik Seokjin terulas, ditelannya. Kini, jauh di dalam dada, di lubuk terdalam dirinya, dia tengah ketakutan. Tepat ketika jemari mereka terpisah karena Seokjin digerek menuju ruang operasi, kekosongan di sana membuat Namjoon menggigil.

Begitu dingin. Menusuk-nusuk dengan segala kemungkinan. Isi kepalanya penuh kepulan asap hitam, bentuk segala kelemahan manusia yang mengerikan. Menyeruak satu dan lainnya seakan unjuk gigi. Berperang sengit untuk membuktikan dari sekian banyak bagian mimpi buruk, mana yang harus menang dan harus merongrong sisa-sisa kewarasan agar segera digeser kesintingan. Kalau perlu, sampai gila.

Seperti waktu itu, bukan, Baek Namjoon?

"Hei, Kak." Tepukan di bahu membuatnya mencelat sadar. Taehyung mendudukkan diri di sampingnya tapi, tak sanggup membalas ucapan. Lidahnya kaku. Bibirnya rapat bungkam.

Namjoon yakin jika dia buka suara, yang keluar adalah teriak histeris dari kepalanya.

"Kau tahu? Aku juga nyaris gila saat Sora bersalin. Dua nyawa bertaruh hari itu dan doaku nyaris tak berupa kalimat masuk akal lagi. Semua itu sirna begitu saja saat Seonu menangis kencang. Tangisku ikut pecah yang tak bisa kujelaskan bagaimana." Taehyung meraih jemari Namjoon yang sedingin es. Mengenggamnya erat juga menatap lurus ke mata. "Mungkin aku tak paham apa yang kau rasakan sekarang tapi, kau tak sendiri. Aku di sini. Percayalah. Kakak ipar jauh lebih kuat dari yang kau pikirkan."

Namjoon masih tak sanggup berkata apa pun. Matanya buram dan tenggorokannya kering. Taehyung tersenyum begitu hangat, menariknya dalam pelukan. Entah karena sedang menyedihkan atau apa, Namjoon terisak, balas memeluk adiknya yang luar biasa baik.

.

Berlanjut ... .

.
.
.

[Kamis, 11082022.]

Continue Reading

You'll Also Like

24.4K 1.3K 7
Seokjin datang ke Seoul untuk membatalkan pertunangannya dengan Namjoon. "Apa yang kudapat dengan membatalkan pertunangan?" "Memangnya kau mau apa?" ...
31.9K 3.8K 9
One word that rising my imagination about Namjin. My little gift for you, our Namjin Shipper. Welcome aboard ╰( ̄▽ ̄)╭ Fallinbunny, 5 Desember 2019
15.8K 2K 20
[ BTS - NamJin ] [slight - TaeJoon/JoonTae] Keinginan Seokjin sederhana, hanya ingin kerja sambilan sebagai pembuat kopi. Namun, siapa sangka dari s...
21.5K 3.2K 8
"Selamat datang di Magic Shop. Tempat bersantai dengan segelas teh tanpa batas refill dan buku-buku dengan segala jenis bahasan. Lengkap. Atau mungki...