ETERNAL PART OF THE SKY ; Kim...

By DavinaMhr

8.3K 4.6K 681

❝ Sebelum kamu pergi, tolong izinkan aku melukis wajahmu di kaki langit.❞ Akasa tidak tahu bahwa pertemuannya... More

PROLOG : Beginning and End
1. Hello, Jakarta!
2. Lucrexia Academy
3. I Know You
4. Scramble
5. Beats and Rhythm
6. Un Pomeriggio
7. Perubahan
8. Ersen's Habitat
10. About (We)
11. Lucy's Mood
12. Pelanggaran
13. Medicine
14. Something That Needs To Be Heard
15. Day Before War
16. The War
17. Who Is He?
18. Serene Night
19. Escape
20. Gift Box
21. His Arrival
22. Lost
23. Meet again?
24. Dance Party
25. Eclipse
26. Lo(u)ve
27. Truth
28. Long Time No See
29. Thing Who Called Love
30. The Show
31. Death
32. Right and Wrong
33. 2 Weeks
34. Sakura
35. Karantina
36. Sidang Pertama
37. A Week Without You
38. First Mission
39. Tragedi
40. Letter From The Sky
EPILOG : THE REASON WHY ILU
TERBIT & PEMBELIAN

9. Hidden

260 177 22
By DavinaMhr

Happy reading!

Eternal Part of The Sky
Chapter 9 - Hidden

It's okay to stop pretending that u're okay sometimes. It's okay to tired, sad or feeling break down.

Just let it be, let it out.

Ur feeling are valid. Sometimes you must take ur time to enjoy the cries and let it go. U're not obligated to be positive all the time.

𓋜

Fenelon Voglio. Sebuah name tag yang entah mengapa menjadi kebanggan bagi pemiliknya. Name tag itu dipasang di jas sebelah kirinya, berwarna hitam mengkilap sebagai tanda bahwa ia adalah seorang tangan kanan dari Dario Emberardo.

"Devi aver conosciuto l'ubicazione della casa di Sadhara, sbrigati. La signorina sembra esausta." (Kamu pasti sudah tahu lokasi rumah Sadhara, cepatlah. Nona terlihat kelelahan)

Perempuan cantik yang duduk di bangku penumpang berdecih malas. Sudah jelas-jelas sejak pulang sekolah tadi ia meraung-raung ingin ini dan itu. Tak bisakah pria lajang itu mengerti keadaannya?

"Dasar pencitraan, cuma nurut sama papà doang," gumam Sadhara.

Sang Supir tersenyum tipis, ia mengerti apa yang nona-nya katakan. Meskipun ia hanyalah seorang supir yang mengantar jemput, tetapi ia pandai berbahasa Italia, Indonesia, bahkan Bahasa Inggris.

Tidak seperti Fenelon yang hanya berbahasa Italia dan Inggris saja. Bahkan ketika Sadhara mengumpat tentangnya, pria itu tak peduli, ia menganggap hanyalah bualan semata.

"Entra, questo è il programma per la prossima settimana," ucap Fenelon sambil membukakan pintu mobil. Ia menyerahkan satu makalah berwarna putih dengan lembar yang cukup tebal. (Masuklah, ini jadwalmu satu minggu ke depan)

"Hm," gumam Sadhara.

Perempuan cantik itu turun dari mobil, membolak-balik halaman makalah dan memperhatikan jadwal untuk besok.

"Is there no free time for tomorrow?"

Fenelon mengingat-ingat, "there isn't any."

Setelah memastikan perempuan itu masuk, Fenelon segera pergi dengan supir.

Sadhara berjalan sempoyongan di rumah yang gelap. Langkah tegapnya hilang begitu saja, termakan oleh rasa lelah yang bertubi-tubi. Ia menyalakan lampu dengan hanya menempelkan kartu di dekat pintu. Kemudian merebahkan tubuhnya di sofa.

"Harusnya aku nggak usah minta dibuatin tangga," kata Sadhara menyesali.

Jas bulu-bulu yang semula tersampir indah, kini dibuang asal di meja. Pemiliknya sudah sangat lesu, ia melangkah terseok-seok menaiki anak tangga sambil mengucapkan sumpah serapah dalam bahasa asing.

Seperti yang sudah-sudah, ini bukan kali pertamanya ia merasa sangat-sangat lelah. Bahkan hampir seumur hidupnya, Sadhara jatuh pingsan sudah ratusan kali. Lebih tepatnya, satu bulan selalu absen untuk terbaring di bangsal rumah sakit.

Jika seperti ini terus, lalu bagaimana dengan tugas-tugas sekolahnya?

Bagaimana dengan latihan pentas seninya?

Bagaimana jika ia tidak boleh ikut?

"Fenelon itu bener-bener ngerepotin," ucap Sadhara dibawah guyuran shower.

Mari kita lihat pukul berapa sekarang. Jam weker elegan membunyikan dentingan yang memekakkan telinga. Membuat Sadhara terkejut hingga piyama yang semula ia pilih-pilih terjatuh di lantai.

"Cukup Fenelon aja yang bikin kesel, kamu nggak usah!" katanya sambil mematikan deringan jam.

Itu bukan alarm, melainkan penanda bahwa ini sudah sampai pada tengah malam. 00.00.

"Aku harus pikirin cara biar bisa latihan pentas seni sama Akasa. Aku harus tampil," ucap Sadhara.

Ia meraih ponselnya setelah memakai piyama tidur dan penutup mata yang dinaikkan ke kepala. Ia juga mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur berbentuk bulan purnama yang besarnya seperti bola.

Haruskah ia menghubunginya?

Sadhara menggigit bibir bawahnya bimbang. Mengirim chat duluan pada seseorang bukanlah dirinya, apalagi menelpon. Lalu bagaimana caranya agar Akasa menghubunginya terlebih dahulu?

"Lo so!" pekiknya senang. (Aku tau!)

Layar ponsel di tangannya bergerak membuka aplikasi media sosial. Tetapi akun itu terkunci, rupanya Fenelon sudah mengunci aplikasinya. Tak putus asa, Sadhara membuka media sosial lain, kali ini yang bersifat privat.

Ia memotret dirinya sendiri dengan penerangan temaram. Lalu mempostingnya segera. Satu menit dua menit, Sadhara memantau apakah Akasa sudah melihatnya atau belum.

"Ayolah, dia itu harusnya bersyukur, nomor telepon aku ini nggak sembarang orang bisa punya. Dia punya tapi nggak dipake dengan baik," gerutunya sebal.

Sepuluh menit berlalu, Akasa tak kunjung melihat postingannya. Sepertinya laki-laki itu sudah tidur. Sadhara menghela napas panjang, ia menidurkan kepalanya di kasur dengan bibir manyun, cemberut.

Tepat saat itu juga, ponselnya bergetar. Getaran singkat yang membuat hati Sadhara ikut bergetar lama sekali.

Akasa
Saya baru tau kalau artis capek itu begadang.

Pesan itu membuat perempuan cantik itu terkekeh.

Sadhara
Emang di pikiran kamu gimana?

Akasa
Loh? Saya kira udah tidur.

Sadhara
Kadang aku tidur di mana aja, sih.

Akasa
Bukan, kamu saya kira skrg udh tidur. Itu kan postingan beberapa menit yg lalu.

Sadhara
Oh, jadi kamu nggak mau ngobrol sama aku?

Di seberang sana, Akasa melotot kewalahan. Sepertinya perempuan artis ini sedang marah-marah sekarang. Mengira yang tidak-tidak seperti biasanya.

Akasa
Bukan gitu, Ara.

Sadhara
Quindi?
(Lalu)

Akasa
I told you to sleep

Pesan dari Akasa tak kunjung dibalas. Akasa pikir Sadhara marah-marah sampai tidak mood untuk membalas pesan.

Padahal nyatanya...

"AAAAA!!"

"Akasa nyuruh aku tidur?!"

"Dia perhatian sama aku??"

Sadhara melompat di kasur, membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja sambil di charge. Sementara pemiliknya melompat-lompat girang di atas kasur seperti monyet yang terlepas dari kurungan.

Wajah kusutnya berganti dengan sangat drastis. Ia cekikikan, senyumnya begitu lebar, Sadhara teramat senang.

Ini tidak seperti kebanyakan orang yang memberikan perhatian padanya sebagai bentuk seorang penggemar dan idola. Atau bentuk kasih sayang yang ditunjukkan semata-mata sebagai formalitas belaka.

Akasa bukanlah penggemarnya. Dan saat itu, Sadhara menyadari bahwa setelah sekian lama, ia menemukan sumber kebahagiaan yang tulus untuk pertama kalinya.

𓋜

Aula super besar yang disekat oleh tirai-tirai sebagai pengganti dinding menjadi tempat yang dipijaki anak RANGUL sejak dua jam yang lalu. Tidak hanya mereka, siswa lainnya juga sedang berlatih di sana.

RANGUL berada di tirai paling ujung yang letaknya tepat di bawah pendingin udara. Jadi, mereka tidak kepanasan setelah berlatih berjam-jam. Di sana, Atlas, Janus dan Faith berlatih individu sebab mereka memilih untuk pentas seorang saja.

Jangan salah, satu tirai itu bukan lima meter atau sepuluh meter, melainkan kurang lebih tiga puluh lima meter lengkap dengan loker tanpa kunci, kaca, speaker, dan lemari es yang berisi macam-macam minuman kaleng.

Lalu di sudut lain dari tirai itu, Yume dan Yara berlatih vokal berdua, itu bukan pasangan seperti Akasa dan Sadhara atau Varsha dan Ersen. Tetapi seperti kolaborasi dari dua suara tanpa koreografi apapun.

Varsha dan Ersen juga duduk di dekat lemari pendingin untuk mendiskusikan konsep dari penampilan mereka. Sementara itu, Akasa bertepuk tangan tiap kali melihat teman-teman selesai berlatih.

"Keren!"

"Duh, Rai sama Angga kemana, sih?! Dari tadi kok nggak dateng-dateng?!" gerutu Yara setelah meneguk satu kaleng minuman coklat.

"Gue yakin, nih, itu bocil-bocil pasti mampir dulu beli ini itu," timpal Atlas memanasi.

"Kayak punya dendam kesumat, ya," ucap Akasa tertawa kecil.

"Asal lo tau, Sa. Angga ngintilin gue sampe depan mansion, mana masuk-masuk segala, ngaku-ngaku jadi temen deket gue ke bokap. Padahal tujuan utamanya mau masuk grup RANGUL," ujar Janus bercerita.

Ayah dari anak tunggal kaya raya itu memang sangat menyayangi putra semata wayangnya. Sehingga apa-apa yang berkaitan tentang Janus pasti ia turuti dan ia lakukan apapun untuk membuatnya nyaman.

Atlas tertawa, Faith yang sedang duduk cool di samping Atlas terkejut ketika pahanya ditabok lengkap dengan posisi Atlas yang terjungkal-jungkal. Faith mendengus sebal, bisa-bisa celananya basah karena keringat yang dihasilkan Atlas.

"Lucu banget, anjrit. Segitunya Angga sampe pengen masuk grup," kata Atlas bersusah payah disela-sela tawanya.

"Samurai juga," sahut Varsha.

"Tapi mereka berdua tuh lucu, gue seneng liatnya," lanjutnya.

"LUCU?!" ucap Atlas, Janus, Yume dan Yara serempak.

"Sha, sini dulu, kita belum atur sampe selesai." Ersen memanggil.

"Eh? Sorry." Varsha segera berbalik, kembali pada aktivitas bersama Ersen.

Melihat Akasa sendirian, Faith menaikkan alisnya. "Lo sendirian? Ke mana pasangan lo?"

"Sadhara nggak dateng," jawab Akasa.

"Bisa-bisanya, padahal ini demi kelangsungan penampilan kalian." Faith menggeleng pelan, sedih dengan kondisi Akasa yang harus meng-handle semuanya.

"Mungkin dia ada jadwal, masih ada besok-besok, Faith." Akasa tersenyum cuek.

Setelah Akasa mengucapkan kalimat itu, tirai terbuka, menampilkan dua orang laki-laki dengan kantung belanja berbahan kertas daur ulang. Mereka cengar-cengir sambil berjalan mendekati anak RANGUL.

"Bang, hehe," sapa Samurai sambil mengacungkan apa yang ia bawa.

"Apa hehe hehe?" sarkas Atlas horor.

"Ini, makanannya udah jadi, ngantri banget, untung gue pinter mengelabui penjual," puji Erlangga bangga.

"Mana coba liat, awas aja kalo salah." Yume membuka satu per satu jajanan yang dibawakan.

Karena terus merecoki, anak RANGUL memberikan perintah untuk membuat Samurai dan Erlangga pergi lama, yaitu ke kantin yang sedang ramai-ramainya di jam bebas. Tentu saja BOCIL itu tidak menolak, apapun dilakukan demi masuk ke dalam circle yang diiming-imingi.

"Mmm, enak nih," komentar Yara sambil mengunyah makanan dari kentang.

"Enak, kan? Mau pake saus ngga?" tawar Samurai.

"Boleh, makin pedes makin enak."

Samurai membuka satu sachet saus pedas, mengoleskannya pada camilan kentang yang dipegang Yara. Oh, lihatlah. Bukankah mereka sangat serasi?

Tanpa sadar, Yara dan Samurai duduk berdekatan, berbagi camilan satu sama lainnya. Sampai akhirnya makanan itu habis, dan kembalilah Yara pada alam sadarnya. Ia melotot menyadari jaraknya dengan Samurai begitu dekat.

"Ngapain lo deket-deket gue?! Mau macem-macem, ya??" terka Yara.

"Nggak! Orang tadi abis nuangin saus ke kentang!" bantah Samurai.

"Bohong!"

"Beneran!"

"Pembohong!"

"Nggak!"

"DIEM! LO BERDUA KELUAR SEKARANG DARI TIRAI INI!" Faith mengeraskan rahangnya, telinganya terasa sakit mendengar teriakan-teriakan yang sangat berisik itu.

Mendengar bentakan Faith yang sangat menakutkan, Yara menunduk, ia berjalan keluar tirai diikuti Samurai.

"Yara?"

Samurai bisa saja dikatakan adik kelas Yara. Tetapi tinggi laki-laki itu begitu jauh dari Yara. Yara hanyalah sepundak dari Samurai. Hal itu membuat Samurai bisa melihat bagaimana perempuan di depannya terisak kecil.

"Lo kenapa?"

"Apaan, sih, sana, gue nggak mau liat lo," ucap Yara gemetar.

Bukannya pergi, Samurai malah berdiri di hadapan Yara. Menatap wajahnya yang memerah seperti ingin menangis.

"Jangan nangis, Yara."

"Gue nggak nangis!"

"Itu merah mukanya," ledek Samurai.

Yara menarik ingusnya dalam-dalam, lalu mendongak untuk melirik Samurai. "Gue nggak suka dibentak-bentak. Faith tega banget," katanya.

"Kasian, lo sih, makanya jangan berisik."

"Lo yang berisik!" Yara menghentakkan kakinya sebal.

Di belakangnya, Samurai terkekeh kecil. Ia ingat Yara belum minum usai menghabiskan makanannya. Jadi, ia mengambil satu kaleng minuman dingin dari lemari es. Ia membuka segel penutupnya, kemudian menyerahkannya pada Yara.

"Lo belum minum," ucap Samurai ketika Yara memberikan pandangan bertanya.

S

ementara itu, di dalam tirai yang tadinya ramai kini senyap. Semuanya terdiam karena bentakan Faith yang sangat keras. Yume bahkan tak berkutik dari tempatnya, ia memikirkan saudari kembarnya yang keluar dalam keadaan tak baik-baik saja.

Akasa menepuk bahu Faith, "tenang, mau minum apa? Biar saya ambilin," tawarnya.

Faith menggeleng, ia mengusap kepalanya kasar. "Sorry."

"It's okay, kambuh lagi, ya?"

Pertanyaan Akasa mengambang begitu saja. Tanpa dijawab pun sepertinya Akasa tahu jawabannya.

Faith mengidap Misophonia. Itu adalah sejenis istilah yang berarti reaksi terkuat terhadap suara tertentu. Orang dengan Misophonia dapat mengalami kesal, marah, atau bahkan panik ketika mendengar suara pemicunya. Begitu juga dengan yang dialami Faith.

Suara apapun yang menurutnya mengganggu seperti kebisingan tak jelas, tetesan air atau derap langkah yang tak ada henti-hentinya, itu semua sering sekali membuat Misophonia kambuh sesekali.

Masuk ke dalam akademi ini sama saja terapi baginya. Ia dapat mendengar alunan musik yang tenang tiap kali merasa kesal dan marah. Ini adalah rahasia besar dari anak laki-laki paling dipuja-puja di Lucrexia. Bahkan, Faith pernah ditemui tergeletak pingsan di rumahnya karena setres dihantui suara-suara tak jelas.

Anak RANGUL paham akan hal itu, tetapi kemarahan Faith memang sangat menyeramkan. Ia tipikal orang yang pendiam, tentu saja kemarahannya menjadi sebuah fenomena besar.

Janus dan Atlas berdiri, menepuk pundak Faith untuk menenangkan. Setidaknya, untuk saat ini biarlah tirai itu senyap demi ketenangan Faith.

Srekk

Tirai berwarna merah gelap terbuka, kemudian ditutup kembali oleh seseorang yang baru masuk dengan tergesa. Varsha mengerutkan keningnya saat menyadari orang itu memakai Hoodie yang semula dipakai Yara.

"Yara?" panggilnya.

Orang itu berbalik badan menghadap anak RANGUL. Ia membuka maskernya dan menurunkan tudung Hoodie yang menutupi kepalanya. Hal pertama yang disadari Akasa adalah orang itu adalah Sadhara.

"Sadhara," ucap Akasa sambil menghampirinya.

"Asa, asa biarin aku di sini dulu, aku harus sembunyi," bisik Sadhara panik.

"Sembunyi? Siapa yang kejar kamu?"

"Fenelon, Fenelon!"

Suara grasak-grusuk orang berlari terdengar di telinga, Sadhara memakai kembali tudung Hoodie yang ia kenakan, kemudian memeluk Akasa dengan begitu erat, menyembunyikan wajahnya di dada lelaki itu.

Sampai akhirnya, tirai itu kembali terbuka. Kali ini, yang muncul adalah seorang laki-laki asing dengan pakaian rapi. Celingukan seperti mencari seseorang. Anak RANGUL tidak bodoh, mereka cukup tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Nyari siapa?" tanya Janus pada pria itu.

"Have you seen Sadhara Rinjani?" kata Fenelon tak mengerti dengan yang diucapkan Janus.

"We don't see her, can't you see we're practicing?" Atlas ikut berucap.

Fenelon melirik dua orang yang tengah berpelukan mesra. Kemudian Yume menyelutuk, "ah, they are our friends, they are a couple."

EPOTS

Happy satnight:)
@_vinadavv

Continue Reading

You'll Also Like

1.9K 472 13
Ini tentangnya, Dildar Karuna Sankara. Tentang hidupnya, tentang tawanya, tentang para sahabatnya, tentang cintanya, dan tentang namanya. Nama memang...
1.4M 128K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.6K 358 20
{ On Going } Kisah yang bercerita tentang perjalanan 5 bersaudara yang mencari kebenaran murni dari kenyataan yang bercampur dengan kebohongan, keben...
56.9K 9.6K 24
"Tuhan, Seandainya aku diizinkan untuk bertahan sedikit lebih lama, Aku ingin menyatukan kembali orang tuaku dan membuka lembaran baru bersama mereka"