KUTUB UTARA [On Going]

By raramawmaw

152K 7.8K 952

Suka sama tetangga sendiri? Kenapa tidak? Inilah Adinda Cempaka Kalisya. Gadis 21 tahun yang sejak lulus SMA... More

01. PROLOG
02. WELCOME BACK TO INDO
03. MEET HIM
04. SAMUDRA MARAH?
05. KECEWA
06. AMBISI DINDA
07. BOBO BARENG?
08. UNGKAPAN
09. HAMPIR MENYERAH
10. BALIK LONDON?
11. KASIH SAYANG DINDA
12. BABY SITTER
13. NGE-MIE BARENG
14. SISI LAIN SAMUDRA
15. PESTA?
16. CALON?
17. FIRST KISS
18. GO TO PACET
20. BOBO BARENG, LAGI
21. ALL YOURS
22. SIAPA DIA?
23. TERBONGKAR
24. KEDATANGAN FARAH
25. MEET HIM AGAIN
26. PERASAAN ANDRA
27. KENAPA BEGINI?
28. Ke Gep!
29. Minum susu
30. Gara-gara kebab!
31. Ustadz ganteng
32. Samudra cemburu
33. Bocil cemburu
34. Kena prank!
35. punya dua anak dadakan
36. Secuil kenangan bersama Dinda
37. Tumbuh dewasa bersama

19. AIR TERJUN

3.2K 209 10
By raramawmaw

Udh 100 comment ternyata 😃

Okey aku kasih double update!!!

Jangan lupa ditekan tombol bintangnya okey?

Happy reading ❤️

•••

Pagi hari Dinda terbangun, memperhatikan sekitar yang terasa kosong. Ia baru ingat kalau semalam Azizah merajuk dan tidak mau tidur bersama dengan dirinya.

Dinda merasa sepi tanpa kehadiran Azizah. Entahlah, padahal dulu ia sama sekali tidak menyukai anak kecil. Namun setelah bertemu dengan Azizah, semuanya berubah dalam sekejap. Ia bahkan merasa hampa tanpa kehadiran anak kecil tersebut.

Bangkit dari tempat tidur dan merapaikannya, Dinda lantas membuka jendela kamar. Asri, satu kata yang tepat untuk menggambarkan tempat itu. Pegunungan yang terlihat jelas, bau seledri segar dari perkebunan seledri yang berada tak jauh dari sana cukup terasa.

Setelah puas memandangi pemandangan pagi, Dinda beralih membuka tas punggung untuk mengambil jaket. Ternyata hawa disana cukup dingin.

Dinda membuka pintu kamar kemudian berjalan menuju dapur untuk minum air. Memperhatikan sekeliling yang masih sepi, ia sempat berpikir bahwa semua orang masih belum bangun.

Dinda pun menghampiri sebuah kamar dimana terdapat Azizah yang nampaknya masih tertidur pulas. Ketika ia ingin mengetuk pintu, seseorang memanggil namanya. Ia pun mengurungkan niat lantas membalikkan badan.

Ternyata itu Samudra yang sedang berjalan menghampiri dirinya. "Kenapa, Bang?" Tanya Dinda.

Samudra menatap pintu coklat yang tertutup, kemudian beralih menatap Dinda. "Kamu cari Azizah?" Tanya Samudra balik.

Dinda mengangguk, namun Samudra justru tersenyum. "Dia ikut Mama pergi ke pasar. Baru aja berangkat," ujarnya.

Dinda terheran. Azizah ikut ke pasar? sepagi ini? tumben anak itu bisa bangun pagi. Melihat Dinda yang melamun, Samudra melambaikan tangannya di depan wajah cewek itu.

"Din?"

Dinda tersadar. "Hah?" Beonya.

"Kenapa, hm?"

Menggeleng-gelengkan kepalanya canggung, Dinda kembali merotasikan pandangannya ke seluruh ruangan. "Yang lainnya masih tidur?" Tanyanya.

Samudra hanya mengangguk.

"Bang Samudra dari mana?"

"Ngopi tadi di warung," jawab Samudra alakadarnya yang hanya dibalas oh ria oleh Dinda.

Setelah beberapa saat saling diam, Samudra mengajak Dinda untuk jalan-jalan jika cewek itu mau. Tak ada niatan untuk menolak, Dinda akhirnya meng iyakan tawaran dari Samudra. Jujur, ia memang sangat ingin menikmati pemandangan Pacet lebih banyak.

Mereka berjalan beriringan melewati Villa, pos atau pondok yang biasa digunakan untuk bersantai, dan juga beberapa kebun seledri yang baunya tercium sampai rumah kakek Tomi.

Dinda tak henti-hentinya memandang takjub lingkungan di sekitarnya. Samudra tersenyum tipis, saking tipisnya sampai Dinda pun tidak akan menyadari hal itu.

"Wah!!! Bang, lihat! Gunungnya jelas banget dari sini!" Seru Dinda sangat antusias sembari menunjuk ke arah pegunungan biru yang terlihat cukup jelas dari sana.

Samudra mengikuti arah pandang Dinda, menganggukkan kepala lantas menggandeng tangan Dinda. Sejenak Dinda terhenyak, melihat tangannya yang saat ini sudah digenggam erat oleh Samudra.

Dinda hanya menganut kemanapun pria itu membawanya. Samudra tersenyum kearah Dinda, lantas membawanya berjalan melewati pepohonan.

Dinda menghentikan langkahnya, menghadap Samudra. "Kita mau kemana, Bang?" Tanya Dinda.

Samudra tersenyum sejenak. "Air terjun," jawabnya sebelum kembali melangkahkan kaki.

Tunggu! Air terjun? Pagi-pagi begini? Emang nggak dingin? Terlalu fokus berpikir, Dinda sampai tak menyadari bahwa mereka sudah sampai.

Samudra melepaskan genggaman tangannya. "Abis ini kita bakal nurunin tangga. Jalannya hati-hati aja, jangan pernah lepasin tangan saya," pesannya kemudian berjalan ke arah lapak penjual makanan ringan.

Pria itu membeli dua botol minuman dingin dan sebuah Snack rasa BBQ. "Ayo," ajaknya sembari mengulurkan tangan.

Dinda sempat terdiam karena bingung. Ini kenapa Samudra tiba-tiba hangat dan perhatian kepadanya? Apa jangan-jangan kesambet penunggu Curug? Pikir Dinda.

Namun setelahnya ia menggelengkan kepala untuk menepis pikiran ngelamurnya. Ia kembali memegang tangan Samudra dan mulai menuruni anak tangga yang entah berapa jumlahnya.

___

Setelah sampai di bawah, Dinda merosot menduduki batu yang ada di pinggiran aliran air yang berasal dari air terjun yang akan mereka tuju.

Samudra terkekeh melihat hal itu. Dinda pasti kelelahan setelah menuruni anakan tangga yang cukup banyak.

Pria itu berjongkok di depan Dinda, membuat Dinda mengangkat sebelah alisnya. "Naik," ucap Samudra membuat Dinda bingung.

Naik kemana?

"Kamu capek, 'kan? Ya udah naik, saya gendong." Dinda kembali menganga, tak percaya dengan Samudra yang kini sedang bersamanya.

"Din?" Samudra menoleh ke belakang disaat Dinda tak kunjung naik ke punggungnya.

Tanpa aba-aba, Dinda turut berjongkok kemudian mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Samudra. "Abang nggak apa-apa?" tanyanya membuat Samudra mengerutkan keningnya.

"Kenapa?"

Dinda menggeleng. "Bang Samudra nggak kesurupan penunggu Curug, 'kan?" Ucapnya langsung mengundang sentilan kecil di bibirnya.

"Hus! Nggak boleh ngomong gitu!" Tegur Samudra.

Dinda hanya meringis. "Ya, abisnya sikap Abang tuh aneh banget. Berubah seratus delapan puluh derajat tau nggak?"

Setelah mendengar perkataan Dinda, Samudra jadi berpikir. Kenapa ia se perhatian itu sama Dinda? Kenapa ia jadi care gini sama Dinda?

Pria itu berdehem sejenak, lantas bangkit dari posisinya. "Oke, jalan sendiri. Cepet," ucapnya lantas berjalan mendahului Dinda yang masih tercengang.

Ini dia nggak jadi gendong gue?

Tak ada pilihan lain, Dinda pun memilih untuk mengikuti Samudra. Emang dasar nggak bertanggung jawab. Anak orang diajak capek tapi dia nggak perduli!

Harusnya gue tadi nurut aja.

Coba aja gue nggak pake lemot, pasti sekarang gue bakal digendong sama Bang Samudra!

Arghh, Dinda! Kenapa Lo lemot banget, sih?!

'bruk'

"Awh!!" Rintih Dinda.

Ia tak memperhatikan jalan hingga membuat kakinya terkilir disaat kakinya salah menginjak. Ia terpeleset batu berlumut yang sudah pasti cukup licin.

Mendapati Dinda yang terduduk di tanah, Samudra segera menolongnya. Pria itu menggendong tubuh Dinda tanpa banyak bicara.

"Makanya jangan sok!" Cibir Samudra sambil melangkah dengan Dinda yang sudah ada di punggungnya.

Dih?? Sok dia bilang?

"Lain kali jangan ceroboh!" Ingat pria itu kembali menaiki tangga.

Tunggu, menaiki tangga? Dinda baru sadar jika mereka kembali menaiki tangga yang tadi mereka turuni.

"Kita nggak jadi lihat air terjun, Bang?" Tanya Dinda heran.

Samudra hanya mmenoleh sejenak. "Menurut kamu?" Tanyanya meledek.

Bagaimana Dinda masih bisa memikirkan air terjun disaat keadaannya seperti ini?

"Bang? Kenapa nggak jadi lihat air terjun??" Tanya Dinda dengan nada bicara yang agak keras.

Samudrs berdecak. "Ini semua gara-gara kamu. Kalau kamu jalannya lebih hati-hati, kamu nggak akan kepeleset. Otomatis kita nggak akan batal lihat air terjun," ujar Samudra agak menekan setiap kata-katanya.

Dalam hati Dinda meringis, benar juga perkataan Samudra. Tapi ini semua bukan sepenuhnya salah Dinda. 'kan Samudra yang udah bikin Dinda ngelamun!

___

"Tahan. Ini mungkin bakal sakit, tapi ntar jadi enakan."

"Tunggu!"

"Kenapa?"

"Takut."

"Ngga usah takut, saya ngga akan kasar."

"Tap-tapi, Bang. Ahk! Pelan-pelan!"

"Iya ini udah pelan."

"Tapi ini sakit, ahs!"

"Tahan sebentar, ini udah mau selesai."

"Iya cepetan selesain. Ini udah ga tahan, Bang!"

"Iya, Dinda. Lagian semua ini juga gara-gara kamu. Kalau kamu nggak jatuh, saya nggak akan mau ngurut pergelangan kaki kamu."

Dinda mengerutkan alisnya. "Ya salah Abang juga!"

"Kok saya?" Samudra tak terima.

"Ya pokoknya Abang yang salah, titik!" Setelah itu, Dinda turun dari kasur kemudian berjalan agak pincang menghampiri Azizah yang sedang menonton TV bersama Helna dan nenek Dijah.

Dinda duduk di karpet dengan kedua kaki yang diluruskan ke depan. Azizah yang melihat Bundanya datang pun langsung merosot dari pangkuan neneknya lantas beralih duduk di samping Dinda.

Tangan mungil itu memegang lengan Dinda. "Bunda..." Panggilnya penuh tekanan.

Dinda menoleh kemudian tersenyum. Ia mengangkat Azizah kedalam pangkuannya. "Iya, Sayang?"

Benar. Azizah dan Dinda memang sudah baikan. Lebih tepatnya disaat Dinda pulang dengan keadaan kesakitan, membuat Azizah kasihan dan memilih untuk akur kembali dengan sang Bunda.

"Kaki Bunda masih akit?" Tanya gadis kecil itu melirik kearah kaki memar Dinda.

Dengan senyuman, Dinda menganggukkan kepalanya. "Alhamdulillah. Udah agak mendingan," ujarnya.

Azizah memeluk erat tubuh Dinda, membuat cewek itu terkejut sesaat. "Izah sayang Bunda. Izah Nda mau Bunda pegi," rintih anak itu.

Dinda kembali terkejut. Kenapa Azizah sampai menangis hanya karena kakinya terkilir? Dinda merengkuh tubuh kecil Azizah. "Hey? Kenapa nangis, Sayang?"

Azizah mengangkat kepala. "Izah sayang Bunda."

"Bunda juga sayang Izah," ucap Dinda membalas pelukan gadis kecil tersebut.

Helna dan Dijah yang melihat pemandangan indah itu pun turut tersenyum, mengagumi sosok Dinda yang berhasil mencuri hati Azizah.

___

Menjadi seseorang yang gila kerja memang terkadang mengesalkan bagi orang lain. Seperti Samudra, pria itu kini sudah bergelut dengan laptopnya. Helna sampai geleng-geleng kepala dibuatnya. Bagaimana tidak, rencana mereka ke sana, 'kan bertujuan untuk liburan, seharusnya Samudra bisa sejenak melupakan soal pekerjaan.

Setelah mengantarkan teh hijau ke kamar Samudra, Helna berjalan menghampiri Dinda. "Din," panggilnya.

Dinda yang semula bermain boneka bersama Azizah menoleh ke sumber suara. "Iya, Tante?"

Helna duduk bersama dengan keduanya, membisikkan sesuatu ke teling cewek itu. Seketika senyum Dinda terangkat, dengan semangat ia menganggukkan kepala dan segera menggendong Azizah untuk pergi.

Tujuannya adalah kamar Samudra. Sesuai perkataan Helna, ia akan mengganggu pria itu agar mau rehat dan sejenak melupakan urusan pekerjaannya.

Yah, sebenarnya Dinda juga kesal dengan Samudra yang terus-menerus mementingkan pekerjaan meskipun sedang dalam momen kebersamaan seperti ini.

Dinda mengulir knop pintu kamar dan masuk secara perlahan. "Ada apa?" Pertanyaan itulah yang pertama kali ia dapatkan dari Samudra.

Lihatlah, bahkan ketika bertanya pun ia sama sekali tidak memalingkan wajah fokusnya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Samudra, Dinda lebih memilih untuk berbaring di kasur bersama dengan Azizah. Hal itu tak luput dari perhatian sejenak Samudra.

"Kenapa tidur disitu?" Tanya pria itu lagi, namun Dinda masih belum meresponnya. Biar saja, sebelum pria itu meninggalkan pekerjaannya maka ia tidak akan berbicara.

"Dinda?" Panggilnya masih dengan nada santai.

"Din..." Dinda masih diam, ia malah fokus bercanda gurau dengan Azizah.

Teppp...

Samudra menutup laptopnya dengan agak kasar, kemudian berjalan menuju kasur. Pria itu berdiri tepat di belakang Dinda.

"Kenapa tidur disini?" Tanyanya lagi.

Kali ini Dinda menoleh, disaat mendengar suara Samudra dari dekat. Ia bangkit dan mendudukkan tubuhnya dengan mata yang masih tertuju pada Samudra.

"Saya lagi ngomong sama kamu," ucap Samudra dengan tatapan menusuk.

Apakah pria itu marah? Pikir Dinda.

"Sekali lagi saya tanya, kenapa kamu kesini?"

Dinda menoleh kearah Azizah sejenak, kemudian berdiri. "Nggak kenapa-kenapa, kok."

Samudra menautkan alisnya. "Terus kenapa masuk ke kamar saya?"

Dinda hanya mengendikkan bahu. "Azizah yang ajak kesini. Iya, 'kan, Izah?" Tanyanya menoleh kearah Azizah yang nampak memberikan jempol kearah mereka berdua.

Azizah emang the best! Batin Dinda.

Namun Samudra tidak ingin percaya begitu saja. Ia sudah mencium bau-bau niat mencurigakan dari kedatangan Dinda. Ia pun melangkah maju mendekati Dinda, menatap serius kedua mata cewek itu.

Di sisi lain Dinda terkejut, refleks memundurkan langkahnya. Tunggu! Samudra akan mengapakan dirinya? Tidak boleh, disini ada Azizah. Apa Samudra gila?

"Kenapa? Kamu takut?" Tanya Samudra jahil.

Dinda masih diam, melirik sejenak kearah Azizah yang untungnya sibuk dengan mainan. Sehingga gadis kecil itu tidak melihat dirinya.

"Atau jangan-jangan kamu sengaja masuk kesini, dan jadiin Azizah sebagai alasan?" Tanya pria itu lagi, menatap lekat wajah lucu Dinda.

"Bang, ada Azizah." Dinda menepis tangan Samudra yang hendak membelai rambutnya.

Samudra menyeringai sejenak. Jika Dinda begitu takut, kenapa masuk ke kamarnya segala?

"Kamu udah berani masuk ke kamar saya. Dan saya nggak akan biarin kamu keluar dari sini..." Bisiknya perlahan tepat di belakang telinga Dinda, membuat bulu kuduk cewek itu merinding.

Setelah mengatakan itu, Samudra menaiki ranjang dan beralih memangku putrinya. "Sayang. Izah mau bobo sama papa?" Tanya Samudra dengan nada yang lembut.

Dengan semangat, Azizah mengangguk ceria. "Mau!"

"Izah mau bobo sama Bunda juga?" Tanya pria itu lagi, membuat Dinda membelalakkan matanya.

___

Haloooo! Apa kabar??

Sesuai janji, aku bakal double update yeayyy!! Tapi ku update satu-satu ya🤩

Jangan lupa spam Vote dan Komentar Bestiehhh😍

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 182K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
1.2M 57.8K 67
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
2.2M 165K 45
Karena kejadian tanpa kesengajaan di satu malam, Mima jadi harus kehilangan waktu-waktu penuh ketenangannya di kantor. Memergoki atasannya sedang ber...
468K 38.9K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...