Jevano William

By devintasantoso

1.6M 122K 15.4K

Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebag... More

01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41. ⛔️
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49. 🚫
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.

33.⚠️

35.7K 2.3K 525
By devintasantoso

Pintu kamar ditutup dengan keras hingga suaranya terdengar sepenjuru rumah, Jeno mengunci pintu kamarnya, meninggalkan kunci kamar yang masih tercantol di knop pintu, kakinya dibawa melangkah untuk mendekat ke arah ranjang.

Tas sekolah miliknya dilempar begitu saja, tanpa memperdulikan tas sekolahnya yang terjatuh ke lantai, Jeno memilih untuk masuk kedalam walk in closet, guna berganti seragam sekolah menjadi pakaian rumah lebih nyaman, kaos putih dan celana pendek sedungkul berwarna hitam menjadi pilihan baju santai untuknya hari ini.

Keluar dari dalam walk in closet, Jeno memilih untuk mendudukan dirinya di atas sofa panjang yang berada di dekat pintu kaca balkon kamar.

Helaan nafas kasar keluar dari pemuda tersebut, wajah tampannya terlihat kelelahan, ia menyenderkan punggungnya dengan badan sofa dan memejamkan matanya untuk sejenak.

Hidupnya terasa sangat berubah, Jeno ingin seperti dulu, dimana dirinya bisa bermain dengan puas diluar sana, walau sang bunda membatasi mainnya paling malam jam dua pagi, namun Jeno sangat ingin waktu itu terulang kembali.

Ada rasa menyesal namun senang di lubuk hatinya.

Jeno senang karna akhirnya sang bunda menemukan cintanya kembali, Jeno juga merasa menyesal kenapa harus Jeffrey yang menjadi suami sang bunda.

Waktu Jeno berumur enam tahun, pada pagi hari sebelum berangkat bersekolah dan Tiffany berangkat bekerja, tiba tiba bocah laki laki yang mengenakan seragam sekolah dasar itu bertanya ke sang bunda.

Bocah laki laki itu mendadak bertanya, soal ayah.

Memang sejak kecil Jeno tidak pernah bertanya tentang ayah kepada Tiffany, namun entah kenapa hari itu, rasa penasaran bocah itu akhirnya dikeluarkan.

Di mana ayahnya, kenapa semua orang memiliki ayah, sedangkan Jeno tidak(?), Jeno kecil tentu saja merasakan sedih, namun tidak mau terlihat oleh siapapun.

Jeno iri melihat temannya yang terkadang di antar jemput oleh ayahnya, sedangkan ia, lebih sering di antar jemput oleh supir, namun terkadang Tiffany, jika Tiffany libur bekerja.

Tiffany mulai bekerja menjadi sekretaris pribadi Jeffrey diumur Jeno yang masih empat tahun.

Namun sepertinya jika waktu bisa di ulang, Jeno tidak akan pernah menanyakan hal tersebut kepada sang bunda lagi.

Malam harinya, Jeno tak sengaja melihat sang bunda yang sedang menangis seorang diri didalam kamar dengan tangannya yang meremat sebuah foto, seperti sebuah foto sepasang kekasih yang sedang menikah, Jeno yang waktu itu ingin meminta tidur bersama sang bunda, ia urungkan.

Setelah Jeno kembali ke kamar, Jeno tak sengaja mendengar suara pintu rumah yang dibuka dengan kasar, Jeno penasaran, namun Jeno merasa takut jika melihat seorang diri, bocah laki laki itu memilih melihat dari celah pintu kamar yang sengaja tidak ia tutup rapat.

Jeno melihat sang bunda yang habis menangis keluar kamar dengan keadaan yang terbilang cukup kacau, dan bertepatan dengan Jeffrey yang baru saja menapakan kakinya di lantai dua rumahnya.

Jeffrey langsung saja memeluk sang bunda dengan sangat erat di luar kamar, sang bunda juga semakin menangis dengan kencang di pelukan pria berbadan besar tersebut, dengan sebuah lembaran foto yang masih di genggam oleh Tiffany.

Mengingat kejadian yang sudah berlalu bener bener bikin perasaan semakin tidak nyaman.

Jeno mengusap wajahnya dengan kasar, ia memilih bangkit dari duduk, mengambil tas sekolah yang tergeletak dilantai kamar begitu saja, mengeluarkan ponsel serta sebungkus rokok dan pematiknya.

Melempar tas sekolahnya kembali dengan asal, Jeno kini mendekat ke arah meja belajar untuk mengambil asbak rokok yang sengaja ia simpan didalam sana.

Jeno memilih untuk merokok di balkon kamarnya, jika ketahuan sang bunda, biarkan saja, ini hanya merokok, bukan melakukan hal yang diluar nalar.

Benda panjang nikotin itu Jeno himpitkan di antara bibir atas dan bibir bawahnya, menyundut ujung benda tersebut dengan pamtik, lalu menghisapnya untuk merasakan rasa manis ketika ia isap.

Asap nikotin itu langsung mengebul dan berkumpul, namun langsung menghilang hitungan detik, walau baunya masih tercium sangat pekat.

Tangan kanannya sibuk dengan rokok, sedangkan tangan kirinya sibuk mengutak ngatik ponselnya, mencari lagu yang enak untuk di dengar saat ini, setelah ketemu pemuda itu mencatolkan kedua telinga nya dengan earphone putih yang sudah tersambung dengan ponselnya.

🛡🔫

Suara pintu kamar di buka dari luar cukup keras, membuat Tiffany buru buru menghapus air matanya, sebuah pelukan dari belakang Tiffany rasakan.

Tiffany membalikan badannya membuat pelukan itu terlepas dengan perlahan.

Ibu jari milik Jeffrey menghapus setiap air mata yang masih saja terjatuh membasahi kedua pipi istri tercintanya.

" Why? "

" Engga pa-pah " Tiffany mengapus air matanya dengan kasar lalu menampilkan senyumnya dengan terpaksa. 

" Ka-mu dari mana? " Ucap Tiffany, mengalihkan pembicaraan membuat Jeffrey yang mendengarnya mengkerutkan kening, bukankah Tiffany tau kalau ia sejak pagi selalu berada di ruang kerja yang terletak dibawah anak tangga.

" Ruang kerja. "

Tiffany mengangguk ragu, wanita cantik itu berusaha untuk membuang muka dari Jeffrry yang terus menatapnya.

" Kam--mu butuh sesuatu? Aku buatin teh ya "

Jeffrey menatap sang istri lalu menahan lengan Tiffany yang ingin melangkah untuk meninggalkannya didalam kamar.

" Jangan bohong, aku mendengarnya. "

Tiffany menurunkan cekalan Jeffrey dari lengannya.

" Mas " Panggil Tiffany, suaranya terdengar  gemetar.

Jeffrey melihat bagaimana wajah cantik istrinya yang dibasahi oleh air mata, ia menarik Tiffany dan memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu dengan sangat erat.

Rambut panjang yang terurai itu diusap dengan lembut, Jeffrey mencium kening  istrinya.

Kemesraan itu terganggu ketika mendengar suara pintu kamar yang diketuk pelan dari luar, Tiffany dengan terpaksa harus melepaskan pelukan nyaman tersebut.

Jeffrey menghapus air mata yang berjatuhan diwajah istrinya, membuat ukiran senyum kecil terbit dari wajah Tiffany.

" Masuk. "

Setelah mendepat izin pintu kamar dibuka dari luar, Roy membungkukan tubuhnya dan memberikan tundukan hormat kepada sang tuan dan nyonya.

Roy mendekat dan menyerahkan sebuah ipad dengan layar yang menyala kepada Jeffrey.

Jeffrey mengambil ipad tersebut, layar ipad yang menyala itu menampilkan sebuah rekaman cctv yang dimana memperlihatkan beberapa letak kamar Jeno yang tersorot.

Jari jemari Jeffrey menari diatas layar ipad untuk mencari sosok putra bungsunya yang tidak ada didalam kamar, hanya tas sekolah dan jaketnya saja.

Jeffrey beralih ke arah rekaman cctv yang terletak dibalkon kamar, disana ia bisa melihat jelas putra bungsunya yang tengah duduk dibalkon kamar dengan menghisap sebatang benda nikotin yang berada di sela sela jarinya.

Tiffany ikut terkejut melihatnya, mengambil ipad dari tangan suaminya, ia sedikit perbesar layar dan memperlihatkan lebih jelas putra bungsunya yang sedang menyesap sebatang rokok dengan asap yang mengebul keluar dari mulut dan hidungnya, bahkan dimeja sampingnya masih ada bungkus rokok dan pematiknya.

" MAS! " Panggil Tiffany, cukup kencang dan panik ketika melihat Jeffrey yang sudah berjalan keluar kamar dengan langkah lebar.

Tiffany yakin pasti suaminya akan memberikan hukuman kepada Jeno.

Tiffany berlari kecil menyusul Jeffrey yang sedang berjalan cepat ke arah kamar Jeno, yang hanya beberapa langkah saja dari kamarnya.

" Dikunci dari dalam, tuan. " Ucap Demian, ketika mencoba membuka pintu kamar Jeno.

" Dobrak! " Perintah Jeffrey

Demian dan Roy mendobrak kasar pintu kamar tersebut, hingga akhirnya pintu kamar terbuka lebar dan menempel ke dinding dengan keras, untung saja pintu kamar tidak sampai rusak, hanya engselnya saja yang terlepas dari bautnya.

" JEVANO! "

Dibalkon kamar Jeno berdecak kesal mendengar namanya dipanggil dengan suara yang lantang dan keras, batang rokok yang tinggal setengah itu dimatikan dengan menyundutnya di asbak, ia juga terpaksa harus melepaskan earphone.

Jeno bangkit dari sana dan masuk kedalam kamar, Jeffrey menatap putra bungsunya dengan tatapan yang tajam, terlihat gurat amarah mulai terpancar diwajah tegas Jeffrey.

" Tiff keluar. " Ucap Jeffrey, tanpa menoleh ke arah sang istri.

Tiffany menggeleng kasar, ia tak mungkin meninggalkan putra bungsunya.

" Roy. " Jeffrey beralih melirik asisten pribadinya sekilas.

Roy mengangguk mengerti, ia menunduk hormat lalu mengajak sang nyonya untuk keluar kamar dengan perlahan, Tiffany mau tidak mau ia harus keluar kamar dengan di temani Roy.

Jeffrey juga meminta Demian untuk keluar kamar, memberikan ruang dengan putra bungsunya, bunyi pintu kamar di tutup dengan rapat membuat jantung Jeno mendadak berdegup dengan sangat cepat.

Tatapan tegas dan menyeramkan dari Jeffrey sangat berbeda dari biasanya, kali ini Jeno merasakan ketakutan.

Jeno mundur selangkah hingga punggungnya menempel dengan pintu kaca balkon kamar, ketika Jeffrey melangkah semakin dekat ke arahnya, tubuhnya mendadak kaku di tempat.

Rahang tegas milik Jeno di cengkram dengan sangat kuat oleh Jeffrey, hingga kuku jemarinya menekan di kedua pipi sang putra, nafas Jeno mendadak tercekat ketika Jeffrey membawa wajahnya agar melihat ke arahnya.

" Merokok? "

Jeno tidak menjawab.

" Papah tanya, kamu merokok? "

Jeffrey semakin mencengkram lebih kuat rahang Jeno membuat sang empu mengeluarkan ringissan ketika merasakan kuku yang menusuk kedua pipinya.

" Jawab! "Jeffrey membentak kasar.

Tidak terlihat gurat wajah takut dari Jeno, putranya itu malah berusaha untuk melepaskan cengkramannya.

" Lepas! " Jeno masih berusaha untuk melepaskan cengkraman itu.

Kedus tangan Jeno memegang lengan Jeffrey berharap cengkraman itu terlepas dari rahangnya, namun bukannya terlepas cengkraman itu malah semakin kuat membuat Jeno meringis merasakan sakit dan perih.

" Sa--kit "

Jeffrey akhirnya melepas cengkraman itu, membuat Jeno bernafas dengan cepat.

Tiba tiba tangan Jeno ditarik dengan kasar oleh Jeffrey, dibawanya tubuh Jeno untuk dilempar diatas ranjang membuat tubuh yang lebih kecil darinya itu jatuh diatas ranjang dengan kasar.

Jeno meringis kembali ketika merasakan sakit dibadanya.

" Jangan harap kamu bisa keluar kamar atau bermain diluar rumah lagi, Jevano. Karna itu tak akan mungkin lagi terjadi. " Ucap Jeffrey, mutlak.

Jeno menggeleng kasar.

" Kamu berharap papah akan luluh dengan kamu memohon? Engga Jevano! Engga akan. "

" ROY! " Panggil Jeffrey cukup kencang, membuat Roy masuk kembali ke dalam kamar dengan cepat.

" Lakukan. "

Roy langsung memanggil tiga anggotanya termasuk Demian, yang sudah menunggu di luar.

Tiga anggota bodyguard itu masuk ke dalam kamar, dengan mereka yang masing masing membawa sebuah benda yang terlihat cukup berat.

Roy dan ketiga anggotanya berjalan maju mendekat ke arah pc gaming milik Jeno yang berada di samping meja belajar.

Jeno yang mendapat firasat buruk, menggeleng kasar dan bangkit dari duduknya, ingin berusaha menghalangi Roy namun lengannya di cengkram kuat oleh Jeffrey.

" LEPAS! " Jeno berusaha untuk melepaskan cengkraman Jeffrey dari lengannya.

" ENGGA DEMIAN PLEASE JANGAN! " Teriak Jeno, ketika melihat Demian yang mencabut kabel pc gamingnya dengan kasar hingga kabel tersebut terputus.

Demian melempar semua alat pc gamingnya ke lantai, hingga terdengar pecahan barang berat yang cukup nyaring.

Roy berjalan ke arah rak yang berada di bawah televisi, di mana letak PS5 milik Jeno berada, asisten pribadi milik Jeffrey itu, mengambil PS5 yang masih terbungkus kardusnya.

Brak

Kardus PS5 itu di lempar ke arah pc gaming yang sudah pecah di atas lantai kamar.

Jeno menggeleng kasar, itu adalah PS5 yang di belikkan oleh eyang dan uti dengan cara patungan, walaupun Harvand bisa saja membelinya sendiri, namun Hana meminta untuk patungan membli PS5 untuk salah satu cucunya itu.

" ENGGA PLEASE GW MOHON JANG-- "

BRAK

PRANG

Pc gaming yang dibelikan sang bunda dua tahun lalu kini sudah hancur, layarnya retak dan pastinya sudah tak bisa di gunakan kembali, bahkan PS5 yang di belikkan eyang dan uti juga ikut dipukul dan membuat alat itu terpecah belah.

Alat gaming itu kini benar benar sudah hancur, tidak berbentuk lagi.

Bunyi alat berat yang disengaja dilayangkan ke arah dua benda gaming itu membuat Jeno duduk diatas lantai kamar dengan lemas, bahkan cengkraman tangan Jeffrey yang berada di pergelangan tangan Jeno terlepas.

" Itu hadiah dari eyang uti dan bunda.. "

Air matanya turun dengan sangat deras, Jeno menangis kencang hingga dadanya merasakan sesak, benda yang sangat ia impikan dari sekolah menengah pertama kini hancur begitu saja dihadapannya.

Seharusnya Jeno menahan mereka untuk memberhentikan aksinya, namun Jeno sudah terlanjur tidak kuat melihatnya, kakinya mendadak lemas, bahkan untuk mendekat kesana sepertinya ia tidak akan kuat.

Dua benda yang sangat di sayang sayangkan olehnya kini sudah benar benar hancur.

Bagaimana ia harus bilang ke eyang, uti dan bunda, bahwa hadiah yang di berikan oleh mereka sudah hancur tak terbentuk.

Jeffrey memerintahkan mereka untuk berhenti, mereka mengangguk, menunduk hormat kepada sang tuan, dan keluar kamar.

Jeno semakin merapatkan dirinya dengan pinggir ranjang, ketika melihat Jeffrey yang kini berada dihadapannya dengan menyamakan tingginya.

Jujur Jeno takut dengan Jeffrey saat ini.

" Sebenarnya papah ingin menghukum mu dari lama, ketika kamu diam diam balapan liar di luar sana, meminum dan makan makanan tak sehat di luar sana. "

" Papah tak suka jika baby nya papah melakukan kenakalan. So this is punishment for you baby boy. "

Jeno yang mendengarnya sontak menggeleng kasar, ia semakin menangis kencang mendengarnya.

" The day after tomorrow we will move house. " Ucap Jeffrey, yang langsung mendapat gelengan kecil dari Jeno di sela nangisnya.

Jeno masih enggan untuk menatap Jeffrey.

" No rejection baby boy. " Jeffrey tersenyum, sangat menyeramkan.

Jeffrey mengulurkan tangannya untuk merapihkan rambut putranya yang berantakkan, merapihkan rambut hitam itu dengan jari jari tangannya, setelah itu berdiri dan memilih melangkah keluar kamar begitu saja, meninggalkan putra bungsunya yang menangis di dalam kamar.

Jeffrey memejamkan matanya sejenak di depan pintu kamar, ketika kembali mendengar tangis kencang dari putra bungsunya.

Suara derap langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya, membuat ia membuka kembali kedua bola matanya.

Tiffany terkejut ketika mendengar suara tangisan kencang milik Jeno dari dalam kamar, Tiffany ingin membuka pintu kamar itu namun langsung di tahan oleh Jeffrey.

" Mas! Jevano menangis di dalam. "

" Dia sedang di hukum Tiffany. "

" Mas! Ibu mana yang hanya diam ketika mendengar anak nya menangis dengan kencang seperti itu! "

" Tiffany Robinson! "

Tiffany terdiam, ketika namanya di panggil dengan cukup tegas oleh Jeffrey.

" Maaf. "

" Ikut mas. "

Jeffrey berjalan begitu saja ke arah anak tangga dengan berat hati Tiffany harus meninggalkan putra bungsunya yang menangis di dalam sana.

" Titip adek. " Ucap Tiffany, kepada Jevandra dan Jeandra.

Setelah itu Tiffany mengikuti langkah sang suami.

Didalam kamar, bener benar sangat kacau, apa lagi sang pemilik kamar, matanya sembab dan memerah, bahkan hidung mancungnya ikut memerah, bibir pinknya mulai kering dan memucat, dadanya terasa semakin sesak ketika mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

Jeno masih tak percaya akan mendapat hukuman seperti ini, dirinya benar benar baru pertama kali merasakan seperti ini.

PS5 pemberian dari sang eyang dan uti hancur berkeping keping di hadapannya, jangan lupa dengan pc gaming miliknya yang juga di belikkan dari sang Bunda, Jeno tau harganya sangat mahal, karna ia ikut sang bunda waktu membelinya.

Bukan masalah PS5 atau pc gamingnya, namun di kedua benda itu banyak sekali masing masing cerita, seperti PS5 Jeno meminta waktu kelas X SMA, karna kebetulan PS5 baru saja rilis saat itu, jadi banyak sekali peminatnya.

Contoh Nathan, Jeno ingin memiliki PS5 karna Nathan sudah membelinya lebih dulu dari korea selatan yang di bawa ke indonesia, setiap bermain ke rumah Harvand Jeno selalu bermain PS5 entah itu bersama Nathan atau Kelvin.

Dan akhirnya karna ia ingin juga, agar bisa memainkannya di rumah, ia meminta ke Harvand untuk membelikannya, jika minta ke sang bunda, pasti tidak akan mungkin karna ia sudah di belikkan pc gaming yang harganya cukup menguras isi atm milik Tiffany waktu kelas IX SMP.

Esoknya, barang yang Jeno minta sudah berada di kamarnya, dengan kardus kotak bewarna putih dan biru.

Harvand berkata jika ia membelinya patungan dengan Hana, dan mereka memberikannya ke Jeno juga bersembunyi bunyi agar Tiffany tidak tau, tapi tetap saja, Tiffany mengetahuinya, dan memberikan sedikit omelan kepada Jeno.

" Jeno harus bilang apa sama eyang uti.. " lirih pemuda itu, dengan pelan air matanya berjatuhhan kembali, Jeno tidak bisa membayangkan bagaimana respon mereka dan pasti akan kecewa kepadanya.

Jeno menunduk melihat pergelangan tangannya yang memerah akibat Jeffrey mencengkramnya cukup kuat.

Jeno menyenderkan tubuhnya oleh pinggiran ranjang, ia tak kuat untuk bangun sekedar pindah tempat ke atas ranjang, tubuhnya sangat lemas, bahkan jari jemari tangannya ketika ia coba untuk genggam tidak bisa, ia kembali mengalami tremor seperti waktu itu.

Pintu kamar di buka dari luar, menampilkan Jevandra dan Jeandra yang bergantian masuk ke dalam kamar, Jeno tak menoleh ke arah suara sama sekali, pandangannya kini terlihat kosong menatap serpihan pecahan.

Jevandra mendekat ke arah adik kecilnya yang terduduk di lantai dengan pandangan yang tertuju oleh pecahan tersebut.

Jevandra duduk di hadappan Jeno mengahalangi pandangan tapi tak membuat Jeno bergeming atau bergerak, Jevandra langsung saja membawa tubuh sang adik kecilnya ke dalam pelukannya, tangannya mengelus punggung Jeno dengan pelan dan lembut.

Jeno tak membalas pelukkanya ia hanya menyembunyikan wajah di dada bidang kaka pertamanya.

" It's okey.. breathe calmly " Ujar Jevandra yang merasakan bahwa nafas berat sang adik.

🛡🔫

Jeffrey menutup kasar laptopnya setelah menanyangkan rekaman cctv kamar Jeno yang memperlihatkan kejadian tadi, Tiffany bangkit dari duduknya lalu melemparkan bantal sofa begitu saja hingga terjatuh ke lantai, ia tak habis pikir dengan suaminya.

" Mas! Aku engga habis pikir sama kamu ya! Kamu lupa perkataan Dikta?! "

" There's no other way, Tiff. "

" Memang engga ada! tapi engga harus dengan kaya gini juga mas! "

" Jevano pasti engga bakal mau ngomong lagi sama kita mas kaya waktu itu! "

" Bukan cuman Jevano aja yang bakal mogok ngomong sama kamu, aku juga ikuttan! " Ancam Tiffany, membuat Jeffrey menaikkan satu alis menatap sang istri tak yakin.

" Yakin? "

" Ya engga! " Ucap Tiffany, membuat Jeffrey tersenyum kecil.

" The day after tomorrow we will move. I hope you can prepare it quickly. " Ucap Jeffrey, tiba tiba membuat Tiffany yang mendengar terkejut.

" Jeff! Gosh you really make me want to be mad at you! " Ujar Tiffany, sungguh ia ingin marah kepada sang suami, namun tak bisa ia akan mendapatkan dosa yang melimpah nantinya, kata Hana.

" No one forbids you to be angry with me So go ahead if you dare honey. "

Brugh

Tiffany dengan kesal melemparkan bantal sofa dengan kencang kepada Jeffrey, dan mengenai perutnya.

Tiffany memilih beranjak keluar dari sana, tanpa mempedulikan sang suami yang tertinggal didalam, ia harus mengecek putra bungsu.

Dengan langkah cepat Tiffany menaiki anak tangga menuju lantai atas, ia belok ke sebalah kiri di mana kamar sang putra berada, Tiffany berpapasan dengan dua bodyguard yang keluar dari kamar Jeno dengan membawa sebuah kotak besar yang pasti berisi kepingan pecahan.

Dua bodyguard itu menunduk hormat ke arahnya, membuat Tiffany membalasnya dengan anggukkan.

Pintu kamar di buka pelan oleh Tiffany, lalu kembali menutupnya dengan pelan, karna engsel pintu tersebut terlepas dari bautnya akibat dobrakan kencang dari Roy dan Demian yang cukup kencang.

Tiffany mendekat ke arah Jevandra yang masih memeluk Jeno di lantai kamar, Tiffany mensejajarkan duduknya dengan Jeno, tangannya ia bawa untuk mengelus rambut belakang sang putra.

Elusan itu membuat Jeno semakin merapatkan pelukkannya kepada kaka pertamanya.

" Tolong bawa ke atas ranjang, Jev. " Ucap Tiffany.

Jevandra mengangkat sang adik dengan bridal style, lalu menaru tubuh Jeno di atas ranjang, adik kecilnya itu terlihat memejamkan matanya, namun tangannya terus menerus menggenggam erat kemeja yang di kenakan oleh Jevandra, seperti memberitahu bahwa kakanya itu tak boleh pergi dan selalu berada di sisinya.

Jevandra akhirnya ikut menidurkan tubuhnya di samping kiri Jeno, ia tidur dengan menyamping membelakangi Tiffany dan pintu kamar.

" Bunda cari pakaian ganti untuk Jevano sebentar " Ucap Tiffany, yang langsung di angguki pelan oleh Jevandra.

Jeandra yang sedari tadi hanya duduk di atas kursi meja belajar, akhirnya ia pindah, dan ikut menidurkan tubuhnya di sebelah kanan Jeno yang kosong.

" The day after tomorrow we will move. " Ucap Jeandra, dengan matanya yang terus memerhatikan wajah sang adik yang sedanh tidur namun terlihat sangat gelisah.

" I know. Because of this problem dad acts hard. "

" This is quite excessive in my opinion."

Perkatan Jeandra membuat Jevandra menatap bingung, lalu sedetik kemudian mengangguk kecil.

" This incident had to happen, Jean. You know how protective dad is of the youngest."

" You see now our little brother can't fall asleep anymore. And surely Jevano will have tremors again. " Jeandra menggeleng tak setuju,

" Dad has his medicine Jean. "

" Up to you. I only love Jevano not you! "

" Thank you. "

" You're so weird but It was nothing "

Percakappan kaka beradik itu berhenti, ketika sang ibu telah datang kembali setelah mencari pakaian untuk sang adik di walk in closet.

Tiffany menaru sepasang baju itu di atas ranjang.

" Tolong ganti baju adik mu, bunda ingin kembali memberi pelajaran kepada papah kalian. " Ucap Tiffany, lalu keluar kamar membuat Jevandra dan Jeandra saling tatap satu sama lain.

" Just pray that dinner tonight we can still see dad. " Ucap Jeandra pelan membuat Jevandra yang mendengarnya hanya menggelengkan kepalanya.

🛡🔫

Malam harinya, bertepatan setelah jam makan malam, Jeffrey kembali menduduki dirinya di kursi kerja yang di depannya sudah terdapat sebuah laptop yang terus menerus menyala, menampilkan sebuah rekaman cctv kamar putra bungsunya dari setiap sisi kamar.

Didalam rekaman cctv itu, ada Tiffany yang duduk dipinggir ranjang, sedang berusaha membujuk putra bungsunya untuk memakan makan malamnya, yang tadi hanya masuk satu sendok nasi saja.

" Jeno bilang ke eyang uti gimana.. " Ucap Jeno, suaranya terdengar sangat pelan.

Tiffany menurunkan sendoknya, menarunya kembali sendok yang sudah berisi nasi serta lauk diatas piring.

" Bunda marah yaa sama Jeno karna pc gamingnya rusak "

" Engga sayang bunda engga marah sama Jeno, itu bisa beli lagi, uang bunda sekarang banyak. " Ucap Tiffany, di selengi tawa kecil, mencoba untuk meghibur sang putra.

" Besok kita telpon eyang uti okey "

Jeno menggeleng mendengar perkataan sang bunda.

Jeno mengambil segelas air putih dengan tangannya yang masih mengalami tremor kecil, ia menegaknya hingga setengah lalu kembali menidurkan tubuhnya di atas ranjang, Jeno menepuk pelan space sebelah kiri nya yang kosong, menyuruh sang bunda untuk tidur di sampingnya.

Tiffany ia menaru piring yang berisi makan malam itu di laci yang terletak di samping ranjang, ia mulai ikut menidurkan tubuhnya di samping Jeno.

Jeffrey mengalihkan perhatiannya ketika mendengar suara pintu yang di ketuk oleh Roy dari luar, setelah di izinkan masuk, Roy menunduk hormat kepada sang Tuan, lalu menyerahkan sebuah dua map berwarna hitam kepada sang tuan.

" Laporan baru yang di kirim oleh Bastian di mansion utama, tuan. "

Jeffrey menerimanya, ia menaru map tersebut di atas meja.

" Dikta, kau sudah hubungi? " Tanya Jeffrey

" Sudah tuan, sedang dalam perjalan menuju ke sini "

" Semuanya sudah kau pindahkan ke mansion? " Tanya Jeffrey kembali

Jeffrey tak bodoh, ia tak mungkin melakukan tindakkan seperti itu kepada barang berharga milik putra bungsu, apa lagi benda itu di belikkan langsung dari orang yang amat di cintai oleh Jeno bisa bisa ia dibuat tak bernafas oleh Tiffany dirinya.

PC gaming dan PS5 yang tadi siang di buat hancur olehnya adalah baru, alias bukan punya Jeno yang lama, yang lama memang sengaja dipindahkan ke mansion miliknya dan menarunya di ruangan khusus, dan Jeffrey membeli baru kedua barang itu yang sama persis seperti sebelumnya.

" Sudah, tuan. "

" Kau bisa keluar, Roy. "

Roy mengangguk ia menunduk hormat dan berjalan mundur ke luar ruang setelah itu menutupnya kembali dengan rapat.

Jeffrey menyenderkan punggungnya di badan kursi meja kerjanya, di dalam lubuk hatinya, ia terus menggumam kata maaf untuk anak bungsunya.

Jeffrey menghela nafas gusar, ia kembali melihat ke arah laptop dan melihat Jeno k sudah kembali terlelap dalam tidurnya, dengan Tiffany yang ikut tertidur di sampingnya.

























Continue Reading

You'll Also Like

929K 28K 37
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
3.2K 368 5
Persahabatan itu layaknya magnet yang tak bisa terpisahkan. Dalam persahabatan, seorang kawan akan selalu bersama kapanpun dan dimanapun. Namun dalam...
230K 17.6K 31
"Jadi gini rasanya jadi anak kandung, tapi di anak tirikan." Kevin. "Sampai kapan kamu mau ngehindar terus Vin? aku pingin deket sama kamu, pingin ng...
8.4K 317 31
Menceritakan tentang kehidupan abstrud di kediaman keluarga Choi yang selalu ribut karena ulah si bontot Ukie dan hyung hyungnya yaitu Kai, Taehyun...