"Saat uap air mencapai ketinggian tertentu yang suhunya lebih rendah, uap air tersebut akan mengalami pengembunan, sehingga berubah wujud menjadi tetes air. Proses ini dikenal sebagai kondensasi. Hasil kondensasi uap air inilah yang nantinya terlihat sebagai awan."
Seluruh siswa mencatat poin penting apa dikatakan Bu Niken. Beliau memang jenis guru yang tak suka menulis di papan tulis, beliau lebih suka menerangkan secara lisan dan membiarkan para murid memahaminya sendiri.
"Semakin banyak tetes air yang terbentuk, semakin besar ukuran awannya."
"Jika awan tersebut mendapatkan panas dari Matahari, awan akan menguap lalu hilang."
"Sok tahu."
Pandangan beberapa siswa mengarah ke bangku belakang. Menatap seorang cowok yang dengan beraninya mengatai guru dengan sebutan 'sok tahu'. Beruntung cowok itu mengatakan dengan nada rendah, jadi untuk saat ini dia aman karena Bu Niken tak mendengarnya.
"Beneran. Di TV udah ada beritanya. Katanya nih ya Upin & Ipin bakal ditiadakan," kata Bagas dramatis.
Chiko ngupil, mengeluarkan emas dari dalam hidungnya lalu membuangnya sembarangan, "Tenang, masih ada Spongebob."
"Kagak seru mah Spongebob, banyak adegan yang dipotong," tukas Tito yang duduk di belakang Chiko dan Bagas.
"YouTube kan ada, susah amat. Kagak punya kuota? Puasa rokok dulu buat beli kuota," kata Chiko.
"Wi-Fi sih ada di rumah gue tapi lo tahu sendiri kan Chik YouTube bisa buat jiwa gak terkendali. Niatnya mau nonton Spongebob malah pindah haluan nonton yang lain," jawab Bagas.
"Nonton yang lain apaan, Gas? Wah... Si Bagas mulai dewasa." Tito menatap Bagas penuh selidik.
Plak!
Bagas menampol kepala Tito dengan buku paket, "Gue punya mesin cuci, sini otak lo gue cuci," ucap Bagas gemas, "Gue nonton tutorial masak man. Siapa tahu nanti bisa jadi koki."
Tut!
Akibat terlalu serius menahan tawa Chiko tanpa sengaja mengeluarkan angin dari dubur. Tito yang menyadari itu mukanya memerah menahan tawa, bahkan Eva dan Alex yang duduk di depan Chiko pun sampai menoleh ke belakang setelah mendengar bunyi aneh.
"Siapa yang kentut? Buruan ke toilet, keburu cepirit lo ntar," kata Alex seolah takut kalau kelasnya bau.
"Yang belakang kenapa heboh sendiri?!" seru Bu Niken geram karena ada yang tak memperhatikan pelajarannya.
Seluruh mata memandang ke arah belakang. Orang-orang yang membuat kegaduhan menunduk seketika, kecuali Bagas yang merasa ternistakan karena di ejek pasal cita-citanya.
"Chiko eek di celana, Bu!" teriak Bagas pada akhirnya.
"Sialan lo." Chiko menjitak kepala Bagas.
Bu Niken menggelengkan kepala, "Chiko keluar sekarang."
"Bu, saya gak eek di celana. Beneran," jelas Chiko, spontan seisi kelas dipenuhi dengan gelak tawa.
"Oke. Kalau begitu kamu berdiri di luar kelas sampai pelajaran Ibu selesai."
"Eh saya eek di celana deh, Bu. Saya ke toilet aja." Chiko beranjak berdiri lalu lari keluar kelas sambil menutupi bokongnya.
Suara tawa semakin pecah akibat tingkah konyol Chiko. Bahkan guru dari kelas sebelah sampai keluar dan menengok apa yang sebenarnya terjadi di kelas XII IPS 2.
Setelah jauh dari pandangan kelasnya Chiko mulai berjalan santai dan bersiul. Lumayan lah drama yang terjadi barusan, dia jadi terbebas dari pelajaran yang cukup membosankan. Yah walaupun sebagai bayarannya dia harus pasang muka tembok.
Tapi soal kejadian kentut barusan dia sangat yakin kalau dia tidak cepirit. Mana mungkin dia eek di celana.
"Apa gue cek ke toilet dulu ya." Tiba-tiba pendirian Chiko goyah.
Akhirnya cowok itu memutuskan pergi ke toilet. Membayangkan akan adanya hal menjijikkan nempel di tubuhnya membuatnya merinding sendiri. Saat dia melewati taman sekolah matanya secara refleks menoleh ke samping, tampak iri dengan anak-anak yang jam pelajarannya sedang kosong dan memilih bersantai di sana.
Kakinya berhenti saat manik matanya menemukan sosok familier yang sudah lama memenuhi relung hatinya. Itu Sesil. Gadis itu tengah duduk di gazebo sekolah bersama empat orang lainnya. Membaca sebuah buku lalu berbicara pada temannya. Sepertinya mereka sedang mengerjakan tugas kelompok.
"Calon makmum!" Chiko berteriak sambil melambaikan tangan.
"Woi! Cantiknya Chiko!" Gadis itu tak kunjung merespon.
Chiko memilih menelepon Sesil saja. Dia cuman ingin Sesil tahu keberadaannya, diberikan seulas senyum sudah cukup sepertinya.
"Maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi."
Chiko mengerutkan kening menatap ponselnya. Kenapa Sesil tidak bisa di hubungi? Padahal Chiko melihat gadis itu tengah memegang ponsel.
Chiko menepuk jidat, "Chiko goblok! Ponsel Sesil kan ada di elo."
*****
Lemari es dibuka. Sebuah tangan mengambil sekotak susu rasa strawberry dari dalam sana. Chiko menggigit bungkus snack, sedangkan kedua tangannya sudah penuh dengan makanan.
"Rujak!" kata Chiko baru ingat kalau Bundanya tadi membuat rujak.
Dengan susah payah cowok itu mengambil kotak makan berisi buah dan sambal rujak. Entah mendapat hidayah dari mana sampai sang Bunda punya inisiatif membuat rujak, yang pasti Chiko berharap Bundanya tidak sedang hamil sekarang.
Dia tidak mau predikatnya sebagai anak bungsu harus tergeser.
Chiko melepas semua makanannya di atas karpet kamar. Dia duduk, menggeser meja kecil di mana sudah ada laptop dan ponsel di sana.
Mengambil susu strawberry Chiko langsung saja meminumnya, sebelum akhirnya terfokus ke dua alat elektronik di depannya.
Kini ponsel Sesil sudah terhubung di laptop miliknya. Rasa penasaran Chiko memuncak pasal seorang cowok yang menelepon Sesil beberapa minggu yang lalu, dan juga puluhan nomor misterius yang mampir di ponsel Sesil.
"Coba yang ini." Chiko mengeklik salah satu nomor yang terpampang di laptopnya.
Beruntung sang Ayah adalah seorang agen rahasia, jadi dia sedikit tahu pasal ilmu tersebut. Sepertinya dia mulai tertarik mengikuti jejak beliau.
"Hallo?" Suara Sesil muncul dalam rekaman suara.
"............"
"Maaf, ini siapa?"
"............ "
"Hallo?"
Panggilan berakhir. Chiko mengacak rambutnya. Kenapa yang bersuara cuman Sesil saja? Di mana suara sang penelepon.
Tak menyerah Chiko kembali mengeklik satu nomor lainnya. Dia mendengarkan dengan seksama.
"Hallo?" Suara Sesil kembali terdengar.
"..............."
"Ini siapa?"
"..............."
"Maaf, saya tidak punya banyak waktu." Sesil mematikan sambungan telepon.
Chiko berdecak, ternyata sama saja. Dia kembali mengeklik nomor lainnya. Entah bisa sabar atau tidak, dia mulai muak melihat banyak nomor telepon asing yang mampir di ponsel Sesil. Apakah dia harus membuka semuanya?
"Hallo?"
"................."
"................." Sesil ikut diam tak bersuara lagi.
Chiko kembali meminum susunya.
"Yah... Di cuekin. Abang Chiko jadi galau."
Byur!
Chiko menyembur laptopnya hingga membuat benda itu penuh dengan cairan warna pink. Buru-buru Chiko membersihkannya dengan tisu, beruntung laptopnya tidak mati.
Setelahnya sambungan terputus.
"Itu tadi suara gue kan?" tanya Chiko pada diri sendiri, "Sial! Kenapa Sesil gak minta bantuan sama gue padahal gue tepat ada di depannya?"
Chiko memakan snacknya rakus lalu kembali mengeklik nomor berikutnya.
"Hallo?"
"................"
"Siapa pun anda, ini gak lucu!"
".............."
"Tolong katakan sesuatu!"
"..............."
"Ish... Nyebelin!" Sambungan telepon kembali terputus.
Chiko mulai muak. Dia beralih ke riwayat video call. Di sana ada banyak nama yang pernah melakukan panggilan video dengan Sesil. Dari puluhan nama Chiko memilih satu dari mereka yang tak bernama, dan itu adalah satu-satu nomor tak di kenal yang pernah melakukan panggilan video dengan Sesil.
"Hallo?" Terlihat muka Sesil yang kentara bingung di sana.
Seperti biasa orang di seberang tak menjawab. Chiko mengamati dengan seksama kamera itu sambil memakan snacknya.
Kamera menunjukkan satu ruangan yang temaram, nyaris gelap. Dia berjalan perlahan menuju gorden besar, lalu sebuah tangan dengan postur laki-laki menyibak sedikit gorden tersebut. Memperlihatkan kondisi di luar rumah.
"Kayak kenal sama lingkungannya." Chiko menyipitkan mata.
Dia mengulangi lagi video tersebut di detik ketika orang misterius itu memperlihatkan kondisi luar rumah. Dia mem pause video lalu mengamati lamat-lamat.
Mata Chiko melotot saat lampu di dalam kepalanya mulai menyala, "Anjir! Itu kan depan rumah gue!"
Chiko baru sadar kalau kamera itu memperlihatkan sebagian besar dari rumahnya. Cowok itu beranjak berdiri dan lari menuju balkon kamarnya. Menatap rumah kosong yang selalu membuat buku kuduknya meremang.
"Orang itu ada di dalam sana."
__________________
Bersambung.....