Bad or Good?

Door Wpe_surd

103 29 2

Delina. Ya, seorang aneh yang nyaris loncat dari gedung kampus tanpa sebab yang masuk akal. Gadis itu bilang... Meer

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41 [End]

Chapter 11

2 1 0
Door Wpe_surd

Rey, Zulfan, dan Ando, sedang berada di laboratorium Mama Ririn untuk mencoba sebuah alat yang wanita itu rancang selama tiga tahun.

Mama Ririn ingin agar Rey segera mengambil tindakan untuk pembunuhan yang sudah menewaskan ayahnya dan juga telah membuat Ansabella pergi ke masa lalu ibunya yang ada di dalam dimensi waktu yang lain.

"Luar biasa, ternyata hal seperti ini pun tak hanya ada di dalam film dan drama sci-fic saja," ujar Zulfan sambil melepas alat yang berbentuk seperti helm yang telah Mama Ririn rancang secara khusus.

Mata Rey berkaca-kaca, pemuda itu lantas memeluk Mama Ririn yang tersenyum lembut padanya.

"Mah, maafin Rey yang sempet nggak percaya dengan apa yang sudah Mama katakan padaku. Aku janji, aku akan segera membawa Bella kembali dan juga menghukum pembunuh dari ayah," ucap Rey sambil memeluk erat Mama Ririn.

"Nak, seseorang yang telah berhasil membawa Bella ke masa lalu dan juga telah membunuh ayahmu adalah orang terdekat kita. Tak ada yang mengetahui jadwal ayahmu kecuali orang yang dekat dengannya saja. Karena itu, tugasmu sekarang adalah menyelidiki satu-persatu orang yang dekat dengan ayahmu. Semoga kau berhasil, Nak," pinta Mama Ririn.

Rey melepas pelukannya dan meminta penjelasan dari ibunya.

"Tak ada orang baik yang sepenuhnya baik dan tak ada orang buruk yang sepenuhnya buruk, Rey. Kita sekarang hidup di zaman yang sudah semakin rusak, kadang kita sendiri pun tak bisa mempercayai siapapun bahkan diri kita sendiri. Apa kau pernah mendengar tentang dissociative identity disorder?"

Rey menggelengkan kepala, lalu menoleh ke arah Zulfan.

"Lo tahu apa itu, bro?" tanya Rey.

Zulfan tersenyum kecil, lalu melepas kacamata minus yang ia pakai untuk sementara waktu.

"Lo tahu istilah kepribadian ganda?" ucap Zulfan balik bertanya.

Rey mengangguk ragu, "Setau gue, itu tuh biasa kita sebut dengan 'kepribadian ganda', orang yang punya kelainan itu, sering tak sadar dengan apa yang baru aja mereka lakuin. Dia tuh kayak punya kepribadian lain dalam tubuhnya, yang masing-masing dari kepribadian itu berdiri sendiri. Ya, kayak gitu, sih, dari yang sering gue liat di artikel," jelasnya.

Rey lantas menoleh ke arah ibunya dengan bingung.

"Kenapa Mamah tiba-tiba bahas tentang kepribadian ganda. Apa seseorang yang melakukan semua hal gila ini adalah orang yang punya kelainan itu, Mah?" tanya Rey.

"Maafin, Mamah ya, Rey. Untuk sekarang, Mamah belum bisa jawab pertanyaan kamu. Suatu saat, kau akan tau sendiri tentang kebenaran ini," jawab Mama Ririn.

Rey menghela napas dan mengangguk. Sebenarnya, dia sangat bingung dengan pemikiran Mamanya. Jika, dia tahu siapa pelakunya, kenapa anaknya yang harus mencari tahu sendiri tentang kebenaran dari kasus itu?

"Zulfan, Ando, kalian tidurlah di sini. Hari sudah larut dan hujan pun sedang turun. Kalian bisa tidur di kamar Rey. Tapi ingat, kuncilah pintu kamar kalian karena dulu rumah ini pernah kemasukan pencuri. Kalian paham, 'kan?" pinta Mama Ririn.

Zulfan dan Ando pun mengangguk, lalu segera pergi dari ruang laboratorium. Rey menyusul kedua sahabatnya dengan kepala yang masih sibuk menebak pelaku pembunuhan itu.

*****

Rey, Zulfan, dan Ando, keluar dari laboratorium Mama Ririn. Rey membuka pintu untuk keluar dari ruangan itu dan mendapati Bi Siam yang sedang berdiri tepat di samping pintu.

"Bi ...," ucap Rey yang terlonjak kaget.

Bi Siam pun ikut kaget saat Rey membuka pintu.

"Hay, Bibi, dah lama kita nggak ketemu!" sapa Ando dengan riang.

Rey menatap Bi Siam dengan penuh kecurigaan. Mungkinkah dia harus mencurigai wanita itu?

"Bi, Bibi ngapain di sini?" tanya Rey dengan wajah yang terlihat bingung.

"Em anu ..., itu ...," jawab Bi siam dengan gugup.

"Bibi dengerin omongan kita di dalam?" tebak Rey serius.

Bi Siam menunduk dan terlihat gugup saat Rey berbicara dengan nada serius untuk pertama kalinya.

Mama Ririn kemudian keluar dari laboratorium untuk mengetahui alasan apa yang membuat anaknya masih saja berdiri di depan pintu.

"Ada apa, Rey?" tanya Mama Ririn bingung.

"Ini Mah, Bi siam tiba-tiba datang ke sini. Pas aku tanya, dia justru gugup dan tak menjawab pertanyaanku!" ucap Rey tanpa menoleh ke arah Mama Ririn.

Mama Ririn lantas menoleh ke arah Bi Siam yang terlihat menundukkan kepalanya. Wanita itu tersenyum kecil, lalu menghampiri Bi Siam.

"Nggak usah gugup kali, Bi, Rey 'kan udah kaya anakmu sendiri. Kita berdua yang ngerawat Rey sejak dia baru lahir, 'kan? Jadi, kalo Rey terlihat aneh, tegur dia juga, Bi," kata Mama Ririn yang terdengar menyemangati Bi Siam.

"Mah, untuk saat ini kita nggak bisa percaya sama siapa pun. Mamah sendiri 'kan yang bilang, kalau pelakunya adalah orang terdekat kita? Jadi, aku sendiri harus mencurigai banyak orang yang dekat dengan Papah, selama beliau masih hidup," sanggah Rey.

Mama Ririn tersenyum tipis ketika melihat Rey yang berubah dengan cepat setelah mengetahui sebagian fakta dari kasus pembunuhan ayahnya.

"Nyonya, ini ponsel Nyonya. Dari tadi bunyi terus. Sepertinya Nyonya melupakan ponsel itu dan meletakkannya di atas sofa ruang tengah," ucap Bi Siam seraya meyodorkan ponsel tipis berwarna hitam kepada pemiliknya.

"Eh iya, Bi, tadi ketinggalan di sana, ya?" ucap Mama Ririn sambil menerima ponsel hitam itu.

"Iya, Nyonya, dari tadi bunyi terus, saya pikir ada telepon yang penting," jelas Bi Siam.

"Yaudah, mamah angkat telepon dulu, ya!" ucap Mama Ririn yang kemudian meninggalkan Bi Siam dan ketiga pemuda itu.

"Jadi, Bibi beneran nggak denger apapun yang tadi kami bicarain?" tanya Rey untuk memastikan.

Bi Siam menggeleng cepat. "Bibi tadi baru datang dan pas mau ngetok pintu laboratorium, eh udah lebih dulu di buka sama kamu," jelas Bi Siam meyakinkan.

"Memangnya ada apa?" ucap Bi Siam balik bertanya.

"Nggak ada apa-apa sih, Bi. Maafin Rey yang udah curiga sama Bibi, ya!" jawab Rey yang merasa bersalah karena sudah mencurigai Bi Siam tanpa bukti yang jelas.

"Iya, nggak papa, Rey, tadi Bibi cuma kaget aja," ujar Bi siam sebelum pergi dari depan laboratorium.

Rey, Zulfan, dan Ando, lalu melangkah menuju kamar Rey dengan pemikiran yang bercabang-cabang.

Ando langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur, sedangkan Zulfan memilih merebahkan dirinya di sofa dekat jendela kamar, lalu Rey sendiri justru duduk di kursi belajar sambil menatap satu persatu foto masa kecilnya. Dia mengambil album foto itu dari ruang kerja Papa Brasdan.

"Gue jadi kangen sama Papah," ucap Rey tiba-tiba.

"Bulan depan 'kan papah lo pulang, Rey. Lo bisa peluk dia sepuasnya," respon Ando dengan enteng.

Rey mendengkus kesal, lalu menoleh ke arah Ando yang terlihat sedang menatap langit-langit kamar.

"Lo jangan mancing emosi gue deh, Ndo!" sergah Rey kesal.

Ando tersenyum kecil dan menatap Rey secara sekilas. "Meskipun Papah lo udah ngak ada, tapi lo masih punya robot yang berperan sebagai papah lo!" jelasnya dengan nada bicara yang terdengar semakin lirih.

"Perasaan, lo dari kemaren bilang enak enak mulu deh, Ndo!" omel Zulfan.

"Lo tau sendiri 'kan, Ndo. Gimana keadaan Papah setelah kecelakaan. Dia berubah drastis dan gue nggak tahu sama sekali tentang kebenaran ini," jelas Rey sedikit sedih.

"Terus, setelah kejadian ini, lo bakal gimana pas ketemu dengan robot itu?" tanya Zulfan penasaran.

"Entahlah Fan, gue sendiri juga bingung! Karena yang sekarang gue tau, gue udah nggak punya Papah lagi," ucap Rey pasrah.

"Rey, sini deh," ajak Ando sambil mendekati Zulfan yang masih duduk di sofa dekat jendela.

Rey lantas mendekati Zulfan dan Ando dengan wajah yang bingung.

"Rey, coba lo lihat kumpulan bintang yang ada di luar!" pinta Ando.

Rey mengerutkan kening karena bingung, namun tetap menurut pada perintah Ando. Dia menatap langit di malam hari kebetulan terlihat cerah karena dihiasi oleh banyak bintang.

"Lo percaya nggak Rey? Kalo Papah lo udah jadi bintang di sana!" tutur Ando sambil tersenyum lebar.

Ando bisa terlihat sangat dewasa, jika sudah berurusan dengan hal yang berkaitan dengan kenangan masa lalu. Itu sering terjadi ketika dia sedang mengenang Almarhum Papanya yang telah meninggal ketika Ando masih berusia sembilan tahun.

"Entahlah ...," jawab Rey sambil memperhatikan kumpulan bintang dari jendela kamarnya.

"Gue sih nggak percaya dengan hal begituan!" ucap Zulfan sambil menoleh ke arah kedua sahabatnya yang fokus memandangi bintang.

"Lo belum pernah kehilangan seseorang di dalam hidup lo, Fan. Lo masih punya orang tua yang lengkap, masih punya kakak, adik, nenek, dan kakek. Lo juga tajir, lo punya segalanya!" ucap Ando ketika merasa kalau Zulfan meremehkan dirinya.

"Sudahlah, Ndo. Semua hal yang lo sebutin tuh hanyalah sebuah titipan aja agar kita bisa bersyukur, lagian lo juga masih punya Tante Joe yang selalu ada buat lo," ucap Rey menenangkan.

"Lo juga punya kita yang akan selalu ada buat lo," sambung Zulfan sambil merangkul Ando.

Ando lantas menghapus air matanya dan tersenyum haru.

"Ini bukan waktunya kita untuk bersedih hati, sekarang kita harus fokus untuk mencari Delina. Kita harus menemukan dia," ucap Ando sambil menyemangati kedua sahabatnya.

"Tapi kita harus cari dalang dari permasalahan ini dulu, Ndo!" tolak Rey.

Ando tersenyum tipis, "nggak ada salahnya kalo kita coba nemuin Delina dulu, Rey, kita selesain masalahnya satu-persatu," sanggahnya.

Zulfan tersenyum, lalu menepuk bahu kedua sahabatnya.

"Kita rancang sekali lagi rencana itu esok hari saja, hari sudah semakin larut dan kita juga harus segera tidur. Kita tak boleh lupa dengan tugas yang sedang menanti kita di kampus. Ayo tidur!!"

Ketukan dari balik pintu tiba-tiba terdengar dan membuat ketiga pemuda itu terdiam secara bersamaan.

"Masuk aja," ucap Rey dengan sedikit ngegas.

"Rey, ini Mamah bawain roti dan susu hangat supaya kalian bisa lebih nyenyak untuk tidur," tutur Mama Ririn ketika masuk di kamar Rey.

"Wah, kebutulan banget nih. Ando laper tante!" sambut Ando dengan antusias.

"Rey, Mamah tau, kamu memang sangat ingin untuk segera menemukan pembunuh dan pengacau kehidupan kita, tapi kamu juga nggak bisa untuk menuduh orang dengan tiba-tiba, Rey. Itu dapat membuat orang lain menatapmu sebagai seseorang yang buruk. Belum lagi, jika orang yang kamu tuduh itu memanglah pelakunya, dia bisa aja menyusun strategi baru untuk menghapus jejak kejahatannya, Rey!" terang Mama Ririn dengan lembut.

"Mamah harap, kamu, Zulfan, maupun Ando, ketika kalian memutuskan untuk terlibat dalam penyelidikan ini, Mamah harap kalian harus lebih berhati-hati dalam menghadapi situasi dan jangan terburu-buru ketika kau sedang menghadapi sesuatu yang masih belum terbukti kebenarannya. Carilah bukti sebanyak-sebanyaknya, baru kalian bisa menangkap pelaku itu dengan penuh keyakinan," saran Mama Ririn.

Ketiga pria itu mengangguk paham dan tersenyum lebar secara bersamaan.

Bersambung ....

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

2.4M 210K 68
[FOLLOW SEBELUM BACA] Refara, seorang gadis cantik yang hidup sebatang kara. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan dan memutuskan untuk hidup mandir...
23.1K 1K 23
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...
9.8M 883K 51
#1 In Horor #1 In Teenlit (20.05.20) Tahap Revisi! Vasilla Agatha yang dijauhi orang tuanya dan tak memiliki teman satupun. Dia menjalani setiap har...
13.5M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...