Story Of Ghaitsa | Zoo Unit

By salshadefi

154K 25.6K 4.1K

Lembaran demi lembaran kisah akan terisi penuh lewat setiap jejak kaki pada kenangan yang diciptakan. Kendati... More

ATTENTION
PROLOG
BAB 1 : Lemparan Bola
BAB 2 : Ruang Kesehatan
BAB 3 : Rumah Alexzandra Bersaudara
BAB 4 : Pengganggu Sore
BAB 5 : Afeksi Transparan
BAB 6 : Kantin
BAB 7 : Teman Sekelas Baru
BAB 8 : Tamu Sore Hari
BAB 9 : Tidak Bersahabat Dengan Malam
BAB 10 : Sesekali Drama, Katanya
BAB 11 : Perusuh Pagi, Lagi
BAB 12 : Kelas 10 MIPA 4
BAB 13 : Koridor
BAB 14 : Melepas Duka
BAB 15 : Kelabu Alexzandra
BAB 16 : Agak Berat
BAB 17 : Ghaitsa Bertanya, Haidden Menjawab
BAB 18 : Panci Merah
BAB 19 : Belanja Bulanan
BAB 20 : Berjuang Untuk Bernapas
BAB 21 : Pagi Sial, Katanya
BAB 22 : Gadis Berhelm
BAB 23 : Kita Bantu Selagi Bisa
BAB 24 : Beratnya Obrolan
BAB 25 : Sebuah Perbedaan
BAB 26 : Dekat, Katanya
BAB 27 : Cie, Ghaitsa!
BAB 28 : Permintaan Maaf
BAB 29 : Joanna dan Hukuman
BAB 30 : Masa Lalu
BAB 31 : Hujan dan Petir
BAB 32 : Perdebatan Hebat
BAB 33 : Bagian Rumpang
BAB 34 : Tangan Menyambut Lara
BAB 35 : Sepasang Sayap
BAB 36 : Ikat Rambut
BAB 37 : Merah Muda dan Petaka
BAB 38 : Merak Tanpa Bulu
BAB 39 : Kantin dan Perkelahian
BAB 40 : Sepetak Cerminan Lampau
BAB 42 : Too Emotional
BAB 43 : Arti Seorang Ghaitsa
BAB 44 : Harus Selesai
BAB 45 : Rencana Semesta, Katanya
BAB 46 : Siapa Cepat Dia Tertangkap
BAB 47 : Dua Sisi Koin
BAB 48 : Gagal Girls Time
BAB 49 : Cerita Putrinya Sendiri
BAB 50 : Manusia Itu Kompleks
BAB 51 : Semesta Selalu Tentang Kemustahilan
BAB 52 : Jeviar Untuk Ghaitsa
BAB 53 : Mengantarkan
BAB 54 : Dini Hari
BAB 55 : Sederhana
BAB 56 : Ternyata, Oh, Ternyata!
BAB 57 : Palung Jiwa
BAB 58 : Menjenguk
BAB 59 : Sedikit Potongan Cerita
BAB 60 : Membujuk Sang Manis
BAB 61 : Rongrongan Semesta
BAB 62 : Dunia Tidak Sempurna
BAB 63 : Belajar Berujung Bertengkar
BAB 64 : Pelukan Pertama
BAB 65 : Sekelebat Harapan
BAB 66 : Agenda Masa Depan
BAB 67 : Sisa-Sisa Cerita
BAB 68 : Pertolongan Kanaya
BAB 69 : Pusat Kehidupan Kami

BAB 41 : Dahulu Bersama Aimara

1.5K 356 58
By salshadefi


─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───

HANCUR dengan sempurna. Harapan demi harapan yang telah dirajut sampai-sampai waras berani dipertaruhkan guna mengais-ngais hasil serupa fatamorgana pada setengah lingkaran pelangi agar bertahan di kemudian hari sekarang sudah remuk redam oleh keputus-asaan. Luluh-lantak dalam sekali hentak. Tangannya tidak lagi dapat keluar dari bayang-bayang hitam penuh sesak teramat nan membuat jantung kesulitan menerima oksigen. Berujung ada ketidaksanggupan badan untuk melarikan diri dari gamang terpahit hanya untuk terjebak dalam tempurung, selama-lamanya.

Uraian biru perlahan-lahan turun, telapak tangan itu tergenggam gemetar. Ia sudah selesai. Ia meraih gagal atas semua perjuangan antara hidup dan mati mewujudkan kehidupan normal miliknya.

Ghaitsa gagal memenuhi permintaan terakhir Aimara sebelum dunia merenggut yang terkasih dari dekapan.

Senyuman bak lelehan coklat itupun membayang-bayangi benak, mendongkrak paksa ketenangan nan dipaksa tenang mati-matian oleh sang puan. Semakin detik terlewat ia makin jelas mendapati diri melihat Aimara sedang memandang penuh gemas pada Ghaitsa versi SMP. Meski luka memar nyaris memenuhi seluruh lengan walau sudah ditutupi oleh cardigan super panjang sekalipun, Aimara tetap tidak pernah absen dalam mendekapnya setiap bangun tidur setelah menghantarkan Johan pergi bekerja.

“Mama?”

“Hm?” Aimara menoleh sewaktu mengaduk adonan kue. “Bentar, ya, Sayang. Supnya dikit lagi mateng, kok. Udah lapar banget, ya, Anaknya Mama?”

Ghaitsa berharap waktu terputar lagi agar bisa menggapai Aimara tanpa keterlambatan adegan manapun. Waktu itu dia menjawab lambat, “Nggak, kok. Mama santai aja. Aisa masih bisa nunggu sambil ngeliat Mama masak.” dan memainkan rambut panjangnya yang dikepang. Obsidian itu bergerak mengikuti seluruh pergerakan sang ibu bersama perasaan kalut guna berakhir membuka suara. “Mama?”

“Iya, Nak?”

“Mama bisa nggak gugat cerai Papa?”

Pertanyaan tersebut kapabel membuat Aimara berhenti mengaduk sup ayam dalam panci dan memutar agar bersitatap dengan putri bungsu bersama sarat keterkejutan bukan main. Namun seolah-olah tidak menyadari situasi yang sedang terjadi, Ghaitsa melanjutkan. “Aisa nggak papa kalau jadi anak broken home yang orang tuanya pisah. Asal kita semua baik-baik aja, bahagia bareng-bareng … tanpa Papa. Aisa bener-bener bakalan baik-baik aja tanpa papa meski kita nantinya kekurangan uang. Seenggaknya lebih baik begitu daripada ngeliat Mama mati-matian nutupin perbuatan papa dari dunia. Aisa … nggak tahan lagi.”

“Sayangㅡ”

“Kemarin Archie dikurung papa seharian di kamar karena nilainya turun. Jeviar juga begitu, dia selalu panik berlebihan setiap pembagian ulangan harian. Ziel juga, dia suka basket tapi selalu cemas berlebihan sebelum pertandingan mulai. Dia takut kalah. Dan nggak tanggung-tanggung, papa mukul punggung Aiden karena gagal di kontes essay fisika.” Ghaitsa meremat ujung kemeja sekolahnya, menunduk sekilas dan tersenyum pahit bersama iris nan perlahan memanas. “Mereka selalu dibabat habis-habisan karena anak laki-laki di keluarga ini harus cemerlang seperti papa. Harus membanggakan seperti papa. Padahal … Mama, padahal mereka nggak pernah minta dilahirin kalau pada akhirnya cuma sebagai pajangan yang bernilai tinggi supaya bisa dibangga-banggain di luar sana.”

Puan tersebut memandang ibunya penuh sesak. “Aisa cuma mau kita semua bahagia, Mama. Susah banget, ya?”

Satu sekon itu juga Aimara mematikan kompor dan menghampiri sang bungsu guna ia dekap erat-erat dari samping. Usapan-usapan lembutpun si ibu sematkan pada punggung agar anak gadisnya tersebut jauh lebih tenang dan segera meluapkan angin ribut dalam kepala. Tidak lama kemudian, setelah menjatuhkan kecupan ringan di pelipis, Aimara menggenggam dua telapak tangan Ghaitsa dan menyelami manik serupa bulan purnama di malam hari.

“Baiknya anak Mama mikirin abang-abangnya begini,” puji Aimara setinggi langit, dia mengelus punggung tangan lawan dengan ibu jari sebelum menyambung seringan kapas usai menarik napas berat. “Maaf, ya. Mama terlalu egois buat mertahiin semua ini. Mama cuma mau kamu punya kehidupan normal. Mama nggak mau buat kamu malu. Mama nggak kamu sampai denger gunjingan di sana-sini. Mama nggak mau kamu kekurangan sedikitpun. Mama maunya kamu sekarang bahagia. Makan teratur, tidur yang nyenyak, belajar yang baik, punya temen-temen yang baik, bantuin abang-abangnya buat ngingetin mereka makan karena Aisa satu-satunya anak perempuan.”

Aimara kembali memeluk sang bungsu dan menitikkan air mata diam-diam. “Mama cuma mau kamu hidup normal seperti anak-anak perempuan seumuran kamu. Main sampai puas tanpa terhambat waktu, keadaan dan situasi seperti sekarang. Maaf, Mama gagal ngewujudin itu semua. Maaf, Sayang.”

Normal apanya.

Ghaitsa sudah belajar dengan baik sampai-sampai tembus masuk SMA bergengsi nasional. Dia juga mulai belajar bersosialisasi. Pun telah makan teratur dan menjaga kesehatan seraya mengatur pola tidur agar tubuh tidak rentan terkena penyakit. Namun dia belum menggenggam normal yang Aimara maksud! Dia seoleh tetap berada di tempat walau sudah berusaha mati-matian sampai jantung ingin meledak saking tidak ingin berhentinya. Ghaitsa masih menjumpai cacat dalam setiap celah diri.

Sebab, kepergian Aimara sudah menjadi titik-balik pada hidupnya. Membuat rumpang terbesar yang tidak bisa dia isi oleh apapun.

“Aisa gagal, Mama.” Jantungnya berdetak kencang seolah ingin meledak. “Aisa gagal menuhin keinginan, Mama. Aisa … udah selesai, Ma. Aisa hancur. Aisa mau pulang sekarang aja. Tolong jemput Aisa sekarang, Mama. Aisa udah nggak kuat lagi.”

Ah, kemarin terlampau ribut.

Akibat perkelahian sengit antara Ghaitsa dan Aubrey di kantin yang mana terdengar dengan cepat oleh pihak sekolah sehingga Archie mendapat surat panggilan dan Senin besok mereka akan diproses secara resmi oleh BK. Pun karenanya, Ghaitsa terpaksa menjadi selebriti dalam dua hari belakangan ini. Dari nama panjang, kelas bahkan kegiatan sehari-hari dibahas dan dikupas secara tuntas oleh penduduk Atraxia pada akun base sekolah. Tidak mengherankan lagi banyak sekali desas-desus mencuat ke permukaan, ditambah dengan keterlibatan dua kembar yang meloncat memasuki area pertarungan dan berujung dua laki-laki itu mendekapnya yang sudah menangis tersedu-sedu dibalut kepedihan. Alih-alih kedamaian pada akhir pekan, dia malah membawa haru-biru dalam agenda Sabtu sampai-sampai harus menunggu sekolah kosong penghuni untuk dia mau keluar UKS dan pulang agar tidak berpapasan dengan siapapun.

Menyesal dirasa percuma, jadi berbisik risau dalam hati. “Gue berharap kalau kemarin cuma mimpi buruk, Tuhan.”

Minggu, jarum jam berdentang pada pukul 11:45 WIB dan sang puan enggan keluar dari kamar sedari kemarin. Hanya memanfaatkan waktu tengah malam untuk mengisi perut sebelum kembali mengurung diri. Ia sangat mengkhawatirkan Archie yang mendapat surat panggilan ke sekolah bukan karena prestasi tetapi mencetak satu rekor perkelahian.

Usai memantapkan hati dan mengenakan cardigan dongker kesayangan Aimata dulu. Ghaitsa perlahan-lahan membuka pintu dan menuruni anak tangga untuk mengganjal perut kemudian segera membawanya ke kamar agar tidak perlu berbicara pada siapapun di rumah ini. Kendati begitu bulat niatnya untuk menghindar, justru yang ia temukan adalah diri mematung bersama sorot keheranan menjumpai tiga manusia familiar sedang berada di rumah.

Sekali lagi. Ghaitsa melihat Yezira, Joanna dan Kanaya berada di ruang tamu rumahnya sembari bermain uno bersama Haidden. Sementara Archie, Jeviar dan Yaziel menonton saja dari sofa.

“Lo kalah, anjir, Nay! Curang lo, Kerdil!”

Kanaya tidak terima, dia menggebrak meja. “Gue bukan kerdil. Lonya aja yang ketinggian kek titan. Cewek kok kayak sumo.”

“Elo yang kek sumo kemarin, setan!”

“NGGAK SUKA LO?!”

“KALAU IYA KENAPA? NGAJAK RIBUT?!”

“AYO KELAHI SECARA BETINA! BIAR GUE BIKIN PENDEK KAKI KAMUFLASE LO ITU!”

Seraut wajah tidak enak Yezira menandakan bahwa gadis itu sedang menahan malu lantaran tidak habis pikir akan sikap memalukan dua perempuan tersebut sedari tadi. Terlebih-lebih di rumah Ghaitsaㅡ“Eh, Ghaitsa? Udah selesai bobonya, ya?”

Haidden berhenti melerai dua gadis yang ingin menjambak satu sama lain dan ikut melempar pandangan pada sang adik yang berdiri tanpa ekspresi di posisi. Archie pun bersuara. “Aisa, masih ngantukㅡ”

“Kalian ngapain di sini?”

Kanaya tahu-tahu bangkit dan menunjukkan layar ponselnya dengan semangat menggebu-gebu. “Anjir, Sa! Lo harus tau kalau anak-anak Atraxia itu setengah populasinya adalah manusia-manusia berengsek, bajingan, asu, jancokㅡ”

“Naya, bahasanya.” Yezira memperingati sembari tersenyum meringis. “Tolong,” sambungnya mencicit.

Sang empu manggut-manggut dan kembali menatap Ghaitsa dengan ekspresi tidak habis pikir, mengabaikan seraut wajah sulit lawan. “Pokoknya mereka adalah manusia bangsat, sampah dan hama banget ngomenin lo di base sekolah. Lo dibilang memanipulasi perasaan dua kembarㅡKAN, KEK ANJING GITU, LHO! DIKIRA LO APAAN! Terus, ada yang ngomen sok-sokan pake bahasa Inggris kalau lo sasimo murahan padahal grammarnya salah. Bikin emosi selain bikin malu. Jadi gue semaleman bergadang sama Joanna balesin komentarnya satu-satu.” Kanaya mendekat dan menunjukkan hasil perjuangan tadi malam pada Ghaitsa. “Nih-nih, liat. Gue bilang dengan kece dan kerennya, satu kata lagi gue obrak-abrik usus beserta ginjal lo. Kece nggak? Soalnya abang gue bilang, kata-katanya norak. Padahal gue merasa sangat-sangat kerenㅡWOALAH, NAK GADIS! NGAPA NANGIS, HEH?! TELEPON AMBULANS, GAES! ADA KORBAN KETERHARUAN KANAYA DI SINI?! GIMANA, SA? LO MERASA MUAL, KEJANG-KEJANG ATAU LEMAS SERTA LUNGLAI KARENA BAPER?!”

“YA ALLAH, NAYA! PEKA DONG! DIA MALU KENAL LO DI DUNIA INI!”

“DIH, GUE MAH CANTIK. ELO NOH YANG MALU-MALUIN!”

Yezira membenturkan dahinya berkali-kali pada meja. “Rasanya mau pulang aja, Ya Allah. Capek. Mental Zira nggak sekuat baja soalnya. Terlalu berat banget ini mah cobaannya.” sementara Yaziel terkekeh diam-diam.

“Ck!” Joanna berdecak dan mengusap-usap kepala Ghaitsa. “Sa, lo berhak ngusir dia dari rumah ini. Takutnya virus gobloknya tersebar luas menulari yang lain. Ayo, Sa! Lo pasti bisa! Usir manusia jahanam ini!”

Ghaitsa malah semakin keras menangis. Joanna panik, Kanaya apalagi. Mereka pun saling senggol menyenggol selagi Yezira menepuk-nepuk pundak lawan.

“Lo, sih. Pake nyaranin datang ke sini. Mana cuma bawa pisang goreng lima biji lagi. Nyusahin aja.”

Kanaya mendesis. “Ssst! Dia lagi terharu aja karena bangun tidur ketemu orang secantik gue,” dan mengibaskan rambut panjangnya. “Udah, Sa. Jangan terharu gitu dong, gue jadi nggak enak gitu, lho. Mending lo ngasih tau persyaratan jadi kakak ipar yang baik dan benar buat lo. Abang lo cakep banget sumpah. Udah ganteng, bisa masak, mapan dan supel. Beuh, tipe idaman banget. Pengen gue colong NIK-nya buat KK baru gitu. Gue sekarang mendadak mikirin mau nikah pake adat apa asal lo tau. Ayo spill, calon adik iparku~ gaunnya mending pake lengan atau enggak?”

“Gue juga dong. Yang main UNO cakepnya bukan main. Senyumnya adem masa pas nyambut tadi pagi. Terpesona aing~”

Archie diam-diam merasa malu serta sungkan sementara Haidden menyugar rambut dengan sombong menatap dua kembar yang gumoh di tempat. “Cakep dan adem.”

“GUE KIRA KALIAN NGGAK MAU TEMENAN LAGI!”

“DIH, KOK BEGO?!”

“NAYA!”

“MAAF, NGGAK SENGAJA! TAPI KOK BISA LO BERPIKIR DEMIKIAN?! PADAHAL GUE SUKA BANGET PAS LO NABOK MUKANYA SI MEDUSA PAKE NAMPAN! SUARANYA OKE!”

“HUAAA, MAMA!”

“UDAH, ANJENG! PAKE ACARA LO INGETIN LAGI! ITU, TUH, MIMPI BURUK!”

“OKE! NANTI GUE AJARIN KARATE SUPAYA JADI MIMPI INDAH!”

“YA ALLAH! UDAHLAH, BAWA AJA INI KANAYANYA! NGGAK GUNA, SUMPAH! MENYAMPAH AJA INI MASALAHNYA!”

“BACOOOT!”

“HUAAAAAA!”

“JOANNA! KANAYA! UDAH, DIEM!”

“TAPIㅡEH-EH! GENGS, ADA MAMANG BAKSO! AYO MAMAM DULU SUPAYA NANGISNYA LEBIH AFDOL! MANG, BAKSONYA SEGEROBAK! YEZIRA YANG BAYARIN, MANG! DIA SUGAR MOMMY KAMI SOALNYA!”

“CAPEK BANGET, TUHAAAN!”


HAI!
HELLO!

SELAMAT PAGI!

Semoga harinya berjalan lancar, ya
Semoga awal hari esok lebih baik lagi dan penutupnya jauh lebih damai lagi
Semoga kita dalam keadaan sehat wal'afiat
Semoga dilimpahkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya untuk kita semua, aamiin~
Jangan lupa tersenyum, guys
Becandain aja dulu lelucon semesta sampai akhirnya kita yang ngetawain bebannya
🤗🤗🤗

GIMANA PART INI GAES?!!!

JANGAN LUPA APRESIASINYA, YA!
SEPERTI BIASA, YA, MUACH!

Ditulis :

Rabu, 08 Juni 2022

Bubye-!

Continue Reading

You'll Also Like

9.5K 894 40
[ completed + bonchap ] "And suddenly, we're a memories. A fvcking dumbly dumb one." ____J FF Aespa x NCT pertama akuuu, mohon dimaklumi buat semua k...
52.7K 6.3K 67
Tuan putri Adhiyaksa yang memiliki 7 pangeran tampan. Namun itu tidak sama dengan kenyataan nya. Yang terlihat dan terjadi sangat berbeda. Apakah sem...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
11.2K 1.3K 18
Tentang bagaimana hujan malam membawa takdir perpisahan Zeline dengan tiga tokoh utama kehidupannya. Rahasia yang menyakitkan Sahabat yang direlakan...