─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
GHAITSA menyembulkan kepala dari balik pintu si nomor tiga, iris menawan tersebut mengedar dan berujung menemukan Jeviar baru saja keluar dari kamar mandi. Alis pemuda itu bertaut bingung seolah bertanya-tanya akan kedatangan tamu tanpa perlu diminta sedangkan objek penasaran kini menerbitkan cengiran dan beranjak masuk. Dalam derap langkah lucu menghampiri, sang puan tahu-tahu memeluk leher Jeviar dari belakang dan wajar sekali baginya mengernyit tebal, namun tidak melayangkan protes dan justru mengusap lembut tangan si manis yang melingkari leher.
“Jepiii~”
“Hm?”
“Ngejadiin Joanna babu cuma bercanda aja, 'kan?”
Oh, karena ini. Pantas dia kalem sekali dan tidak serusuh biasanya saat mampir. Jeviar berhenti peduli, ia langsung sibuk menyelesaikan tugas matematika. Hal itu lantas mengundang dengusan sebal Ghaitsa hingga satu-satunya cara mendapat perhatian ialah mengguncang tubuh si tuan. “Jepiiii!”
“Apa, Aisa?”
Ghaitsa segera duduk di tepian meja belajar dan berharap mendapat jawaban bagus atas pertanyaannya ini. “Lo nggak bener-bener ada niatan jadiin Joanna babu, 'kan? Cuma mau nakut-nakutin dia aja, 'kan? Anaknya stres karena takut dikerjain balik sama lo.”
“Resiko dia karena udah nerima persyaratan gue buat dimaafin.”
Lawannya sontak cemberut dan memasang ekspresi masam kentara sekali. “Jangan gitu dong.” Demi temannya, ia akan melakukan apapun agar Jeviar membebaskan Joanna. Meski harus bersikap imut begini. Ghaitsa berkedip dengan ritme lambat bersama iris berkaca-kaca menggemaskan serupa suaranya kala menyambung. “Jepiii~ Jojo temennya Aisa. Jangan dijailin juga. Kan, Jepi nggak nakal kayak Iel. Ayo dong~ ya-ya-ya, hngg?”
“Nggak. Itu akibat yang harus dia terima gimanapun juga,” ucap Jeviar tegas. Dia memundurkan kursinya dan menatap sang bungsu lekat-lekat. “Meskipun lo salah satu dari perempuan di dunia ini yang paling gue cintai, Ghaitsa, dan pernah bilang akan ngewujudin apapun keinginan lo. Lo harus ngerti, ada beberapa permintaan yang nggak akan terwujud gitu aja. Temen kesayangan lo itu, Joanna, harus belajar ngehargain lawan jenisnya. Harus belajar buat nggak mandang kami serangga karena mentang-mentang dia pernah disakiti laki-laki, dia jadi mukul rata semua cowok sama. Nggak bisa. Lo kalau mengakui diri sebagai temennya Joanna, harusnya lo ngasih pengertian ke dia. Was-was, waspada dan hati-hati itu berbeda dengan kurang ajar serta nggak menghargai sesama. Sikap bertahannya dia sekarang justru ngebawa kerugian ke orang lain, bahkan ke dirinya sendiri seperti sekarang.”
Demikianlah Ghaitsa menyerah membujuk lantaran seluruh pemaparan Jeviar yang tak mampu ia sanggah. Kembarannya benar. Joanna selalu bersikap defensif dan pasif pada setiap anak laki-laki yang ditemui, entah rasa sakit apa yang gadis galak itu rasakan hingga sulit bertindak manis sehingga sewaktu mereka berkunjung ke rumah Yezira lusa lalu. Kembali menangis saat Kanaya mendadak menceritakan tentang ibunya yang lebih memilih menghadiri ke acara ulang tahun anak tiri dibandingkan anaknya sendiri.
Joanna mendadak membungkan mereka dengan sebuah kalimat paling yakin yang pernah Ghaitsa dengar dari bibir gadis tersebut. “Gue nggak akan nikah. Apapun yang terjadi. Gue nggak akan nikah, ribet. Nikah itu … terlalu mewah buat orang seperti gue yang sering ditampar kenyataan.”
Tidak lebih maupun kurang, Ghaitsa nyaris setuju akan pernyataan tersebut. Menikah dan berakhir bahagia seperi putri-putri kerajaannya hanya berada dalam film-film. Kartun yang mendoktrin anak-anak tentang kebahagiaan usai menjumpai cinta sejati adalah omong kosong. Fakta lapangan berbicara, bahwa cinta tidak pernah memberikan bahagia saja, ia juga membawa luka dan duka turut serta meramaikan kisah.
Ghaitsa serta-merta tersenyum dan merunduk guna memeluk Jeviar seerat mungkin. “Gue beruntung punya lo sebagai kembaran gue, Je. Serius, gue seberuntung itu.”
Aroma manis sang puan menusuk penciuman, aroma yang selalu menjadi penenang dan candu baginya dalan segala situasi juga kondisi. Jeviar tersenyum samar meski gelenyar familiar meluluh lantakkan hati kemudian balas merengkuh pinggang mungil sang kembaran. “Gue sayang banget sama lo, Aisa. Banget-banget.”
🌙🌙🌙
“Balikin buku ini ke perpus, ini kartu perpus gue.”
“Bacain ringkasan biologi di buku paket ini, udah gue tandain. Gue mau nyatet.”
“Kaki lo panjang tapi jalan kok lelet amat?”
“Joanna, buruan. Nggak usah ngeluh, lagi tulus minta maafnya, 'kan?”
HAH! CABUT SAJA KEWARASANNYA SEKARANG, TUHAN!
Joanna rasa kepalanya bisa meledak kapanpun setelah berperan sebagai pesuruh selama beberapa hari ini. Gelegak amarah sang puan terus-menerus terusik akan tetapi sialnya dia dipaksa diam dan harus terima. Demi langit cerah dan matahari mentereng di atas sana, tolong sambar Jeviar sekarang juga, tolong! Joanna sudah tidak sanggup lagi. Barangkali dia bisa-bisa menangis sebab menahan gondok terlalu lama dari biasanya. Argh, Jeviar dan otak cerdiknya entah mengapa selalu bisa membuat ia tunduk atas segala macam permintaannya. Sial.
“Beli ketoprak buat Jeviar lagi ya, Dek?” potong Bu Sari selaku penjualnya.
Lihat! Berkat pemuda menyebalkan itu, ibu kantin sampai hapal Joanna jajan untuk siapa. Bahkan, hal yang paling bisa menaik tuas emosi ialah satu sekolah sudah tahu bahwa Joanna sedang mengambil kerja sampingan menjadi pesuruh Pangeran Jeviar dari Atraxia. Tentu saja didukung setelah apa-apa yang Joanna lakukan pada kesayangan mereka di lapangan.
Joanna mencengkeram kaleng kopi kuat-kuat sampai remuk sewaktu mendengar obrolan di belakang punggung. Mereka berkata begitu manja, “Gue nggak papa jadi babunya asalkan bisa deket-deket sama Jeviar, sumpah!” dan langsung ditimpali galak olehnya. “Kalau gitu gantiin gue, nih. Biar tau rasanya DIBABUIN itu gimanaㅡaduh, mama! Jidat cantik gue, anjiㅡ” lalu mengatup bibir saat menemukan Jeviar menaikkan alis di sana.
“Apa yang gue bilang tentang nggak boleh ngumpat atau masa pekerjaan sampingan lo ini gue perpanjang?”
“Reflek! Sakit, nih, dahi gue, kasar amat pake acara disentil. Dikira gue bocah apa.” Joanna mendengus ketus sembari mengusap-usap sayang keningnya dan mengambil pesanan ketoprak "Tuan Manjanya" ini. “Mau makan apalagi lo?”
“Gue mendadak mau seafood, sih. Gimana dong?” goda laki-laki itu lewat ekspresi paling eksis membuat kesal dan sikap bersilang tangannya tersebut.
Puan itu serta-merta memejamkan mata guna menenangkan diri. Ia mengembuskan napas dan mengulum senyum. “Di sini nggak ada yang jualan seafood, Jeviar. Jangan bercanda dong. Nggak lucu.”
“Tapi gue mau?”
Selagi menahan diri sebisa mungkin untuk tidak meledakkan amarah, dia meletakkan ketopraknya dan menatap menantang ekspresi menyebalkan lawan. Sementara segerombolan anak-anak penasaran dalam satu meja. Narendra bertaruh segelas teh es bersama Elvan bila si galak akan mengomeli si dingin. Napas mereka tertahan saat Joanna bersedekap tangan dan maju selangkah.
“Gue emang nyesel dan mau minta maaf tapi bukan dengan cara gini juga gue nebus kesalahan gue. Lo dan otak sok pinter lo itu sadar, 'kan, kalau lagi mengeksploitasi manusia sembarangan? Manipulatif juga lo,” tandasnya berang. Muak diperbudak.
Jeviar terkekeh-kekeh malah, “Banyak juga pembendaharaan kosa kata lo selain ngumpat-ngumpat nggak jelas,” katanya total menyindir. “Kalau lo lupa, lo sendiri yang setuju buat gue babuin. Amnesia mendadak?”
“Jeviar!”
“Dua hari lagi.” Jeviar menegapkan punggung, iris elang tersebut menyorot serius gadis di hadapan tanpa secuil ragu. “Sesuai perjanjian hubungan mutualisme bagi gue ini bakalan berakhir dua hari lagi. Tepatin janji dalam kesepakatan ini karena itu lebih baik buat harga diri lo sendiri, 'kan?” kemudian berlalu pergi tanpa sepatah kata lagi.
Puan itu mengerang tertahan dan berderap menuju meja teman-temannya guna meletuskan amarah lewat gebrakan. “GUE BAKAR COWOK BAJINGAN ITU HIDUP-HIDUP, ARGH!”
Err, Ghaitsa harap Joanna tidak benar-benar akan merealisasikannya.
🌙🌙🌙
“Lo keliatan bersenang-senang banget, ya, Jeviar?”
Jeviar menoleh menuju sumber suara dan mendapati Aubrey menyandarkan punggung di dinding bersama seulas senyum sinis. Si pemuda merotasikan mata malas dan berencana beranjak pergi sesegera mungkin tetapi lawan terlebih dahulu membuka mulut. “Lo mau main-main juga sama dia, Je?”
“Tutup mulut sampah lo itu. Jangan samain gue sama bokap lo.”
Aubrey merapatkan gigi satu sekon selanjutnya, ia menarik napas kemudian. “Dia bokap lo, bukan gue. Walaupun dia udah kalian usir dari KK, dia tetap orang tua biologis kalian. Paham?”
“I didn't care. Better you go, Satan.”
Bagaimana gadis itu meloloskan kekehan geli seolah mengejek sangat-sangat menganggu Jeviar dalam mengendalikan ketenangan. Aubrey melangkah menghampiri dan merunduk memandang wajah laki-laki jangkung itu. “Apa perlu gue ngasih tau Aisa aja, ya? Kalau kembarannya ini nggak seperti apa yang dia pikirin selama ini. Kalau lo itu sebenarnya menjijikkan. Kalau lo, Jeviar, bisa aja jadiin Joanna, teman kesayangannya itu mainan seperti apa yang lo lakuin dulu, eh?”
“Shut the fuck up, Aubrey!”
Aubrey ingin menunjukkan senyum puas yang pernah Jeviar berikan waktu itu tatkala Ghaitsa mengusirnya dari lingkaran kehidupan gadis itu, tetapi tiba-tiba kerah bajunya ditarik ke samping dengan kasar. Tanpa sedikitpun merasa bersalah dia menyodorkan satu kantong plastik pada Jeviar yang memasang wajah terkejut.
Itu Joanna.
“Ini seafood buat lo, abal-abal karena gue nggak semampu itu beliin yang aslinya buat lo karena kalau gue sanggup, gue bakalan beli untuk diri gue sendiri.” dan tepat ketika Aubrey ingin marah akan sikap anarkis gadis itu lakukan. Joanna terlebih dahulu menyentil dahi lawan yang jauh lebih pendek darinya. Dia tersenyum sinis atas rasa kaget lawan. “Aubrey, kita ketemu lagi, ya. Hai?”
“Loㅡ”
“Gue udah duga emang ada yang aneh dari lo yang hadap-hadapan sama Ghaitsa di toilet minggu laluㅡsuasana kalian berdua terlalu berat buat orang yang nggak saling kenal terus papasan. Firasat gue emang nggak pernah melenceng buat ngedeteksi manusia-manusia sampah yang merugikan sekitarnya. Biar gue tegasin sekali lagi. Entah ada hubungan apa lo sama Ghaitsa di masa lalu sampai dia sebenci ini sama loㅡpastinya kesalahan fatal. Gue nggak akan ngebiarin lo ngambil senyuman dia, karena asal lo tau satu minggu belakangan ini gue udah mulai ngerasain senyuman tulusnya, bukan pura-pura agar terlihat baik. Ini peringatan pertama dan terakhir dari gue, gue nggak akan main-main bikin perhitungan sama lo kalau sampai Ghaitsa kenapa-napa. Dia temen gue, mungkin lebih berarti keberadaannya dibanding perkiraan. Gue berhak buat ngelindungin dia dari orang obses kayak lo yang ngikutin dia kemanapun. Ngerti, biatch?”
Untuk pertama kali dalam sejarah, Jeviar menganggap perempuan lain keren selain Ghaitsa. Dan perempuan itu Joanna, gadis yang membenci eksistensi lawan jenisnya.
Joanna menoleh pada Jeviar yang mematung. “Ayo pergi. Katanya lo mau balikin buku, 'kan. Buruan, bentar lagi masuk, nih, Tuan Muda.”
“E-eh, iya. Ayo.”
Hai!
Hello!
Semoga harinya berjalan lancar, ya
Semoga awal hari esok lebih baik lagi dan penutupnya jauh lebih damai lagi
Semoga kita dalam keadaan sehat wal'afiat
Semoga dilimpahkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya untuk kita semua, aamiin~
Jangan lupa tersenyum, guys
Becandain aja dulu lelucon semesta sampai akhirnya kita yang ngetawain bebannya
🤗🤗🤗
Ditulis :
Sabtu, 26 Maret 2022.
Bubye-!