KUTUB UTARA [On Going]

By raramawmaw

152K 7.8K 952

Suka sama tetangga sendiri? Kenapa tidak? Inilah Adinda Cempaka Kalisya. Gadis 21 tahun yang sejak lulus SMA... More

01. PROLOG
02. WELCOME BACK TO INDO
03. MEET HIM
04. SAMUDRA MARAH?
05. KECEWA
06. AMBISI DINDA
07. BOBO BARENG?
08. UNGKAPAN
09. HAMPIR MENYERAH
10. BALIK LONDON?
11. KASIH SAYANG DINDA
13. NGE-MIE BARENG
14. SISI LAIN SAMUDRA
15. PESTA?
16. CALON?
17. FIRST KISS
18. GO TO PACET
19. AIR TERJUN
20. BOBO BARENG, LAGI
21. ALL YOURS
22. SIAPA DIA?
23. TERBONGKAR
24. KEDATANGAN FARAH
25. MEET HIM AGAIN
26. PERASAAN ANDRA
27. KENAPA BEGINI?
28. Ke Gep!
29. Minum susu
30. Gara-gara kebab!
31. Ustadz ganteng
32. Samudra cemburu
33. Bocil cemburu
34. Kena prank!
35. punya dua anak dadakan
36. Secuil kenangan bersama Dinda
37. Tumbuh dewasa bersama

12. BABY SITTER

3.9K 207 30
By raramawmaw

"Din, sepertinya Azizah suka sama kamu. Apa sebaiknya kamu jadi Babysitter kami aja?"

Dinda terdiam mencerna ucapan Helna. Menjadi Babysitter tidak buruk juga, hitung-hitung berbuat produktif. Tapi bagaimana dengan Babysitter lama mereka? Dinda tidak mau menjadi alasan dipecatnya seseorang.

Namun sebelum Dinda bertanya, Helna sudah terlebih dahulu angkat bicara seakan mengetahui isi kepala Dinda. "Babysitter lama kami sudah mengundurkan diri karena akan menikah," jelasnya.

Dinda menatap anak kecil yang sudah pulas di gendongannya, kemudian mulai mengembangkan senyum. "Boleh, Tante! Kebetulan Dinda juga butuh pekerjaan," semangatnya.

"Oke, kalau gitu-" ucapan Helna terpotong oleh Samudra yang tiba-tiba mengambil Azizah dari Dinda.

"Nggak! Saya nggak akan ngizinin kamu jadi Babysitter anak saya," protes lelaki tersebut perlahan menidurkan putrinya.

Helna mendekat, memegang lengan putranya. "Tapi kenapa, Nak?" Tanya menuntut.

Sejenak Samudra melirik kearah Dinda yang juga sama bingungnya, lantas kembali menghadap sang mama. "Samudra akan cari Babysitter lain, pengganti Amel," ucapnya.

Helna menghela napas berat. "Samudra, dengarkan mama." Wanita itu memegang kedua lengan kekar anaknya. "kalau kamu cari Babysitter baru, nggak akan bisa jamin kalau Azizah suka dan mau nurut, Nak."

"Samudra, kamu lihat sendiri, kan. Sedekat apa cucu mama sama Dinda? Jadi, tunggu apa lagi?" Jelasnya meyakinkan si kepala batu itu.

"Samudra yakin, masih banyak perempuan yang akan mampu menjadi Babysitter buat Azizah."

"Oke!" Helna melepaskan tangannya dari pundak Samudra. "Kalau gitu kamu harus nikah," ucapnya mampu membuat ekspresi wajah Samudra berubah.

"Kenapa? Kamu bilang masih banyak perempuan baik di luar sana, kan? Kenapa kamu nggak mau nikah lagi aja sekalian?"

Merasa suasana di sekitarnya kurang mendukung, Dinda pun memutuskan untuk pergi dari sana. Ia berdiri dari duduknya lantas menghampiri kedua orang yang sibuk berargumen tersebut.

"Em, Tante, Bang Samudra. Dinda pamit pulang dulu, ya?" Pamitnya kemudian mencium punggung tangan Helna.

___

"Oooh, jadi gitu..." Seorang laki-laki membulatkan mulutnya ketika sang bestie selesai bercerita.

Andra dan Dinda, mereka saat ini sedang ada di lapak makaroni telur yang kebetulan sedang booming. Dinda mengangguk setelah bercerita, melahap maklor nya lantas kembali menatap Andra.

"Bang, menurut Lo-" ucapannya terjeda sesaat kala Dinda kembali mencomot jajanan itu. "Menurut Lo, gue cocok, nggak? Jadi Babysitter?" Kedua mata indah gadis itu melebar indah, membuat Andra tersenyum dalam hati.

Laki-laki itu memajukan tubuhnya. "Kalo menurut gue nih, ya." Dinda mengangguk, turut mendekat guna menyimak lebih serius perkataan Andra selanjutnya.

"Emmm, menurut gue- kayanya Lo lebih pantes jadi ibu dari calon anak-anak gue nanti deh, Din."

Dinda melebarkan matanya, menatap tak percaya sahabatnya itu kemudian mencubit perutnya hingga sang empu memekik kesakitan. "Ahh Dinda, sakit!" Rintihnya membuat beberapa pengunjung menoleh kearah mereka.

Dinda berdecak. "Lo sih, bikin gara-gara duluan!" Kesalnya.

Sedangkan Andra malah tertawa, "bercanda kali! Gue, nikah sama Lo? Pfttt, nggak ada di kamus hidup gue!" Julidnya membuat Dinda mendelik.

"Kalau sampai jadi kenyataan, awas, Lo! Gue bakal porotin semua gaji Lo, gue juga bakal masakin telur mata sapi gosong tiap hari buat Lo, gue juga nggak akan mau tidur satu ranjang sama Lo!" Sarkas gadis itu menunjuk-nunjuk hidung mancung Andra.

"Emang Lo mau jadi istri gue?" Tanya Andra diselingi kekehan.

Dinda mengangkat bahu acuh, "ya enggak, lah. Kan gue udah punya orang spesial," ujarnya mengulum senyum lucu.

Andra menggelengkan kepala, pasti yang Dinda maksud adalah Samudra. Ia pun kembali melanjutkan makannya, membayar dan mengajak Dinda pergi dari sana.

Dalam perjalanan, Andra sesekali mengajak Dinda ngobrol. Namun tak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Dinda selain kata 'HAH?' sehingga membuatnya harus mengulangi lagi perkataannya.

Seperti saat ini, ketika motor yang mereka kendarai tengah berada di lampu merah, Dinda kembali hah hoh hah hoh ketika ia ajak bicara.

"LO MAU PULANG APA GIMANA?" Teriaknya mengulangi pertanyaan.

Dinda membuang pandangannya malas. Jika ia pulang, itu berarti ia akan bertemu dengan calon papa tirinya. Huft, menyebalkan sekali. Inilah alasan utama mengapa Dinda mengajak Andra main, ya karena ada sang papa tiri yang baru tiba di Indonesia untuk perkenalan.

Sebenarnya Dinda merasa durhaka dengan meninggalkan rumah disaat sang mama ingin memperkenalkan calon papa tirinya, namun Dinda memang sama sekali belum siap untuk memberi restu kepada orang yang akan menggantikan posisi papanya di relung hati sang mama.

"Dinda? Kok malah diem?" Pertanyaan Andra berhasil menarik dinda dari dunia lamunnya.

Gadis itu mendekatkan kepalanya pada helm Andra. "Gue main ke rumah Lo aja, ya?"

"Lah? Kenapa?" Andra menatap ekspresi cemberut Dinda lewat pantulan kaca spion.

Menghela napas berat, kemudian menyenderkan kepalanya pada bahu kanan Andra. "Gue nggak mau ketemu calon papa tiri, Ndra..." Rengeknya.

Di sisi lain, Andra berusaha agar tetap terlihat tenang, meskipun di dalam hati ia merasa tak karuan akibat ulah sahabatnya itu. "Di rumah gue juga sama anjir, ada bokap dan juga istrinya." Benar, ayah Andra telah menikah lagi.

Merangkul pinggang Andra dan menghela napas. "Kenapa nasib kita sama ya, Ndra? Ck, nggak tau, deh!"

Dinda melepaskan rangkulannya, menegakkan tubuh seraya merotasikan pandangan. Saat itu juga secara kebetulan, lampu hijau sudah menyala hingga membuat Andra kembali melajukan motornya.

Mereka melewati perempatan jalan. Dinda yang masih sibuk merotasi pandangan tak sengaja mendapati sebuah mobil yang sudah tidak asing baginya, mobil itu berjalan di belakang motor mereka. Dinda mengendikkan bahu acuh, kemudian kembali menghadap ke jalanan.

___

Dinda menipiskan kedua bibirnya, kini ia sudah ada di rumah karena Andra memaksanya untuk pulang. Awalnya ia tidak mau, namun lelaki itu sudah diteror oleh pacar posesifnya agar segera datang. Jadi, tak ada pilihan lain untuk Dinda selain pulang ke rumah.

"Dinda, jangan diem aja dong, sayang. Salim sama Papa," tutur Ghea, ibunda Adinda yang kini tengah memperkenalkan calon suaminya.

Dinda menghela napas sejenak, berusaha berdamai dengan keadaan. "Iya," putusnya. Gadis itu berjongkok untuk meraih tangan calon papa tirinya yang tengah duduk di sofa.

"You're so sweet and beautiful," ucap pria berkulit putih dan bertubuh tinggi itu.

Dinda menatap wajah sosok tersebut sesaat. Pantas saja mamanya kepincut, orang calon papanya itu good looking banget.

"Thanks," jawab Dinda berusaha tersenyum ramah.

Ketika Dinda kembali duduk di tempatnya semula, papanya itu mengeluarkan sebuah kotak kecil berbungkus merah hati. Wah, dalam hati Dinda sudah membatin tidak sedap. Ia bisa mencium bau-bau mengerikan yang akan menjadi sebab terjalinnya suatu hubungan.

Tanpa ragu, sosok tinggi dan putih tersebut berjongkok didepan Ghea. Pria itu membuka kotak yang memperlihatkan sebuah cincin berlian nan indah. Dihadapan Dinda, dengan yakinnya pria kelahiran London itu melamar Ghea.

Dinda berusaha menahan air matanya. Papa, refleks ia teringat kepada papanya. Secepat ini kah cinta mamanya luntur? Se tidak berharga itu kah papanya di mata Ghea? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dengan sendirinya di kepala Dinda, ia tidak kuat.

Setelah memasangkan cincin di jemari mamanya, mereka berdua duduk berdampingan. Dinda yang masih tidak rela pun berusaha untuk tetap tersenyum. Ia mengerti kebutuhan mamanya, asalkan wanita yang telah melahirkannya itu bahagia, Dinda rela memendam sedikit luka.

Setelah kurang lebih sepuluh menit berbincang-bincang, Dinda berpamitan untuk pergi ke rumah temannya yang sedang berulang tahun. Tentu saja ia berbohong, Dinda pergi untuk menenangkan pikirannya.

Dengan pakaian serba hitam, ia terduduk di bangku depan TPU. Dinda terlalu gabut untuk pergi ke tempat pemakaman, jelas-jelas almarhum sang ayah tidak ada di tanah negara ini.

Gadis itu menunduk lesu, mengingat setiap kejadian manis yang ia lalui bersama dengan sang ayah tercinta. Semakin mengingatnya, semakin membuat dada gadis itu teriris sakit. Hingga tanpa sadar ia mulai menitikkan air mata, ia terisak-isak membuat seseorang yang juga ada di sana menatap penuh arti.

Sosok tersebut menghampiri Dinda. Ia hanya diam berdiri tegap di depan gadis berbaju hitam yang sedang menunduk dengan punggung yang bergetar.

Merasa kehadirannya tak diperhatikan, sosok tersebut memilih untuk duduk di samping Dinda. Yang tentunya hal tersebut mampu mengalihkan perhatian sang lawan bicara.

Dinda menoleh, menatap layu sosok di sampingnya. Sosok tersebut menatap kedua mata sembab Dinda. "Pakai aja," tawarnya setelah mengeluarkan sebuah sapu tangan dari sakunya.

Dinda meraih sapu tangan abu-abu tersebut, menarik ingusnya seraya mulai menyeka sisa air mata. "Kenapa Abang bisa disini?" Tanyanya tersendat-sendat.

"Kangen sama kakek, makanya saya kesini." Jawaban itu terdengar hangat entah mengapa. Dinda yang masih fokus pada mama dan calon papa tirinya saat ini memilih untuk tidak memperdulikan orang itu.

"Gimana acara kenalannya?" Tanya sosok itu lagi. Dinda semakin terisak akibat perkataan yang keluar dari seorang pria yang ada di sampingnya.

Pria menginjak dewasa yang tak lain adalah Samudra, dibuat bingung oleh reaksi Dinda. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "kenapa?"

Dinda kembali menoleh, namun kini entah sadar atau tidak, gadis itu langsung menghambur kedalam pelukannya. "Hfttt, D-Dinda nggak mau pu-punya papa baru B-bang hiks!" Racaunya memeluk erat tubuh Samudra. Bahkan lelaki itu sampai bisa merasakan bagian dadanya yang basah akibat air mata Dinda.

Samudra ingin menepuk-nepuk punggung bergetar Dinda, namun dengan segera ia urungkan. Ingat, ia adalah seorang duda anak satu yang tidak boleh gegabah mengambil tindakan. Apalagi sampai tindakannya itu memunculkan kesalah pahaman diantara dirinya dan juga Dinda. Samudra hanya bisa diam, membiarkan Dinda menangis sepuasnya, selagi itu bisa mengurangi beban yang ia pikirkan.

___

Suara jangkrik menembus gendang telinga seorang gadis yang kini tidak bisa tidur dan memilih untuk berdiam diri di balkon kamar. Sudah jam dua belas malam, ia tidak bisa lagi kembali tidur setelah pergi ke kamar kecil.

Dinda menatap ruangan yang lampunya masih menyala, tepat di sebuah rumah yang ada di samping kediamannya. Dinda ingat betul bahwa ruangan itu milik Samudra.

Semakin kesini, Dinda makin dibuat bingung oleh perasaannya sendiri. Disatu sisi ia ingin melupakan segalanya, namun di sisi lain hatinya itu seakan telah tergembok rapat oleh bayangan pria itu.

Dinda kembali fokus pada ponselnya, ia tertawa disaat membaca pesan dari Andra. "Salah sendiri cari pacar yang posesifnya minta ampun," monolognya seraya mengetikkan balasan.

Setelah membalas pesan, ia memutuskan untuk kembali tidur karena esok hari dirinya harus pergi ke suatu tempat.

Tok tok tok

Suara pintu kamar Dinda diketuk, ia pun mengurungkan niat untuk rebahan dan segera membuka pintu.

"Mama? Kenapa, ma?" Tanyanya membuka lebih lebar pintu kamar.

Ghea nampak tersenyum sejenak, lantas mulai memasuki kamar anak gadisnya. "Sini," pintanya menepuk-nepuk kasur samping tempatnya duduk.

Dinda hanya menurut, "kenapa, ma?" Ulangnya.

"Kamu mau jadi Babysitter di rumah Tante Helna, kan?" Mendengar perkataan Ghea, Dinda pun dengan semangat menganggukkan kepala.

"Banget!!!" Antusiasnya.

Ghea kembali tersenyum. "Mama bisa bantu, kalau kamu mau." Apakah mamanya itu bercanda? Tentu saja Dinda sangat mau. Kan lumayan juga ia bisa melihat wajah tampan Samudra setiap hari. Garis bawahi ini, setiap hari.

"Dinda mau bangettttttttt! Gimana caranya, ma?" Gadis itu seakan melupakan segalanya, mendekat kearah mamanya yang mulai membisikkan sesuatu.

___

Hayoloh mau ngapain?

Thank you so much for 1,46k readers... I'm so happy aaa!

Meskipun belum terlalu ramai tapi nggak apa-apa, aku bakal usahain update seminggu sekali buat kalian yang udah mau baca❤️

Sayang banyak-banyak sama kalian semua huaa❤️

Jaga kesehatan ya guyss! Covid vers baru mulai keruh😩 sedih baget, padahal udah mulai 100% eh sekarang harus 50% lagi!

Sekian dari author yang cute ini, see you next part ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

336K 41.2K 43
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
442K 31.4K 35
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
759K 10.9K 21
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
344K 22.2K 49
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...