My Friend Is My Mama

بواسطة jungle0

5M 369K 14.1K

"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis... المزيد

Pembukaan
💙1
💙2
💙3
💙4
💙5
💙6
💙7
💙8
💙9
💙10
💙11
💙12
💙13
💙14
💙15
💙16
💙17
💙18
💙19
💙20
💙21
💙22
💙23
💙24
💙25
💙26
💙27
💙28
💙29
💙30
💙31
💙Follow me💙
💙32
💙34
💙35
💙36
💙37
💙38
💙39
💙40
💙41
💙42
💙43
💙44
💙45
💙Selamat Hari Raya Idul Fitri💙
💙46
💙47
💙48
💙49
💙50
💙51
💙52
💙53
💙54
💙55
💙56
💙
💙57

💙33

73.1K 5.9K 155
بواسطة jungle0

Dengan bermalas-malasan di ruang keluarga sembari memangku kucing peliharaannya, Alenza memainkan bulu lebat Sang kucing.

Arsya memang berniat membuat Alenza menjadi seorang pengangguran. Suaminya itu telah mengajukan cuti kuliahnya untuk sementara waktu hingga Alenza melahirkan nantinya, keputusan ini diambil saat Alenza mengalami sakit di bagian perutnya beberapa hari yang lalu, hingga membuatnya harus dirawat di rumah sakit karena takut jika terjadi sesuatu pada janin di dalam kandungan Alenza. Meskipun keputusan itu terlebih dahulu di bicarakan olehnya, tetapi Alenza sedikit merasa kesal, tetapi Alenza tahu niat suaminya sangatlah baik untuk dirinya dan juga calon anaknya.

"Mau kemana Div?" Tanya Alenza saat melihat Divia yang memakai pakaian rapinya.

" Keluar bun." Jawab Divia.

" Sore-sore begini Div? Kamu udah izin Papa kan?" Tanya Alenza memastikan.

" Udah bun. Divia berangkat sekarang ya bun." Pamit Divia dengan sedikit terburu-buru.

Sebelum berangkat, Divia sempatkan untuk mencium tangan Alenza. Bagaimana pun Alenza adalah Ibu sambungnya. Dan Arsya menegaskan itu kepada Divia agar tetap menghormati Alenza sebagai Orang tuanya, dan tidak mentoleransi alasan apapun saat pamitan dengan Alenza Divia harus mencium tangannya.

" Hati-hati. Pulangnya jangan malem." Nasihat Alenza.

Alenza menghembuskan nafasnya pelan. Akhir-akhir ini Alenza merasa Divia jarang sekali berada di rumah, entah Alenza yang perasa semenjak hamil atau memang benar apa yang Alenza rasakan.

Alenza sama sekali tidak melarang Divia pergi selagi Divia tahu kapan dirinya harus pulang ke Rumah. Arsya dan Alenza telah membuat kesepakatan untuk Divia agar pulang tidak lebih dari jam 9 malam. Padahal dulu Alenza begitu dekat dengan Divia, tetapi saat sudah tinggal satu atap justru kedekatan dirinya dan Divia berkurang.

" Alpukat, kita berdua lagi mainnya." Ujar Alenza pada kucing peliharaannya waktu itu, yang Arsya beli saat membeli kucing untuk Divia.

Alpukat adalah nama kucing peliharaannya, Alenza menamainya karena bentuknya yang menyerupai buah Alpukat. Sempat Arsya bertanya dimana kesamaan kucing itu dengan buah Alpukat, dan dengan enteng Alenza menjawab jika kucing itu adalah miliknya, jadi terserah dirinya mau menamai apa. Jawaban yang sungguh berbeda dari pertanyaan yang Arsya ajukan.

" Alpukat, jemput Papa yuk, eh tapi kamu belum mandi..... Kamu jaga rumah kalau gitu." Seru Alenza bangkit dari duduknya untuk pergi bersiap.

" Bi Ani..." panggil Alenza pada salah satu pelayan yang khusus merawat kucing peliharaan Alenza dan Divia.

Tidak lama kemudian Bi Ani datang memenuhi panggilan Alwnza yang memanggilnya.

" Alenza minta tolong titip Alpukat ya bi, Alenza mau jemput Mas Arsya....." Ujar Alenza sembari mengusap bulu halus milik Alpukat.

" Baik Non." Jawab Bi Ani.

" Alpukat mandi ya." Ucap Alenza menyerahkan Alpukat pada Bi Ani.

Alenza pergi untuk segera bersiap karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Waktu yang tepat untuk menjemput Sang Suami.

Kehamilannya  saat ini sudah berjalan tiga bulan, perutnya yang rata kini sudah sedikit menonjol yang membuat Alenza sangat Antusias. Bahkan Alenza akan menunggu saat-saat perutnya nanti semakin membesar, Alenza hanya perlu menunggu beberapa bulan lagi.

Hal-hal yang berbau kehamilan seperti Morning Sickness sudah Alenza lalui dalam waktu hanya seminggu, dan selebihnya Alenza sama sekali tidak di beratkan apapun kecuali nafsu makannya yang bertambah dan disertai mengidam. Seperti saat ini, sudah menjadi rutinitas baru untuk Alenza yaitu ngidam menjemput Arsya di kantornya pada saat pulang kerja, dan Arsya tidak keberatan untuk itu asalkan Istrinya tidak kelelahan.

Saat Alenza akan berangkat, dirinya bertemu dengan Yudha kakak keduanya saat pintu utama Mansion dibuka oleh Bodyguard yang menjaga.

" Bang Yudha." Sapa Alenza dengan raut terkejut.

" Assalamu'alaikum dek." Salam Yudha.

Yudha menyempatkan diri untuk menjenguk adiknya pada sore ini. Selagi dirinya berada di rumah dan tidak di kos.

"Wa'alaikumussalam bang Yudha, Abang kok gak ngabarin Alenza dulu kalau mau kesini? Untung Alenza belum berangkat pergi" Jelas Alenza.

" Lo mau pergi dek?" Tanya Yudha sembari menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal.

" Tadinya Alenza Mau jemput Mas Arsya di kantor." Jawab Alenza jujur.

" Pengantin baru gini amat dek, suami  lo gak perlu lo jemput kayak anak TK kali dek." Ucap Yudha menggeleng pelan terheran.

Bukan menjawab pertanyaan Yudha, Alenza justru menunduk menatap perutnya.

" Nak, kalau kamu lahir tampol Uncle kamu ya, masa kamu ngidam pengen jemput papa di ledekin."Ujar Alenza sembari mengusap perutnya.

" Jangan ngajarin anak lo gitu dek, bisa-bisa anak lo mirip Abang nanti haha." Tawa Yudha lepas.

Dengan kesal Alenza memukul lengan Yudha sembari memberengut kesal, bagaimana mungkin bisa? Anak yang ada dalam kandungannya harus mirip dirinya atau paling tidak Arsya selaku Papanya.

" Ini Anak Alenza." Ucap Alenza dengan wajah sensi.

" Iya deh iya, nih Abang bawain Martabak Telur." Ujar Yudha menyerahkan plastik berisikan Martabak di dalamnya.

Dengan wajah berbinar Alenza menyambut nya dengan Antusias. Alenza sangat tidak sabar untuk mencobanya, bahkan setelah Martabak itu berada ditangannya, Alenza tidak memperdulikan Yudha yang masih berdiri di ambang pintu dengan wajah cengo saat menatap punggung Alenza yang sudah menjauh masuk ke dalam Mansion.

" Dek!!! Abang gak di suruh masuk?!" Seru Yudha menggeleng pelan kepalanya.

💙💙💙💙💙

" Tuan, izin menyampaikan... Nona Divia pergi dari Mansion pukul 4 sore."Ujar salah satu Bodyguard yang menjaga putrinya melalui earphone kecil yang terhubung dengan jam yang melekat di pergelangan tangannya.

" Terus ikuti putriku, tambah penjagaan." Ucap Arsya singkat dengan wajah datarnya.

Arsya memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. Akhir-akhir ini pikirannya merasa tidak tenang tanpa sebab dan membuatnya merasa tidak nyaman. Yang dapat Arsya lakukan hanyalah menjaga orang-orang yang disayanginya, dengan begitu Arsya sedikit mengurangi rasa kekhawatirannya.

Saat Arsya sibuk dengan kegiatannya tidak lama kemudian pesan masuk terpampang di layar ponsel miliknya. Pesan dari nama yang membuat Arsya menyunggingkan sedikit senyuman di wajahnya.

Alenza Cantik istri Bapak Arsya💙

Mas Suami... Hari ini Alenza cuti jemput mas ya.... Di mansion ada Bang Yudha sekarang. Mas cepet pulang ya! Dedek bayi kangen papanya💙.

Tentu saja yang menamai kontak di ponselnya adalah Alenza sendiri. Arsya terkekeh pelan saat membaca pesan terakhir Alenza. Akhir-akhir ini Alenza terlihat menggemaskan baginya, bukan terlihat tetapi tambah menggemaskan dimatanya saat hamil anaknya. Seperti mengidam agar Alenza sendiri yang menjemputnya pada pukul 4 sore yang tentu saja lebih awal dari karyawannya yang bekerja.

Bahkan semua karyawannya mengenal Alenza selaku istri dari bos mereka, karena sikap ramah tamahnya yang menyapa hangat setiap karyawannya, berbeda dengan Arsya yang bertahan dengan tatapan datarnya dan dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan disiplin.

" Pak Arsya ingin pulang Sekarang?" Tanya David berdiri dari tempatnya saat Arsya keluar dari ruangannya.

" Hm. nanti kirimkan file berkas sisanya ke Email saya." Pesan Arsya.

" Baik Pak."

" Maaf saya lancang bertanya pak, Istri bapak tidak menjemput bapak?" Tanya David dengan heran.

Karena istri dari bosnya itu pasti akan menyapanya terlebih dahulu karena keramahtamahannya sebelum masuk kedalam ruangan Bosnya. Tetapi hari ini, dirinya belum melihat istri dari bosnya itu datang ke kantor untuk menjemput pulang seperti biasanya.

" Tidak." Jawab Arsya singkat.

" Kalau begitu Hati-hati di jalan Pak Arsya." Ucap David membungkuk hormat setelah Arsya menjawab pertanyaannya.

Di sepanjang perjalanan Pulang, Arsya tidak mengendarai kendaraannya sendiri melainkan supir nya yang mengendarai mobil saat ini.

Dengan kedua mata yang tertutup dan kepala serta tubuhnya yang bersandar pada jok mobil seraya merilekskan otot-otot di tubuhnya.

💙💙💙💙💙

Obrolan demi obrolan Kakak beradik masih berlangsung dengan santai di sebuah ruang keluarga yang luas, dengan televisi menyala mempertontonkan sebuah Acara. Alenza dengan tenang dan lahap memakan Martabak Telur pemberian dari Yudha.

" Bang Yudha mau pamit kemana?" Tanya Alenza menghentikan gerakan tangannya yang akan menyuapkan Martabak ke dalam mulutnya saat Yudha mengatakan ingin berpamitan dengan Alenza.

" Jangan natap Abang horor gitu dek." Celetuk Yudha saat Alenza menatapnya dengan horor.

" Abang cuma mau pamit pergi muncak, bukan pamit ngehamilin anak orang." Lanjut Yudha yang mulai merasakan aura menusuk dari Adiknya.

Alenza terdiam sesaat, sebelum akhirnya melanjutkan kembali makannya yang tertunda.

" Lagian Bang Yudha ngomongnya pamit-pamit. Parno Alenza tau.... Apalagi semalem Alenza baca wetpet yang endingnya mau pamit, eh.... malah pamit beneran dari Dunia."Ungkap Alenza dengan wajah santai sembari mengunyah makanannya.

"Astagfirullah.... Abang pamit mau muncak ini, lo malah bikin Abang yang jadi parno sendiri dek." Sahut Yudha sembari mengusap dadanya menenangkan dirinya sendiri saat mendengar perkataan Alenza.

Alenza mengedikkan bahunya dan melahap martabak dengan penuh kenikmatan. Sebelum akhirnya tersadar oleh sesuatu...

" Bang Yudha mau muncak?!?!Abang mau muncak gak ngajak Alenza ih..." Omel Alenza sembari menggembungkan pipi chubby nya.

Padahal yang berkeinginan tinggi untuk pergi Mendaki gunung atau panggilan yang sering banyak terdengar adalah Muncak yaitu  Alenza, tetapi justru Yudha abangnya yang berkesempatan untuk pergi muncak. Rasa kesal mulai melingkupi Alenza karena tidak dapat ikut berpartisipasi untuk Muncak bersama Abangnya.

" Abang udah rencanain 1 tahun yang lalu kali dek, padahal Abang rencananya mau ngajak lo juga dek. Tapi malah lo nya udah nikah duluan." Ujar Yudha melirik sekilas kearah Alenza.

" Gak usah alesan!" Ketus Alenza.

" Abang gak pernah bohong sama lo kali dek, kalau gak kepepet." Ujar Yudha dengan akhir kalimat sepelan mungkin.

Keduanya sama-sama terdiam, menikmati acara televisi yang di pertontonkan. Tidak ada lagi kelanjutan percakapan karena keterdiaman mereka.

" Kalau dipikir-pikir lagi, Abang terlalu Ambis." Ucap Yudha tiba-tiba.

" Iya. Mana ada anak baru semester 5 udah mikir skripsi, masih satu tahun lagi bang buat mikir itu. Pengen lulus cepet sih iya, tapi jangan jatuhnya memforsir semua terlalu berat Bang." Gerutu Alenza.

Yudha terlalu terburu-buru menurutnya. Alenza terkadang merasa kasihan terhadapnya, meskipun orang tua mereka tidak pernah menuntut anak-anaknya untuk menyelesaikan pendidikan secepatnya. Tetapi Alenza sangat paham pemikiran dewasa Yudha yang ingin segera lulus dan mendapatkan pekerjaan untuk membanggakan kedua orang tuanya. Karena tanpa sadar Yudha anak yang akan membawa arah baru untuk kedua orang tuanya, mengingat Zia kakak sulungnya yang sudah menikah dan ikut dengan suaminya.

" Hm. Makanya Abang mau pergi Muncak." Ucap Yudha.

" Bang Yudha ngajak Kak Netta?" Tanya Alenza.

" Udah putus." Jawab Yudha sembari mencomot satu martabak di pangkuan Alenza dan memakannya dengan santai.

" KOK BISA?!!" Seru Alenza terkejut yang membuat Yudha ikut terkejut karena seruan Alenza.

Yudha dan Netta merupakan pasangan yang sangat serasi menurut Alenza. Apalagi Alenza sangat tahu bagaimana Abangnya sangat mencintai Netta. Bahkan dulu Alenza sangat iri saat melihat keduanya yang terlihat sangat mesra.

" Jangan teriak." Tegur seseorang yang saat ini duduk disamping Alenza sembari mengusap perut Alenza.

" Eh. Mas sudah pulang?"

Alenza tambah terkejut saat di sampingnya sudah ada Arsya, Alenza bahkan tidak menyadari kedatangan Sang suami. Dengan segera Alenza mencium punggung tangan Arsya, seperti yang biasa dilakukannya.

" Assalamu'alaikum bang Arsya." Salam Yudha sembari berjabat tangan dengan Adik iparnya.

Meskipun Arsya sekarang ini adalah adik iparnya, tetapi Yudha segan untuk memanggilnya hanya dengan nama saja. Apalagi usianya yang terpaut jauh.

" Wa'alaikumussalam. Kamu sudah lama disini Yud?" Tanya Arsya.

" Gak juga sih Bang, sekitar jam 4 tadi."  Jawab Yudha.

Arsya mengangguk mengerti.

" Mas sudah makan?" Tanya Alenza.

" Belum, tapi Mas mau ke kamar dulu untuk mandi. Kamu disini saja temani Abang kamu,  nanti Mas turun." Ujar Arsya sembari mengelus surai lembut istrinya.

Sebelum beranjak Arsya menyempatkan untuk mencium pelipis Alenza singkat yang membuat kedua pipi Alenza memerah merona. Tidak lupa izin kepada Yudha untuk pergi sebentar.

" Astagfirullah, kaum jomblo iri." Ucap Yudha setelah Arsya benar-benar sudah tidak terlihat lagi.

" Eh..... Bang Yudha belum cerita ya." Desak Alenza dengan raut penasaran.

Jangan kira Alenza akan melupakan rasa penasarannya, karena Alenza salah satu type orang yang sangat kepo jika menyangkut hal-hal yang menurutnya perlu penjelasan dan sangat penting untuknya.

" Netta di lamar orang lain." Jawab Yudha singkat.

" Nah kan, Abang kalah cepet!!" Pekik Alenza.

" Bang Yudha gak lamar Kak Netta duluan, jadinya Kak Netta di ambil orang kan." Lanjut Alenza dengan gereget.

Saat Yudha masih pacaran dengan Netta, Alenza selalu berucap untuk segera melamar Netta agar tidak diambil orang lain, tetapi Abangnya Yudha selalu menjawab Nanti ada waktunya sendiri atau nunggu punya penghasilan sendiri minimal setelah lulus kuliah, meskipun semua jawaban Yudha ada benarnya, tetapi sebagai pengamat keserasian hubungan Yudha dan Netta, Alenza merasa sangat geregetan sendiri untuk keduanya segera mengurus surat ke KUA.

" Emang belum jodohnya dek." Ucap Yudha singkat.

" Bang Yudha mau pergi Muncak pasti karena masalah ini juga kan?" Selidik Alenza.

Yudha terdiam seolah membenarkan perkataan Alenza.

" Alenza gak izinin Abang pergi pokoknya! Kalau Bang Yudha tetep pergi, jangan harap bisa ketemu anak Alenza nanti." Ujar Alenza dengan tegas.

" Eh eh.... Enggak gitu dek, Abang pergi karena emang udah abang rencanain dari lama. Abang juga mau Refreshing dek. Perkataan lo tadi bener..." Jelas Yudha terpotong.

" Perkataan yang mana." Sahut Alenza cepat.

" Jangan di potong dulu dek kalau abang ngomong." Ucap Yudha dengan penuh kesabaran.

" Hm."

" Perkataan yang lo bilang kalau abang terlalu memforsir semua terlalu berat untuk lulus cepet dek, makanya Abang mau sekali-kali Hilling." Tutur Yudha.

" Bang Yudha gak sendirian kan?" Tanya Alenza.

Yudha tersenyum, dari sini Yudha dapat memahami kekhawatiran Alenza kepadanya.

" Abang ikut komunitas di kampus yang mau muncak bareng, jadi nanti rame-rame disana." Ujar Yudha seraya mengacak rambut Adiknya yang sudah kesal sehingga Yudha terkekeh pelan.

" Berapa hari?" Tanya Alenza sembari merapikan kembali rambutnya dengan wajah kesal.

" Abang kurang tahu, tapi kemungkinan sekitar semingguan" jawab Yudha.

" Aaaaa..... Pengen ikuttt." Rengek Alenza.

Alenza sudah sangat mendambakan Muncak ke gunung sedari lama. Tetapi selalu saja ada momen-momen dimana dirinya tidak boleh melakukannya. Dan sekarang? Yudha ingin pergi muncak, tetapi sayangnya Alenza tidak bisa menggelayut merayu Yudha untuk meminta ikut, karena PR Alenza bukan hanya Yudha saja, tetapi pawang Singanya yaitu Arsya yang Alenza yakin akan menolak mentah-mentah.

" Nanti Abang bawain oleh-oleh." Ucap Yudha.

" Bang Yudha mau bawain oleh-oleh foto Abang disana gitu?" Delik Alenza.

" Itu salah satunya, tapi nanti Abang bawa toples." Ujar Yudha menanggapi.

" Toples buat apa bang?" Tanya Alenza.

" Buat masukin angin khas gunung ke toples, biar bisa lo hirup dek." Jawab Yudha terkekeh pelan karena telah menjahili Alenza.

Dengan sangat kesal Alenza mencubit paha milik Yudha hingga memekik kesakitan karena cubitan maut Alenza.

" Ada apa?" Tanya Arsya yang baru saja tiba.

" Istr..."  Belum sempat Yudha melanjutkan perkataannya, Alenza terlebih dahulu melayangkan tatapan permusuhannya.

Arsya duduk di samping Alenza, dirinya tahu apa yang sedang terjadi dan tanpa mereka ketahui, Arsya mendengar percakapan mereka. Jangan berharap Arsya akan mengizinkan Alenza untuk ikut, jika nanti Alenza meminta izin kepadanya.

" Minta maaf ya." Ucap Arsya mengusap surai Alenza dengan pelan.

Mendengar perkataan Suaminya yang cukup mampu membuat hati Alenza sedikit tersentuh.

" Bang Yudha Alenza minta Maaf." Ujar Alenza pelan sembari menunduk.

Yudha hanya mengangguk sembari tersenyum, sepertinya Adiknya telah menemukan pilihan yang tepat. Alasan lain kedatangan Yudha selain untuk berpamitan yaitu dirinya yang ingin memastikan keadaan Alenza setelah menikah. Semoga apa yang dilihatnya sekarang ini akan selamanya terjadi di kehidupan rumah tangga adiknya, Yudha dapat melihat dengan jelas raut kebahagiaan yang terpancar di wajah adiknya.

" Hm." Deham Arsya membuat Atensi Alenza dan Yudha sekarang menatap kepada Arsya dengan raut bingung.

Arsya sedang menerima telfon dari seseorang, raut wajahnya tidak terbaca sama sekali dan hanya raut datar yang ia tunjukan.

" Ada apa mas?" Tanya Alenza saat Arsya memutuskan sambungan telfonnya.

" Gak papa, mas mau bicara sama Yudha sebentar, kamu tunggu disini ya." Ujar Arsya mengecup pelipis Alenza singkat.

Yudha mengikuti kemana Arsya pergi setelah dikode melalui tatapan matanya oleh Arsya, meninggalkan Alenza yang dipenuh tanda tanya di Ruang keluarga sendirian. Setelah punggung Arsya dan Yudha tidak terlihat oleh matanya, tiba-tiba Bi Ani datang tergopoh-gopoh.

" Non, maaf mengganggu." Panggil Bi Ani.

" Ada apa bi?" Tanya Alenza saat Bi Ani datang dengan raut gelisah.

" Golafa sepertinya sakit Non." Lapor Bi Ani.

" Hah? Kenapa bisa bi, Alenza akan kesana sekarang, Bi Ani tolong panggil Dokter Hermawan ya." Pinta Alenza.

" Baik Non." Ucap Bi Ani.

Golafa adalah kucing peliharaan Divia. Golafa merupakan jenis kucing Ashera. Ashera sendiri adalah jenis kucing peliharaan yang berharga di dunia, bahkan harganya mencapai milyaran. Saat pertama kali melihat Golafa, Alenza mengira jika itu adalah seekor anak macan karena badannya menyerupai seekor macan, tetapi nyatanya adalah seekor kucing yang sangat di minati oleh Divia. Memerlukan waktu yang sangat lama, untuk Divia dapat membujuk Arsya memelihara seekor kucing itu karena alasan tertentu.

Ini bukan kali pertama Golafa sakit, karena ini yang kedua kalinya Golafa sakit, Alenza tidak ingin saat Divia pulang nanti menjadi khawatir dengan keadaan Golafa. Saat Golafa sakit pertama kalinya, Divia bahkan ikut demam meskipun tidak parah. Mengingat hal itu, tentu saja Alenza tidak ingin Divia kembali sakit karena memikirkan Golafa.

.....enjoy💙

Ruang kritik dan saran💙

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

944K 51.9K 43
Bertemu dengan mantan pacar sewaktu SMA? Itulah yang di alami oleh Yuna, seorang gadis yang berusia dua puluh sembilan tahun dan berprofesi sebagai d...
2.2M 12K 25
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
1.9M 195K 48
Dibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan...
159K 10.9K 55
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia