.
.
.
Kana tidak tau apa yang terjadi, setelah Alderian menggendongnya dari ruang tamu, pria itu meninggalkannya begitu saja didalam kamar besar yang katanya adalah kamar untuk Kana tempati mulai sekarang.
Dari awal Kana memang sudah menulis didalam kontrak pernikahan mereka bahwa mereka tidak akan tidur bersama. Yang membuat pikiran Kana kosong saat ini adalah 4 pelayan wanita yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya, membantunya untuk melepas gaun pengantin, menghapus make up, dan terakhir yang hampir saja mereka lakukan kalau Kana tidak buru-buru sadar dan menghentikan mereka.
"Saya bisa mandi sendiri" ujar Kana merinding sembari merentangkan tangannya didepan pintu kamar mandi, menahan badannya selagi 4 wanita itu mendorongnya masuk.
"Biar kami bantu nyonya" ucap salah satunya dengan nada sopan
"Gaaa, saya mau mandi sendiri" tolak Kana menggeleng kuat
"Tapi.."
"Saya nyonya rumah ini kan? Kalau gitu kalian juga nurutin perintah saya dong?"
Ke empat pelayan itu mengangguk serentak.
Kana tersenyum "Nah kalau gitu saya mau kalian keluar, biarin saya mandi sendiri"
Mereka akhirnya menyerah dan pergi dari sana, Kana dengan cepat menutup pintu kamar mandi, takut jika mereka berubah pikiran dan ngotot mau memandikannya.
"Emang gue bayi apa pake dimandiin segala, dasar orang kaya sialan" dumel Kana sambil berjalan menuju bathup setelah melepas kimono nya.
Kana baru bisa merasa nyaman saat seluruh tubuhnya terendam sempurna, matanya tak absen untuk menatap semua yang ada didalam kamar mandi itu.
"Kamar gue bahkan ga sebesar ini, padahal kamar gue udah paling gede diantara kamar-kamar dirumah papa" gumam Kana tak henti-hentinya merasa takjub
Tiba-tiba Kana termenung, kalau begitu mungkin sekarang Aletta yang akan menempati kamarnya.
"Ha ha, bodo amat." Kana tertawa garing "Kalau di pikir-pikir pagi ini percuma dong gue dandan, ke kampus aja engga. Ya bagus sih, entah apa jadinya kalo gue malah ke kampus dan ga ketemu sama Alsa, mungkin gue masih mikirin gimana caranya bisa nemuin Alderian"
Kana menghela nafas "Yah masalah itu udah kelar, sekarang saatnya mikirin gimana caranya supaya pesta ulang tahun Aletta nanti jadi lebih meriah"
Kana terkekeh-kekeh meniru suara tawa wanita jahat.
•
•
Beberapa hari setelahnya, pagi itu Rissa berencana akan bertemu Kana lagi. Mereka belum bertemu sejak malam pernikahan Kana karena Rissa sibuk membangun bisnis kecilnya.
Setelah mengembalikan hak kepemilikan butik itu ke Roan, Rissa jadi menganggur. Sehari sebelum dia memulai semuanya dari awal lagi, Rissa nyaris frustasi karena tidak melakukan apapun dan hanya duduk di apartemennya sepanjang hari.
Akhirnya karena gabut, Rissa mulai melakukan kegiatan yang sudah lama sekali tidak dia lakukan yaitu menggambar, Rissa punya bakat membuat baju. Semua pakaian yang dijual di butik Roan dulu adalah buatan Rissa sendiri.
Itu sebabnya popularitas butik selalu meningkat dikalangan kelas atas, selain dikenal sebagai tunangan Roan Rissa juga terkenal karena selalu menciptakan busana baik pria atau wanita dengan model terbaru.
Sudah 3 hari bisnisnya berjalan, Rissa hanya membuat desainnya dan menjualnya ke situs online. Agak tidak rela memang karena Rissa biasanya langsung membuat hasilnya sendiri. Tapi karena tidak punya modal untuk membeli bahannya, jadi cara terbaik untuk melakukannya hanya ini. Dia akan mengumpulkan uang dari hasil penjualannya sekarang dan bangkit sedikit demi sedikit.
Rissa menghela nafas panjang, dia baru saja keluar dari toko setelah membeli beberapa peralatan menggambar.
"Kana udah nyampe belum ya?" gumam Rissa melirik jam tangannya, masih ada waktu 15 menit. Rissa memutuskan masuk ke salah satu minimarket terdekat.
Tapi sebelum kakinya sampai pada pintu minimarket Rissa dibuat terdiam saat dua orang yang sangat dikenalinya keluar dari sana.
Sama seperti Rissa dua orang itu juga terkejut melihatnya.
"Rissa?"
Dengan enggan, Rissa membalas "Hai"
Aletta melirik pria disampingnya sekilas lalu kembali fokus pada Rissa, Aletta memasang senyum canggung "Ah maaf Sa, Kak Roan cuma nganterin aku cari makanan, disana ada Arsa kok jadi kamu jangan berpikir kita–"
"Santai aja," balas Rissa cepat "Lo ga perlu jelasin apa-apa karena gue sama dia udah gada hubungan apapun"
"Eh?" Aletta mengerjap, kaget. Dia memandang Roan minta penjelasan tapi pria itu hanya membuang muka
"Jadi mau kalian punya hubungan spesial pun, itu bukan urusan gue lagi. Nasehat gue sih jangan sampe kebablasan ya, kasian Arsa" kata Rissa ketus
Aletta yang mendengarnya jadi tersinggung, ingin sekali dia menampar Rissa yang berani berkata seperti itu padanya, tapi karena ada Roan disampingnya Aletta cuma bisa memasang wajah sedih.
Roan menggeram kesal "Bisa jaga omongan kamu?"
Rissa mencibir sinis "Apasih sok kenal banget"
"Rissa!"
"Apa?" Tatapan Rissa berubah datar, dia balas memandang Roan dengan ekspresi menantang "Gue kan cuma memperjelas kalo kita itu gada hubungan apa-apa lagi, kalo dia tersinggung sama omongan gue ya itu urusan dia kok nyalahin gue, heran deh manusia"
"Aku ga nyangka kamu bisa seenggak tau malu ini, apa aslinya kamu emang gini?" Roan memandang Rissa dengan tatapan rendah
"Kalo iya emang kenapa? Bukan urusan lo juga kan?"
"Rissa, kayaknya tamparan waktu itu belum cukup ya buat kamu." Ucap Roan dengan nada berat
"K-Kak jangan, kita didepan umum. Kasian juga Rissa, mungkin dia belum nerima keputusan Kakak buat akhirin hubungan kalian, cewe emang kayak gitu kalau abis patah hati jadi maklumin aja. Aku gapapa kok"
"Nih orang ngomong apa sih anjir, sok tau banget"
Rissa cuma bisa melongo mendengar Aletta yang tampaknya salah paham dengan masalah mereka.
"Ta, maaf ya tapi ucapan lo salah, yang bener itu gue yang mutusin dia" kata Rissa lempeng
"Hah?"
Rissa menyipit kearah Aletta, perasaannya saja atau memang Rissa baru menyadari sesuatu.
Aletta menyebalkan.
"Ta, gue pengen nanya" Rissa ingin memastikan sesuatu
Aletta tersenyum manis "Iya Rissa, tanya aja"
"Apa lo emang terbiasa bermuka dua kayak gini?"
Ekspresi Aletta membeku, Rissa langsung mengerjap ketika tiba-tiba airmata Aletta mengalir begitu saja. Kalau begini pasti Rissa akan tamat.
"RISSA!!"
Benarkan?
Rissa melihat tangan Roan melayang, pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya Rissa cuma bisa menutup matanya.
•••
"Duh, padahal aku kan udah bilang gausah dikawal. Kalian nih ngeyel banget, aku kan cuma mau ketemu Rissa bukan masuk kandang macan" Kana turun dari mobil dengan ekspresi cemberut
Gadis disebelahnya tertawa kecil "Saya dan para bodyguard juga cuma menjalankan tugas, jadi Mbak Kana terima aja"
"Emmaaa.." Kana merengek, menghentak-hentakkan kakinya sebal. 3 bodyguard dibelakangnya menahan tawa melihat kelakuan majikannya itu.
Mata Kana memicing "Noah, Ezra, Ian. Liat aja, aku gamau bawain cemilan lagi buat kalian ke tempat latihan, hum!"
Ketiga bodyguard muda dibelakang itu langsung berisik, mereka mencoba merayu Kana yang membuang muka, ngambek.
"Mbak Kana tolong tarik lagi kata-katanya mbak,"
"Heem, mbak Kana gatau apa kalau cemilan yang mbak Kana buat sepenuh hati itu udah seperti penyemangat hidup para bodyguard di kediaman Agrient?" Sahut Ian dengan nada mendramatisir
"Ehem, saya bukannya ngebela mereka tapi ucapan mereka itu bener mbak" sambung Noah kalem
Selagi ketiga pengawalnya itu merengek-rengek, Kana tertawa dalam hati.
Awalnya Kana memang agak kesulitan berkomunikasi dengan para pekerja yang tinggal di Mansion Alderian. Tapi selama beberapa hari ini Kana berhasil menempatkan dirinya ditengah-tengah mereka.
Kana menyukai mereka, ternyata mereka tidak sekaku Alderian. Mereka juga menghargai permintaannya yang melarang mereka untuk terlalu bersikap sopan dihadapannya. Walaupun hanya saat didepan Kana, dihadapan Alderian mereka tetap harus bersikap sopan.
Kana akrab pada semuanya, terutama pada Emma yang ditugaskan sebagai pelayan pribadinya.
Sejak malam itu, dimana empat pelayan yang ngotot hampir memandikannya, Kana buru-buru menemui Alderian dan memberitahu bahwa dia tidak butuh pelayan sebanyak itu apalagi sampai berniat memandikannya.
Akhirnya Alderian menawarkan satu pelayan muda untuk memenuhi semua kebutuhan Kana dirumah itu. Setelah berbincang lama, Kana pun setuju.
Kemudian pengawal pribadinya, Alderian menempatkan 3 pengawal muda yang memiliki kemampuan hebat dalam bela diri yaitu Noah, Ezra dan Ian.
Karena seumuran Kana, mereka tidak terlalu kaku ketika berbincang malah tampak sangat santai meski tetap memakai bahasa yang sopan.
"Oke aku maafin, tapi syaratnya kalian gaboleh terlalu deket pas aku sama Rissa lagi ngomong"
"Siap!" Ketiga memberi hormat dengan serentak, bahkan Noah yang pendiam pun ikut melakukan tindakan konyol itu.
Kana tertawa canggung saat sadar bahwa dia jadi pusat perhatian disana "Udah-udah, pake hormat segala"
"Oh iya mbak Kana, mbak Rissa itu orangnya kayak gimana?" Tanya Emma tiba-tiba
"Hmm, gimana ya" Kana tampak berpikir "Dia cantik, baik, cuma omongannya agak pedes gitu"
Emma mengangguk paham "Warna rambutnya cokelat sepinggang dengan tinggi badan sekitar 168cm, bener?"
Kana menganga mendengar perkataan Emma "Wah hebat banget kamu bisa tau Rissa sedetail itu, kalian udah saling kenal?"
Emma menggeleng, gantinya dia menunjuk kearah belakang Kana "Dia udah ada disana, kayaknya lagi berantem"
"HAH?" Dengan cepat Kana mengikuti arah telunjuk Emma, dan matanya langsung terbelalak melihat siapa yang bersama Rissa disana.
"Emma kenapa ga bilaanggg!!" Memekik pelan, Kana langsung berlari menuju kearah Rissa seraya mempercepat langkahnya ketika dia melihat tangan Roan melayang diudara.
"SIAL! Ga bakal sempet!"
"ROAN BRENGSEK BERENTI GA LO!" Kana berteriak sekeras mungkin.
Tangan Roan berhenti begitu pun dengan langkah Kana. Bukan teriakan Kana yang membuat Roan terhenti tapi karena tangan pria itu sudah ditahan oleh tangan seseorang.
"Mas Danu," Rissa berkata pelan
"Sa, lo ga papakan?" Kana yang masih terengah-engah menghampiri Rissa, dan menariknya agar menjaga jarak dari dua orang didepannya.
Mata Kana dan Aletta bertemu, Kana bisa melihat bahwa gadis itu terkejut melihat Danu tapi lebih terkejut melihat kedatangannya.
Kana mengalihkan pandangannya kearah Rissa, sahabatnya itu masih melihar kearah Danu.
"Apa-apaan ini?!" Roan memberontak sambil berteriak pada Danu yang mengunci pergerakannya.
"Harusnya saya yang nanya, gimana bisa anda mengangkat tangan anda didepan wanita yang lebih lemah dari anda?" Kata Danu dingin
"Memang itu urusan anda? Saya kenal wanita ini"
"Saya juga kenal dengan Rissa." balas Danu menekankan kata terakhirnya dengan sewot, lalu memelintir tangan Roan sampai pemuda itu berteriak kesakitan.
"Karena saya kenal dia, berarti itu juga jadi urusan saya" Lanjut Danu
Aletta menutup mulutnya kaget, dengan airmata andalannya dia memegang lengan Danu.
"Tolong lepasin dia, ini salah saya karena saya nangis akibat ucapan kejam Rissa jadi Kak Roan berniat buat ngebela saya" kata Aletta lirih
"ARGH!" Roan semakin berteriak ketika Danu malah memperkuat tenaganya.
"Saya mohon lepasin dia" Air mata Aletta terus mengalir, dia menatap Danu dengan pandangan memelas.
Berdecak kesal, Danu melepaskan Roan dengan mendorongnya menjauh. Roan meringis sambil memegang lengannya, nyaris saja tangannya patah. Apa-apaan kekuatan gila itu?
"Makas-"
"Sa, kamu gapapa?"
Aletta membeku, dia berniat mengucapkan terima kasih pada Danu tapi pria itu malah melewatinya dan menghampiri Rissa tanpa melihat kearahnya sedikit pun.
Tidak ada yang pernah begini sebelumnya, sejauh ini semua pria yang dia temui pasti akan salah tingkah padanya dipertemuan pertama. Aletta memang cantik, dia bahkan mengakui bahwa dirinya cantik itu sebabnya dia percaya diri bahwa tidak akan ada pria yang berani menolak pesonanya.
Contohnya seperti Roan.
Tapi apa ini? Danu saja tidak meliriknya sedikit pun, padahal saat tau bahwa Danu kenalannya Rissa, Aletta langsung berusaha memikatnya.
Kenalannya Rissa itu artinya kenalan Kana juga, jika suatu saat Danu memiliki hubungan spesial dengan Rissa, artinya Kana juga akan mendapatkan perlindungan dari orang itu. Dari pakaiannya pun Aletta tau bahwa Danu bukan orang sembarangan.
Jika Kana memiliki orang seperti Danu, Aletta tidak mungkin bisa menyentuhnya lagi.
"Mbak Kana!"
Mata Aletta memandang kedatang beberapa orang. Lagi-lagi Aletta memperhatikan penampilan mereka, style casual yang membuat Aletta berpikir mungkin mereka adalah teman Kana.
Aletta mengernyit, sejak kapan Kana punya teman?
"Mba— maksud saya, nyonya gaboleh lari-lari kayak tadi apalagi langsung nyebrang jalan tanpa liat-liat dulu" ucap Ian hampir saja keceplosan tidak sopan di depan Danu.
"Bener, kalau nyonya kenapa-napa kita pasti bakal dipenggal"
Nyonya? Ekspresi Aletta berubah kecut.
Diam-diam Kana mengawasi ekspresi Aletta yang langsung berubah, dalam hati Kana tertawa. Kana tau betul apa yang dipikirkan Aletta saat ini dan dia sangat menikmatinya.
"Na, mereka siapa?" Tanya Rissa bingung
Karena dipikir ini waktu yang tepat untuk membuat Aletta kesal, Kana mengubah ekspresi wajahnya.
Dengan pipi merah, dia tersenyum malu-malu "Ah itu... Alderian khawatir gue kenapa-napa kalau pergi keluar, jadi dia nyiapin tiga bodyguard pribadi buat gue, dan yang satu ini pelayan pribadi gue"
"Serius? Ga nyangka orang sekaku Al bisa bucin juga ternyata, 8 tahun Mas sahabatan sama dia ga pernah tuh dia nyinggung soal cewe, kamu hebat banget Na" Ucap Danu tertawa
Kana berterima kasih pada Danu yang membuat ceritanya itu jadi semakin panas ditelinga Aletta. Dengan sekali lirikan, dia tau bahwa Aletta berusaha menahan amarahnya.
Tangan Aletta terkepal kuat, wajah gadis itu memerah.
"Ya aku juga masih ga nyangka sih, orang sehebat Alderian Agrient itu ternyata suami aku" Kana mengompori
"Alderian... Agrient?"
Kana menyeringai mendengar gumaman Aletta. Perkataan barusan mungkin terdengar pamer, tapi Kana tau bahwa perkataan itu bagi Aletta adalah sebuah peringatan.
Yang artinya, mulai saat ini Aletta tidak akan bisa menyentuh Kana seujung jari pun.
.
.
.
TBC