My Friend Is My Mama

By jungle0

5M 369K 14.1K

"Len, jadi mama gue ya." Ucap Divia dengan wajah memerah dan air mata yang sedari tadi meluruh. Sontak gadis... More

Pembukaan
πŸ’™1
πŸ’™2
πŸ’™3
πŸ’™4
πŸ’™5
πŸ’™6
πŸ’™7
πŸ’™8
πŸ’™9
πŸ’™10
πŸ’™11
πŸ’™12
πŸ’™13
πŸ’™14
πŸ’™15
πŸ’™16
πŸ’™17
πŸ’™18
πŸ’™19
πŸ’™20
πŸ’™21
πŸ’™22
πŸ’™23
πŸ’™24
πŸ’™25
πŸ’™26
πŸ’™27
πŸ’™28
πŸ’™29
πŸ’™30
πŸ’™Follow meπŸ’™
πŸ’™32
πŸ’™33
πŸ’™34
πŸ’™35
πŸ’™36
πŸ’™37
πŸ’™38
πŸ’™39
πŸ’™40
πŸ’™41
πŸ’™42
πŸ’™43
πŸ’™44
πŸ’™45
πŸ’™Selamat Hari Raya Idul FitriπŸ’™
πŸ’™46
πŸ’™47
πŸ’™48
πŸ’™49
πŸ’™50
πŸ’™51
πŸ’™52
πŸ’™53
πŸ’™54
πŸ’™55
πŸ’™56
πŸ’™
πŸ’™57

πŸ’™31

81.6K 6.6K 298
By jungle0

Satu setengah bulan sudah pernikahan Alenza dan juga Arsya berjalan. Dan setiap harinya tidak ada kata Alenza yang dibuat terbang oleh perlakuan Sang Suami. Tetapi terkadang Alenza juga dibuat kesal secara bersamaan oleh Arsya.

Seperti sekarang ini, untuk memenuhi tugas mata kuliahnya, Arsya melarang keras Alenza untuk mengobservasi langsung sebuah desa mengenai tingkat pendidikan mereka. Dan itu tidak lah lama, hanya membutuhkan 3 hari saja sebagai bentuk aksi sosialnya yang ditunjuk untuk ikut sebagai  salah satu anggota Organisasi Sosial dikampusnya.

" Tidak." Tolak Arsya sekian kalinya menanggapi bujukan Alenza.

" Hanya tiga hari Mas." Ujar Alenza memohon sembari mengacungkan tiga jarinya.

" Mas akan suruh seseorang mengerjakan tugas kamu itu." Ucap Arsya menatap Alenza dengan intens.

Mendapat tatapan intens dari Suaminya, membuat nyali Alenza menciut seketika. Bahkan wajah Arsya terlihat sangat datar, meskipun tidak ada kemarahan yang terlihat tetapi hanya ada ketegasan seorang Arsya yang teguh pendirian dan tidak tergoyahkan.

" Beda mas, ini tugas Alenza, jadi harus Alenza sendiri yang mengerjakannya." Keukuh Alenza dengan penuh harapan agar Arsya mau mengizinkannya.

" Alenza juga di tunjuk mas karena menjadi salah satu Anggota Organisasi sosial." Lanjut Alenza saat Arsya sama sekali tidak meresponnya.

" Tidak." Jawab Arsya dengan raut yang masih sama seperti sebelumnya.

" Mas, nanti semua orang menganggap Alenza gak bisa mempertanggung jawabkan amanah dengan baik." Ujar Alenza yang tidak menyerah untuk membujuk.

" Untuk terakhir kalinya. Tidak." Tegas Arsya.

Alenza menghembuskan nafasnya berat, sangat sulit rupanya untuk membujuk Sang suami.

Tidak. Semua tidak akan sesulit ini ketika Alenza tidak sedang mengandung saat ini. Ya! Sudah dua hari ini Arsya sangat possesive terhadapnya saat mengetahui Alenza sedang hamil muda.

Flashback on

" Bunda makan apa?" Tanya Divia yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya dengan dibawah pantauan Alenza secara langsung sembari memangku Melo kucing baru yang merupakan kado dari Arsya di hari ulang tahunnya.

Alenza tidak membiarkan Divia membayar seseorang untuk mengerjakan tugas kuliahnya,  dan hal itu membuat Divia harus pasrah sepasrah pasrahnya orang pasrah.

" Buah Kedondong, kamu mau Div?" Tawar Alenza menyerahkan satu iris buah itu pada Divia.

Dengan senang hati Divia menerimanya, saat satu suapan masuk, seketika wajahnya berubah meringis karena rasa Asam dari buah kedondong itu.

" Gak enakkk bunnn." Rengek Divia meminum jus mangga nya dengan tidak sabaran.

" Enak Div." Bantah Alenza tidak setuju dengan Komentar Divia.

" Bunda perlu periksa ke dokter lidah." Gerutu Divia.

" Siapa yang sakit?" Tanya Arsya yang baru saja pulang dari kantor dengan kemeja dan juga Jas yang masih melekat di tubuhnya.

" Papa!!! Help meee." Rengek Divia menghampiri papanya dengan raut semelas mungkin sembari menggelayut di lengan Papanya.

Bahkan Melo yang berada di pangkuannya kini sudah berpindah tempat di karpet halus dan lembut.

" Kamu kenapa." Tanya Arsya terheran dengan sikap Divia yang menggelayut pada dirinya.

Menurut pengamatan Arsya mengenai sikap-sikap Divia selama ini, Arsya selalu mewaspadai satu sikap Divia yang menggelayut di lengannya, Karena sudah pasti Divia akan meminta hal aneh padanya.

" Pa... Bantu Divia pa." Bisik Divia pelan.

" Apa?" Tanya Arsya mengangkat sebelah alisnya.

" Papa kurung bunda di kamar gih." Usul Divia.

" Supaya Divia bebas dan Papa juga bisa mesra-mesraan di kamar." Lanjut Divia sepelan mungkin agar Alenza tidak mendengarkannya.

" Hm." Deham Arsya pelan.

Arsya menghampiri tempat duduk Alenza yang masih asik memakan buah Kedondong dengan penuh kenikmatan.

" Mas mau?" Tawar Alenza saat Arsya duduk di sampingnya sembari mengusap surai indah milik Alenza.

" Sudah makan berapa hm." Tanya Arsya mengalihkan tawaran Alenza.

" Emm.... Baru 7 ini mas." Ucap Alenza sembari memperlihatkan buah kedondong di tangannya.

" Sudah ya makannya." Ujar Arsya menyingkirkan beberapa buah kedondong yang belum tersentuh oleh Alenza .

Sontak Alenza melototkan kedua matanya dengan raut protes dan ketidakrelaan nya.

" Masss...." Isak tangis Alenza.

Divia dan Arsya dibuat kelimpungan dengan Alenza yang tiba-tiba menangis, tentu saja bukan sifat Alenza yang mudah sekali menangis.

" Bunda kok jadi cengeng!!" Seru Divia dengan polos.

Tatapan  Arsya sontak tertuju pada kepolosan mulut Divia yang tidak tahu kondisi. Sedangkan Arsya masih berusaha menenangkan Alenza.

" Kamu boleh makan lagi buah nya tapi nanti oke." Nego Arsya.

Alenza mengusap air matanya yang berderai sembari memberhentikan tangisannya.

" Gak mau buah kedondong lagi."

"Terus? bunda maunya apa?" tanya  Divia dengan wajah Cengo.

" Rumah sakit." Celetuk Alenza saat raut wajah menangisnya kini diganti dengan raut wajah meringis menahan sesuatu yang sangat perih di bagian perutnya saat ini.

"Oemjii!!!! Jangankan Rumah sakit bun, satu pulau pun Papa sanggup beli kalau bunda yang minta." Ujar Divia dengan gamblang.

" Bukan beli Div, tapi aku mau ke Rumah Sakit." Ujar Alenza membenarkan maksudnya.

"Ngapain ke rumah sakit bun? Siapa yang sakit?" Tanya Divia terheran.

" Kamu sakit?" Tanya Arsya cepat sembari memfokuskan tatapannya ke arah Alenza.

" Perut Alenza sakit mas." Ringis Alenza pelan sembari menggenggam jemari besar Arsya.

Hal itu membuat Arsya dengan sigap menggendong tubuh Alenza untuk membawanya segera ke Rumah Sakit karena kekhawatirannya. Bahkan Divia masih terdiam di tempatnya karena terkejut dengan tindakan spontan Arsya, saat ingin menyusul tetapi mobil sudah melaju terlebih dahulu meninggalkan kepanikan Divia mengenai kondisi sahabat dan Ibu barunya.

Entah kenapa Arsya merasakan perubahan drastis dari Alenza, bahkan di tengah kekhawatirannya, Arsya sempat terheran dengan Alenza yang sukarela mau ke Rumah Sakit. Tentu saja semua orang tidak menginginkan untuk pergi ke rumah sakit, bahkan menghalalkan segala Alasan agar tidak berakhir ke Rumah sakit. Tetapi Alenza? Entahlah Arsya bingung dengan semua itu karena rasa khawatir yang mendominasi nya saat ini.

Di perjalanan tidak hentinya Arsya mengusap Perut rata Alenza agar rasa sakitnya  sedikit berkurang. Karena sibuk dengan kekhawatirannya, Arsya sama sekali tidak menyadari bahwa sedari tadi Alenza tersenyum mendapati perlakuan manis dari Arsya suaminya.

Sesampainya Dirumah sakit Alenza dengan segera di atasi oleh Dokter pribadi Arsya untuk memeriksa Alenza. Bahkan Dokter pribadinya pun turut terheran karena biasanya Arsya akan memanggilnya untuk pergi ke Mansion dari pada mendatangi rumah sakit secara langsung, pengecualian untuk situasi darurat.

" Beberapa hari ini saya mudah sekali mual dok, nafsu makan saya juga menurun sepertinya." Jelas Alenza saat Dokter menanyakan keluhan lainya yang dirasakan oleh Alenza.

Arsya mengernyitkan dahinya saat mendengar penjelasan Alenza. Arsya tahu semua kegiatan yang dilakukan istri dan anaknya. Bahkan Arsya selalu memantau semua yang mereka lakukan, meskipun Arsya tahu bahwa akhir-akhir ini istrinya selalu makan terlambat tetapi sekalinya makan, Alenza dapat menghabiskan 2 kali porsi dari biasanya, untuk itu Arsya tidak mempusingkannya  selain itu Alenza akhir-akhir ini lebih banyak makan camilan yang membuat Arsya sedikit bersikap tegas untuk membatasinya.

Dokter Serena yang menangani Alenza tersenyum saat memeriksa dan menganalisis keluhan-keluhan yang dirasakan oleh Alenza.

" Tuan setelah saya memeriksa kondisi  Nyonya Alenza sepertinya Tuan harus membawanya Ke Dokter Anastasya untuk pemeriksaan lebih lanjut." Ujar Dokter Serena.

" Apa.... Apa saya punya penyakit pa.." belum sempat Alenza meneruskan perkataannya.

Arsya terlebih dahulu membungkam bibir Alenza singkat tanpa peduli Dokter Serena yang menatap sepasang suami istri yang menebar kemesraan mereka di depannya.

" Mas tidak suka, kamu bicara sembarangan." Ujar Arsya datar sembari mengusap pipi merah Alenza yang malu saat ini.

Arsya hanya tidak suka jika Ucapan disepelekan dengan perkataan-perkataan yang buruk. Ucapan adalah sebuah Doa, fikiran klasik yang mungkin di sepelekan beberapa orang tetapi sangat berarti untuk Arsya.

" Nyonya tenang saja, Dokter Anastasya adalah Dokter Kandungan yang akan memeriksa lebih lanjut tentang janin yang ada di dalam perut Nyonya Alenza, karena itu bukanlah ranah keahlian saya untuk lebih jelas mengetahuinya, untuk itu Tuan dan Nyonya dapat memeriksakannya kepada Dokter Anastasya." Jelas Dokter Serena sembari tersenyum.

Di tempatnya duduk saat ini Alenza terdiam mematung untuk mencerna kembali perkataan Dokter serena. Berbeda dengan Arsya yang sudah memeluk erat tubuh Alenza sembari menghujaminya dengan kecupan di pelipis dan puncak kepala Alenza sayang.

Flash back off

Setelah mereka memeriksakan kondisi Alenza pada waktu itu juga dan ternyata benar bahwa Alenza sedang mengandung, membuat Arsya lebih Over Protective kepadanya. Bahkan setiap kali Alenza menginginkan sesuatu, semua harus melalui proses persetujuan dari Arsya.

Arsya membawa tubuh Alenza kedalam pelukan hangatnya saat melihat Alenza menunduk sedih akibat penolakan darinya.

" Mas tidak menyetujuinya bukan tanpa sebab. Ada janin yang ada di rahim kamu. Mas tidak ingin kamu dan calon Anak kita terjadi sesuatu. Ini demi kebaikan kalian." Jelas Arsya mengusap surai istrinya yang sudah terisak di pelukannya.

Dokter sudah memberikan larangan apa saja yang tidak boleh Alenza lakukan di usia kandungan yang masih rentan mengalami keguguran, termasuk faktor kelelahan. Untuk itu Arsya mengoptimalkan kemampuannya untuk menjaga Alenza sebaik mungkin.

" Tapi.... Alenza takut hiks.... Alenza di beri kepercayaan Mas." Ujar Alenza sesegukan sembari mengusap ingusnya dengan kemeja milik Arsya.

Pagi hari disaat seharusnya Arsya berangkat bekerja, menjadi tertunda karena perdebatan serta bujukan yang diluncurkan oleh Alenza meskipun sama sekali tidak mendapat izin.

" Mas yang akan mengurusnya."

Akhir-akhir ini Alenza sangat Sensitive dengan beberapa hal, bahkan hingga membuat dirinya memikirkan pendapat orang lain yang belum tentu kejelasannya.

" Mas perlu ganti kemeja hm?" Tanya Arsya terkekeh pelan saat kemeja nya basah oleh ingus dan juga Air mata Alenza.

" Jangan..." Cegah Alenza yang mulai merenggangkan pelukannya.

Arsya dengan telaten mengusap air mata Alenza, dirinya merasa bersalah saat seluruh wajah Alenza memerah karena menangis, bahkan hidungnya terlihat sangat memerah dari seluruh bagian wajahnya.

" Nanti ba....nyak yang su...ka sama Mas." Lanjut Alenza sesegukan.

Dengan terkekeh pelan Arsya menanggapi perkataan Alenza, bukan kali ini saja Alenza melarangnya mengganti kemeja bekas Ingus Alenza. Namun bedanya Arsya sama sekali tidak mempermasalahkannya tetapi Alenza justru terlihat seperti istri yang sangat pencemburu, dan Arsya menyukainya.

" Ya sudah, mas tidak akan mengganti kemejanya." Ujar Arsya tersenyum menanggapi.

" Jangan!!" Cegah Alenza.

" Nanti mas di ketawain." Lanjut Alenza dengan cepat.

" Siapa yang berani menertawakan Mas hm?"Ujar Arsya sembari mengusap surai Sang istri.

Arsya hanya perlu bersabar menghadapi sikap Alenza yang berubah-ubah. Dan beruntung Arsya melakukannya dengan senang hati agar tidak membuat Alenza bersedih.

" Tapi nanti Mas malu hikss..... " Ucap Alenza semakin keras menangis saat membayangkan Arsya akan malu saat bertemu kolega-kolega bisnisnya nanti.

Sontak Arsya mencium setiap Air mata yang keluar dari Alenza, bahkan tanpa rasa jijik Arsya mencium seluruh wajah Alenza.

" Jangan berfikiran negatif oke." Ujar Arsya menyalurkan ketenangannya agar Alenza tidak lagi berfikiran hal-hal yang negatif.

" Maaf..." Cicit Alenza pelan sembari menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Sang Suami.

" It's Ok, jangan menangis lagi hm." Ujar Arsya.

" Mas tidak berangkat kerja?" Tanya Alenza yang kini mengusap wajahnya kembali seperti semula sembari menunjukan raut polosnya seolah tidak terjadi apapun.

Arsya meringis pelan, bagaimana mungkin dirinya bisa pergi bekerja saat Alenza menahannya dengan drama pagi yang menguras perasaannya?

" Ayo, Alenza antar Mas sampai depan." Tarik Alenza pada Arsya yang mengikut dengan pasrah.

Kehamilan Alenza membuat Arsya dibuat kelimpungan menanggapi perubahan perilaku Alenza. Dulu sewaktu Gea mengandung Divia, dirinya sama sekali tidak pernah merasakan berada di fase menjadi samsak emosi Sang istri ataupun di fase mengidam. Dan semuanya baru Arsya rasakan sekarang ini.

" Loh? Papa belum berangkat?" Tanya Divia saat berpapasan dengan kedua orang tuanya.

Divia yang baru saja bangun dari tidurnya dan turun ingin sarapan pagi, terheran saat melihat Arsya yang belum juga berangkat kerja disaat Jam menunjukkan pukul 8 pagi.

" Baru bangun Div kamu?Sarapan kamu ada di meja makan, aku panasin dulu ya." Ujar Alenza yang akan pergi ke arah Ruang Makan.

Sebelum melangkah jauh, Arsya terlebih dahulu mencegah lengan Alenza pelan, sehingga menghentikan langkah Alenza.

"Jangan. Minta koki untuk memanaskan nya nanti." Ujar Arsya.

" Iya bun, nanti Divia suruh koki aja yang panasin sarapan Divia." Sindir Divia saat melihat keposessifan Arsya.

" Papa Berangkat." Pamit Arsya mengecup pelipis Divia untuk berpamitan.

" Hati-hati!!!!" Seru Divia dengan keras saat kedua orang tuanya sudah melangkah keluar.

Sebagai istri yang berbakti, Alenza selalu mengantarkan Arsya hingga depan pintu Mansion saat Suaminya akan pergi bekerja. Dan akan masuk lagi setelah mobil Arsya keluar dari pintu gerbang Mansion. Hal itu sudah menjadi rutinitas wajib untuk Alenza.

" Mas berangkat." Ucap Arsya mengecup kening Sang istri.

" Semua aktivitas kamu Mas pantau. Jadi jangan lakukan hal-hal yang Mas Larang." Jelas Arsya.

Bukan satu poin yang di larang oleh Arsya melainkan banyak poin yang harus Alenza patuhi yang membuatnya memberengut kesal terhadap tingkat protective Sang Suami.

" Mas hati-hati sama perempuan genit, jangan terima kalau dikasih minum." Ujar Alenza dengan wajah seolah memperingatkan.

Arsya tersenyum menanggapi, istrinya terlihat menggemaskan sekarang ini. Alenza terlalu terbawa dengan novel-novel yang pernah dibaca olehnya. Dimana saat seorang perempuan genit memberikan sebuah minum kepada dirinya, yang ternyata sudah diberikan sebuah obat, hingga membuat Arsya tidak sadarkan diri dan terbangun dengan tubuh polos bersama perempuan itu. Tidak!!! Alenza tidak ingin di poligami. Itulah tekad bulat Alenza.

" Hm." Gumam Arsya pelan.

Arsya mengambil posisi berjongkok sejajar dengan perut Alenza yang masih rata. Dengan pelan Arsya mengusapnya dengan penuh keharuan.

" Semoga kamu cepat tumbuh. Jaga Bunda, jangan mempersulit Bunda selama Papa tidak di rumah." Ujar Arsya di akhiri kecupan singkat pada perut Alenza.

Setelah berpamitan dan mobil Arsya pergi barulah Alenza masuk kembali kedalam mansion. Alenza dan Arsya belum sama sekali memberitahukan kehamilannya kepada kedua orang tuanya. Mereka mempunyai rencana sendiri untuk memberikan kejutan.

💙💙💙💙💙

Siang hari yang cerah, membuat jiwa kemalasan Alenza meningkat. Bahkan sudah dua jam dirinya rebahan tanpa melakukan apapun. Arsya melarangnya untuk melakukan kegiatan yang membuatnya terlalu lelah, untuk itu Alenza tidak dapat ikut dan melihat Divia.

Divia siang ini memiliki jam khusus untuk  latihan mengendarai sepeda motor yang menjadi kado dari Alenza. Tentu saja Divia sangat senang mendapatkannya, bahkan Arsya menyuruh guru Privat untuk mengajarkan Divia mengendarai sepeda motor, walaupun hanya sebatas motor matic yang hanya mengandalkan gas dan juga rem, tetapi Arsya memberikan yang terbaik untuk putrinya.

Prang

Suara pecahan serta riuh beberapa orang terdengar saat Alenza membuka pintu kamarnya yang kedap suara. Dengan bergegas Alenza menghampiri sumber suara yang tidak jauh dari kamarnya, bahkan satu lantai namun berbeda ruangan.

" Nyonya jangan mendekat." Hadang seorang Bodyguard saat Alenza akan memastikan keramaian yang sedang terjadi.

" Ada apa? Apa yang terjadi?" Tanya Alenza dengan penasaran.

" Nyonya, izinkan saya untuk mengantar kan Nyonya kembali ke Ruangan Nyonya." Ujar seorang pelayan membungkuk sopan menghampirinya.

" Bi, apa yang terjadi di dalam?" Tanya Alenza penasaran. Karena pintu ruangan yang tertutupi oleh dua bodyguard yang menghalangi pandangannya untuk melihat apa yang terjadi di dalam, bahkan beberapa Bodyguard dengan sengaja menghangi nya.

" Alenza. Kembali ke kamar mu."

Suara Arsya terdengar melalui Clip on kecil milik salah satu Bodyguard yang menghadangnya.

" Tapi..." Ucap Alenza terpotong.

" Mas bilang Masuk Alenza." Ujar Arsya yang terdengar tegas di sebrang.

" Mas dalam perjalanan pulang saat ini. Tunggu Mas di Kamar." Jelas Arsya.

Tanpa bisa berbuat banyak lagi Alenza masuk kembali kedalam kamarnya, menunggu Arsya yang katanya sedang dalam perjalanan pulang. Meskipun rasa penasaran sangat mendominasi Alenza saat ini untuk mengetahui apa yang terjadi di ruangan tadi.

Beberapa menit kemudian Arsya tiba di Mansion, dan berlari ke kamarnya serta langsung menyerobot masuk kedalam hingga pintu terbuka lebar, Alenza yang tadinya sedang merebahkan tubuhnya diatas kasur terkejut dan membuatnya terduduk seketika.

" Ma...."

Pelukan hangat tiba-tiba Alenza rasakan sebelum dirinya mengutarakan pertanyaan pada Sang suami.

Tidak memakai jas dan kemeja yang di gulung hingga siku, serta Dasi yang entah berada dimana. Sangat berbeda dengan Arsya yang pagi tadi baru saja berangkat bekerja.

" Mas kenapa?" Tanya Alenza terheran saat Arsya sudah mengurai pelukannya.

" Mas habis lari?" Lanjut Alenza sembari mengusap keringat di wajah Suaminya.

" Shit. Tutup telingamu sayang." Gumam Arsya pelan sembari mendorong Alenza hingga tertidur telentang diatas ranjang.

Dor

Suara tembakan terdengar, meskipun Alenza sudah menutup telinganya seperti Arahan sang suami, tetap saja suara tembakan yang diluncurkan oleh Arsya masih terdengar meskipun pistol yang digunakannya memiliki tingkat suara yang terbilang cukup pelan dengan kualitas tinggi.

Alenza mengalungkan tangannya memeluk tubuh tegap Arsya saat Suaminya itu membungkuk menenangkan Alenza yang tentu saja terkejut, bahkan wajahnya terlihat memucat saat ini.

" Semua baik-baik saja." Bisik Arsya menenangkan istrinya di dalam pelukan hangatnya.

Arsya bersumpah akan mengejar dan menghabisi orang yang telah membuat semua kekacauan ini, Arsya terus memandangi seekor ular yang sudah mati tergeletak di depan pintu kamarnya yang terbuka akibat tembakan yang diluncurkan oleh Arsya.

.....enjoy💙

Ruang kritik dan saran💙

Lama ya gak update:) 🌹salam hangat dariku💙

Continue Reading

You'll Also Like

478K 41.8K 53
[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendap...
153K 10.6K 55
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
535K 50.6K 116
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
1.1M 53.5K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...