Replaying Us

By kianirasa

609K 54.6K 5.7K

Athalia Sharafina menyukai Narado Risyad dalam diam selama bertahun-tahun. Tapi tidak pernah menyatakannya b... More

Bagian Satu : Nyata atau Ilusi?
Bagian Dua: Menuju Masa Lalu
Bagian Empat: Ide Yang Buruk
Bagian Lima: Obrolan dan Rencana Menetap
Bagian Enam: Pengakuan, Kesepakatan
Bagian Tujuh: Seragam Putih Abu-abu Lagi
Bagian Delapan: Tidak Terlalu Buruk
Bagian Sembilan: Memalukan
Bagian Sepuluh: Mendadak Galau
Bagian Sebelas: Cinta Segitiga atau Segi Empat?
Bagian Dua Belas: Berbahaya
Bagian Tiga Belas: Dia-lo-gue
Bagian Empat Belas: Bolos Sekolah
Bagian Lima Belas: Semakin Dalam
Bagian Enam Belas: Curhatan dan Sepatu?
Bagian Tujuh Belas: Dalam Gelap
Bagian Delapan Belas: Diluar Dugaan
Bagian Sembilan Belas: Sekali pun Dalam Mimpi
Bagian Dua Puluh: Getaran Aneh
Bagian Dua Puluh Satu: Penguntit, Menguntit
Bagian Dua Puluh Dua: Debaran dan Rasa
Bagian Dua Puluh Tiga: Begitu Berarti
Bagian Dua Puluh Empat: Bisa Jadi
Bagian Dua Puluh Lima: Kebenaran, Ungkapan, dan Perasaan
Bagian Dua Puluh Enam: Pertemuan Pertama
Bagian Dua Puluh Tujuh: Virus Cinta
Bagian Dua Puluh Delapan: Bimbang
Bagian Dua Puluh Sembilan: Tidak Lama Lagi
Bagian Tiga Puluh: Pertama Yang Abadi
[EKSTRA]: Dalam Ingatan
EPILOG
PEMBERITAHUAN

Bagian Tiga: Malaikat dan Donat

26.8K 1.9K 62
By kianirasa

A/n: disebelah/diatas itu fotonya castnya Nara. Kalau kalian gak sreg, bayangin sendiri aja ya. Selamat membaca dan jangan lupa vote sama komennya ditunggu ya♡

==

Bagian Tiga: Malaikat dan Donat

==

Atha berjalan gontai sambil menghela nafas untuk sekian kalinya sementara Faust berjalan berdampingan disebelahnya. Sibuk berbicara dengan seseorang diseberang melalui sebuah benda yang Atha pikir, ponsel, sambil sesekali menembus pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah dengan mereka.

Setelah setengah jam lalu bertemu Nara, Atha memutuskan untuk berjalan mengelilingi kawasan pertokoan yang cukup ramai. Tak jarang dia menoleh untuk mengobrol kecil dengan Faust―yang tentu saja menarik perhatian orang disekitarnya.

Well, Faust memang tidak kasat mata selain pada Atha. Jadi wajar saja bila semua orang yang melihat Atha merasa kalau dia tidak jauh berbeda dari orang gila.

"Ya, baiklah, bye."Faust menutup telfon usai berbicara selama lima menit. Ponsel berwarna putih itu menghilang seketika―bersamaan dengan Faust menutupnya.

Mengapa dengan sihir, semuanya jadi terlihat mudah?

Atha mengalihkan pandangannya kearah Faust saat makhluk itu menghela nafas berat, mengacak rambut coklat kehitamannya pelan dan menghentikan langkahnya, membiarkan beberapa manusia melangkah menembusnya.

Disaat itu juga Atha merasa ada suatu hal yang tidak beres. Dia kemudian ikut menghentikan langkahnya.

"Ap―"

Faust memotongnya dengan mengangkat sebelah tangannya di udara. Meminta Atha tidak bertanya. Makhluk itu kemudian menarik nafas dalam dan menatap Atha. Iris mata hitamnya membuat Atha memperhatikannya dengan seksama dalam diam.

"Kayaknya aku harus pergi sebentar."ucap Faust, angkat bicara.

"Kemana?"

"Ruang konsultasi langit,"Faust menjentikkan jarinya, memunculkan sebuah hologram di udara yang menampilkan pemandangan ruangan luas dengan empat orang yang duduk diatas sebuah kursi megah. Mengerjakan sesuatu.

"Apa itu?siapa mereka?"Atha bertanya lagi.

"Empat orang itu dewan langit. Mereka tempat para malaikat purnama berkonsultasi, melaporkan tugas-tugasnya. Berhubung kita masuk ke masa lalu yang salah―aku harus berkonsultasi dulu dengan mereka. Kita tidak boleh sembarangan datang dan pergi ke masa lalu. Nanti mengacak-acak dimensi waktu."jawab Faust.

Atha mengangguk mengerti. "Cuman sebentar, kan?"

Faust menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mengiyakan. "Aku harap sih begitu. Kalau tidak salah ada taman yang tidak jauh dari sini, kamu bisa duduk disana selagi menunggu. Aku mau berangkat sekarang."Faust menjawab sambil membentangkan sepasang sayap hitamnya. Matanya mendongak untuk menatap  langit lalu kembali menatap Atha.

"Oke, gue tunggu lo di taman. Tapi cepetan ya. Nggak pakai lama."Atha membalasnya seraya menghela nafas panjang. Matanya terasa agak berat karena mengantuk―berhubung seharusnya kan Atha tidur terlelap diatas kasurnya. Bukan berjalan tanpa tujuan seperti sekarang.

Faust hanya mengangguk kemudian mengambil ancang-ancang sebelum terbang ke langit setelah menginjak atap sebuah mobil yang hendak lewat didepan mereka.

Atha bisa melihat portal berwarna biru keunguan muncul diatas langit dengan tiba-tiba. Faust tanpa membuang waktu banyak, langsung memasukinya dan menghilang seperti debu dalam sekejap. Ke dunia lain yang awalnya Atha pikir hanya ada di cerita dongeng.

Perempuan itu pun melanjutkan langkah kakinya lagi. Perutnya terasa perlu diisi kembali, mengingat dia belum makan apa pun selain minum kopi daritadi sore. Atha mendengus kesal, seharusnya dia meminta Faust untuk memunculkan makanan dulu sebelum pergi. Kalau begini kan Atha tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak ada persiapan dan sama sekali tidak memegang uang sepeser pun.

Setelah berjalan cukup lama dari tempatnya berpisah dari Faust tadi, seperti yang dibilang olehnya―ada sebuah taman yang cukup luas berada tidak jauh dari kawasan pertokoan tadi. Taman dengan air mancur cukup megah di tengahnya. Kawanan burung merpati menghiasi di sekitar taman. Banyak anak-anak kecil yang berlarian kesana kemari sambil bermain gelembung, para lansia yang sibuk bersenda gurau, juga wanita dan pria yang berpacaran di bangku tak jauh dari air mancur.

Usai sekian lama berjalan, kedua kaki Atha mulai terasa pegal. Dia mempercepat langkahnya menuju sebuah kursi dibawah pohon rindang yang cukup jauh dari keramaian―buru-buru sebelum kursi itu diambil orang duluan. Keringat bercucuran di dahinya, menjadikan poni Atha lepek. Dan itu pasti sangat tidak keren.

Kakinya berselonjor sementara punggung Atha bersender nyaman di bangku taman. Kepalanya mendongak kearah langit selagi matanya tertutup rapat.

Beberapa menit berada didalam posisi yang sama sambil berulang kali mengatur nafas, suara rongrongan seekor anjing sontak membuat Atha membuka kedua matanya. Sesuatu yang basah langsung menyentuh pipinya begitu matanya terbuka lebar.

Atha bergidik geli sekaligus jijik. Dia mengelap pipinya dengan mengendikkan sebelah bahunya ke pipi sebelum kemudian menyadari seekor anjing golden retriever berada disampingnya dengan lidah yang menjulur keluar dan sepasang mata yang berbinar-binar.

Dia selalu menyukai anjing. Tapi mungkin tidak dengan air liurnya. Kedua sudut bibir Atha tertarik keatas, membentuk sebuah senyuman tipis―perempuan berponi itu lalu meraih anjing tersebut dan memeluknya sambil mengelus-elus bulunya yang terawat. Sebuah pengikat yang ada dilehernya menandakan kalau anjing itu peliharaan seseorang. Atha mengerutkan dahi, kemana si empunya anjing ini?

Sepasang mata Atha jelalatan kesekeliling. Mencari seseorang yang mungkin sedang kewalahan mengejar anjingnya.

"Pero, yaampun,"

Suara berat juga derap langkah kaki berhenti disampingnya membuat Atha menoleh dan mendongakkan kepala untuk melihat sosok seorang pemuda berjaket hijau lumut dengan dalaman kaos biru berdiri disana. Posturnya tinggi―sedikit lebih tinggi dari Nara versi SMA.

Soal tampang tidak usah diragukan. Kalau pemuda itu mengaku-ngaku sebagai model, orang bisa saja dengan mudah percaya. Garis rahang, tulang hidung, alis dan mata hazelnya terlihat pas sekali.

"Ini anjing lo?"Atha lalu bertanya―dia mengelus anjing itu dan melepaskan binatang berkaki empat itu dari pangkuannya ke tanah.

Yang ditanya tidak langsung menjawab. Pemuda itu malah berjongkok dan memeluk peliharaannya tersebut. Seperti yang dilakukannya tadi pada Atha, anjing itu kini ikut menjilat pipi pemuda didepannya. Membuat dia tertawa.

"Iya, namanya Pero."jawabnya lalu kembali berdiri dan tersenyum menawan. Tak lama kemudian, pemuda itu kemudian mengulurkan sebelah tangannya kedepan Atha. "Kariza. Gue Kariza."

Atha ikut berdiri, dari balik poninya yang cukup panjang―matanya menyipit untuk memperhatikan dengan seksama wajah didepannya. Alisnya bertaut bingung menyadari sebelah pipi pemuda itu lebam dan ada sedikit luka di bibir bagian bawahnya.

"Atha. Gue Athalia."Atha menyambut uluran tangan itu dengan wajah datar. Seperti biasa.

Dulu, saat pertama bertemu Nara, Atha juga menyambut uluran tangannya dengan wajah datar―namun berbeda dengan Kariza, Nara waktu itu langsung mengerutkan dahi dan tertawa. Dia geleng-geleng kepala lalu mengatakan kalau Atha harus mencoba tersenyum saat berkenalan pada seseorang.

Maka dari itu―begitu teringat Nara, Atha memaksakan dirinya tersenyum. Walaupun jatuhnya senyum paksaan yang pastinya membuat dirinya terlihat aneh saat ini.

"Jadi, lo sekolah dimana?"Kariza bertanya lagi. Kali ini keduanya duduk dibangku bersama dan Atha memasang jarak sejauh mungkin darinya.Well, tipikal Atha.

Kariza bertanya tanpa menolehkan kepala―matanya sibuk memperhatikan anjing peliharaannya yang kini sibuk merongrong kearah sekawanan burung merpati yang berkumpul didepan mereka. Membuat sebagian burung itu terbang ketakutan.

Atha melirik Kariza. Memangnya wajah dan postur tubuh Atha kelihatan seperti anak SMA?―mendengarnya membuat Atha sedikit tersindir entah mengapa. Postur tubuhnya memang tidak terlalu tinggi untuk ukuran mahasiswi yang mau lulus S1. Tapi tetap saja sakit hati.

Dibanding menjawab, perempuan itu justru memilih untuk menatap langit diatas sana. Kariza pun diam, sepertinya mengerti kalau Atha tidak ingin menjawab pertanyaannya. Sementara di lain sisi Atha berharap Faust muncul tiba-tiba dari portal ajaib di langit―dengan begitu Atha bisa mengisi perutnya yang keroncongan.

Omong-omong keroncongan, detik selanjutnya, perut Atha benar-benar berbunyi. Cukup keras untuk membuat Kariza menoleh, mengangkat sepasang alisnya, dan tertawa. Sementara Atha mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Pipinya terasa terbakar karena malu.

"Belom makan?"Kariza lagi-lagi bertanya.

Atha berdeham pelan, berusaha terlihat jaim sebelum ujungnya mengangguk. Setelahnya dia bisa merasakan perutnya terasa perih dan mual disaat yang bersamaan. Kelihatannya magh-nya kambuh disaat yang tidak tepat.

"Ada yang jual donat gula di dekat sini. Gue beliin, mau?kebetulan gue lagi pengen juga."tawar Kariza yang lalu berdiri tanpa menghilangkan senyumnya. Matanya berkilat geli.

Bagi Atha, siapa pun yang menawarinya makanan atau minuman adalah malaikat. Dan mendengar tawaran Kariza―Atha seperti mendengar lonceng surga berbunyi ditelinganya. Dia tidak bisa menolak. Lagipula donat adalah cemilan favoritnya.

"Nggak ngerepotin lo?"tanya Atha terdengar tidak yakin.

Kariza menggeleng. "Yaudah, gue beliin dulu ya. Tunggu sini dan tolong lihatin Pero sebentar ya?"pintanya seraya menunjuk seekor anjing golden retriever miliknya. Usai melihat Atha mengangguk, pemuda itu segera pergi dengan kaki yang berlari kecil menuju keramaian disudut lain taman.

Atha mengayunkan kakinya pelan. Kali ini matanya mengawasi Pero yang masih sibuk mengejar burung dan sesekali mencoba peruntungannya dengan melompat untuk menangkap burung-burung merpati yang hendak terbang itu.

Langit sudah berwarna jingga―malam sebentar lagi tiba. Atha bisa melihat beberapa anak kecil mulai bubar untuk pulang ke rumah bersama orang tua mereka masing-masing. Mengingatkan Atha masa kecilnya dulu.

"Aduh,duh."Atha memegangi perutnya dengan sebelah tangan. Bagian dalam perutnya terasa perih seperti dipelintir. Mulutnya mendadak terasa asam karena isi perutnya seperti tertahan di kerongkongan. Seiring beberapa menit berlalu, pusing menggerayangi kepalanya.

Tak lama kemudian Atha melihat Kariza menghampirinya dengan dua buah donat terbungkus tisu―kelihatannya masih hangat.

"Ini Tha,"ucap Kariza, menyodorkan tangan satunya yang memegang donat.

Atha mengangguk dan berdiri untuk menerimanya―tapi karena kepalanya terasa pusing, dia kehilangan keseimbangan hingga menabrak Kariza didepannya yang spontan memegangi kedua pundaknya. Atha terbatuk pelan.

"Tha, kenap―"

Ucapan Kariza terhenti tepat disaat Atha membuka mulutnya untuk terbatuk sekali lagi dan menumpahkan seluruh isi perutnya di kaos biru Kariza, hingga pada akhirnya pandangan perempuan itu samar-samar dan menggelap seketika.

"Holy shit."gumam Kariza.

==

11:31

A/n: heyho heyho gimana bagus gak?terus vote atau komen ya biar dilanjutin! dan yang belom liat trailernya bisa diliat di atas

sav

Copyright ©  2015 by saviranc


Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 357 60
[A ๐“๐ž๐ž๐ง๐Ÿ๐ข๐œ๐ญ๐ข๐จ๐ง (๐˜๐จ๐ฎ๐ง๐  ๐€๐๐ฎ๐ฅ๐ญ) ๐๐ฌ๐ฒ๐œ๐ก๐จ๐ฅ๐จ๐ ๐ฒ๐œ๐š๐ฅ Story] [๐Œ๐š๐ฌ๐ฎ๐ค ๐๐š๐Ÿ๐ญ๐š๐ซ ๐›๐š๐œ๐š๐š๐ง "๐Š๐ž๐ค๐ฎ๐š๐ญ๐š๐ง ๐–๐š๐ง๐ข๏ฟฝ...
Then By hee

Romance

2.2K 428 26
[Sequel of Dear You] Marvelyn dan Harvey memulai kembali kisah mereka. Hubungan jarak jauh yang dulu menjadi alasan mengapa mereka berpisah, tak sang...
350K 67.3K 20
Tidak ada yang salah dengan media sosial. Yah, setidaknya, itu pendapatku sebelum tiga remaja asing seumuranku datang menghampiri dan mengaku bahwa m...
404K 58.3K 100
Mau nyinyirin pengguna wattpad, tapi gua juga pengguna wattpad. Hmmm.