Playing : Justin Bieber - Off My Face
─── ・ 。゚☆: .☽ . :☆゚. ───
PENGALAMAN selalu dan akan tetap menjadi guru terbaik seberapa keras manusia di luar sana menampik. Orang-orang yang usai melewati jalan curam pernah berkata, bahwa meski tubuh lelah minta ampun, berteriak-teriak di bawah kesadaran agar segera menenggelamkan diri pada pulau kapuk untuk menjaga kewarasan pada titik normal. Fakta berkata sebaliknya, kebisingan di dalam benak justru senantiasa menjadi penghambat mutlak. Takkan pernah bisa dielakkan begitu mata terpejam. Alih-alih reda setelah Ghaitsa mencoba menenangkan diri lewat playlist musik, kabut asap serupa kaset rusak terus menayangkan ulang peristiwa tersebut, tidak mau enyah juga barang sedetik saja.
Ghaitsa nyaris kewalahan saat kepeningan melanda kepala, suara-suara sialan itu membuat perut si empu bergolak mual tak tertahankan. Hingga mau tak mau. Pukul satu pagi dia menyelinap keluar kamar setelah ratusan ketukan mampir di pintu guna meminta sang pemilik keluar walau sekedar mengisi perut belaka, namun sang puan enggan sebab tidak ingin membagi emosi negatif dari jiwa pada Alexzandra bersaudara. Dan menemukan rumah dalam keadaan sunyi bukanlah masalah lagi bagi Ghaitsa.
Dari lantai dua, sang gadis mendapati Haidden berada di ruang tamu, masih mengerjakan laporan tugas ditemani beberapa gelas kopi kosong di sisi meja. Kakaknya sangat fokus bertugas oleh karena itu dia kembali ke kamar tanpa suara dan keluar lagi untuk menaruh satu bungkus cemilan manis di tangga bersama satu sticky note. Haidden pasti kekurangan gula jika terus-menerus mengonsumsi kopi pahit agar tetap bisa lembur bertugas.
Kemudian dia menyembulkan kepala dari pintu dan melihat Jeviar telah terlelap dalam balutan selimut. Begitu pula dengan kondisi Archie, hanya saja Ghaitsa perlu membereskan beberapa dokumen penting di meja kerja sang kakak sebelum tuannya panik sendiri mencari-cari bagian yang sudah dan belum dikerjakan. Ghaitsa membetulkan selimut sang sulung, meninggalkan kecupan di dahi dan berderap tanpa menimbulkan suara masuk ke dalam kamar Yaziel guna mendapati sang kembar terlelap dengan ponsel masih di tanganㅡbermain game online sampai larut malam barangkali pekerjaan sampingan pemuda kurus tersebut.
Ghaitsa berhati-hati mengangkat gawai hitam untuk ditaruh ke atas nakas dan perlahan berangsur naik ke atas ranjang. Tubuhnya beringsut masuk ke dalam dekapan si pemuda sementara sepasang tangannya melingkari pinggang Yaziel. Yaziel mengernyit sembari menaikkan tirai mata, rupanya terganggu karena kedatangan tamu.
“Sa?” panggilnya dengan suara serak.
Ghaitsa menempelkan pipinya pada dada bidang Yaziel dan menyahut nyaris mencicit. “Nggak bisa tidur, El. Aisa capek.”
Lewat mata elang yang sedang memicing menangkap setiap pergerakan si bungsu. Yaziel akhirnya balas memeluk Ghaitsa, lebih erat dan ditambah usapan lembut pada surai panjang adiknya. Beberapa detik kemudian dia menepuk-nepuk pundak Ghaitsa. “Bobo ya, Aisanya Ziel. Nggak akan mimpi buruk, kok.”
Seperti yang sudah-sudah, Ghaitsa berhasil menemukan celah dalam kantuk. Dia berhasil mengenyahkan berisik dalam kepala dan terbuai tepukan hangat Yaziel.
Konon, pelukan Yaziel sama persis fungsinya dengan dreamcatcher. Sayangnya, tidak hadir bagi semua orang, hanya terkhusus untuk Ghaitsa seorang saja.
🌙🌙🌙
Semalam kota sempat diguyur hujan, cukup lama sebagai melodi semesta yang paling ampuh membuai para manusia agar terlelap lebih nyaman. Syukurnya, menjelang pagi hujan hanya meninggalkan rasa dingin tak kentara bersama embun-embun segar di atas dedaunan. Aroma petrikor pun masih tercium pekat dan menjadi pembuka pagi paling damai. Ghaitsa membuka mata tatkala tubuhnya digoyang pelan. Ada Archie di sana tengah melempar senyum tak enak hati padanya.
“Ayo sholat subuh dulu, Sa.”
Ghaitsa mengangguk dan bangkit. Dia merentangkan tangan yang langsung disambut oleh sang kakak dan membiarkan dirinya digendong pada punggungㅡterlalu lemas berjalan sendiri mencapai kamar mandi sehingga Archie tidak keberatan menjadi transportasi pribadi. Berusaha mengumpulkan nyawa, Ghaitsa mengikat rambut panjangnya dan keluar setelah mengambil wudhu. Di samping ranjang, Haidden tampaknya sudah muak membangunkan Yaziel yang memang lebih mencintai tidur daripada air di pagi hari.
“Nih, anakㅡsumpah, deh! Heh! Bangun kagak lo?! Sholat subuh, Ieeeeel!”
Yaziel cuma melayangkan lenguhan dan berbalik memunggungi guna semakin bergelung dalam-dalam di selimut. Archie datang dan menyodorkan mukena pada Ghaitsa kemudian. “Den, turun cepet. Bantuin Jeviar bentangin sajadah sana.”
“Terus Ziel gimana, Bang?”
Sang sulung memandang jengah adiknya yang satu itu dan bersedekap tangan. “Biarin aja, dia maunya dibangunin malaikat izrail.”
“BISMILLAH LANGSUNG WUDHU, BANG! DEMI ALLAH, CANGKEMNYA INDAH BANGETㅡANJIR! ASTAGHFIRULLAH!”
Mendengar penuturan kesal sang kakak membuat Yaziel langsung bangkit dari tidur dan melompat turun begitu saja meski mata belum terbuka sepenuhnya, sehingga ibu jari kaki mengecup ujung meja nakas. Yaziel mengaduh berkali-kali sembari memasuki kamar mandi dengan ringisan, ditambah mata berkaca-kaca panas menahan sakit.
“Cobaan banget, Ya Allah!”
Mereka geleng-geleng kepala dan daripada menunggu Yaziel siap, ada baiknya bersiap-siap terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian barulah pemuda tersebut menyusul bersama sarung terlilit di pinggang. Sholat subuh rampung dilaksanakan bermenit-menit berikutnya dan syukurlah, tidak ada drama tambahan yang mengawali keributan pagi ini. Ghaitsa lantas bergerak membantu Archie memasak sarapan pagi dengan rambut dicepol sembarangan.
Haidden berada di ruang tamu, berdua bersama Jeviar. Tampaknya serius sekali menjelaskan pekerjaan sang kakak dan Yaziel menonton berita pagiㅡtentang pemain bola yang keluar dari klub setelah bernaung bertahun-tahun di sana. Kesempatan itu digunakan Archie untuk menyodorkan uang saku Ghaitsa yang sempat ia tahan kemarin.
“Abang lebihin yang merah,” kata Archie was-was, sesekali memeriksa keadaan adik-adiknya di depan sana. “Mau pergi sama temen kamu, 'kan? Jangan pulang sore banget, kabar-kabaran terus sama orang di rumah. Ngerti?”
Sang puan memberikan cengiran lebar dan mengangguk lucu sembari memasang ekspresi serius. “Siap laksanakan, Paduka Raja.”
Archie terkekeh geli. “Kamu tumben banget milih terongnya bagus begini. Biasanya yang udah agak keriput terus lunak,” katanya sembari mengeluarkan terong dari kulkas guna dibersihkan di wastafel.
“Oh, itu dipilihin kak Soraya.”
“Innalillahi! Astaghfirullah!” Archie membanting terong ungu tersebut tanpa sengaja, dia berputar arah menghadap sang adik cepat satu sekon selanjutnya. “Kok bisa? Kapan ketemuㅡyang lebih nggak masuk akal, ngapain kamu manggil dia 'kakak?”
Ghaitsa tertawa di posisi, dia meletakkan pisau yang tadi digunakan untuk memotong cabai rawit merah dan balas menatap Archie seraya menyandarkan diri pada meja. “Bang, kayaknya kak Soraya suka sama Abang, deh. Kemarin aja nitip salam, lho, buat Abang.”
Archie bergidik merinding mendengar perkataan adiknya dan memilih kembali mencuci terong itu cepat-cepat. “Jangan deket-deket sama dia. Rumornya nggak bagus, bukannya gimana, takut kamu kena imbasnya juga apalagi kamu cewek, Sa.” Barisan terong tersebut dipotong miring dalam ketebalan sedang guna digoreng bersama telur rebus. “Ada yang bilang kematian suaminya itu ulah dia karena mau ngambil uang jaminan sosial. Abang bukannya ikut percaya juga tapi jaga-jaga. Ketemu, ya, disapa yang sopan. Nggak harus ada hubungan khusus sama dia. Paham, 'kan, Aisa?”
“Paham, Bang Achiieee!”
Usai sarapan selesai di tata di meja makan secantik mungkin agar menggugah selera bagi mereka yang akan beraktivitas seharian. Ghaitsa naik ke atas untuk bersiap-siap pergi sekolah. Dia tipe-tipe orang yang lebih suka datang ketika keadaan sekolah masih sepi, agar persentase kemungkinan dia takkan dilirik orang-orang yang berlalu-lalang sewaktu melewati mereka semakin kecil.
Ghaitsa baru saja mengunci pintu kamar dan mengambil handuk saat menemukan satu batang cokelat di atas meja belajarnya bersama sticky note serupa hati, berwarna merah muda lagi.
Dia terkekeh geli bukan main menggelitik perut lalu kembali meletakkan cokelat tersebut ke tempat semula dan bergerak menuju kamar mandi. “Bang Aiden gemes, ih.”
Halo!
Hai!
Hello!
Seperti sebelumya, doanya selalu sama:)
Semoga harinya berjalan lancar
Semoga harinya nggak nakal
Diberkahi rahmat Tuhan juga, aamiin!
Sampai sini gimana nih gaes tanggapan kalian?
Vibesnya boring apa enggak?
Semoga suka ya
🤗🤗🤗
Jangan lupa tinggalkan jejak dan share ceritanya sama temen-temen kalian ya
Gue mau sokab skrg, entah kenapaa
🤣🤣🤣🤣
Ditulis :
Sabtu, 15 Januari 2022.
Bubye-!