LGBT story - FLAITHRI - Cinta...

Oleh Shireishou

28.9K 4.4K 2.1K

⚠️ WARNING! 18+ Baca dengan bijak Cerita LGBT! Flaithri Putra Ravi : Gue jatuh cinta sama dia. Abang yang n... Lebih Banyak

PRAKATA
PROLOG
BAB 1 - Perjumpaan yang Heboh
Bab 2 - Kepanikan yang Melanda
Bab 3 - Antara Dua Hati
Bab 4 - Sahabat dari Sahabat
Bab 5 - Taktik yang Efisien
Bab 6 - Sudah Cukup!
Bab 6 - The Past that Haunt Us
Bab 8 - Jantung yang Lagi Bungee Jumping
Bab 9 - Antara Baper dan Nggak Boleh Baper
Bab 10 - Kejutan yang Mengejutkan Banget (eh)
Bab 11 - Kejujuran yang Dinanti
Bab 12 - Masalah yang Dicari Sendiri
Bab 13 - Malaikat Pelindung Putra
Bab 14 - Teman Sejati
Bab 16 - Kejutan Mendebarkan
Bab 17 - Jawaban Pertanyaan
Bab 18 - Serangan Balasan Aziz!
Bab 19 - Obat Tidur dalam Gelas
Bab 20 - Pembicaraan Berdua
Bab 21 - Kejujuran yang Mengejutkan
Bab 22 - Proses yang Mendebarkan
Bab 23 - Kejujuran yang Berbahaya
Bab 24 - Kekacauan yang Memuncak
Bab 25 - Pengakuan Sesungguhnya
Bab 26 - Pesan-Pesan Mengerikan
Bab 27 - Hasil Rapat Dosen
Bab 28 - Keputusan Putra
Bab 29 - Perempuan yang Terluka
Bab 30 - TAMAT

Bab 15 - Dia yang Menghilang

548 114 58
Oleh Shireishou

Rara:

Hari pertama semester 8! Yay!

Gue jadi deg-degan nih.

Raja:

Karena lo bakal ke kampus pake kerudung buat pertama kalinya?

Rara:

Sebenernya bukan yang pertama kali.

Makanya gue nervous.

Doain dong!

Raja:

Semoga lancar

Diterima amal ibadahnya

Dilapangkan kuburnya

Rara:

Lo doain gue mati?!

Raja:

Wakakakak

Canda, Cuy

Good luck, Sis!

Putra:

Apa pun yang orang bilang tentang lo, Allah yang paling tau isi hati lo

Raja dan gue bakal selalu dukung lo selama lo ada di jalan yang bener

Rara:

Flaaaaaaiiiiii!!

Sankyuu!

Baca balesan lo, gue jadi makin semangat!

Raja:

Baca balesan gue nggak semangat?

Rara:

Tadi lo doain gue mati, Nyong!

Raja:

Kan udah gue ganti doanya, Nyuk!

Rara:

Oh iya, makasih ya, Nyong!

Raja:

Sama-sama, Nyuk!

Putra:

Heh! Dilarang memanggil dengan panggilan yang buruk!

Raja:

Itu panggilan sayang kok, Put

Rara:

Flai ga suka ya gue kasih Raja panggilan sayang? Oke. Gue panggil Raja aja

Raja:

No need to be jealous, Bro!

Hati gue selalu buat Nissa kok

Kan gue hard shipper RaraFlai

Putra:

Suka-suka kalian deh

Jangan lupa kerjain skripsi kalian

Punya gue udah hampir beres nih

Raja:

Baru awal semester, skripsi lo udah beres??

Tsadeeeesh!

Rara:

Mantul calon suami idaman gue!!

Putra geleng-geleng kepala membaca chat dari kedua temannya. Gara-gara mereka, notifikasi chat-nya yang biasa sepi jadi ramai terus.

Grup chat akhirnya sepi setelah Rara pamit berangkat ke kampus. Hari ini Putra hanya ada satu kelas siang nanti, karenanya dia masih bisa bersantai.

Putra senang Rara semangat pergi ke kampus dengan penampilan barunya. Tiap kali melihat gadis itu bersemangat untuk menjadi lebih baik, rasanya dirinya seolah mendapat suntikan semangat pula. Apalagi, sekarang dia tidak punya rahasia pada Bunda.

Kecuali perihal dia punya cowok yang dia sukai.

Namun, Putra merasa tidak perlu menceritakan soal Aziz pada siapa pun. Alasannya, pertama, dirinya tidak pernah punya niat untuk memiliki hubungan khusus dengan laki-laki.

Kedua, Aziz sudah menikah, jadi, makin kecil kemungkinan mereka bersama. Dan itu bagus.

Ketiga, rasanya salah bila dia menceritakan soal perasaan menyimpangnya pada orang lain. Sebut dia denial, tapi dia memang tidak ingin mengakui perasaan itu.

Dia sadar bahwa dia menyukai—atau malah mencintai Aziz. Dirinya sadar bahwa dia menikmati saat-saat bersama dengan lelaki itu, tapi dia mati-matian membuat batasan bagi dirinya sendiri. Dirinya tidak ingin sampai dilaknat oleh Allah.

Putra dekat dengan Aziz karena berharap bisa seperti lelaki itu, menjadi seorang suami serta ayah yang saleh dan perhatian meski punya ketertarikan terhadap sesama.

Tiba-tiba Putra teringat bahwa dirinya belum mengabari Aziz perihal kejujurannya pada Bunda.

Putra kembali membuka gawainya, mengetik pesan untuk Aziz.

Alhamdulilah Bang, kemarin saya udah jujur sama Bunda

Alhamdulillah, Bunda nggak marah dan malah mendukung saya

Saya lega banget, Bang

Hingga jam kuliahnya berakhir, Aziz tidak membalas pesannya. Centang biru menunjukkan bahwa lelaki itu sudah membaca pesannya.

Tapi, kenapa tidak dibalas?

Putra jadi cemas. Biasanya Aziz selalu cepat membalas pesannya. Ini tidak biasa.

Apakah lelaki itu sedang sibuk? Atau marah?

Kenapa marah?

Putra tidak bisa menghilangkan perasaan cemas dalam dirinya. Memang dia ingin menjaga jarak dari Aziz, tapi dia juga tidak ingin lelaki itu marah padanya.

Mau lo apa sih, Put?

Entah. Putra tahu dirinya masih labil. Terjebak di antara perasaan ingin menjaga jarak dan rasa ingin bertemu. Otaknya bilang semakin sedikit kontak di antara mereka akan lebih baik. Namun, hatinya mengelak, beralasan bahwa bertemu dan berbincang sesekali tidak akan menjadi masalah.

Kali ini hatinya yang menang.

Putra memutuskan untuk salat di masjid Al-Barkah lagi mulai hari ini.

'Kalau hati gue goyah lagi, gue akan menjauh lagi,' janjinya pada dirinya sendiri.

Namun, tiga hari berlalu tanpa Aziz. Aziz tetap tidak membalas pesannya soal Bunda. Putra ingin mengirim pesan lain, tapi dia tidak punya topik untuk dibicarakan. Dia tidak mau memulai chat dengan basa-basi. Tidak ingin terlihat terlalu peduli.

Lelaki itu juga tidak datang ke masjid Al-Barkah. Kenapa? Apakah salat di masjid lain? Atau ada keperluan lain?

Atau lelaki itu memang menghindarinya?

Kenapa?

Putra semakin pusing. Dia takut telah melakukan sesuatu yang membuat Aziz marah. Namun, Putra sama sekali tidak merasa melakukan sesuatu yang bisa membuat lelaki itu marah.

Jangan-jangan, lelaki itu sedang sakit? Bolehkah Putra mengirim pesan untuk menanyakan keadaannya? Tapi rasanya dia enggan....

"Kenapa muka kamu kusut gitu, Put?" Sebuah suara membuat Putra menoleh.

Rupanya Satrio, salah satu pengurus masjid Al-Barkah. Usianya kira-kira sama dengan Aziz. Di antara jamaah masjid yang lain selain Aziz, Satrio yang cukup sering menyapanya. Kebetulan rumah Satrio searah dengan tempat kos Putra, jadi mereka kadang berpapasan di jalan saat hendak pergi salat, atau pulang bersama seusai salat. Kadang mereka membicarakan hal-hal ringan, tapi tidak terlalu akrab untuk saling bertukar kontak.

"Nggak apa-apa, Bang." Putra hanya menyunggingkan senyum tipis.

Salat Isya berjamaah baru saja selesai, para jaamaah berjalan beriringan keluar dari area masjid. Satrio dan Putra berjalan bersisian.

"Nggak apa-apa gimana? Mukamu galau gitu. Lagi ada masalah sama cewekmu, ya?" kelakar Satrio.

"Saya nggak punya cewek, kok, Bang," sahut Putra, mungkin agak terdengar defensif.

"Wah, bagus itu! Kalo ada cewek yang kamu taksir, langsung aja lamar! Jangan pake pacar-pacaran!" Satrio malah tertawa. "Nah, daripada mikirin cewek, mending kamu ikut kajian aja! Hari Ahad besok pengurus masjid mau pergi kajian ke Sukabumi lho. Kamu ikut yuk, Put!"

Alis Putra terangkat mendengar ucapan Satrio. Kajian di Sukabumi?

"Yang sama Ustaz Danim, Bang? Kata Bang Aziz, kajiannya Ahad kemarin?" Putra memastikan.

"Nah! Betul, sama Ustaz Danim! Kajiannya Ahad besok kok. Aziz udah bilang ke kamu, toh?"

Putra mengangguk. "Bang Aziz bilang Ahad kemarin, jadi saya bilang nggak bisa ikut karena ada urusan. Kalau Ahad besok insyaallah bisa."

"Hahaha Bang Aziz ini, belum tua udah pikun." Lagi-lagi Satrio tertawa. "Ngomong-ngomong, ke mana dia, ya? Udah tiga hari nggak muncul di masjid."

Ternyata bukan hanya Putra yang memperhatikan soal itu.

"Mm... mungkin sibuk, Bang. Atau sakit?" Putra jadi cemas membayangkan kemungkinan terakhir. Ah, tapi kan Aziz punya istri yang akan menjaganya kalau sakit.

"Nggak, kok. Tadi pagi saya papasan sama dia pas mau berangkat kerja. Kelihatannya seger aja. Tapi, agak buru-buru, jadi saya nggak sempet tanya-tanya," kata Satrio.

Berpapasan?

Tiba-tiba Putra merasa iri. Dia juga ingin bertemu dengan Aziz meski sebentar saja.

Plak!

Putra menepuk kedua pipinya sendiri, membuat Satrio terlonjak kaget.

"Kenapa, Put?"

"Ah, ng-nggak, Bang." Putra merasakan wajahnya memerah, malu telah melakukan hal yang membuat Satrio kaget. Beruntung kini mereka sudah tiba di depan tempat kosnya. "Saya duluan ya, Bang. InsyaAllah saya ikut kajian Ahadnya."

"Oke, Put. Kumpulnya hari Sabtu ba'da Maghrib, ya! Assalamualaikum!"

"Waalaikumussalam."

Putra memasuki tempat kos dan segera menuju kamarnya.

Oh iya, kini dia punya alasan untuk mengirim pesan pada Aziz. Dia akan memberitahu Aziz bahwa kajian dilaksanakan Minggu ini. Semoga Aziz ikut.

Tersenyum, Putra mengambil gawainya dan mengetikkan pesan untuk Aziz.

Aziz menatap gawainya dengan malas.

Senin pagi lalu, Putra mengirim pesan yang membuatnya dongkol setengah mati. Rupa-rupanya urusan yang merusak rencana sempurnanya adalah urusan mengakui orientasi Putra pada sang Bunda. Moodnya benar-benar hancur lebur hingga dia enggan membalas.

Hingga hari ini, kedongkolannya itu membuatnya menghindari Putra. Bukannya dia tidak rindu pada pemuda itu, tapi boleh lah sesekali dia mengulur langkah. Selama ini dia selalu menarik Putra mendekat, kali ini dia ingin mencoba mengulur benang.

Aziz berharap Putra merindukannya.

Niatnya, dia akan kembali mendekati Putra bila pemuda itu menampakkan tanda-tanda merindukannya. Pesan basa-basi saja pasti akan dianggapnya begitu, mengingat selama ini Putra tidak pernah mengirimkan pesan basa basi.

Sayangnya, pesan kedua yang diterimanya malah pemberitahuan tentang jadwal kajian yang benar.

Aziz makin dongkol!

Dia tahu, bisa saja Putra memang merindukannya dan benar-benar berharap dirinya bisa ikut. Namun, kajian itu mengingatkannya tentang rencananya yang gagal.

Aziz berdecak. Dia membuka pesan dari Putra tapi kembali membiarkannya tanpa membalas.

Dia membayangkan Putra akan kebingungan karena pesannya hanya dibaca tanpa dibalas. Mungkin juga cemas. Semoga begitu.

Kirim aku pesan lagi, Put. Tunjukkan padaku kalau kamu rindu. Setelah itu, aku akan kembali ke sisimu.

13 Desember 2021

Aziz ini UGH... Gitu, Yasa. Ahahaha

Maaf belum bisa balas2 komen. Tapi dibaca semua, kok. Masih ngebut nulis buat Fizzo. Hix

Semoga Allah mudahkan semua langkah, yaaaa....

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

70.4K 7K 18
Gimana jadinya kalo Irene nampar Seulgi di kerumunan ramai kantin ngira Seulgi itu selingkuhan pacarnya. NO PLAGIAT PLEASE (Kalo pun mau cari inspira...
2.4M 209K 67
Ini cerita absurd. Kalo nggak mau gila, jangan dibaca ya.
21.9K 3.3K 10
He used to be my home. He always be.
58.6K 2.7K 29
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...