ARKASYA

By krsnazhra

1.1M 66.8K 9.6K

🚫 SEBELUM MEMBACA FOLLOW AUTHOR TERLEBIH DAHULU🚫 #Part LENGKAP# #Warning typo bertebaran# Author mode male... More

perhatian!
NANGALA STORY
PROLOG
01. King and Queen
02. Salah nomor
03. Arsen Ngajak Nikah?
04. Datang Terlambat
05. Bela Siapa?
06. Satu Ruangan Yang Sama
07.Rasa bersalah
08. Rencana Asya 1
09. Rencana Asya 2
10. Awal dari segala awal
11. Baikan
12. Cowok Bajingan
13. First Kiss
14. Kecemburuan
15. Arsen mode Gila?
16. Kemarahan Asya
17. Sang Antagonis
18. Tamu tak di undang
19. Terbongkar
20. Rencana licik Alden dan Naira
21. Pergi Camping
22. Sebuah Tuduhan
23. Arka yang Bunuh?
24. Sepuluh anak
25. Jebakan Sang Pelakor
26 Kembali asing
27. Mencintai Tanpa Dicintai
28. Berdamai?
29. Singapura?
30. Untuk Sekian Kalinya
31. Kebohongan Naira
32. Arka Cemburu?
33. Pilihan Yang Sulit
34. Arka Cemburu
35. Antagonis Sesungguhnya
36. Waktu Mundur Di Mulai
37. Undangan Naira
38. Bola Melayang
39. Ulang Tahun Naira
40. Dibawah Rintikan Hujan
41. Menuju Kehancuran
42. Detik Detik Terakhir
43. Lupa ingatan?
44. Hilangnya Memori Kenangan
45. Berhasil Kabur
47. Hanya Pura-pura
48. Limited edition
49. Pergi Dan Merelakan
50. Terpaksa Kembali
51. Terlambat Bersama
52. Hari sial Asya
53. Asya Dan Naira
54. Ruang Uks
55. Permintaan Maaf
56. Pasar Malam
57. Ujian Nasional
58.Sumber kebahagiaan Arka
59. Bahagia bersama
X
Ekstra Part
Extra part ll
Cuma nanya doang?

46. Masa Lalu Arkan

19K 1K 249
By krsnazhra

Jam berapa kamu baca part ini?

⚠️Warning!⚠️
Banyak typo dan pengunaan tidak sesuai KBBI.
Silahkan tag author jika ada kesalahan
⚠️

📍Happy reading
✿♡✿
.
.

Kaburnya Naira membuat Arka merasa geram pada mantan kekasihnya itu. Sungguh, Arka tidak akan menduga jika Naira kabur dan bisa lolos begitu saja.

Arka menyandarkan kepalanya ke bangku mobil milik lelaki pencinta Kambing itu.

Arsen yang berada disamping kembarannya itu hanya terdiam sambil fokus menyetir mobil, saat ini keduanya sedang menuju rumah sakit Bima Merdeka.

"Ka, menurut lo Asya itu cantik, nggak sih!?" Arsen mencoba mencairkan suasana yang terasa beku.

Arka menoleh. "Menurut lo?" Bukannya menjawab cowok itu malah bertanya balik. Arsen mendengus.

"Pertanyaan dijawab pertanyaan. Bukan malah nanya balik. Dodol banget sih lo."

"Biasa aja kali."

Arsen memutar bola matanya. "Serius, Ka. Menurut lo Asya cantik nggak, sih?"

"Cantik."

"Satu lagi, lo cinta nggak sama Asya?" tanya Arsen lagi membuat Arka terdiam.

"Sedang mencoba." jawaban Arka itu tentu membuat Arsen berdecak kesal.

"Iya atau tidak?"

Arka memejamkan matanya, berusaha tidak memukul kepala saudara kembarnya itu. Dari dulu sampai sekarang, jiwa kepo Arsen emang nggak ada lawannya. Lagian buat apa juga cowok itu tahu.

"Kepo!"

Arsen hanya mencibir dalam hati. Ternyata, Arka versi menyebalkan kambuh. Lihatlah, cowok itu hanya menjawab singkat.

Keduanya kembali terdiam. Suasana yang tadinya sedikit mencair kembali kebentuk semula, beku. Huff, ditambah lagi langit, hari ini gelap. Gelap, seperti masa depan Arsen.

Arka mendongak menatap langit. Sepertinya, sebentar lagi akan turun hujan lebat dan siap untuk membasahi permukaan permukiman warga. Arka mengalihkan pandangannya pada Arsen. Entah apa cowok itu pikiran sehingga membuat kerutan di dahinya, tak lama kemudian cowok berbaju seragam sekolah SMA dengan keadaan acak-acakan itu menghela napas.

"Sen! Lo suka banget sama kambing?"

Arsen yang tadinya anak kalem, berubah drastis, saat mendengar nama hewan favoritnya. "Suka banget. Lo mau bantuin gue bujuk Bunda sama Ayah, juga, ya?"

Arka terdiam.

"Kebetulan banget lo anak kesayangannya bunda."

"Lo serius suka sama Kambing?" tanya Arka sekali lagi. Kali ini suara cowok itu sedikit berbeda.

"Iyalah. Kenapa sih?" Arsen menggerutu. "Lo nanya nggak cukup satu kali, apa?"

Arka menggeleng. "Doyan sama Kambing 'kan lo? Jadi, posisi gue aman buat perjuangin Asya!"

"Astagfirullah, gue normal, Arka!"

----

Arka menghela napas panjang. Lelaki itu menatap bundanya dengan malas. Airin---ibunya itu versi Arka perempuan, sama-sama memiliki keras kepala. Jika sudah menentukan pilihan maka semuanya tidak akan bisa dibantah. Dan, sama seperti ini. Airin tidak main-main dengan ucapannya, wanita paruh baya itu sudah menjemput Asya duluan tanpa sepengetahuan Arka dan Arsen. Bahkan, Arka mendapatkan telpon dari ayahnya bahwa barang-barang Arka dan Asya ikut serta dipindahkan.

"Bund, Arka sama Asya nggak usah pindah, aja." tolak Arka.

Airin menggeleng. Wanita itu tidak ingin melihat menantu kesayangannya dalam masalah lagi. "Kalian harus pindah. Kamu nggak suka tinggal bareng lagi?"

"Nggak gitu bund. Arka cuma nggak enak aja. Lagian Arka punya rumah,"

"Arka! Setidaknya kamu sama Asya tinggal bareng sama bunda satu Minggu! Bunda kangen sama kalian berdua, lagian salah kamu sendiri jarang jenguk bunda selama ini!" balas wanita paruh baya itu.

Arka hanya mengembuskan napas berat kala mendengar penuturan sang ibunda ratunya itu. Seketika, Arka menyesal tidak pernah main ke rumah bundanya. Kalo gini ceritanya Arka tidak akan bisa leluasa mendekati Asya. Menyebalkan sekali.

Asya yang baru saja keluar dari kamar mandi pun terdiam, saat melihat wajah suaminya lagi. Arka menoleh membuat Asya membuang muka. Ia belum bisa menerima lelaki itu sepenuhnya.

"Sayang, kamu mau kan tinggal bareng bunda sama ayah?" Airin bertanya pada gadis berambut sebahu itu dengan lembut.

Boleh kah Arka berharap gadis itu mengatakan 'tidak' sepertinya ia terlalu berharap.

"Mau bund." jawab Asya seraya mendekati ibu mertuanya. Tinggal bersama ibu mertuanya emang keinginannya sejak beberapa jam yang lalu. Jika, Asya tinggal bersama Arka, berdua saja itu pasti sangat membosankan. Lagian, ia masih belum mengingat tentang seluk-beluk rumah tangganya.

Arka yang mendengar jawaban dari Asya pun menghela nafas. Entah, sudah berapa kali cowok itu menghela napas, pasrah.

Lain halnya dengan Airin, wanita paruh baya itu malah, tersenyum puas. "Nah, Asya aja mau, Ka!"

"Sebahagia bunda aja!" Sahut Arka pasrah.

***

Asya terdiam sejenak. Mata gadis berambut sebahu itu menatap sebuah rumah mewah yang terasa tak asing lagi. Entah, kenapa ia pernah mengunjungi rumah berdominasi warna putih itu. Tapi, kapan. Asya memejamkan matanya saat merasakan kepalanya berdenyut nyeri. Tidak mau membuat kepalanya bertambah sakit, ia pun menepis pikirannya tentang masalah rumah tersebut.

"Sya! Langsung aja, yuk!" ajak lelaki yang berstatus suaminya itu. Asya hanya mengangguk tanpa menjawab.

"Lo belum terbiasa, ya, dekat sama gue?" tanya Arka membuat Asya menoleh. "It's okay. Gue ngerti sama keadaan lo. Tapi, gue mohon jangan pernah Lo menghindar dari gue, Sya!"

Arka dan Asya emang pulang berdua dengan menggunakan mobil Arsen, sementara Arsen pulang bersama Airin. Karena, setelah sekian lama berdebat dengan bundanya tadi akhirnya Airin mengizinkannya untuk pulang berdua dengan Asya. Arka melakukan ini semua untuk mendekatkan diri pada gadis disampingnya itu.

"Gue emang belum terbiasa tapi gue lagi berusaha!"

"Gue tau. Maaf."

Asya mendongak menatap wajah lelaki disampingnya. "Untuk apa?"

"Nggak ada. Sen, bunda sama Ayah dimana?" tanya Arka mengalihkan perhatian gadis itu. Arsen yang mendengar suara milik dari kembarnya pun menoleh.

Cowok yang sedang bersandar di sofa itupun menjawab. "Di Dapur. Lagi makan kue."

"Ehh, Sya sini duduk bareng gue. Kita nonton bareng." ajak cowok itu kemudian membuat Asya yang tadinya diam, tersenyum.

"Jangan dulu! Asya harus istirahat!" Arka menoleh pada gadis disampingnya. "Lagian lo baru sembuh. Jangan aneh-aneh."

Wajah ceria Asya luntur seketika kala mendengar larangan dari Arka barusan. "Gue cuma nonton doang."

Arsen mencibir. "Posesif amat sih, lo. Lagian gue cuma ajak nonton doang. Atau lo cemburu, ya?"

Arka terdiam, kemudian berdehem singkat. "Nggak. Asya baru pulang dari rumah sakit. Setidaknya istirahat dulu dikamar."

"Bilang aja lo nggak mau Asya dekat sama gue!" sinis Arsen melirik saudaranya itu.

Arka mengepalkan tangannya dengan kuat lalu menghembuskan napas. Tidak mau terpancing dengan ucapan dari Arsen barusan lebih baik ia abaikan saja. "Sya gue antara keatas."

Belum sempat Asya menjawab Arka lebih dulu menarik tangannya menuju kamar mereka yang berada di lantai dua. Asya hanya pasrah, mengikuti langkah panjang lelaki dihadapannya hingga masuk kesebuah kamar bernuansa gelap. Berbagai macam pajangan dinding kamar tersebut, dan jangan lupakan banyak foto seorang gadis yang tidak Asya kenalin. Siapa gadis itu? Kenapa bisa fotonya ada dikamar Arka?

Arka melepaskan genggamannya lalu berbalik, menghadap Asya. "Lo bisa istirahat, sekarang."

Asya tak menanggapi, perempuan itu masih berada alam khayalan dengan mata terus memandang berbagai foto itu. Berbagai pernyataan melintas dibenaknya. Apa itu mantan Arka waktu dulu dan Arka lupa membuangnya? Atau----

Arka mengerutkan keningnya, bingung. Lalu tanpa basa-basi ia mengikuti arah pandang gadis itu. Seketika, mata Arka membulat. Sial, Kenapa bisa ia melupakan satu benda sialan itu, dan lebih sialnya foto Naira dikamar tidak hanya satu melebih sepuluh. Astaga, kalo gini ceritanya Asya pasti akan susah untuk percaya padanya.

"Maaf, Sya. Gue lupa buang foto lama."

"Asya! Maaf. Dia cuma masa lalu gue sebelum lo amnesia kita nggak tinggal di kamar ini. Jadi, foto itu sebelum kita nikah." Arka menggenggam tangan Asya hingga membuat gadis itu sadar sepenuhnya.

Asya menghela napas. "Mantan lo?"

"Masa lalu!"

Asya mengangguk-angguk seakan mengerti. Walaupun tanpa ia sadari, hatinya kecewa, bagaimana bisa ia percaya pada Arka sepenuhnya kalo gini. Asya menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya dengan perlahan. "Mau gue bantuin buat buangnya?"

Tanpa sadar sudut bibir Arka terangkat. "Boleh. Sini!" ajak Arka diikuti gadis itu. Arka mengambil kotak berisi benda-benda tidak lagi dipakai.

"Cantik, ya. Namanya siapa?" celetuk Asya.

Dengan refleks cowok itu menoleh. "Naira, tapi, menurut gue lo lebih cantik!" sahut Arka lalu membuang foto ditangan Asya ke kotak.

"Lo lebih cantik, Sya."

Asya terdiam. Tidak menyangka degup jantungnya berdetak dua kali lipat. Boleh Asya tersenyum bahagia. "Lo gombal, ya." Namun, hatinya berkata lain. Seolah mengatakan bahwa semua ucapan cowok itu penuh kebohongan.

Arka mengusap rambut gadisnya dengan lembut. "Yang gue ucapin itu fakta, Sya. Lo emang cantik."

"Tapi gue nggak percaya."

"Ck, lo bebas lakuin apa aja. Turuti kata hati lo mau ngapain gue. Lo itu emang cantik hingga gue cinta sama l----,"

Plakk

Arka meringis sambil memegang pipinya, bukan tamparan Asya yang terlalu kencang, melainkan Asya menampar tepat di pipinya yang membiru akibat pukulan Bara tadi. Arka hanya bisa terdiam. Lelaki itu mencoba mengerti situasi saat ini.

"Sya-- gue ada salah, ya?" Arka bertanya dengan takut-takut, pasalnya ia tidak tahu apa salahnya kali ini. Tidak, mungkin kan kalo Asya sudah ingat semuanya lalu gadis itu menamparnya karena kecewa.

"Lo nggak marah?" Bukannya menjawab gadis itu malah bertanya konyol.

Hati cowok itu bertambah tak karuan. "Sya! harusnya gue yang nanya gitu. Lo marah sama gue? Lo udah ingat?"

"Maaf, Sya! Gue emang berengsek. Gue bodoh karena nggak percaya sama lo waktu itu. Gue tau gue salah. Maaf!"

Terlihat jelas kerutan bingung gadis itu, ia tidak mengerti arti ucapan dari suaminya. Arka terlihat sangat bersalah, terlihat dari sorot matanya yang meredup.

"Lo ngomong apa sih, Ka? Bukannya lo tadi bilang sama gue, gue bebas apain lo asal percaya. Yaudah, gue tampar pipi lo, tapi kenapa malah lo ngomong seakan-akan lo punya dosa sama gue?"

Arka terbengong. Lalu setelah mencoba mengerti situasi apa yang ia hadapi kali ini membuat lelaki itu membuang muka. Astaga, apa setelah ini Asya akan curiga?

"Arka!"

"Iya, kenapa?"

"Lo punya salah sama gue."

"Hmm, gue---,"

Bunyi ketukan pintu dari luar membuat keduanya menoleh serempak. Lalu tak lama kemudian kenop pintu kamar itu terbuka, menapakkan sosok Arsen. Cowok itu mengerutkan keningnya melihat kedua pasangan suami istri itu menatapnya dengan diam.

Arsen berdehem pelan. "Dipanggil bund kebawah." ujarnya.

"Gue pergi dulu." Pamitnya lagi. Tapi, sebelum itu mata Arsen memicing saat melihat Arka dan satu kotak disamping kembarannya itu. "Arka! Asya butuh istirahat. Jangan diajak capek!" kata cowok itu membalas perkataan Arka tadi.

-----

"Kenapa bund?"

Airin sontak menoleh saat mendengar pertanyaan dari putranya itu. Lalu wanita paruh baya itu menepuk sisi sofa disebelahnya, Arka yang mengerti pun segera mendudukkan bokongnya disamping Airin.

"Arka, besok bunda sama ayah mau berangkat ke Singapura."

Arka terdiam tanpa menyela. Arka tahu bundanya itu belum selesai bicara.

"Mungkin sekitar satu mingguan. Itu sebabnya, kenapa bunda ngebet banget buat kalian pindah untuk satu Minggu." Airin menoleh pada putranya itu dengan hangat. "Bunda percaya sama Arka. Tapi, bunda nggak bisa tinggalin Cia bersama Arsen sendirian di rumah ini. Kamu tahu sendiri kan sama sifat adik kamu itu. Cia pasti nggak bakalan mau sama Arsen." Airin mencoba menjelaskan. Karena, besok ia dan Zaka---suaminya akan pergi ke Singapura untuk menemui kedua orang tua Asya.

"Secara Cia itu susah diatur. Apalagi Arsen yang tidak akan bisa tegas jika nanti Cia membuat ulah."

Arka menghela napas. "Bunda mau ngapain di sana sama Ayah?"

"Mau bujuk kedua orang tuanya Asya. Kamu nggak kasian apa liat Asya dalam masa-masa sulit. Lagian kedua orang tuanya harus tahu keadaan Asya!"

"Bunda yakin bakalan berhasil?"

Bukannya apa-apa. Arka sebenarnya tahu Asya dan kedua orangtuanya itu tidak akur. Walaupun, Asya jarang cerita tapi saat melihat Asya menangis dimana malam ia satu kamar dan Asya saat itu membuat Arka yakin.

"Bunda bakalan usahain."

Arka terdiam sejenak. "Cia tahu bunda bakalan pergi?"

"Tahu. Itu sebabnya bunda nyuruh kamu kesini. Bujuk Cia, tadi Cia nggak mau bicara sama bunda. Adik kamu itu pengen ikut tapi, besok adalah hari pertama ia harus UTS."

"Bunda tenang aja, nanti Arka bantu bujukin Cia."

"Makasih anaknya bunda."

"Hmm. Ya udah Arka ke kamar Cia dulu, bund." pamit Arka yang di angguki wanita itu.

Sesampainya Arka didepan pintu kamar adik perempuannya, Arka memutar kenop pintu tapi tidak bisa. Arka menarik napas. Adiknya ini emang labil. Dengan pelan Arka mengetuk pintu kamar Cia dengan pelan sambil menyebut nama gadis itu. Hingga beberapa menit berdiri didepan pintu tersebut pun terbuka lebar, menapakkan sosok gadis imut dengan mata yang memerah.

"Mau ngapain?"

Arka masuk kedalam tanpa menjawab pertanyaan dari Cia. "Sini!"

Gadis imut itu merangkak naik keatas kasur dan ikut berbaring di samping Arka. "Kata bunda besok UTS?" tanya Arka.

Cia menoleh. "Iya."

"Terus kenapa pengen ikut ke Singapura?"

"Pengen aja. Lagian bunda sama ayah mau liburan kok nggak ngajak!"

"Cia, Ayah sama Bunda di sana bukan liburan."

"Terus? Bulan madu?"

"Heh, siapa yang ngajarin?" kaget Arka lalu menatap tajam gadis disampingnya itu.

Cia menekuk wajahnya dengan kesal. "Bang Arsen. Katanya Ayah sama Bunda mau buatin Cia adik." kata gadis itu.

Arsen sialan.

Arka hanya menghela napas, panjang. Otak Arsen emang gak waras. Bisa-bisanya saudara laknatnya itu mengerjai Cia hingga membuat gadis itu menangis begini..

"Jangan percaya sama Bang Arsen. Jadi, itu sebabnya Cia pengen ikut? Cia nggak mau punya adik lagi?"

"Iya. Makanya Cia ngambek."

"Ayah sama Bunda itu mau ajak kedua orang tua, kak Ara!" Kata Arka membuat Cia kembali menoleh.

"Bukan bulan madu?"

Arka menggeleng. "Bukan. Kalo pun iya, Abang juga nggak bakalan setuju kali punya adik." Arka bergidik ngeri membayangkan nya. Jangan sampai.

"Mending gue punya anak sendiri dari pada punya adik lagi!"

----

Napas gadis berseragam putih abu-abu itu memburu karena terus berlari. Naira mengelap keringatnya yang bercucuran. Matanya melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul setengah enam. Sebentar lagi magrib.

"Sialan benar hidup gue." maki Naira pada dirinya sendiri. Bukannya membuat ia bahagia malah membuatnya susah. Mana pelaku utamanya mendadak hilang bak ditelan bumi lagi.

Alden si cowok berengsek itu entah dimana dia berada sekarang. Naira mengacak rambutnya dengan kesal. Sialan, mana ia masih pakai seragam sekolah tambah lagi keringat mengalir ditubuhnya hingga menimbulkan bau tak sedap.

Awan hitam kembali berkumpul menjadi satu hingga membuat langit semangkin gelap. Dan tidak membutuhkan waktu hujan turun dengan derasnya mengguyur kota Jakarta termasuk Naira.

Naira mendekap tubuhnya. Berlari mencari tempat untuk berteduh. Hari ini emang sial bagi gadis itu, dikejar polis lalu diguyur hujan. Setelah, itu apa lagi?

"Nairaa."

Merasa namanya dipanggil gadis itu mendongak lalu mundur satu langkah menjauhi lelaki yang ia hindari sejak tadi.

"Ternyata lo otw jadi gembel, ya." katanya dengan terkekeh membuat gadis itu mengepalkan kedua tangannya.

"Ini semua gara-gara lo juga, Brengsek."

"Bukan salah gue, ini semua terjadi karena kesalahan lo sendiri. Udah tau bahaya masih aja nekat. Dan, selamat dunia lo untuk hancur."

"Jadi, gue nggak perlu buat membuang lo jauh-jauh!" Cowok berkulit hitam itu pun menyeringai lalu pergi meninggal gadis itu.

Naira hanya bisa mengeram kesal saat kepergian sosok saudara tirinya, Bara Achiandra Reyhan.

Perempuan itu berteriak kesal lalu mengacak rambutnya dengan frustasi. "Awas aja Kalian semua termasuk lo Asya. Gara-gara lo Arka benci gue dan rahasia gue terbongkar. Arghhhhh Bitch Sialan."

----

__________
Batas suci

Anna sedang nyusun alur untuk tamatin cerita Arkasya secepatnya, jadi agak ngaret sambil mikir......

1. Satu pertanyaan buat Anna! Nanti bakalan dijawab sesuai pertanyaan.

Dan Satu kata buat mereka

1.Arka

2.Arsen

3. Asya

4.Naira

Spam next part

Continue Reading

You'll Also Like

60.8K 5.6K 10
"Jadilah gadis penurut atau mau aku patahkan kaki mu agar kamu tidak bisa kabur lagi hm?" *** Sivia Anastasya, gadis hiperaktif dan asal ceplas ceplo...
ARKHAN By Mindaaaa

Teen Fiction

3.4K 225 13
Seorang siswa yg nakal di sekolahnya , pembuat onar , berantem , merokok , serta langganan BK. Namun suatu hari ia bertemu dengan seorang siswi dari...
5.4K 54 1
Pernikahan antara Pemimpin Geng motor yang kejam dengan Gadis cantik yang menggemaskan namun berbahaya? !! 𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐌𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜�...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.3M 294K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...