Jeongin terdiam di ruang tunggu rumah sakit dengan keadaan mengenaskan. Bajunya berlumuran darah. Setelah menemukan Chaera gak berdaya di apartemennya, Jeongin langsung bawa Chaera ke rumah sakit. Kondisinya lumayan parah dan sekarang lagi ditangani dokter didalam.
Jeongin udah ngasih tau Chan tentang kondisi Chaera, tapi chat nya belum dibaca karena Chan lagi ada meeting. Jeongin juga ngechat Chaewon buat ngasih tau orangtua Chaera terkait kondisi Chaera.
"Jeongin?"
Jeongin ngangkat kepalanya pas suara lembut milik Jisoo masuk ke Indra pendengarannya. Jisoo sendiri kaget ngelihat kondisi Jeongin. Bajunya darah semua, matanya memerah karena nangis.
Ngelihat kedatangan Jisoo sama Seokjin, Jeongin sontak duduk bersimpuh di kaki keduanya. Ngerasa bersalah karena telat datang.
"Om, Tante, Jeongin minta maaf... Andai aja Jeongin dateng lebih cepat, kondisi Chara Pasti gak seperti ini. Maafin Jeongin, Jeongin telat nyelametin Chaera..." Kata Jeongin sambil nyatuin tangan didepan dada.
"Bangun, Nak. Jangan begini, kamu ngga salah." Seokjin megang bahu Jeongin. Nyuruh anak itu buat berdiri.
"Kami justru berterimakasih karena kamu udah datang buat nyelametin Chaera. Jangan minta maaf, ini bukan salah kamu." Kata Jisoo sambil ngusap air mata Jeongin.
"Astaga, baju kamu darah semua. Ini, kamu bisa pakai jaket saya dulu. Baju kamu kotor, Jeongin." Kata Seokjin sambil nyodorin jaketnya tapi Jeongin malah gelengin kepalanya.
"Ini gimana kondisi Chaera bisa begini sih? Ada apa Jeongin? Chaera jatuh atau gimana?" Tanya Jisoo
"Saya gak tau, waktu saya dateng kondisi Chaera udah parah. Kepala, wajah, juga lengan terluka. Selain itu, Chaera pendarahan. Saya takut terjadi sesuatu sama janinnya."
Jisoo sama Seokjin langsung kaget. Ternyata kondisinya separah itu.
"Kan Bunda udah bilang, Chaera jangan dibiarin sendirian di apartemen! Ayah malah ngizinin dia sendirian disana. Liat, dia jadi celaka begini." Kata Jisoo
"Bun, Ayah yakin Jeongin jagain Chaera selama ini. Buktinya aja Chaera baik baik aja kan selama ini? Hari ini Jeongin pasti kerja, gak bisa jagain Chera. Anak kamu itu juga gak mau kalau disuruh tinggal sama kita. Kita gak bisa maksa Chaera, kalau dia gak mau. Yang terjadi hari ini diluar prediksi kita, Bunda. Kalau tau hal kaya gini bakal terjadi, Ayah juga mau maksa Chaera buat tinggal sama kita aja."
Jeongin menghela nafasnya. Dia bener bener ngerasa bersalah. Harusnya dia dateng lebih cepat tadi. Tapi Jeongin malah santai santai aja di jalan.
Ada satu hal yang mengganjal di hati Jeongin. Tadi kan dia liat Jihyo jalan gak jauh dari apartemen Chaera. Entahlah, Jeongin gak mau berburuk sangka. Tapi Jeongin juga ada pikiran bahwa Jihyo yang udah ngelakuin semua ini.
Karena luka Chaera janggal. Kalau di kepala dan pendarahan, masih masuk akal. Mungkin aja Chaera jatuh terus kepalanya kejedot tembok atau ujung meja. Tapi lengan sama wajahnya ada luka goresan cukup panjang. Kan gak mungkin Chaera melukai dirinya sendiri.
Jeongin jadi bingung mau gimana. Mau nuduh Jihyo tapi buktinya gak kuat.
Cklek.
Dokter Eunwoo keluar dari ruangan. Dengan wajah yang khawatir, Dokter Eunwoo ngelepas stetoskop nya kemudian digantung di lehernya.
"Dengan kelurga pasien atas nama Chaera?"
"Kami berdua orangtuanya dokter. Bagaimana kondisi putri kami?" Tanya Seokjin dengan raut wajah super khawatirnya.
"Lukanya tidak serius. Tapi tetap membutuhkan jahitan di sayatan bagian lengan. Putri anda masih belum sadar. Hanya saja, kami minta maaf..." Dokter menghela nafas sebentar.
"...janinnya tidak bisa diselamatkan. Putri anda keguguran."
Bagai disambar petir, Jisoo sama Seokjin langsung kaget.
"D-dokter serius?" Tanya Jeongin dengan suara bergetar.
"Janinnya sudah meninggal di dalam kandungan. Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan bayinya."
Jeongin duduk di kursinya dengan perasaan bersalah. Andai aja dia cepat dateng pas Chan nyuruh dia datang, mungkin Chaera gak akan separah ini kondisinya. Mungkin janin Chaera masih bisa diselamatkan.
"Nak, semua sudah takdir. Jangan menyalahkan diri kamu."
"Tapi saya terlambat menyelamatkan Chaera. Cucu kalian... Saya benar benar minta maaf."
"Jeongin, ini bukan salah kamu."
Jeongin menggelengkan kepala, merasa bersalah.
Keheningan menerpa. Kesedihan menyelimuti tiga orang disana.
Sampai akhirnya terdengar teriakan dari dalam kamar Chaera.
Mereka bertiga yag lagi panik langsung masuk ke dalam kamar. Di dalam, Chaera udah nangis histeris ngelihat perutnya yang kembali datar.
"Sayang, tenang. Tenang dulu, Chaera." Jisoo mencoba keras menenangkan putrinya yang masih nngis histeris.
"B-bunda.. a-anak aku... Anak aku mana? K-kenapa perutku datar? Apa anakku gak ada di dalam sini? Bunda..."
Chaera menangis hiateris di pelukan Jisoo. Jisoo sendiri ikut nangis, ikut ngerasain apa yang dirasain sama putrinya.
"Bunda, kenapa aku selamat sedangkan anakku enggak? Bunda, dia masih begitu kecil. Bunda... Aku... Aku.."
Chaera gak bisa ngelanjutin kalimatnya. Hatinya begitu sakit, lebih sakit dari apapapun.
Seokjin sama Jeongin sendiri juga ikutan nangis sambil nutup mulutnya.
"Chaera, dengerin bunda." Jisoo ngelepas pelukannya kemudian nangkup kedua pipi putrinya. Netranya natap lembut ke mata Chaera yang merah karena nangis.
"Tuhan sayang anak kamu. Tuhan gak mau anak kamu merasakan pedihnya hidup didunia. Anak kamu bahagia bersama Tuhan, Nak. Ikhlaskan ya? Anak kamu gak mau lihat bundanya nangis begini. Ikhlaskan ya sayang?"
Tangis Chaera perlahan berhenti. Nafasnya mulai beraturan.
"Bunda tahu berat. Kehilangan anak adalah patah hati terbesar bagi setiap ibu. Tapi yakinlah sayang, anak kamu bahagia bersama Tuhan saat ini."
Chaera nutup matanya. Hatinya hancur lebur gak bersisa. Anaknya salah alasan kenapa Chaera masih bertahan untuk tetap pertahanin pernikahannya. Anaknya adalah alasan kenapa Chera masih bisa hidup sampai sekarang.
Kalau anaknya tiada, sepertinya tidak akan ada lagi alasan bagi Chera untuk tetap mempertahankan pernikahannya.
•••
Chaera duduk ngelamun di bangsalnya. Saat ini Chaera cuma berdua sama Jeongin. Jisoo sama Seokjin ke kantin beliin Chaera makanan.
"Adek udah gaada ya, Kak..." Lirih Chaera.
"Terus aku sekarang hidup buat siapa? Hidupku gak ada artinya lagi kak. Aku mati aja ya?"
Denger itu Jeongin langsung kaget. Jeongin berdiri dari duduknya kemudian meluk Chera erat. Sayangnya Chaera gak mau. Chaera berontak, mukul mukul kuat Jeongin.
"Pukul aja Ra, kalau itu memang bisa bikin kamu tenang. Maaf... Maaf aku telat selamatkan kamu. Maaf, Ra."
Nyatanya suara lembut Jeongin malah bikin Chaera berhenti mukul. Anak itu meremas erat ujung kemeja yang Jeongin pakai.
"Ingat apa yang bunda kamu katakan, Ra. Adek udah tenang sama Tuhan. Jangan kamu tahan, nanti dia gak bahagia. Ra, aku tau kamu sedih banget. Tapi kamu gak sendiri, ada aku dan keluarga kamu yang akan selalu berada di sisi kamu." Kata Jeongin sambil ngusap air mata Chaera.
Chaera jadi ngerasa bersalah sama Jeongin. Jeongin ini selalu perhatian sama dia, selalu ada buat Chaera. Chaera justru bikin Jeongin makin jatuh sama dia disaat Chaera sendiri masih sangat mencintai suaminya.
"Kak, abis ini udah ya? Kakak selalu ada sama aku karena adek. Kakak selalu aku repotin karena adek. Adek udah gak ada, jadi kakak berhenti sampai sini ya. Jangan perhatiin aku lagi, jangan—"
"No, aku gak bisa. Aku selalu ada sama kamu bukan cuma karena ada adek, tapi karena aku mencintai kamu, Ra. Aku udah bilang kan bahwa aku bakal tetep sama kamu sampai suami kamu jemput kamu kembali?"
"Kak, aku gak mau kakak makin jatuh sama aku. Demi Tuhan, kakak cuma akan ngerasain sakit nantinya. Sudahi perasaan kakak ke aku. Kakak berhak dapet yang lebih baik."
"Ngga, Ra. Hanya kamu yang terbaik bagiku."
Apakah ini waktunya bagi Chaera buat ngelepas Chan dan merajut kisah baru dengan Jeongin?
Tbc