Chaera lagi asik nonton TV sambil nyemilin roti. Tiba tiba bel apartemen nya bunyi. Mana dipencet berkali lagi lagi.
"Siapa ya? Jam segini ke apartemen?"
Chaera agak heran aja. Ini jam 2 siang. Dimana ini adalah jam kerja. Ngga mungkin itu Chan, Jeongin, atau Chaewon.
"Iya sabar." Ucap Chaera kemudian jalan kearah pintu.
Cklek.
"Kak Jihyo?"
Jihyo dengan wajah merah nyelonong masuk kemudian ngunci pintu apartemen dari dalam.
"Kak? Kok dikunci?"
Jujur aja Chaera takut banget ini. Ngga ada angin ataupun hujan, Jihyo tiba tiba Dateng. Dengan wajah super marahnya.
Plak!
Jihyo nampar pipi Chaera kenceng banget.
"GARA GARA LO GUE SAMA CHAN GABISA NIKAH!"
Chaera mendesis pelan sambil megangin pipinya yang kerasa perih karena ditampar.
"Ya emang seharusnya kalian gak menikah kan? Berapa kali sih gue harus bilang bahwa Om Chan suami gue. Dia punya gue, dia—ahh..."
Belum juga Chaera nyelesaiin kalimatnya, Jihyo udah ngejambak rambut Chaera kenceng banget. Kepala Chaera langsung kerasa pusing banget.
"Dia punya gue, jalang! Chan punya gue!" Teriak Jihyo kenceng banget.
"Kak, lepas! Sakit!"
Demi apapun jambakan Jihyo bener bener kencang sampe bikin kepala Chaera sakit.
Chaera bener bener takut. Dia sendirian di apartemen. Jihyo dateng dateng ngajakin gelud. Chaera takut Jihyo ngelakuin hal nekat diluar batas.
"Mati aja lo!"
Jihyo ngedorong Chawra kenceng banget sampe kepala Chwra kebentur ke tembok dan menimbulkan suara nyaring.
Chaera jatuh terduduk sambil megangin kepalanya. Pelipisnya berdarah. Jihyo ngedorong dia kenceng banget. Mata Chaera berkunang kunang, kepalanya makin sakit.
Jihyo kemudian narik rambut Chaera. Maksa anak itu buat segera berdiri. Liat Chaera yang nahan sakit, ngebuat Jihyo merasa puas.
"Sakit, hm? Udah gue bilang, jangan main main sama gue."
Jihyo makin narik kenceng rambut Chaera pas ngelihat anak itu mau berontak. Jihyo ngeluarin sebuah benda kecil dari sakunya. Sebuah pisau lipat kecil.
"K-kak... Mau ngapain?"
Chaera was-was. Jihyo udah kaya psikopat gila saat ini. Chaera takut banget.
"You've dared to get in the way of my plans. I guess I should get rid of you. Killing you is the best way, isn't it?"
Jihyo senyum miring kemudian menggoreskan ujung pisau itu ke lengan kiri Chaera. Cukup dalam sampai tangan Chaera yang tadi megangin rambutnya beralih megangin lengannya. Berusaha buat nutup luka yang menganga cukup lebar sampai ngeluarin darah cukup banyak.
"...or should I just kill your baby? He's the biggest obstacle for me."
Tangan Jihyo turun kebawah. Menekan kenceng banget perut Chaera dan sukses bikin Chaera merintih pelan karena rasanya sakit.
"Jangan bayi gue, tolong. Anak ini gak salah apa apa, Kak."
"Shut up, gue gak mengizinkan lo berbicara."
Jihyo kembali menggores ujung pisau itu ke pipi kiri Chaera. Goresannya cukup panjang tapi ga sedalam goresan di lengannya.
Ngelihat Chaera yang semakin kesakitan bikin Jihyo ketawa puas. Jihyo menyesal kenapa gak daridulu aja dia nyiksa Chaera begini.
"You're just a weak stupid girl, aren't you?"
"Kakhh, stophh neken janin g-gue!"
"Say goodbye to your baby, Chaera."
Jihyo ngedorong Chaera kenceng banget. Sampai perut Chaera tepat kena ujung meja makan.
"A-akh!"
Chaera merintih pelan. Demi apapun perutnya bener bener sakit. Chaera ngerasa ada sesutu yang mengalir di pahanya. Cairan merah, darah.
Chaera mendadak panik luar biasa. Chera yang lagi terkulai lemas di lantai megangin perutnya.
Adek, kamu kuat kan sayang?—chaera
Ngga ada hal yang dipikirkan sama Chera kecuali janinnya. Meski saat ini keadaannya mengenaskan dengan banyak darah dimana mana, Chaera gak peduli itu. Penting anaknya selamat.
"K-kak... Tolong.."
Chaera dengan kondisi lemah gak berdaya cuma bisa megangin kaki Jihyo. Persetan sama harga dirinya yang anjlok karena memohon gini. Chaera udah bener bener gak kuat.
Jihyo natap puas Chaera yang penuh darah sambil ngelipet tangan di dada. Setelahnya dia ngehempasin tangan Chera di kakinya, sampai kakinya Jihyo nendang perut Chaera.
"Ups, ketendang deh hehe. Maaf ya."
Jihyo kemudian nendang kembali perut Chaera. Gak cuma satu kali. Bahkan sampe tiga kali.
Chaera cuma bisa merintih kesakitan. Demi apapun perutnya sakit luar biasa, kepalanya berputar, dan perlahan pandangannya menggelap.
"Go to heaven, babygirl. See you later."
Jihyo lalu ninggalin Chaera yang udah ga berdaya di lantai.
Pandangan Chaera menggelap. Kepalanya makin kerasa pusing.
"Siapapun... Tolong." Rintihnya.
Brak!
"Chaera!"
Pandangan Chaera gelap sepenuhnya. Chaera gak sadarkan diri bersamaan dengan seseorang yang tiba tiba datang.
•••
Chan bergerak gelisah. Hatinya gak tenang. Juga tangannya yang daritadi ngeluarin keringat dingin.
"Chan? Lo gugup kah?" Tanya Minho.
Bentar lagi meeting sama Sion Company. Entah meeting ke berapa kali. Sampai sekarang belum dapat titik temu. Sebenarnya Chan mau nyerah aja. Soalnya ini kesannya Sion Company kaya ngegantung perusahaan dia. Tapi ini juga jadi kesempatan bagus yang mungkin gak datang dua kali.
"Hello, Christopher Bang. Are you hear me?" Kata Minho.
"Gue... Perasaan gue gak enak, Minho. Gue ngerasa ga tenang dan khawatir banget."
"Kenapa? Ada masalah?"
"Gue gak tau, perasaan gue gak enak."
Minho natap jam tangannya, masih ada 20 menit sebelum meeting dimulai.
"Sini duduk dulu. Kasih tau gue, lo kenapa?"
Chan narik kursinya kemudian duduk disana. Ditemani Minho yang duduk didepannya.
"Perasaan gue gak enak. Gue khawatir, gelisah, dan ga tenang. Kira-kira kenapa ya?" Tanya Chan.
"Siapa orang yang lo pikirkan saat ini?"
"Kim Chaera."
Setelah berucap, Chan kaget sendiri. Bisa bisanya dia spontan ngucapin nama Chaera. Minho yang denger itu ngulas senyum tipisnya.
"Udah ingat tentang dia? Udah percaya kalau dia istri lo?" Tanya Minho
"Gue mulai percaya. Apalagi banyak bukti yang gue temukan."
"Tunggu apalagi? Cepet balik sama Chaera. Dia lagi hamil, Chan."
"I'm a little doubtful. Gue ga yakin anak yang dia kandung adalah anak gue. Gue juga mau menikahi Jihyo."
Minho menghela nafasnya pelan. Chan balik ke setelan pabrik, si bangsat yang gak tau diri.
"Lo ragu kenapa?" Tanya Minho lagi.
"Bisa jadi itu bukan anak gue. Mengingat Chaera selalu ada sama Jeongin sekarang."
"Chaera selalu sama Jeongin karena emang hanya anak itu yang peduli. Lo sendiri memilih bodoamat dan ga peduliin dia."
Chan terdiam. Minho bener juga.
"Meeting dimulai jam berapa?"
"Jam 14.30, masih ada sekitar 10 menit."
"Gue pergi sebentar."
Chan berdiri kemudian ninggalin Minho. Tujuannya adalah untuk menemui Jeongin. Pas udah sampe meja Jeongin, ternyata anak itu lagi sibuk kerja.
"Yang Jeongin."
Jeongin nengokin kepalanya. Pas tau yang manggil dia Chan, Jeongin langsung berdiri sambil senyum canggung.
"Oh, iya Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
Jeongin agak was-was sih ya. Ini tumbenan Chan nemuin dia.
"Pulang sekarang. Cek keadaan Chaera secepatnya."
"Tapi Pak, saya lagi ngerjain laporan."
"Berani melawan perintah saya? Mau gajinya dipotong?"
Jeongin langsung melotot. Anjir lah ngancemnya pake gaji. Akhirnya Jeongin setuju aja disuruh pulang sama Chan. Meski ngerasa agak aneh kenapa tiba tiba disuruh pulang.
Pas udah sampe apartemen, dari kejauhan Jeongin ngelihat Jihyo yang baru aja keluar dari apartemen Chaera kemudian berjalan menjauh. Jeongin yang ngerasa gak beres langsung lari ke apartemen Chaera.
Brak!
"CHAERA!"
Dan bener aja, Chera terkulai lemas di lantai dengan darah dimana mana. Chaera udah gak sadarkan diri.
"Ya Tuhan, kamu kenapa..."
Jeongin kemudian ngegendong Chaera. Dia gak peduli kemeja mahalnya kotor kena darah. Prioritas utama Jeongin adalah Chaera.
Tbc
Holaa I'm back hehe :)
Btw gue mau kasih tau kalau gue bakal hiatus buat dua minggu kedepan yaa, gue UAS guys.
Selamat bertemu di chapter selanjutnya (。♡‿♡。)