The Transmigration Of Badboy...

By xixintaxin

17.1K 2.2K 177

Tidak ada korban di sini, mereka semua salah, semua orang memegang perannya masing masing, mereka mengenakan... More

prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Epilog

16

299 51 6
By xixintaxin

Langit kelabu kian menggebu, menenggelamkan senja dengan lara yang mendekap kian kuat dan menampilkan awan yang hitam pekat. Di salah satu jalanan yang berada di Seoul, Sosok itu terbaring diaspal, wajahnya yang sembab dipenuhi oleh cairan merah pekat berbau anyir yang disebut darah. Matanya yang sayu menatap pada sekumpulan pemuda yang hanya diam mematung, tak bergerak barang seincipun. Nafasnya pendek pendek, bisa hilang kapan saja jika sosok itu menutup matanya. Sosok itu mencoba membuka mulutnya untuk berbicara, tapi yang keluar bukanlah untaian kata, melainkan darah yang tadi bergejolak di tenggorokannya.

Mata itu masih terbuka, menatap mereka yang tak kunjung bergerak. Darah sudah menggenang di bawah tubuhnya, membuat siapapun menatap miris kearahnya.

"Maaf, ku mohon maafkan aku" Ucapnya lirih, seiring dengan laju air matanya dan pandangannya yang mulai ditelan kegelapan.
-
-
-
-
Suara alarm dari sebuah ponsel membangunkan pemuda itu, dia menatap sebentar pada ruangan berukuran 3×4 meter itu. Cahaya matahari pagi menerobos lewat celah gorden yang terbuka, semilir angin lembut menyapa wajahnya yang nampak kusut dengan segarnya.

Lagi dan lagi

Entah mengapa setiap saat, diantara jutaan kenangan yang indah, dirinya selalu terbayang akan peristiwa itu, melekat pada benaknya dan menjadikannya sebagai salah satu bunga tidur yang tak pernah lepas dari tidurnya.

Pemuda itu menghela nafas, menatap ponselnya, 07.30 tertera di sana. Dirinya segera pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya dan menyegarkan tubuhnya.

Untuk kali ini saja, ijinkan dia melupakan peristiwa itu.

Tak membutuhkan waktu lama, kini dirinya sudah siap, dengan memakai celana jeans pendek selutut, kaos berwarna biru, dan sepatu kets warna senada, dia berjalan menuruni anak tangga dengan semangat. Hari ini dia dan teman temannya akan pergi ke pantai untuk bersenang senang dan menikmati waktu weekend.

"Eomma, kau sudah menyiapkan semua makanannya kan?" Tanya pemuda itu memastikan.

"Tentu saja jimin-ah, eomma sudah menyiapkan semuanya, bahkan eomma menambahkan beberapa cemilan di dalam disini" Tunjuk eomma jimin pada sebuah totebag berukuran besar.

Jimin tersenyum lebar, memeluk eommanya sebentar, lalu segera keluar dari rumah dengan membawa beberapa barang yang dibutuhkan. Di halaman rumahnya yang besar, sudah terparkir dua mobil milik temannya itu, lengkap dengan orangnya.

"Ck, kau lama sekali" Kesal yoongi padahal dia baru sampai 5 menit yang lalu.

"Sabar yoon, setidaknya aku membawa banyak makanan hari ini, tidak seperti dirimu yang hanya membawa diri sendiri!" Ketua jimin kesal.

"Aku masih membawa mobil jika kau lupa"

"Aish, sudahlah, ayo segera berangkat!!" Teriak namjoon yang sudah duduk manis di dalam mobil Hoseok.

Mereka berangkat menggunakan dua mobil, dengan tiga orang di dalamnya. Yoongi, jimin, dan taehyung naik mobil yoongi, sedangkan namjoon, hoseok, dan jungkook naik mobil hoseok.

Tak memakan waktu terlalu lama, kedua mobil tersebut berhenti di sebuah tempat parkir dengan lahan terbuka. Keenam pemuda tampan itu segera turun dari mobil, langkah kaki membawa mereka memasuki kawasan pantai Gyeongpo.

Pantai Gyeongpo merupakan pantai yang berada di kota Gangneung yang merupakan bagian dari provinsi Gangwon-do. Pantai dengan pasir putih yang membentang luas dan deretan pohon pinus di sepanjang pantai ini menjadi tempat mereka untuk menikmati weekend bersama, mengulang masa masa indah yang pernah terlupakan. Melihat birunya air laut dan merasakan terpaan angin pantai menjadi suatu kenangan indah tersendiri bagi mereka.

"Padahal kita sering ke sini, tapi aku tak pernah merasa bosan" Ucap namjoon sambil merentangkan tangannya ketika angin laut menyapa tubuhnya.

"Kau benar, tak peduli seberapa sering kita kemari, bagiku tempat ini selalu menakjubkan" Ujar jungkook, lalu menatap jimin "Jimin-ah, cepat gelar tikarnya. Kita piknik disini saja"

Jimin hanya mendengus kesal, hei diakan juga ingin menikmati angin pantai.

Jimin menggelar tikarnya di bawah deretan pohon pinus, menata dengan rapi semua makanan yang dibawakan oleh ibunya. Walaupun di sana terdapat barisan restoran seafood yang berjajar, tapi tetap saja bagi mereka masakan eommanya jimin yang terbaik.

"Sudah siap! Kalian ingin makan dulu atau.... Eh??" Ucapan jimin terhenti ketika sudah tak mendapati teman temannya di sana, semua orang sudah sibuk dengan liburan mereka.

Jungkook yang sedang berlarian bersama hoseok, namjoon dan taehyung yang sedang berselfie ria dan yoongi yang sedang duduk di pasir, menikmati ombak yang mengikis pantai.

Meninggalkan jimin sendirian di sana.

Sial.

Jimin hanya menghela nafas pasrah, mendudukkan dirinya diatas tikar, matanya menatap teman temannya yang terlihat sangat bahagia, senyum terus mengembang di bibir mereka, bahkan yoongi yang hanya duduk sambil melihat ombak pun tersenyum membuat jimin juga ikut tersenyum.

"Hah... Hah.... Hah.... Aku lelah" Ucap jungkook yang kini sudah berdiri di depan jimin dengan keringat mengucur deras di dahinya.

"Tidak ada yang menyuruhmu untuk berlari!" Ketus jimin.

Jungkook tak mengubris, dia duduk di sebelah jimin, tubuhnya dia baringkan di atas tikar, matanya terbuka memandang dahan dahan pohon pinus diatas sana. Dia bahagian hari ini, tapi entah mengapa dia merasa ada yang kurang, dan mungkin teman temannya juga merasakannya, tapi mereka hanya diam.

"Dasar jungkook sialan!! Lihatlah, karena ulahmu, rambutku jadi banyak pasirnya" Keluh hoseok sambil menunjuk pada rambutnya yang sedikit kotor.

"Kau yang memulainya duluan" Sewot jungkook

"Kau yang duluan!"

"Kau!!"

"Cukup, jika kalian memulai keributan di sini, aku akan menendang kalian!!" Ucap yoongi mengakhiri perdebatan mereka berdua.

"Sudahlah, ayo kita makan. Perutku sudah sangat lapar ini" Ucap namjoon lalu duduk di atas tikar diikuti oleh yang lainnya.

Mereka menatap semua makanan dengan mata berbinar dan air liur yang sebentar lagi mungkin menetes, bagaimana tidak, makanan buatan ibunya jimin ini selalu menggugah selera hingga tingkat tertinggi.

Keenam pemuda itu segera mengambil mangkuk kecil kosong secara bergantian, mereka sudah tak sabar ingin menyantap semua hidangan hingga pandangan mereka terpaku pada satu mangkuk kosong tersisa disana.

"Jimin-ah, bukankah kita hanya berenam, kenapa kau malah membawa tujuh mangkuk?" Tanya jungkook polos tanpa memperhatikan raut wajah kelima temannya.

Jimin menggaruk tengkuknya "ah... Mungkin eommaku tidak sengaja melakukannya, kalian kan tahu kalau eomma ku itu pelupa, jadi dia mungkin lupa menghitung jumlah mangkuknya" Ucap jimin gugup.

Semua orang hanya terdiam, membuat suasana menjadi canggung.

"Mungkin ibumu lupa kalau kita sekarang hanya berenam" Ujar taehyung.

"Tae.... "

"Tidak apa. Aku juga teringat padanya" Sergah taehyung pada namjoon.

Semua orang hanya bisa menghela nafas, tidak peduli siapapun orangnya, jika dia pernah mengukir kenangan indah di hidupmu maka kau akan sulit membuangnya jauh dalam ingatan.
-
-
-
-
Jenner menuruni anak tangga dengan langkah malas, weekend adalah hari yang membosankan baginya karena dia tak tahu harus melakukan apa. Di lantai bawah, dia dapat melihat tuan kim yang sedang menonton TV sedangkan sehun dan soobin tampak asik bermain game.

"Eomma dimana?" Tanya jenner kemudian duduk di samping tuan kim.

"Sedang berkebun di halaman belakang" Jawab tuan kim sambil mengelus rambutnya.

Jenner mengangguk, lalu melihat acara TV yang sedang menontonkan sebuah berita, sangat membosankan.

"YAK SEHUN HYUNG!! KAU CURANG!!" Teriak soobin dengan wajah bersungut kesal.

"Ck, kalau kalah, ya kalah saja, jangan menyebut orang lain curang!!

" Aku tidak akan kalah jika kau tidak curang!"

Sehun memutar bola matanya malas "kau saja yang tak bisa bermain!"

"Ah... Pokoknya kau itu curang. Titik!!" Ucap soobin lalu menatap seokjin "hyung, mau main basket?" Tawarnya.

"Boleh, aku juga sedang bosan" Ucap jenner kemudian menatap sehun "kau juga ikut hyung"

"Baiklah, ayo" Ajak sehun semangat lalu segera berlari menuju lapangan basket kecil yang berada di samping rumah.

"Hyung, kau ambil bolanya di gudang" Ucap soobin sambil tersenyum.

Jenner hanya mendengus, lalu melangkah menuju gudang yang berada di sebelah dapur.

Pintu dengan cat coklat itu jenner buka secara perlahan, ruangan yang di sebut gudang itu tak terlalu gelap, juga tak terlalu kotor seperti bayangannya, agaknya para maid selalu membersihkannya. Barang barang yang ada di sana juga tertata rapi walau sebagian besar barangnya sudah rusak dan usang di makan waktu.

Jenner mengamati sekitar, mencari bola basket hingga matanya menemukan bola itu berada di atas sebuah lemari kayu tua setinggi 2 meter. Jenner tersenyum kecil, tubuhnya yang tinggi dapat dengan mudah mengambil bola itu dari atas sana.

Tidak langsung keluar, jenner malah hanya diam berdiri di depan lemari itu, tangannya terulur membuka pintu lemari, dan saat pintu itu terbuka, betapa terkejutnya dia saat melihat bahwa isi dalam lemari tersebut ialah puluhan piala, mulai dari yang besar hingga kecil, bahkan beberapa medali emas dan perak juga ada di sana.

Jenner mengambil salah satu piala yang ada di sana, tampak piala itu sudah rusak, ada beberapa bagian dari tubuh piala yang patah. "Juara 1 Olimpiade Matematika" Tertulis di sana.

Jenner menghela nafas, matanya kembali mengamati puluhan piala itu, dan semuanya sudah rusak, bahkan ada yang patah menjadi dua.

Aneh.

"Itu semua milikku"

"Astaga!!" Pekik jenner kaget, lalu menoleh ke sumber suara, di sana, di belakangnya, seokjin berdiri sambil tersenyum simpul.

"Kau tidak sehat untuk jantungku, seokjin!" Kesal jenner.

Seokjin hanya terkekeh, dia berjalan dan berdiri di samping jenner, matanya menatap piala yang masih di pegang oleh pemuda itu.

"Itu piala yang kudapatkan ketika aku masih duduk di kelas 10" Ucapnya, matanya kemudian menatap puluhan piala yang ada di lemari "itu semua adalah jerih payahku untuk membanggakan appa" Lanjutnya.

"Lalu, kenapa semua piala ini rusak. Jika itu adalah hasil dari jerih payahmu, seharusnya kau bisa menjaganya dengan baik"

Seokjin menghela nafas "appa yang merusak semuanya"

"Apa!? Bagaimana bisa!?" Tanya jenner tak percaya.

"Kau ingin tahu!?" Ucap seokjin sambil menyingrai

Jenner menelan ludahnya susah payah "seokjin, apa yang ingin kau lakukan!?" Tanyanya waspada sambil berjalan mundur.

Seokjin tersenyum sinis, dia melangkah mendekati jenner, matanya berubah menjadi dingin, sungguh ini bukan seokjin yang jenner kenal.

"Aku akan memperlihatkannya kepadamu" Ucap seokjin pelan.

"AARRGHHH"
-
-
-
-
Malam itu, kota seoul yang gelap sedang diguyur oleh hujan yang lebat, sesekali guntur akan menyambar, membuat kilatan cahaya yang mengerikan.

Sebuah mobil suv melaju dengan kecepatan tinggi, menerobos jalanan Seoul yang lenggang dan sedikit tergenang air itu. Seokjin hanya bisa membisu, duduk diam di samping tuan kim yang sedang mengemudikan mobilnya seperti orang kesetanan, melaju tanpa memperdulikan bahwa hujan dapat mengurangi jarak pandangnya.

Cukup lama perjalanan yang membuat seokjin ketar ketir tak karuan itu berlangsung, hingga mobil mereka akhirnya berhenti di halaman mansion mewah keluarga kim. Tanpa menatap sang anak, tuan kim langsung bergegas turun dari mobil, memasuki rumah mewahnya dengan langkah tegas dan aura yang mencekam. Seokjin yang mengikuti dari belakang hanya bisa diam sambil menundukkan kepadanya, terlalu takut hanya untuk sekedar membuka suara.

Tuan kim menaiki anak tangga dengan langkah pasti, tubuhnya yang bergetar menahan amarah kini berhenti di sebuah kamar dengan pintu bercat hitam. Pintu kamar itu dia tendang dengan keras, membuat seokjin terlonjak kaget, bahkan sehun dan soobin sampai keluar dari kamar masing masing karena suara yang keras itu.

Tuan kim memasuki kamar putra keduanya itu, matanya yang berkilat tajam menatap pada sebuah lemari etalase yang di penuhi oleh banyak piala, medali dan piagam sang anak. Tangannya terulur, membuka kasar pintu lemari itu dan mengambil sebuah piala dengan ukuran yang besar dari dalam sana.

PYAR

Suara kaca pecah terdengar ketika tuan kim melemparkan dengan kuat piala itu ke etalase, pecahan kaca berhamburan di sekitar lantai.

"Appa, apa yang kau lakukan!?" Tanya seokjin dengan panik ketika melihat sang appa mengeluarkan semua pialanya dari lemari, membanting dan menginjaknya dengan keras.

"APPA!!" Teriak seokjin, berusaha menghentikan tangan tuan kim yang akan membanting sebuah piala.

"SEMUA INI TIDAK BERGUNA!! PIALA PIALA INI HANYA OMONG KOSONG!!" Teriak tuan kim.

Entah sudah berapa banyak piala yang di banting tuan kim, lantai yang tadinya bersih kini sudah di penuhi dengan pecahan pecahan piala dan kaca. Seokjin yang melihat itu hanya menangis, benda yang selalu menjadi kebanggaan appanya kini juga dihancurkan olehnya sendiri, hasil dari usaha kerasnya selama ini, kini hanya tinggal pecahan yang tak bisa di satukan lagi.

"Appa kumohon, jangan seperti ini" Mohon seokjin sambil memegang lengan tuan kim.

Tuan kim menatap seokjin tajam, tangannya yang memegang piala segera dia ayunkan ke arah seokjin dengan cepat.

SRET

Percikan darah sedikit mengenai wajah dan pakaian tuan kim, tapi pria itu tak memperdulikannya, dirinya sekarang sedang dikuasai oleh kemarahan yang menghilang akal sehatnya.

Sedangkan seokjin hanya diam terpaku, dia tak memekik kesakitan ketika piala itu menggores pelipisnya hingga dalam, matanya menatap kosong pada cairan merah yang kini menetes dari pelipisnya, membuat genangan berbau anyir di lantai kamarnya yang putih.

PLAK

Satu tamparan yang kuat tuan kim berikan pada seokjin, membuat darah yang sudah memenuhi sebagian wajah seokjin mengenai dinding kamarnya, bahkan tangan tuan kim yang digunakan untuk menampar seokjin sudah berlumuran darah.

"sakit!? APAKAH RASANYA SAKIT, SEOKJIN!!" Teriak tuan kim sambil mencengkram dagu seokjin.

Seokjin mengangguk sambil berusaha menahan tangisnya, matanya sudah berkaca kaca, menatap ayahnya yang terlihat sangat menakutkan baginya.

"ITULAH YANG AKU DAN EOMMA MU RASAKAN SEKARANG!!"

BRAK

Tuan kim melemparkan tubuh seokjin, membuat punggung anaknya menghantam ranjang dengan keras, tapi sekali lagi, seokjin hanya diam, dia tak mengeluarkan rintihan apapun, walaupun sekarang tubuhnya sudah benar benar terbaring lemas tak berdaya di lantai.

Tuan kim menatap seokjin lekat, ada sedikit rasa sesal di hatinya ketika mengetahui bahwa dirinya telah melukai putranya dengan tangannya sendiri, tapi sekali lagi, kemarahan sudah menguasai hatinya hingga membuatnya buta.

Tuan kim mendengus, lalu segera pergi dari sana, meninggalkan seokjin dengan segala rasa sakit di tubuhnya.

Seokjin hanya bisa diam menatap kepergian tuan kim, nafasnya memberat, kepalanya sangat sakit begitu juga dengan tubuhnya. Saking sakitnya, dirinya bahkan tidak bisa bergerak sama sekali.

Miris

Hidupnya sangat miris

Seokjin menatap sehun dan soobin yang sedari tadi hanya diam di ambang pintu, menatap ke dua saudaranya itu dengan pandangan memohon, berharap agar mereka menolongnya.

Tapi kedua orang itu hanya diam di sana, memandangnya dengan tatapan kosong. Seokjin hanya tersenyum di bibirnya yang sudah memutih. Ah.... Mungkin dia akan mati kali ini, di bunuh oleh appanya sendiri.

Secara perlahan, mata indah itu mulai tertutup, telinganya berdenging, kesadaran yang tadinya ada kini mulai menipis, hingga sebuah tangan secara perlahan mengangkat tubuhnya, mengelus kepalanya yang sudah berlumuran darah itu dengan lembut.

Seokjin sedikit membuka matanya, menatap pada sang ibu yang kini sedang memangku dirinya sambil menangis.

"Eomma....... Maaf" Ucapnya susah payah dan mata itu benar benar tertutup sempurna dipangkuan nyonya kim.
-
-
-
-
BRAK

"SEOKJIN!" Pekik tuan kim setelah membuka pintu gudang dengan kasar.

Pria itu segera menghampiri seokjin yang mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya, wajahnya yang pucat dan hidungnya yang berdarah membuat tuan kim panik sekaligus khawatir seketika.

"Seokjin-ah" Ucap tuan kim lalu memeluk putranya dengan erat.

"PERGI!! LEPASKAN AKU!! Arrgghh" Teriak jenner sambil mendorong tubuh tuan kim menjauh darinya.

Tuan kim yang mendapatkan penolakan dari seokjin segera melepaskan pelukannya, tubuhnya sedikit terhuyung kebelakang, dia menatap seokjin dengan raut khawatir.

Sedangkan jenner masih di sana, mencoba menghilangkan sakit di kepalanya dengan menarik rambutnya kuat kuat. Ingatan tadi tentang perlakuan tuan kim pada seokjin masih tertanam jelas dalam benaknya, walaupun bukan dia yang mengalaminya, tapi rasa sakit itu dapat dia rasakan, dan sialnya itu sangat menyakitkan.

Tuan kim mencoba menenangkan seokjin, tangannya terulur untuk mencegah agar seokjin tak menarik rambutnya, tapi sayangnya tangannya selalu ditepis oleh pemuda itu.

"Seokjin-ah" Lirih tuan kim.

"PERGI!! PERGI DARI SINI!! JANGAN MENYENTUHKU!! Kumohon"

Tuan kim hanya bisa menatap sendu, dia tidak tahu, bahwa ditolak anaknya akan terasa sesakit ini.

"ASTAGA!! SEOKJINIE" Ucap nyonya kim yang kini berdiri di ambang pintu.

Dia segera berlari mendekati seokjin yang masih kesakitan itu, menarik tubuh sang anak untuk di dekapnya, tangannya dengan lembut mengelus surai hitam sang anak.

"Eomma, sakit"

Nyonya kim hanya mengangguk, tangannya sesekali menyeka darah yang tak berhenti mengalir dari hidung seokjin, matanya sudah sembab ketika melihat sang anak seperti ini.

Kepalanya semakin sakit, telinganya sudah berdenging nyaring, pandangannya mulai menggelap seiring dengan rasa sakit yang mulai melenyap. Sungguh jika jenner tahu akan begini jadinya, seharusnya dia lari saja ketika seokjin membisikkan sesuatu di telinganya.
-
-
-
-
Pemuda berparas tampan itu berdiri di depan pintu sebuah kolumbarium bercat putih gading, tangannya yang putih terulur membuka pintu itu. Di dalam bangunan tersebut dipenuhi dengan rak rak kecil, setiap rak berisi satu pasu untuk menyimpan abu dari jenazah yang sudah dikremasi.

Pemuda itu berjalan mendekati salah satu rak, disana terdapat sebuah pasu berwarna putih dan sebuah foto seorang gadis cantik berambut hitam sebahu sedang tersenyum manis menghadap ke kamera.

"Kau cantik, tapi terlalu bodoh" Ucap pemuda itu sambil menatap pada bingkai foto, seolah olah sosok yang ada di dalam foto tersebut dapat  mendengarnya.

Pemuda itu terkekeh pelan "berkatmu, aku memiliki jalan untuk menghancurkannya. Menghancurkan pria yang kau cintai sampai mati itu!" Pria itu menutup matanya sebentar, lalu membukanya lagi "kau pasti sedang mengutukku di atas sana bukan!?"

Tangan pemuda itu terulur, mengambil bingkai foto tersebut dan mengusap bagian wajahnya dengan lembut "berterimakasihlah padaku karena hanya aku yang selalu mengunjungimu, bahkan pria yang kau cintai itu sudah melupakanmu. Ck, apa hebatnya dia!?"

Pemuda itu menaruh kembali foto itu pada tempatnya, tangannya beralih menyentuh pasu dan mengelus sebuah ukiran nama sang pemilik "jika kau bisa mencintaiku dengan tulus, tak akan seperti ini jadinya" Ucap pemuda itu lalu pergi dari sana.

'Kim Eunbi'
-
-
-
-
Nyonya kim masih disana, menggenggam erat tangan anaknya yang sedari tadi hanya menutup mata, enggan terbuka nampaknya. Surai hitam anaknya dia usap perlahan, berharap dengan sentuhannya, seokjin dapat segera bangun.

Suara pintu terbuka tak mengalihkan atensi nyonya kim pada wajah seokjin yang pucat. Soobin, orang yang membuka pintu kamar hyungnya itu hanya menghela nafas pelan lalu berjalan masuk menghampiri sang ibu.

"Eomma, ini sudah malam. Sebaiknya kau istirahat, aku tak mau eomma jatuh sakit" Ucap soobin memohon.

Dia tahu sang ibu pasti lelah karena sedari tadi siang dia tidak beranjak dari kamar seokjin sedikitpun, menunggu seokjin sadar, padahal dokter bilang kalau seokjin akan sadar esok hari karena dia membutuhkan istirahat yang banyak.

"Bagaimana aku bisa istirahat, sementara anakku yang lain sedang sakit. Seokjin hyungmu sedang sakit soobin-ah, eomma sangat khawatir padanya. Eomma takut..... Eomma takut kehilangannya" Ucap nyonya kim sambil menangis.

"Eomma, apa yang kau katakan. Seokjin hyung baik baik saja, bukankah tadi dokter juga bilang begitu"

"Eomma tahu.. Tapi... "

"Eomma" Ujar soobin lalu berjongkok di depan ibunya, tangannya mengelus tangan nyonya kim lembut "semuanya akan baik baik saja, tidak akan ada yang pergi meninggalkan eomma"

Nyonya kim tersenyum kecil, mengusap surai anak bungsunya sebentar.

"Eomma harus istirahat sekarang, soal seokjin hyung, biarkan aku dan sehun hyung yang menjaganya"

Nyonya kim mengangguk, dia bangkit berdiri, mencium kening seokjin yang terbaring di ranjang sebentar lalu segera keluar dari sana.

Soobin duduk di pinggir ranjang, matanya menatap sendu pada wajah pucat seokjin "hyung.... Jika nanti kau sudah mengingat semuanya... Apa yang akan kau lakukan?" Tanyanya yang hanya di jawab oleh keheningan kamar yang temaram itu.

Continue Reading

You'll Also Like

40.7K 4.6K 17
Terpaksa Menikah dengan seorang pria yang tidak ia ketahui, tinggal di rumah yang sama dengan pria asing memiliki status suami, tidak membenci namun...
71.6K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
1M 84.3K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
45.2K 7K 38
Rahasia dibalik semuanya