Part ini tidak ada Sikambing;)
Komentar setiap paragraf lagi dong! Soalnya Anna suka baca komentar kalian>.<
HAPPY READING
Asya berjalan sendirian di koridor sekolah. Hari ini ia tidak berangkat bareng sama Arka, cowok itu masih membencinya bahkan semalam mereka pisah ranjang hingga membuat keduanya tidak saling bertegur sapa, ralat cuma Arka.
Gadis cantik itu menatap tajam ke arah gadis berbando pink yang berlawanan arah dengannya. Entah kenapa Asya semangkin benci pada Naira.
"Ups gak sengaja!" Naira memasang wajah tidak bersalahnya saat dirinya dengan sengaja menabrak bahu Asya.
Asya memejamkan matanya sebentar untuk menetralkan emosinya yang selama ini ia pendam. Asya menepuk-nepuk seragamnya yang disentuh oleh Naira tadi.
"Tuh mata gak berguna ya?" Asya maju beberapa langkah.
Naira menoleh ke arah kanan dan kiri saat dirinya dan Asya sudah menjadi pusat perhatian murid SMA Alaska. Gadis itu tersenyum manis dan sedikit menunduk. "Maaf kak Asya Nai gak sengaja benaran kok!"
Asya berdecih sinis terhadap drama gadis didepannya itu. Tidak bisa ia pungkiri drama Naira yang buat sekarang menjadi sorotan anak-anak. Asya mengepalkan tangannya dengan kuat saking kuatnya kuku gadis itu memutih.
"Gak usah drama lo, Ajg."
"Nai benaran gak sengaja kok kak!" kilah gadis itu dengan raut muka bersalah.
"Mau lo apa sih, hah? Lo itu dari awal emang selalu caper ke semua orang kan? Selain caper lu juga dendam sama gue karna kakak lo itu kan? Asal lo tau ya, gue aja gak tau apa-apa soal kakak lo itu, sialan!" Napas Asya memburu, ingin sekali ia mengeluarkan unek-uneknya didepan umum tetapi Asya tidak mau semua murid tahu, termasuk hubungannya dengan Arka.
Gadis itu memegang tangan Asya sebelah kanan hingga membuat kerutan di dahi Asya. "Aku minta maaf kak, tapi aku benaran gak pernah caper kok kak dan soal dendam kayaknya kak Asya salah paham deh!" ucapnya santai hingga membuat Asya semangkin geram.
Asya menepis genggaman Naira pada tangannya. "Salah paham lo bilang? Amnesia lo? Gak ingat sama ucapan lo waktu itu, hah?" balas Asya kesal. Ingin rasanya ia memukul wajah gadis sok polos didepannya itu.
Tiba-tiba ketiga teman Asya datang menyelip di antara banyaknya anak-anak. Ketiga gadis itu saling pandang satu sama lain saat melihat wajah Asya yang sudah memerah menahan amarah.
Naira mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu dan berbisik. "Gue emang dendam sama Arka tapi masalah utamanya ada di lo. Oh, iya gue rasa tidak lama lagi Arka bakal buang lo jauh-jauh dari hidupnya." Setelah itu Naira menjauhkan tubuhnya dari Asya. Senyuman licik tercetak jelas disudut bibir gadis itu saat melihat wajah Asya memerah.
Asya yang sudah dikuasi oleh amarahnya pun menjambak rambut gadis itu. Dari awal Asya bukanlah gadis yang bakal diam saja saat ia sudah dipenuhi emosi seperti sekarang. Asya itu gadis bar-bar dan jangan lupakan dirinya pernah mendapat gelar ratu Bullying.
Persetan dengan disekolah Asya semakin menarik rambut panjang Naira, hingga bando yang gadis itu pakai terlepas karena kuatnya tarikan Asya.
Semua penghuni SMA Alaska yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa memekik kaget, banyak siswa yang mengabdikan momen tersebut, memvideokan atau sekedar mengambil gambar.
"Akhh, kak sakit!" rintih gadis itu sambil memegang tangan Asya.
"Gak usah drama bisa, cewek murahan, pelakor, kayak lo gak usah munafik,"
"Kak lepasin setelah itu aku bakal ikutin kemauan kakak!"
"PUTUSIN ARKA!"
"Tapi kak Arka pacar Nai!"
Asya menatap tajam gadis itu. Tidak bisakah Naira mengeluarkan tanduknya untuk saat ini.
"Lo pilih Arka atau mati sama gue?"
Jihan yang melihat Asya semangkin ganas pun mencoba menghentikan kegilaan gadis tersebut. "Kar, Del, kok lo berdua diam aja sih? pisahkan woi! Nanti ketauan sama pak Jamal bisa gawat!"
"Lo mau cari mati, hah? Lo punya mata kan, Asya itu gak bakal berhenti yang ada lo kena imbasnya nanti!" sahut Dela sambil memainkan handphonenya.
Karin menatap malas Jihan yang heboh sendiri. Dari awal gadis sedikit pirang tersebut memang alay.
"Lo berdua mau liat Asya masuk BK lagi? Udah cukup dulu ya sekarang jangan lagi, ahh!"
"Berisik Ajg!" bentak Karin, "Mending lo diam aja disitu, duduk manis kek."
Arka datang dari arah belakang bersama keempat temannya. Pria itu mengerutkan dahinya karena melihat koridor sekolah penuh. Satria dan Irzan yang tahu tatapan dari Arka pun mengangguk.
Satria mengambil napas kemudian--, "Air hangat, air hangat minggir woi!" teriak cowok berkulit sawo matang itu.
Suasana semakin heboh saat Irzan berteriak kencang, "Awas woi, Air gasnya mau meledak!"
Liam menatap tajam kedua temannya itu, sementara Arka dan Bara hanya acuh. Arka berjalan cepat saat melihat Asya menarik rambut seseorang.
"ASYA!" teriak Cowok itu kaget tak lama kemudian Arka bertambah kaget saat melihat gadis yang Asya bully adalah kekasihnya sendiri. "Jauhin tangan kotor lo itu sialan!"
Tarikan Asya terlepas saat Asya mendorong tubuh ke samping. Arka menatap tajam Asya yang ditatap tak kalah tajam dari gadis itu. "Lo kenapa, hah?"
"Lo itu yang kenapa? Lo gak sadar kalo tuh cewek cuma pura-pura,"
"Asya, minta maaf sekarang!"
Asya menatap Arka tak percaya. Apa katanya minta maaf? Asya menggeleng kuat. "Gak akan. Itu pantas buat cewek kayak dia."
Arka mengeram marah karena gadis didepannya itu keras kepala, entah terbuat dari apa kepala Asya hingga kerasnya melebihi batu. "Sya, minta.maaf.sekarang!"
"Lo gak berhak buat maksa gue untuk minta maaf sama cewek lo itu! Belain aja terus tuh cewek,"
Setelah itu Asya pergi meninggalkan kerumunan, ia tidak menyangka bakal seramai ini untuk menyaksikan kejadian tadi, gadis itu tersentak kaget kala sebuah tangan menariknya ke tempat sepi.
Asya meringis saat tubuhnya terbentur pada tembok. "Lo apa apaan sih?"
"Lo bisa gak sih sehari aja gak buat gue semakin benci sama sifat lo itu, kasar!"
"Lo gak sadar ya Ka, sifat gue itu tergantung sama sifat lo. Lo aja gak pernah percaya sama ucapan gue waktu itu,"
Arka terdiam.
"Gue gak salah, yang salah itu pacar lo. Kalau saja dia gak mancing emosi gue gak bakal kayak gini!"
Asya merasakan matanya mulai berkaca-kaca. Tidak, ia tidak boleh menangis lagi depan Arka. Cukup sekali.
"Sadar Ka, Naira itu punya dendam sama lo!"
Arka menatap gadis didepannya dengan tajam. "Dendam? yang ada lo kali yang punya dendam sama gue?" balas Arka.
Asya menarik napasnya dalam dalam. Percuma bicara sama Arka, Beratus kali dirinya memberitahukan cowok itu bakal tetap tidak percaya dengan ucapannya.
"Terserah lo percaya atau enggak. Gue cuma mau kasih lo tahu, Naira yang lo anggap polos itu gak lebih dari ular yang beracun,"
Asya menyingkirkan tubuh tegap Arka dan pergi begitu saja tanpa menoleh sedikit pun, tujuan Asya saat ini ada taman belakang sekolah.
Sementara Arka, cowok itu masih memperhatikan langkah Asya hingga menghilang dibalik tembok. "Apa benar?" gumamnya.
°°°
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, tetapi tidak ada niat gadis di halte itu untuk pulang atau sekedar melangkah kedua kakinya. Matanya terus memperhatikan orang- orang yang berlalu lalang melintas. Terdengar helaan napas panjang kemudian ia mendongak menatap kumpulan awan hitam, pertanda sebentar lagi akan hujan.
Asya bangkit dari duduknya kemudian berjalan menelusuri jalanan raya. Gadis itu memejamkan matanya kala rintikan hujan secara perlahan membahasi tubuhnya.
"Apa gue harus pergi ke Singapura?"
Sebuah pernyataan tanpa jawaban tersebut keluar begitu saja dari bibir mungilnya. Haruskah Asya menyusul keluarga di Singapura? Tetapi apakah ia bakal diterima secara saat kali bertemu dengan kedua orang tuanya Asya pasti berbuat ulah hal itulah membuat orangtuanya pergi.
"TUHAN GUE CAPEK!" teriak Asya ditengah tengah jalan raya. Gadis itu menikmati keheningan malam ini.
Tak terasa hari semakin gelap, Asya terus berjalan tanpa arah. Perlahan tapi pasti air mata gadis itu jatuh bersama dengan rintikan hujan. Tiba-tiba hatinya nyeri kala mengingat rumah tangganya yang sudah berada diujung tanduk.
"Mama Ara pengen peluk,"
Air matanya terus mengalir.
"Ara capek Ma, Ara mau kalian berada di sisi Ara saat ini!"
Asya memukul dadanya yang sesak, gadis itu tidak peduli dimana saat ia berada sekarang, toh orang orang tidak bakal tahu dirinya menangis karena hujan semakin bertambah deras.
Asya memeluk tubuhnya yang masih berbalut seragam sekolah. "Gue cengeng!"
Ingin rasanya Asya pergi meninggalkan kehidupannya yang pahit di Jakarta ini. Tetapi lari dalam masalah adalah bukan lah prinsip seorang Natasya Arabella biar bagaimanapun ia harus menyelesaikan masalahnya setelah itu baru ia berpikir lagi.
Asya termenung ditengah tengah langkahnya, matanya terus menatap air yang sudah membasahi jalan raya, orang-orang yang melihat Asya berjalan ditengah derasnya hujan pun menyuruh gadis itu untuk berteduh tetapi Asya terus berjalan tanpa memperdulikan teriakan para ibu-ibu.
"Bodo amat kalau habis ini gue demam yang penting beban di pundak gue ringan setelah diguyur hujan habis habiskan,"
Selang beberapa menit kemudian gadis tersebut tersentak kaget saat mendengar suara klakson sebuah mobil terdengar dibelakangnya, tidak mau membuat masalah Asya menepi di jalanan tetapi mobil tersebut masih saja membunyikan klaksonnya.
"APA SIH, HAH? BISA GAK SIH SEMUA ORANG GAK BUAT KESAL GUE HARI INI?" teriak Asya.
Mata gadis itu membulat sempurna saat tahu pengendara tersebut.
"Natasya Arabella naik sekarang!"
Asya mundur beberapa langkah ke belakang hingga membuat sang pengendara mobil tersebut berdecak. "Naik!!" ulangnya dengan penuh penekanan.
"ASYA!" teriaknya kaget saat gadis tersebut bukannya menuruti kemauannya malah berlari menjauhi dirinya. "Sialan, bikin repot, Anj*ng!"
~~'
Siapa ya pengendara mobil tersebut??
.
.
Ada pesan?
Buat Asya?
Buat Arka?
Buat Naira?
Buat Satria, Irzan, Liam, Bara?
Atau buat Sikambing?
Spam next part
Lvyu buat kalian♥️