4 Brother'z | Open PO

By AriraLv

6.2M 571K 18.1K

"A-aku h-harus panggil kalian ... a-apa?" "Kakak aja." -Alderion "Abang." -Alzero "..." -Alvaro "Sayang juga... More

Prolog
Cast
šŸŒ™ć…£1. Lun adalah Panggilannya
šŸŒ™ć…£2. Mereka yang Sama
šŸŒ™ć…£3. Sebuah Keputusan Besar
šŸŒ™ć…£4. Acaranya Datang!
šŸŒ™ć…£5. Datang Untuk Menjemput
šŸŒ™ć…£6. Kediaman yang Baru
šŸŒ™ć…£8. Aktivitas Baru Dimulai
šŸŒ™ć…£9. Perkenalan & Hilang
šŸŒ™ć…£10. Dia adalah Korban
šŸŒ™ć…£11. Dia yang Selalu Berbeda
šŸŒ™ć…£12. Permintaan Maaf Ditolak
šŸŒ™ć…£13. Keluarga Baru? Rumit
šŸŒ™ć…£14. Ada Mereka yang Siap
šŸŒ™ć…£15. Alderion Jadi Galau
šŸŒ™ć…£16. Mirip dengan Alderion
šŸŒ™ć…£17. Jus Alpukat dan Petaka
šŸŒ™ć…£18. Balapan Liar Malam Ini
šŸŒ™ć…£19. Grup Chat "Brother'z"
šŸŒ™ć…£20. Dua Pengawal yang Siap
šŸŒ™ć…£21. Keributan di Jalan
šŸŒ™ć…£22. Melarikan Diri ke Bukit
šŸŒ™ć…£23. Dia Adalah Penyebabnya
šŸŒ™ć…£24. Hanya Sekedar Pengganti
šŸŒ™ć…£25. Perasaan yang Bimbang
šŸŒ™ć…£26. Hubungan Antarsaudara
šŸŒ™ć…£27. Ini Akan Semakin Rumit
šŸŒ™ć…£28. Semua yang Telah Terjadi
šŸŒ™ć…£29. Pertemuan yang Kedua Kali
šŸŒ™ć…£30. Pengakuan Empat Kakak
šŸŒ™ć…£31. Kedatangannya, Masa Lalu
šŸŒ™ć…£32. Harapan untuk Mereka
šŸŒ™ć…£33. Dimulai dari Sini, Bersama
šŸŒ™ć…£34. Si Kembar, Memperebutkan
šŸŒ™ć…£35. Pertama Kalinya Terpesona
šŸŒ™ć…£36. Katanya, Benih Cinta?
šŸŒ™ć…£37. Dirinya dan Dendam
šŸŒ™ć…£38. Dia, Rembulan Zanava
šŸŒ™ć…£39. Belum Bisa Pulang
šŸŒ™ć…£40. Cahaya yang Meredup
š™šļ½„ Awan untuk Rembulan
š™šļ½„ Segera Terbit
š™šļ½„ Vote Cover
š™š- Pre-Order
š™š - Hard Cover & Cash Back

šŸŒ™ć…£7. Hanya Panggilan Saja

139K 14.8K 300
By AriraLv

''Walaupun keluarga itu satu darah, tapi tidak dapat dipungkiri jika salah satu dari mereka ada yang berbeda''

Makan malam kali ini berbeda, Rembulan bisa duduk di hadapan meja panjang dengan berbagai hidangan tersaji di depannya. Dari mulai nasi, ikan, ayam, dan masih banyak yang namanya tidak Rembulan ketahui. Rembulan sampai bingung, mereka akan mengajak satu kampung untuk makan bersama?

"Bulan?" Anggara memanggil, bukan Rembulan saja yang menoleh, tapi semua anaknya juga menoleh membuatnya terkekeh. "Papa manggil Bulan, bukan kalian."

"Emangnya Vano lihat ke papa? Enggak tuh." Alvano mendengus, ia kembali sibuk dengan pelayan di sampingnya agar mengambilkan makannya dengan banyak.

"Ya papa sih ngagetin, kita jadi noleh semua 'kan?" Alzero membela diri, setelahnya ia juga kembali sibuk dengan kegiatannya.

Rembulan yang duduk di samping Alderion itu menoleh pada Anggara. "I-iya, Pa?"

"Aduuh imut banget gak siih?!" Alvano malah bersuara lagi. "Suaranya kiciw-kiciw gitu."

"Diem." Alderion menatap sinis adiknya itu.

"Ya abang sih, gak tau bedanya suara cewek imut sama suara cewek kejepit," balas Alvano lalu tertawa lebar saat Alderion menatapnya tambah sengit.

"Udah, ini Papa mau ngomong sama Bulan kepotong mulu," ucap Anggara menengahi, detik berikutnya ia menoleh pada Rembulan dengan tatapan lembut. "Bulan udah kenal sama kakak-kakak Bulan yang baru?"

"Udah tadi, Pa." Bukan Rembulan yang menjawab, tapi malah Alzero yang kini langsung mendapat suapan paksa oleh Alderion agar mulutnya bungkam.

"Udah paa," jawab Rembulan pelan.

Anggara tersenyum, senyumannya lembut dan hangat. Rembulan merasa nyaman dengan itu, ia seperti mendapat sosok ayah baru yang siap melindunginya dari apapun, dan ayah yang siap menjaga keluarganya dengan sebaik mungkin. Rembulan merasakan kehangatan dalam hatinya yang sebelumnya pernah hilang.

"Gimana mereka? Bikin kamu takut gak?"

"Varo, Pa!" Alvano menyahut. "Vano liat Varo gak nyapa Bulan sama sekali, dia sombong banget paa."

"Mungkin masih malu," sahut Alderion cepat.

"Ya kali udah segede gaban tetep malu?" Alvano melirik kembarannya yang dari tadi duduk tenang di sebelahnya, begitupun sekarang, lelaki itu tetap tenang tidak menanggapi.

Alvano memang biasa dengan sikap kakak kembarnya yang satu itu, hanya saja ini lebih parah. Alvaro bahkan belum mengeluarkan lima patah kata dalam sehari ini. Auranya terasa semakin dingin. Bisa saja ia membeku jika terus menerus berada di sisi Alvaro.

Sebagai saudara kembarnya, Alvano sudah semestinya terhubung dengan Alvaro, dan Alvano merasakan hawa tidak enak dalam diri Alvaro. Ia tidak tahu jelas apa, tapi apa mungkin karena keluarga baru?

"Mungkin Varo masih capek." Laila membuka suara, ia tersenyum pada Alvaro yang tetap fokus pada makanan. "Varo baru pulang dari luar negeri, masih butuh istirahat."

"Iya sih, Maaa." Alzero menyahut. "Tapi parah banget dia gak nyambut Mama sama sekali. Kurang sopan 'kan jadinya?"

"Zero." Alderion memperingati lewat suara. Jika Alzero terus berbicara, maka bisa saja piring yang ada di hadapan Alvaro melayang ke arahnya.

"Tapi Zero bener 'kan? Gak sopan."

Prang!!

Seketika suasana hening saat suara dentingan sendok ke piring terdengar memekakan telinga, Rembulan yang dari tadi menyimak pun terlonjak dan tangannya refleks mencengkram erat bajunya. Rembulan mendadak merasa ia sedang didatangi oleh Syaila, karena Syaila pasti akan menimbulkan suara keras jika mendatangi Rembulan.

Perhatian Rembulan teralih pada Alvaro yang kini menggeser kursinya mundur dan bangkit dari tempatnya. Raut wajahnya datar, tidak menampilkan ekspresi apapun, dan itu terlihat menyeramkan.

"Varo selesai," ujar Alvaro dengan suara beratnya, lalu ia pergi meninggalkan meja makan yang kini menjadi sunyi.

"Ro! Varo!" Alderion ikut berdiri, namun Anggara menahan tangannya.

"Dia capek, Rion. Biarin dia sendirian dulu."

"Tapi Pa—"

"Rion."

Alderion melihat Anggara menatapnya dengan tajam, terpaksa Alderion kembali duduk dan hanya mengembuskan napas pelan, ia menoleh pada Rembulan yang ada di sebelah kirinya, gadis itu tampak terkejut.

Alderion mendekat, mencium pelipis gadis itu dan tersenyum manis. Seolah-olah kejadian barusan hanyalah angin berembus. "Ayo makan," ucapnya membuat Rembulan mengerjap.

Rembulan tidak langsung menuruti perintah Alderion, ia melirik mamanya yang juga sedang menatapnya. Laila tersenyum dan mengangguk, menyuruh Rembulan untuk melanjutkan kegiatannya.

Rembulan pun akhirnya menurut, dengan perasaan yang campur aduk ia menyuapkan nasi pada mulutnya. Matanya pun sedikit melirik Alvano yang duduk di hadapannya, lelaki itu menjadi diam dan tidak mengoceh, apalagi Alzero yang bungkam, bahkan makananya pun tidak disentuh lagi.

Rembulan mendadak gemetar, sebenarnya ada apa? Apa kehadirannya membuat mereka seperti ini?

Jika iya, Rembulan takut.

- 4B -

Ditarik paksa oleh Alvano, akhirnya Rembulan mendudukkan dirinya di permadani tebal dan lembut di sebuah ruangan yang ada di lantai tiga. Kata Alderion ini ruangan tempat berkumpul mereka sekaligus tempat santai atau tempat bermain. Alvano juga di sana tampak asik dengan sebuah stik game di tangannya.

Rembulan hanya memeluk boneka beruang yang Alzero berikan padanya tadi, katanya sebagai hadiah selamat datang.

"KICK!! TENDANG DONG BANG TENDANG BUKAN SLEDING!!" teriak Alvano menggema.

"Ya sabar dong," sahut Alzero yang menjadi rekan tim dari Alvano. "Lagian sama aja kali. Gue nendang, gue lari, gue mukul, dianya bakalan kabur."

"AH TAU AH!! LO MAH JAWAB MULU!!"

"Lo juga teriak mulu, pusing gue!"

Rembulan menghampiri keduanya, lama-lama ia bosan jika harus duduk sendirian, apalagi tak jauh darinya ada Alvaro yang sedang fokus pada ponselnya. Rembulan agak sedikit takut dengan Alvaro.

"Emm ... anu Kak, eh—" Rembulan tidak melanjutkan ucapannya, ia bingung harus memanggil mereka dengan sebutan apa. Tapi di tengah lamunanya itu, Rembulan tidak tahu jika Alvano langsung mem-pause game-nya agar bisa melihat Rembulan.

"Apa Bulan sayang? Butuh sesuatu hm? Minum? Makan? Mau susu? Ngantuk?"

"Bu—"

"Oh mau ikut main?"

"Bulan mau—"

"Mmmmm ... mau peluk?"

"Bulan—"

"Aduh apa yaa?? Mau liat kpop? Drakor? Acara tv kesukaan kamu tayang?"


Secepat kilat Alzero menggeplak mulut Alvano yang sedari tadi memotong ucapan Rembulan. "Dengerin dulu! Malah nyaut aja tuh mulut!"

"Duh ngegas banget lo jadi abang. Sana ah! Gue mau dengerin Bulan ngomong, kalo ada lo, pasti gak beres-beres!" Alvano mendorong Alzero menjauh, tepat saat itu pula, Alderion datang dari balik pintu lift dan membawa beberapa camilan di tangannya.

"Bulan mau ngomong apa?" tanya Alderion lalu menyimpan beberapa makanan itu di bawah.

"Mmm itu ... Bulan harus panggil k-kalian apa?"

Alderion tersenyum, ia mengacak surai Rembulan dengan gemas. Ingin menciumnya, tapi ia menahan. "Kakak, atau kak Rion juga boleh."

"Abang aja deh, kayaknya lebih cocok buat gue," sahut Alzero cepat.

Alvano tidak mau kalah, ia mendorong Alzero agar menjauh. "Apa ya? Abang, Kakak, brother ... sayang juga boleh sih."

"Ngadi-ngadi!" Alzero menepuk mulut Alvano untuk yang kesekian kali. "Kalo dipanggil titan, baru bener."

Alderion terkekeh, ia menatap Rembulan. "Panggil aja sesuka Bulan."

Rembulan mengangguk sambil menahan senyum. Untuk pertama kalinya ia duduk dengan lelaki tampan di sekelilingnya. Hal yang belum pernah ia alami karena semua lelaki di sekolahnya selalu menjauhi. Bahkan terang-terangan mencemoohnya. Namun, kali ini berbeda. Rembulan merasa diperhatikan. Ia senang, amat bahagia.

Di tengah-tengah pemikirannya itu, ia melihat sosok lelaki yang masih sibuk dengan ponsel mode landskapnya. Rembulan mengarah padanya.

"Kalau kamu?" Rembulan meninggikan suara agar sosok yang ia tuju mendengar, matanya mengarah pada sosok lelaki tadi, yaitu Alvaro.

Alvaro yang merasa menjadi pusat perhatian langsung mengalihkan pandangannya dari ponsel, ia menatap semua orang yang menatapnya.

"Apa sih? Ganggu aja lo!" sahutnya tajam, lalu melengos pergi dari sana tanpa beban.

Rembulan terdiam, ia agak terkejut saat mendengar jawaban ketus itu. Sedari awal ia memang sadar sikap Alvaro berbeda dengan saudaranya yang lain. Cenderung diam dan bahkan bersikap dingin.

Rembulan jadi menunduk. Padahal harapan awalnya ke rumah ini, ia bisa menjalin hubungan baik dengan semua penghuni di sana. Tetapi tidak semudah itu. Mungkin akan ada banyak hal berat terjadi di sini. Ia hanya berharap semuanya bisa ia lewati. Karena sejujurnya, rumah adalah tempat paling aman untuk Rembulan. Tetapi sekarang, apa rumahnya bisa jadi tempat berlindungnya lagi?

Tak sadar, kepala Rembulan menunduk lesu. Menjadi pusat perhatian ketiga lelaki yang ada di sana.

Dengan sigap, Alderion segera memangku Rembulan, panik bukan main. Takutnya ia disalahkan oleh Anggara nanti jika Rembulan menangis. "Bulan, bebas manggil Varo apa aja ya, mau kulkas, mau AC juga nggak masalah."

Alzero tidak mau kalah, ia menggenggam kedua tangan Rembulan. "Besok abang beliin mainan lagi buat Bulan, yang banyak. Bulan mau apa tinggal beli, nanti mereka datang sendiri ke sini, oke?"

Melihat tingkah laku kakaknya, Alvano merasa tersaingi. "BULANN!! JANGAN DENGERIN MEREKA. CUKUP DENGERIN ABANG AJA BULAN MAU APA, NANTI ABANG YANG KABULIN! WUSSSHH!! BEGITU!"

Udah kelihatan ya yang paling kalem di antara 4 Zanava ini siapa.

Terus, Varo harus diapain ya?

Mari lanjut scroll!
Jangan lupa tinggalkan jejak di sini!!

Continue Reading

You'll Also Like

GEOGRA By Ice

Teen Fiction

1.5M 63K 56
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
11.5M 308K 33
(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Hidup sebagai gadis panti asuhan selama bertahun-tahun telah Ily rasakan semenjak ibunya meninggal dunia. Sulit memang, tapi...
45.1K 3.8K 47
70% cerita ini diambil dari kejadian nyata. CERITA INI DIBUAT MURNI DARI HASIL PEMIKIRAN SENDIRI. (SEBELUM BACA SEBAIKNYA MASUKAN CERITA INI DI PERPU...
1.1K 147 43
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jatuh cinta itu, seperti jatuh kedalam jurang yang dalam. Terjebak didalam lembah gelap tanpa penerangan. Tersesat dijalan...