My Bad Neighbor (END)

De -Esqueen

322K 23.5K 1K

Bagi Zoeya, Dikta itu hanya berandal sekolah yang kebetulan bertetangga dengannya. Sedangkan bagi Dikta, Zoey... Mai multe

MBN 01
MBN 02
MBN 03
MBN 04
MBN 05
MBN 06
MBN 07
MBN 08
MBN 09
MBN 10
MBN 11
MBN 12
MBN 13
MBN 14
MBN 15
MBN 16
MBN 17
MBN 18
MBN 19
MBN 20
MBN 21
MBN 22
MBN 23
MBN 24
MBN 25
MBN 26
MBN 27
MBN 28
MBN 29
MBN 30
MBN 31
MBN 32
MBN 33
MBN 34
MBN 35
MBN 36
MBN 37
MBN 38
MBN 39
MBN 40
MBN 41
MBN 42
MBN 43
MBN 44
MBN 45
MBN 46
MBN 47
MBN 48
MBN 49
MBN 50
MBN 51
MBN 52
MBN 53
MBN 55
MBN 56
MBN 57
MBN 58
MBN 59 (Ending)
New Story
Alan Abiputra
Tahu Tidak?

MBN 54

4.7K 406 13
De -Esqueen

Kantin rumah sakit menjadi tempat yang sekarang ditempati Zoeya dan beberapa orang lainnya. Dikta sudah dipindahkan ke ruang rawat dan diperbolehkan untuk dijenguk. Namun, karena merasa Tante Indri adalah orang yang paling berhak untuk pertama kali melihat Dikta, jadilah mereka membiarkan Ibu Rumah Tangga itu untuk melakukannya. Lagipula Dikta masih berada di bawah pengaruh obat bius, jadi dirinya sedang tak sadarkan diri sekarang.

"Makan, Ya, masa cuma gitu doang." Alkana bersuara, memerintahkan temannya untuk memakan makanan yang telah ia pesan. Ayolah, Zoeya hanya mengaduknya, tidak untuk memakannya.

"Nggak lapar, Na," balas Zoeya dengan suara kecilnya.

"Nggak lapar dahi lo. Makan Zoya sayang, Leon nggak akan tiba-tiba sehat cuma karena lo nggak makan," ujar Tasya ikut ambil suara. Ayolah, ini sudah jam 12 siang, mana mungkin temannya itu tidak lapar. Ia saja sudah kelaparan sejak setengah jam lalu.

Zoeya hanya menggelengkan kepala, lagi-lagi menolak suruhan dari temannya. Selera makannya hilang sejak tadi. Perutnya terasa kenyang meski tadi pagi dia tidak sarapan. Mungkin ini efek dari sakit hati dan kesedihan yang mendalam.

Alkana dan Tasya tak lagi bisa memaksa, mereka juga tak mau membuat Zoeya tertekan dengan suruhan mereka. Biarlah nanti meminta di bungkus saja, agar saat Zoeya lapar, gadis itu bisa langsung memakannya.

Beberapa saat berlalu, makanan dalam piring mereka telah habis sempurna. Tentunya milik Zoeya pengecualian. Gadis itu hanya memakan dua sendok saja, selebihnya dia menggunakan waktu di kantin hanya untuk merenung saja.

Tak lama sosok wanita berumur menghampiri mereka, berdiri di samping meja dengan tatapan yang menyorot Zoeya. "Dikta udah bangun, katanya mau ketemu kamu, Zoya," ucapnya tanpa basa-basi.

Meski yang dipanggil hanya Zoeya, tapi semua yang ada di meja sontak berdiri dari duduknya. Hendak melihat Dikta yang ada di ruang rawatnya.

"Tante mau isi perut dulu? Mau aku temenin?" Tasya buka suara, menawarkan jasa menemani pada sosok Tante Indri yang langsung menggelengkan kepala.

"Tidak usah. Tante nggak lapar, Tante mau ke sana lagi," balas Tante Indri dilengkapi senyum ramahnya.

Tasya mengangguk, dan semuanya kini melangkahkan kaki. Menjauhi kantin guna menuju ruangan Dikta yang dua lantai di atas kantin ini.

Beberapa saat berlalu, akhirnya mereka semua telah sampai di depan ruangan rawat Dikta. Zoeya menjadi orang pertama yang memegang kenop pintu, hendak membuka ruang rawat Dikta. Namun sebelum itu, dia menoleh ke belakang, melihat dua temannya yang sekarang menyorotnya.

Mendapati anggukan kecil dari Tasya dan Alkana, akhirnya tangan dingin Zoeya berani membuka pintu. Masuk ke dalam ruangan dan kembali menutupnya. Dia hanya ingin berdua dengan Dikta saja. Untungnya semuanya tak keberatan, karena bagaimanapun Dikta juga hanya meminta Zoeya untuk menemuinya.

Bau obat-obatan yang lebih menyengat daripada di luar menusuk hidung Zoeya kala gadis itu memasuki ruangan Dikta. Dengan kepala yang sedikit tertunduk, gadis itu memberanikan diri menghampiri brankar di mana Dikta sedang terbaring dengan jarum infus yang menusuk tangannya. Pria itu sudah berganti pakaian menjadi baju khas pasien rumah sakit.

Tiap langkah yang Zoeya lakukan, tak luput dari pandangan Dikta. Sejak pintu dibuka dan Zoeya menampakan dirinya, Dikta sama sekali tak mengalihkan tatapannya dari gadis berambut tergerai yang masih mengenakan seragam SMA Cakrawala itu.

Zoeya mendudukan dirinya di kursi samping brankar, namun gadis itu sama sekali tak berani melihat wajah Dikta padahal posisi mereka sangat dekat.

Entah karena AC yang menyala, atau Zoeya yang terlalu kaku dan takut, gadis itu sekarang merasakan suhu yang seolah di bawah rata-rata.

"Zoya."

Dikta mulai buka suara, kali ini bukan suara lirih menyedihkan yang ia keluarkan, melainkan panggilan biasa seperti Dikta sedia kala.

"Maaf, Dikta. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Ini semua salah gue. Gue nggak---"

"Stop, Zoya, gue pengen ketemu lo bukan karena mau dengar kata maaf. Coba lihat sini," potong Dikta sebelum Zoeya merampungkan kalimatnya.

Meski ragu-ragu dan sedikit kaku, Zoeya tetap melakukan apa yang Dikta minta. Gadis itu mengangkat kepalanya, langsung menatap wajah Dikta yang sedang melengkungkan senyum padanya. Rasanya air mata Zoeya ingin kembali mengalir saja, oh, lihatlah sekarang. Meski lukanya sudah dibersihkan, namun pada kenyataannya wajah Dikta begitu sembab. Membengkak dengan warna biru juga ungu di mana-mana. Pelipis dan keningnya di perban, dan sebelah matanya berubah menjadi sipit namun bengkak.

Tak kuasa melihat Dikta, Zoeya kini menjatuhkan kepalanya pada sisi brankar, kemudian kembali menangis karena tak kuasa menahan sakit yang mengiris dadanya.

Meski terasa berat dan begitu menyakitkan, Dikta menggerakan tangannya, mengangkat tangan itu hingga mendarat di atas kepala Zoeya. Pria itu mengelusnya, mengelus kepala Zoeya yang sekarang bergerak naik turun karena tangisannya.

Dikta tak menyela, tidak juga mengomentarinya. Dia membiarkan tetangganya ini menangis sepuasnya, meluapkan kesedihannya hingga tak tersisa. Lama mereka seperti itu, hingga akhirnya Zoeya berhenti juga. Perlahan dia mengangkat kepalanya, membuat tangan Dikta segera menyingkir dari kepala Zoeya. Namun, sebelum tangan itu menyentuh brankar, Zoeya terlebih dahulu menangkapnya. Menggenggamnya dengan kedua tangan miliknya.

"Lo buat gue takut," cicit Zoeya pelan namun tetap Dikta dengar.

"Gue juga takut," balas Dikta yang jauh diluar dugaan. Hey, apa mungkin pria itu memiliki rasa takut? "Gue takut mati sebelum bisa kasih tahu lo kalau gue nggak mukulin Celin," lanjutnya.

Zoeya terdiam, dia tak langsung menjawabnya karena bagaimanapun dia tetap tak percaya pada Dikta. Hey, meski Dikta tampak menyedihkan, tapi bukan berarti dia bisa sesukanya, kan?

"Jangan bahas itu, kalaupun lo benar pelakunya, gue tetap nggak bisa benci lo lagi, Dikta," balas Zoeya menatap langsung pada netra lawan bicaranya.

Lagi-lagi Dikta tersenyum, meski setelahnya dia meringis karena luka di bibirnya.

"Karena lo sayang sama gue, ya?" tanyanya yang malah menggoda. Hey, apa mungkin Dikta tak sadar dengan kondisinya?

Zoeya mengangguk, genggamannya pada Dikta semakin ia pererat. Untung saja bagian tangan Dikta tak ada yang terluka, jadi Zoeya bisa dengan bebas melakukannya. "Sebagai tetangga dan teman SMA, gue sayang sama lo," ucapnya.

"Berarti kita beda," tutur Dikta yang dihadiahi kerutan dahi Zoeya.

"Maksudnya?" tanya gadis itu.

"Gue nggak pernah sayang sama tetangga, nggak pernah sayang sama teman SMA. Tapi gue sayang lo sebagai Zoya yang nggak bisa hilang dari kepala," ungkapnya sungguh-sungguh.

Zoeya tak langsung meresponnya, gadis itu memilih diam memperhatikan Dikta dengan mata sembabnya. "Yaudah," balasnya singkat.

"Hah?" tanya Dikta tak mengerti. Hey, dia baru saja mengucapkan sayang pada perempuan itu, lalu kenapa responnya sangat datar dan tak sesuai harapan begitu?

Zoeya menggelengkan kepala, gadis itu kemudian melepaskan tangan Dikta, menaruhnya kembali di sisi tubuhnya.

"Sakit semua, ya?" tanya Zoeya mengalihkan pembicaraan.

"Sekali lihat, anak kecil juga tahu kalau gue lagi kesakitan," jawab Dikta. Huft, nyatanya Dikta memang tetaplah Dikta. Meski sedang terkulai lemah pun mulut pria itu tetap saja meresahkan Zoeya.

Keduanya diam, baik Dikta maupun Zoeya sama-sama tak ada yang mau buka suara. Zoeya memilih sibuk dengan pikirannya, sedangkan Dikta sedang asik merasakan tiap denyutan di setiap lukanya. Oke, itu memang tak pantas disebut asik, tapi itulah Dikta. Luka memang sudah menjadi temannya.

"Zoya."

Setelah lama tak ada suara, akhirnya mulut Dikta kembali terbuka, memanggil gadis yang masih anteng diam di sampingnya.

"Hm?" balas Zoeya seadanya.

Dikta menoleh, menatap Zoeya yang juga sedang menatapnya. "Gue kayaknya cinta sama lo. Nggak-nggak, bukan kayaknya, tapi gue emang cinta sama lo," ucapnya gamblang. Seolah mengatakan cinta hanyalah ajakan untuk jajan ke warung saja.

Zoeya menelan ludahnya, tak menyangka akan mendengar kata itu secepat ini dari bibir Dikta. Zoeya malah tersenyum, menatap Dikta penuh arti kemudian dia menjawab, "Katakan itu lagi saat lo udah ninggalin Stark dan segala kebiasaan buruk lo."

Zoeya kira Dikta akan menolak, Zoeya kira Dikta akan marah dan membentaknya. Namun nyatanya pria itu malah mengangguk dengan ringannya. "Gue emang berniat akan ninggalin Stark. Tapi gue nggak akan ninggalin Bang Alan, Bang Ages, Angkasa, Velo, dan teman-teman gue di sana," ucapnya.

Zoeya terbengong, wajah kagetnya itu membuat Dikta ingin tertawa kalau dia tak sedang luka. Ayolah, tertawa saat wajah penuh bonyok akan sangat menyakitkan. Meski Dikta sudah terbiasa, tapi tetap saja yang namanya sakit tidak enak untuk dirasakan.

"Kok?" tanya Zoeya.

"Lo anak rumahan, Zoya. Keluarga lo juga bukan orang sembarangan, makannya gue mau memantaskan diri supaya diterima sama Om Deriel dan Tante Jessy. Benar?" jelasnya yang membuat Zoeya menahan napas di tempat. "Tapi bukan itu aja. Sejak gue menerima hangatkan tatapan orang tua, rasanya gue sadar kalau selama ini semua sikap gue melenceng dari kebenaran agama dan hukum negara."

----🛹🛹🛹----

Uhuy! Maaf kalau nggak sesuai ekspetasi. Yang berekspektasi Dikta meninggal ada nggak, ya? Absen dulu coba. Akhirnya Dikta bisa selamat, terima kasih dokter rs sudah menyelamatkan anakku. Huhuhu.
Ah, ini Dikta udah bilang cinta sama Zoeya. Huhuhu, entah kenapa aneh aja rasanya.
Kayak biasa, maaf kalau feelnya enggak dapat di part ini. Aku selalu usahain yang terbaik kok di setiap tulisanku.
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan, loh, miskah-!

Oke, sok sok'an nulis author note macam ada yang baca, tapi tapi tapi, bodo amat lah, readers bisa dicari nanti, yang penting nulis ini dulu. Wohoho. Pupaiii.

25.07.2021

-----TBC-----

Continuă lectura

O să-ți placă și

828K 30.2K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
3.2K 142 63
Di sinilah tempat pengetahuan mengenai dunia literasi. Kita memberikan materi yang bersangkutan dengan literasi. Kami memulai materinya dari sejarah...
Gama's [End] De Destri

Ficțiune adolescenți

659K 44.2K 59
[FOLLOW SEBELUM BACA] Gama Handaru adalah cowok tampan sejuta pesona yang dapat memikat gadis mana pun yang dia mau. Jabatannya sebagai kapten basket...
1.4M 62.9K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...