My Bad Neighbor (END)

By -Esqueen

322K 23.5K 1K

Bagi Zoeya, Dikta itu hanya berandal sekolah yang kebetulan bertetangga dengannya. Sedangkan bagi Dikta, Zoey... More

MBN 01
MBN 02
MBN 03
MBN 04
MBN 05
MBN 06
MBN 07
MBN 08
MBN 09
MBN 10
MBN 11
MBN 12
MBN 13
MBN 14
MBN 15
MBN 16
MBN 17
MBN 18
MBN 19
MBN 20
MBN 21
MBN 22
MBN 23
MBN 24
MBN 25
MBN 26
MBN 27
MBN 28
MBN 29
MBN 30
MBN 31
MBN 32
MBN 33
MBN 34
MBN 35
MBN 36
MBN 37
MBN 38
MBN 39
MBN 40
MBN 41
MBN 42
MBN 43
MBN 45
MBN 46
MBN 47
MBN 48
MBN 49
MBN 50
MBN 51
MBN 52
MBN 53
MBN 54
MBN 55
MBN 56
MBN 57
MBN 58
MBN 59 (Ending)
New Story
Alan Abiputra
Tahu Tidak?

MBN 44

4.2K 344 11
By -Esqueen

Bel belum juga berdering, namun motor Dikta sudah bertengker manis di depan gerbang SMA Tunggal Jaya. Tujuannya jelas, menemui Celin sang mantan pacar yang waktu itu namanya terucap dari salah satu pengganggu Zoeya.

Sudah 15 menit pria itu menunggu, sengaja membolos jam terakhir sekolahnya hanya untuk datang ke sini tepat waktu. Membolos tidak sama dengan buat onar, kan?

Tak lama, akhirnya bel pulang SMA Tunggal Jaya berdering, membuat satpam sekolah segera membuka gerbang lebar-lebar. Terjadi jeda setelah bel sebelum akhirnya para siswa berhamburan dari dalam gedung sekolah. Ribut mengeluarkan kendaraan mereka masing-masing dari parkiran yang penuh oleh transportasi. Sebagian murid ada yang langsung keluar gerbang, mereka adalah golongan penyuka transportasi umum atau menemui jemputan dari orang yang mereka kenal.

Mata Dikta memperhatikan tiap orang keluar dengan awas. Mesti tak semua bisa ia lihat, namun dia percaya diri Celin akan masuk ke dalam pandangannya. Benar saja, dia sekarang telah menemukan gadis itu. Gadis yang sekarang menatap shock pada dirinya.

Meski dengan langkah yang tampak ragu, Celin menghampiri Dikta. Menghentikan langkahnya tepat di samping motor mahal pria itu.

"Leon," panggilnya pelan.

"Naik lo!" perintah Dikta dengan nada tak bersahabat dan wajah datarnya.

Meski begitu, senyum Celin mengembang, dia mengira kalau Dikta memang masih mencintainya. Dan pria itu tak bisa melepaskannya.

Dengan semangat, Celin menaiki motor Dikta, memeluk lelaki itu erat tanpa takut kalau Dikta akan menolak. Dikta risih? Oh, tentu saja, dia sekarang bahkan jijik dengan gadis di belakangnya.

"Lepasin tangan kotor lo itu dari gue!" desis Dikta tajam. Suara penuh tekanan kemarahan itu, membuat Celin perlahan menurutinya. Melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Dikta.

Senyum gadis itu yang semula lebar, perlahan lenyap, apalagi saat Dikta tiba-tiba melajukan motornya dengan kecepatan luar biasa. Ia tahu apa artinya ini. Dikta sedang marah. Seumur-umur dibonceng Dikta, baru kali ini dia mendapati lelaki itu mengebut bersamanya.

Beberapa umpatan Dikta dapatkan dari pengendara lain saat motor itu menyalip kendaraan mereka dengan tak amannya.

Celin hanya bisa memejamkan mata, tangannya menggenggam erat jok motor Dikta. Takut, ya, gadis itu sangat takut sekarang. Ayolah, dia tak mau mati sebelum menikmati indahnya dunia.

Akhirnya motor Dikta melambat, lalu berhenti tepat di depan rumah Celin yang memang selalu sepi.

"Turun lo!" perintah Dikta tajam yang langsung dituruti Celin yang gemetar.

Setelah Celin turun, Dikta menstandarkan motornya, lalu dia ikut turun dan melepas helmnya. Setelahnya tangannya itu memegang lengan Celin, menariknya kasar lalu mendorongnya hingga menabrak pintu. Suasana yang sepi, membuat Dikta leluasa melakukan hal semacam itu.

"Leon, kamu kenapa?" tanya Celin dengan wajah sendunya.

"Lo mau apa dari Zoeya?" tanya Dikta balik dengan alis yang terangkat. Kedua tangannya sekarang terlipat di depan dada.

Celin mengerutkan kedua alisnya. "Apa maksud kamu Leon?" tanyanya tampak keheranan.

Dikta berdecak, tatapan tajam bak elangnya menghunus mata Celin. "Lo kirim berandalan buat dia! Maksud lo apa lakuin hal sampah kayak gitu?!"

Celin terdiam, berusaha mencerna apa yang yang Dikta ucapkan. Dengan mata berkaca-kacanya, Celin balas menatap Dikta. Berharap mantan pacarnya itu akan luluh karenanya.

"Jawab sialan! Lo mau apa dari Zoeya? Hah? Nggak cukup lo jadi cewek rendahan? Lo mau jadi kriminal juga?!"

Sakit sekali. Hati Celin seakan dihantam ribuan batu yang dilemparkan. Kenapa bisa mulut Dikta begitu kejam menghinanya? Dia tak melakukan apa-apa, tapi kenapa bisa Dikta malah menuduhnya dengan kejam seperti itu?

"Ren--"

"CUKUP!"

Dikta bungkam saat Celin buka suara. Berteriak dengan tangan yang membuat gerakan stop tepat di depan wajahnya.

"Lo ber--"

"APA? AKU JUGA BISA TERIAK LEON! KAMU PIKIR AKU NGGAK SAKIT HATI DIKATAIN SAMA MULUT KAMU ITU?!" teriak Celin murka. Meski air mata mengalir dari matanya, tapi gadis itu tetap berusaha menusuk Dikta dengan tatapannya.

Kemarahan Dikta kian menjadi, sangat berani sekali Celin meneriakinya seperti ini. Dengan gigi yang bergemelatukan, tangan Dikta terangkat, berniat menampar pipi Celin yang basah oleh air mata. Namun hal itu tak terjadi, selain karena dia yang ragu-ragu melakukannya, tangan mungil Celin lebih dulu menabrak pipinya. Menampar Dikta hingga suaranya menggema.

Dikta langsung memegang pipinya itu, ada rasa tak percaya Celin bisa melakukan kekerasan pada dirinya.

"Apa? Kamu kira aku lemah? Hah? Kamu nuduh aku tanpa sebab! Kamu hina aku seenaknya! Oke, oke kalau kamu anggap aku perempuan jahat. Aku bisa jadi jahat Leon. Aku bisa jadi orang yang ada di kepala kamu itu!" ucap Celin seraya menunjuk-nunjuk dada Dikta yang terdiam.

"Lo--"

"Stop! Pergi dari rumah aku sekarang!" sela Celin menunjuk ke depan. Meminta Dikta untuk meninggalkan kediamannya.

"Lo--"

"Oh, mau terima kasih? Makasih Leonel Dikta Prasetya. Makasih atas tumpangannya. Makasih atas perkataan tak berhatinya. Kalau masih punya harga diri, silahkan kamu pergi dari rumah aku!" Lagi-lagi perkataan Celin berhasil memotong suara yang hendak Dikta keluarkan. Gadis itu kemudian berbalik, mendorong pintu di depannya hingga terbuka lebar. Setelahnya gadis itu masuk ke dalam, menutup pintu dengan keras tepat di depan wajah Dikta.

Dikta bergeming, tak menyangka dia akan kalah adu mulut dengan seorang wanita. Terlebih dia sempat ditampar tanpa bisa mengelak. Oh, harga dirinya seakan diinjak-injak sekarang.

----🛹🛹🛹----

"Plis, Kak, biarin aku pulang. Aku lagi nggak mood makan seblak."

Itu adalah bujukan ke tiga kali yang Zoeya lemparkan. Dan lagi-lagi pria di di depannya tak mau menjawab. Dia hanya menatap Zoeya dengan pandangan yang tak bisa diartikan.

"Kak!"

Kesabaran Zoeya hampir habis, gadis itu sekarang berani membentak dengan suara tingginya. Bahkan beberapa pengunjung kedai ada yang sampai menatapnya. Tapi persetan! Dia benar-benar tak ingin makan seblak hari ini.

"Ayolah, Zoeya, gue lagi pengen makan di sini." Begitulah balasnya. Balasan dari Karei yang memaksa Zoeya untuk mengikuti keinginannya.

Zoeya menghela napas, rasanya dia kesal sekali saat ini. Coba bayangkan, moodmu sedang tidak bagus dan malah dipaksa-paksa dengan manusia yang tidak kamu suka. Hey, bukankah itu sangat menyebalkan?

"Terserah, Kak. Kakak mau makan kek, atau apa kek, aku maunya pulang!" ucap Zoeya yang tak bisa menyembunyikan kekesalannya.

Karei masih sabar, pria itu sekarang memegang tangan Zoeya, menggenggamnya lembut seolah memberikan perhatian. "Makan dulu, ya? Temenin gue," ucapnya.

Zoeya langsung menarik tangannya kasar. Sangat tak menyukai sikap Karei yang sangat gemar memaksa. "Pulang! Aku mau pulang naik taksi sekarang. Kakak silahkan makan dengan tenang, dan tolong biarin aku pergi dari sini," pintanya.

Karei berdecak, pria itu sekarang menyugar rambutnya ke belakang. Merasa pusing menghadapi kerewelan Zoeya yang seperti anak kecil saja. "Kenapa, sih, lo nggak mau jajan bareng gue?" tanyanya.

"Bukan nggak mau, Kak. Aku lagi nggak malas aja. Kakak tahu sendiri, kan, kalau aku pasti temenin Kakak kalau mood aku lagi baik-baik aja," ungkap Zoeya berusaha memberikan pengertian pada Karei.

"Tapi mood lo sejak kemarin nggak baik-baik aja. Kapan mau ikhlas temenin gue kayak waktu itu?"

Untuk kedua kalinya Zoeya menghela napas berat. Hey, ternyata Karei itu begitu menyebalkan. Dia sangat tak pengertian kepadanya. Di mana Karei yang ia kenal awal-awal? Karei si pahlawan yang hatinya sangat baik?

"Kak, Kakak, kok, makin ke sini makin jadi pemaksa? Aku nggak suka, Kak," ucap Zoeya membuka isi hatinya.

Bukannya sadar diri, Karei malah mendengus, dia tak lagi memasang wajah ramahnya sekarang, beralih menatap Zoeya dengan menampilkan raut menahan kekesalannya. "Dan lo sukanya Leon? Orang itu jauh lebih suka memaksa daripada gue, Zoeya," ujarnya.

Zoeya memejamkan matanya sesaat, kenapa bisa pembicaraan ini berakhir pada Dikta? Ini jelas tak ada hubungannya dengan lelaki berstatus tetangga Zoeya itu.

"Kak, kita makin nggak beres. Aku pulang sekarang, jangan tahan-tahan aku lagi. Tolong jangan marah, aku takut kalau Kakak marah," tutur Zoeya. Gadis itu menyamping, melangkah meninggalkan Karei seorang diri. Dia lelah, lelah berdebat dengan Karei dan lelah karena Dikta tak kunjung pergi dari otak dan hatinya.

----🛹🛹🛹----

Menurut kalian sangkalan Celin itu hanya untuk membela diri atau emang kenyataan? Hayuk tebak-tebakan.
Hum, part ini isinya cuma perdebatan doang, deh. Seperti biasanya aku mau minta maaf kalau feel di cerita ini enggak dapat. Heu heu heu.
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan, loh, miskah-!

23.07.2021

----TBC----

Continue Reading

You'll Also Like

41.7K 5.4K 29
DILARANG PLAGIARISME. Mingyu si Banisher dengan Jaehyun, seorang Black Wizard. ^Jaegyu ^Bercerita mengenai penyihir ^ 28.8.19
53K 4K 53
Don't copy my story, no plagiat. This is real my imagination. [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] *TAHAP REVISI* Hati yang pernah patah, terkadang terlalu buta...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
762K 39.4K 59
# 7 in teenfiction (11-01-2019) "Lo berdebar gak pas gue di dekat lo? Kalo iya, berarti lo suka sama gue." _ Althaf, si cowok bad boy yang hobinya me...