Indigo Tapi Penakut | END

By nnnylegna

5.9M 1M 297K

"Gue jadi ekor lo, boleh?" - Axelleon Kastileo. *** Axel itu seor... More

ツ|Axelleon Kastileo
ツ|Valetta Lizhunt
ツ|Chapter 1
ツ|Chapter 2
ツ|Chapter 3
ツ|Chapter 4
ツ|Chapter 5
ツ|Chapter 6
ツ|Chapter 7
ツ|Chapter 8
ツ|Chapter 9
ツ|Chapter 10
ツ|Chapter 11
ツ|Chapter 12
ツ|Chapter 13
ツ|Chapter 14
ツ|Chapter 15
ツ|Chapter 16
ツ|Chapter 17
ツ|Chapter 18
ツ|Chapter 19
ツ|Chapter 20
ツ|Chapter 21
ツ|Chapter 22
ツ|Chapter 23
ツ|Chapter 24
ツ|Chapter 25
ツ|Chapter 26
ツ|Chapter 27
ツ|Chapter 28
ツ|Chapter 29
ツ|Chapter 30
ツ|Chapter 31
ツ|Chapter 32
ツ|Chapter 33
ツ|Chapter 34
ツ|Chapter 35
ツ|Chapter 36
ツ|Chapter 37
ツ|Chapter 38
ツ|Chapter 39
ツ|Chapter 40
ツ|Chapter 41
ツ|Chapter 42
ツ|Chapter 43
ツ|Chapter 45
ツ|Chapter 46
ツ|Chapter 47
ツ|Chapter 48
ツ|Chapter 49
:(|Chapter 50
:(|Chapter 51
ツ|Epilog
ツ|Extra 1
ツ|Extra 2
SEGERA TERBIT
VOTE COVER + GIVEAWAY

ツ|Chapter 44

69.9K 16.4K 11.6K
By nnnylegna

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ


"Selamat atas ditangkapnya kalian berdua. Sungguh pasangan yang serasi, memang jodoh."

"Suaminya ketahuan korupsi dan istrinya ketahuan melakukan tindakan kekerasan pada anak..."

Vancia menatap kedua manusia di hadapannya. Wajah Vancia datar. Bahkan Nathan tidak berani mendongakkan kepalanya.

Anya membalas tatapan Vancia sangar. Seakan kedua tangannya sedang tidak diborgol.

"Kamu yang melapor?" desis Anya.

Vancia mengangguk seraya mempertajam tatapannya. "Aku tidak menyangka kalau seorang Anya ternyata tidak hanya suka merebut laki-laki, ia juga suka menyiksa anaknya sendiri."

"Memangnya kamu punya bukti? Zahra adalah anakku, aku tau lebih banyak tentangnya! Kamu pasti hanya menuduhku karena iri aku mendapatkan Nathan, kan?"

Vancia berdecak kagum. Kagum akan kenihilan urat malu Anya. Sudah jelas-jelas semua bukti tertata rapi di meja.

CCTV rumah Anya menangkap beberapa tindakan kasar yang Anya lakukan pada Zahra.

Riwayat pesan Anya kepada Zahra juga berisi beberapa kata kasar yang tidak layak diungkapkan oleh Ibu pada anaknya.

Pak Paus, supir pribadi keluarga mereka juga memberi beberapa kesaksian. Seperti terkadang mendengar Anya mengancam Zahra, bahkan menampar Zahra saat Zahra melakukan kesalahan kecil seperti telat bangun.

Di saat yang bersamaan. Beberapa orang yang dulunya Nathan anggap dapat dipercaya, membalikkan badan mereka. Memanfaatkan keadaan, mereka melaporkan tindakan korupsi yang dilakukan oleh Nathan.

"Apa bukti yang ditemukan pihak kepolisian kurang jelas? Masih mau berbohong?"

"JANGAN MENUDUH SEMBARANGAN! BUKTI-BUKTI ITU PASTI PALSU!" bentak Anya.

Vancia tersenyum miring. Percuma ingin menyadarkan Anya. Anya akan terus mengelak. Vancia tidak perlu Anya mengakui kesalahannya, tujuannya datang ke sini adalah untuk memberitahu soal keputusannya.

"Anya. Kamu sudah mengetahui masa tahananmu, kan?"

"Enam tahun lamanya," bisik Vancia.

"Seharusnya kamu menerima lebih banyak waktu di balik jeruji besi."

Ingin rasanya Vancia memenjarakan Anya lebih lama. Tapi Vancia tidak bisa melawan hukum.

Saat tau bahwa orangtua dari Zahra adalah dua makhluk yang hampir saja mengungsi di rumahnya. Vancia murka. Tidak menyangka mereka akan bertemu di penjara ini.

"Miris bukan? Terakhir kali kamu berkata, sampai jumpa di rumahmu... Sekarang? Kita malah bertemu di tempat ini." Vancia tersenyum mencibir.

"Ini yang disebut karma, ya?"

Wajah Anya sedari tadi sudah tak sedap. Matanya menatap Vancia seakan melihat musuh, seakan ingin mencabik-cabik Vancia jika saja tangannya sekarang tidak diborgol.

"Dan Nathan... Selamat karena telah berhasil menarik perhatian polisi, juga berhasil gagal dalam menjaga anaknya." Vancia berucap seraya menepuk tangannya memeriahkan suasana mencekam itu.

Nathan tidak membalas ucapan Vancia. Walau kesal, dirinya sekarang lebih memikirkan soal cara yang dapat ia lakukan untuk bebas dari tempat ini.

Vancia memperhatikan sepasang suami istri di hadapannya.

"Karena kalian akan tinggal di tempat ini cukup lama... Aku akan mengangkat Zahra sebagai anakku."

Mata Anya membulat, "APA MAUMU? DIA ANAKKU, SELAGI AKU HIDUP, TIDAK ADA YANG BISA MEMBAWANYA PERGI!"

Vancia tidak membalas. Dirinya datang bukan untuk menanyakan pendapat Anya atau untuk menerima persetujuan. Vancia datang untuk memberitahu.

Nathan diam tak bersuara. Nathan sendiri tidak tau harus memberi reaksi apa mengenai Zahra.

Nathan memang kecewa dan marah saat tau perlakuan Anya. Di lain sisi, Nathan juga gagal dan kecewa pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa bertahun-tahun ia tinggal serumah dengan ibu dan anak itu namun sama sekali tidak tau akan kekerasan fisik yang Anya perbuat.

Seandainya Anya tidak melakukan kekerasan ini, atau bahkan tidak ketahuan. Kasus korupsi Nathan pasti tidak akan diketahui...

Nathan melirik Anya dan Vancia bergantian. Tiba-tiba suatu kesimpulan gila muncul di hatinya.

Anya dan Vancia adalah alasan kenapa dirinya bisa dipenjara. Jika saja dua wanita itu tidak ada, pasti Nathan akan aman-aman saja.

BRAK!

Nathan menggebrak meja dengan kedua tangan yang diborgol secara tiba-tiba. Anya dan Vancia serempak menoleh ke arah Nathan.

"Na—"

Nathan menendang meja di depannya hingga meja tersebut menghantam perut Vancia. Vancia meringis kesakitan, sedangkan Anya tersenyum.

Belum sempat Anya mengejek Vancia, ia sudah lebih dahulu dihantam kuat wajahnya oleh Nathan.

"INI SEMUA KARENAMU!"

Anya tersungkur di lantai, ia mulai menangis kesakitan. Namun Nathan sama sekali tidak berniat untuk berhenti. Nathan sekarang sedang marah dan kesal. Hanya dengan menghantam sesuatu dirinya bisa tenang.

Polisi yang berada di luar ruangan langsung membuka pintu secara cepat karena mendengar kerusuhan di dalam.

Nathan tidak berhenti. Ia semakin menghajar Anya yang ada di dekatnya.

"B-BERHENTI! SAKIT!" pekik Anya kencang seraya berusaha menahan tangan Nathan. Anya tidak pernah menduga kalau Nathan akan menyerangnya seperti ini. Ia kira, Nathan akan menghajar Vancia, kenapa dirinya yang kena?

Vancia sendiri sudah menyingkir dari Anya dan Nathan. Ia tidak mau menjadi sasaran amarah Nathan. Vancia sangat mengenal sifat Nathan yang satu ini, sama seperti Valetta.

Vancia sudah pernah merasakan pukulan tersebut di masa-masa Vancia tau kalau Nathan selingkuh. Kekerasan itu yang menjadi salah satu alasan Vancia tidak ingin mempertahankan hubungan suami istri mereka.

Anya semakin histeris saat Nathan menendang tubuhnya. Polisi tersebut menarik Nathan pergi. Beberapa polisi lain pun masuk, membawa mereka berdua pergi untuk diletakkan di ruang berbeda.

Seorang Polisi menghampiri Vancia.

"Apa ada yang sakit?" Polisi tersebut bertanya pada Vancia pelan.

Dengan kepala tertunduk, Vancia menggeleng. Namun, tindakan menyentuh perutnya sendiri disadari oleh Polisi tersebut.

Pria itu menghela napas panjang. "Ayo, ikut saya ke klinik."

Vancia mengernyitkan dahinya. "Tidak usah saya tidak sa—"

"Eh?"

Pria itu terdiam sejenak sebelum dirinya tersenyum kecil.

"Lama tidak jumpa, adik kelas tersayang."

Pria itu menyamakan tingginya dengan Vancia. Alhasil, wajah mereka sekarang sejajar dan cukup dekat.

"Masih ingat sama saya, hm?"

"K-kak Aiden?"

Valetta memandang lekat Ara yang sedang memakan permen kapas. Ara cekikikan saat segenggam permen kapas menghilang begitu saja di mulutnya.

Axel yang duduk agak jauh dari dua perempuan itu cemberut. Sudah puluhan menit dirinya duduk di sini, Valetta masih sangat fokus menatap Ara.

Axel tau, Ara sebentar lagi akan resmi menjadi adik iparnya. Tapi, Axel tetap cemburu.

Dulunya Axel berkesempatan selalu dimanja Valetta. Sekarang? Waktu manja Axel terpotong akibat Ara. Hanya saat Ara tidur, baru Valetta meladeni manjanya Axel.

"Kakak! Lihat, awannya kempes!"

"Permen kapas namanya," ujar Valetta sembari menyodorkan segelas air pada Ara.

"Manis! Ara mau lagi!" seru Ara semangat.

Valetta menggeleng, "Ara udah makan banyak, nanti giginya sakit kalau kebanyakan, besok lagi, ya?"

Sesaat wajah Ara cemberut, namun selang beberapa detik Ara sudah kembali ceria.

"Ara boleh main handphone?" tanya Ara semanis mungkin.

Valetta terkekeh. "Enggak boleh, nanti mata Ara rusak kalau main terus. Sekarang Ara istirahat, ya?"

Mendengar kata istirahat. Axel langsung membalikkan badannya, menatap dua perempuan di ruangan dengan penuh penantian.

"Kenapa Ara enggak boleh main? Hari ini baru main dua jam, loh..." rengek Ara menunjukkan dua jari pada Valetta.

Gemas sekali Valetta. Ini ternyata rasanya punya adik perempuan. Walau tubuh Ara bagaikan remaja 16 tahun, tingkahnya tetaplah 7 tahun. Zahra sendiri dari kemarin tidak muncul, Valetta belum sempat mengenalkan diri sebagai kakaknya.

"Karena Ara masih kecil."

"Tapi... Kata Dokter, Ara udah umur 16 tahun!"

"Yakin? Tapi Ara belum berani tidur sendiri, tuh. Kemarin juga Ara bilangnya baru umur 7 tahun."

"I-iya sih... Tapi, kan... Hm... Iya deh! Ara istirahat aja dulu, biar cepat sembuh!" Ara pun membaringkan dirinya.

"Banyak istirahat, Ara. Nanti kalau udah sembuh, Kakak ajak main ke mana aja."

"Benaran?"

"Iya, Kakak janji."

Valetta pun mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Ara.

Setelah Ara tidur, Valetta beranjak dari duduknya untuk menghampiri Axel yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya.

"Kenapa?"

"Kenapa?" Axel balik bertanya. Tidak mungkin Valetta tidak tau maksudnya. Ini bukan kali pertama Axel seperti ini.

Valetta berdiri di depan Axel, bersedekap dada.

"Iri," celetuk Axel.

"Kok iri sama anak kecil?"

Axel mendengus kesal. "Aku iri sama siapa aja yang ngedekatin pacar aku."

"Sama, Val. Aku juga enggak berani tidur sendiri, berarti masih kecil, kan? Ya udah, gak apa-apa iri," tambah Axel.

Valetta menjitak pelan jidat Axel. "Kalau kamu beda lagi. Bukan anak kecil tapi bayi besar. Terus kalau enggak berani tidur sendiri, kamu tidur sama siapa?"

"Papa sama Mama, tapi kalau bisa nelepon kamu, aku tidur sendiri," jawab Axel seadanya.

"Kode apa, nih?"

Axel tersenyum dan mendongakkan kepalanya. "Kode kalau aku mau kamu setiap hari nelepon, boleh?"

"Boleh, setiap kamu nelepon, pasti aku angkat."

"Oh iya, besok kita ke sekolah gimana? Kamu nginap di rumah sakit lagi?" Axel bertanya tanpa melepaskan pelukannya. Axel nyaman dengan posisi sekarang.

"Kamu jemput aja gimana? Besok aku gak bawa motor, kamunya aja yang bawa."

"Aku bonceng?"

"Iya, kamu bonceng."

Axel menyetujui usulan Valetta dengan semangat. Membonceng Valetta adalah salah satu hal yang ia suka. Karena tidak seperti biasanya, di saat itu Valetta akan memeluknya.

Tok tok tok

Pintu ruang rawat terbuka. Vancia masuk dan melihat kemesraan anaknya dengan menantunya.

"Ekhem ekhem... Mama ganggu, ya?"

Valetta dan Axel menjauh dan ikut batuk-batuk.

"G-gimana, Ma?"

"Gimana apanya?"

"Soal Zahra." Valetta dengan mahir mengubah topik pembicaraan.

"Oh... Surat pengajuan hak adopsinya sudah Mama berikan, sekarang sedang dicek. Untuk sekarang, Zahra bisa tinggal dengan kita. Tapi Zahra belum sah jadi anak angkat Mama, harus nunggu sekitar 6 bulan," jelas Vancia.

Wajah Valetta bahagia saat mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut sang Mama.

"Dan, kamu mau tau enggak siapa orangtua Zahra?" Vancia bertanya dengan raut wajah serius, membuat Valetta menjadi penasaran.

"Siapa?"

"Nathan dan Anya, si laki-laki sialan dan si pelakor." Vancia tak lagi menyebut Nathan dan Anya dengan sebutan baik-baik.

Mata Valetta membulat kaget. Tidak menyangka kalau dua nama itu akan keluar dari mulut Vancia. Bukankah berarti selama ini, Zahra adalah adik tirinya?

Valetta tidak mempermasalahkan hal itu.  Amarah muncul di hati Valetta, mengetahui kalau dua manusia itu adalah orangtua dari Zahra. Bukankah berarti, mereka penyebab luka di tubuh Zahra?

"Bukan Nathan yang melakukan kekerasan, Anya yang melakukannya. Namun, tetap saja Nathan bodoh. Sepertinya dia buta, sampai-sampai tidak sadar kalau Anya melakukan kekerasan terhadap anaknya," gerutu Vancia.

Valetta menghela napas panjang. Menurut Valetta, sudah dari dulu mata Nathan bermasalah. Sejak Nathan memilih Anya, di saat itu juga Nathan sudah Valetta anggap sakit.

"Oh iya satu lagi!"

Valetta menoleh ke arah Vancia, begitu juga Axel yang dari tadi diam di sofa, memperhatikan calon istri dan mertuanya.

Vancia melirik Axel sekejap lalu malu-malu mendekat ke arah Valetta dan membisikkan sesuatu yang dapat membuat Valetta luar biasa terperangah.

"Mama ketemu sama cinta pertama Mama... Masih single..."

"Kayaknya kamu bakal dapat Papa baru deh, Val."

"..." baru juga Mama dari kantor polisi, jangan-jangan Papa baru Valetta itu seorang narapidana?

ᴠᴏᴛᴇᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛғᴏʟʟᴏᴡ

Terima kasih sudah membaca ♡

Double up?
Spam komen sampai 5.2k
Deadline 9 malam.

Spam next sebelah sini 👉

Pertanyaan dan pesan di sebelah sini 👉

🔘🔘🔘

See you on next chapter ♡

Salam sayang,
Manusia Darat.

ᴘᴜʙʟɪsʜᴇᴅ ᴏɴ
29.07.2021

Continue Reading

You'll Also Like

17.6K 2.1K 90
Tentang Orion yang mencari jawaban Tentang Luna yang mencari keadilan Dan tentang Semesta yang bercerita pada kita 🌠Jika kau masih belum mengerti ak...
3.9M 195K 59
KALO GAK SUKA, GAK USAH BACA! PERGI! GAK USAH MENGHINA! GW GAK BUTUH BACOTAN LU! -------------------- 'Kamu tidak bisa menilai sesuatu dari penampil...
Alone By holis.

Teen Fiction

218K 5.5K 42
Kesendirianku adalah ketika merindukanmu berharap hadirnya sosok hidupmu disampingku saat ini.
278K 20.2K 50
Ranaya Sabilah, seorang gadis korban perceraian orangtua dan tinggal sendiri di apartment. Dia berumur 16 tahun yang memiliki 2 sahabat cowok sejak k...