My Bad Neighbor (END)

By -Esqueen

321K 23.5K 1K

Bagi Zoeya, Dikta itu hanya berandal sekolah yang kebetulan bertetangga dengannya. Sedangkan bagi Dikta, Zoey... More

MBN 01
MBN 02
MBN 03
MBN 04
MBN 05
MBN 06
MBN 07
MBN 08
MBN 09
MBN 10
MBN 11
MBN 12
MBN 13
MBN 14
MBN 15
MBN 17
MBN 18
MBN 19
MBN 20
MBN 21
MBN 22
MBN 23
MBN 24
MBN 25
MBN 26
MBN 27
MBN 28
MBN 29
MBN 30
MBN 31
MBN 32
MBN 33
MBN 34
MBN 35
MBN 36
MBN 37
MBN 38
MBN 39
MBN 40
MBN 41
MBN 42
MBN 43
MBN 44
MBN 45
MBN 46
MBN 47
MBN 48
MBN 49
MBN 50
MBN 51
MBN 52
MBN 53
MBN 54
MBN 55
MBN 56
MBN 57
MBN 58
MBN 59 (Ending)
New Story
Alan Abiputra
Tahu Tidak?

MBN 16

4.6K 340 16
By -Esqueen

Ringisan pelan meluncur dari bibir Dikta saat sebuah kapas beralkohol ditempelkan Celin pada luka di wajah Dikta. Saat ini waktu menunjukan pukul 18.30, dan keduanya tengah berada di depan Indomart guna mengobati luka-luka di wajah lelaki itu. Dikta terpisah dari rombongan teman-temannya karena ia secara tak sengaja bertemu kekasihnya di jalan sewaktu ingin kembali ke markas. Berkat kekhawatiran Celin, keduanya memilih untuk beristirahat dulu di sini agar Dikta tak terlalu memaksakan tubuhnya.

"Pelan-pelan, Cel," pinta Dikta seraya menjauhkan tangan Celin dari wajahnya. Ayolah, dia menerima tekanan kuat dari tangan itu.

"Iya," balas Celin seraya melepas tangannya dari Dikta, kembali menggunakan tangan itu untuk mengobati kekasihnya.

"Kok bisa, ya, Avelon kalah terus?" Celin secara tiba-tiba bersuara dan membahas geng yang menjadi musuh Dikta.

Dikta memandang pacarnya itu, dia merasa aneh dengan pertanyaan yang dilontarkannya. Namun, Dikta memilih untuk tak mempermasalahkannya saja. Pria itu menggidikan bahu, kemudian menjawab, "Lemah mereka."

"Aku rasa, kalian yang terlalu kuat. Stark, sama dengan kuat, kan?" tanya Celin yang saat ini tengah membuka plaster luka.

Dikta menganggukan kepalanya yang membuat Celin berdesis keras.

"Jangan gerak-gerak!" tegas perempuan itu karena plaster yang harusnya menempel sempurna, jadi tak seperti itu berkat Dikta yang bergerak.

"Yamaap," balas Dikta seraya meniup wajah Celin di depannya.

"Leon!" sentak Celin seraya mendorong wajah Dikta menjauh. Selain karena pria itu yang memberinya hujan alami, itu juga ia lakukan karena ia telah selesai mengobati wajah Dikta.

"Sakit, sayang," ucap Dikta karena salah satu lukanya ada yang tersentuh saat Celin mendorongnya.

Celin tak menggubris, gadis itu lebih memilih untuk membereskan peralatan P3K yang baru saja dibeli dan memasukannya ke dalam plastik. Setelahnya gadis itu merogoh tas selempangnya, mengambil ponsel bercasing beruang dari dalam sana, dan memainkannya. Tak memperdulikan Dikta yang saat ini menatapnya.

Beberapa saat berlalu, Dikta yang merasa bosan dicueki oleh pacarnya sendiri mulai berulah, pria itu menarik lembut rambut tergerai Celin seraya memanggil namanya. Namun, kekasihnya itu tetap tak menggubris, dia hanya menepis pelan tangan Dikta, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Dikta menghela napas berat, bosan sekali dia hanya menonton orang yang bermain ponsel.

"Mau diajarin naik skate lagi nggak?" tanya Dikta pada akhirnya. Ia teringat kalau gadisnya itu sangat ingin bisa menaiki skateboard.

Mendengar pertanyaan itu, Celin akhirnya mengalihkan tatapannya dari ponsel, menatap Dikta dengan mata berbinar yang membuat Dikta tersenyum kecil melihatnya.

"Seriusan mau ngajarin aku lagi? Nanti kesal lagi kayak waktu itu," ucap Celin.

Benar apa katanya, dulu sebelum Dikta mengalami kecelakaan, Dikta sempat mengajari Celin cara menggunakan papan skate, namun karena Celin yang tak kunjung mengerti, Dikta malah kesal sendiri dan berujung pertengkaran dengan pacarnya itu.

Dikta terkekeh, tangannya terangkat dan mendarat di atas kepala Celin, mengelus rambut itu singkat seraya berkata, "Nggak akan."

Celin tersenyum lebar, gadis itu kini mematikan ponselnya, memasukan benda canggih itu kembali ke dalam tas, dan bangkit dengan tangan yang meraih keresek berisi kotak P3K.
"Ayo sekarang," ajaknya penuh semangat.

Dikta ikut berdiri, bersiap juga untuk meninggalkan tempat ini. "Kita ke Cakrawala dulu ambil skateboard guenya," paparnya lalu melangkah pergi.

----🛹🛹🛹----

Malam hari sekitar pukul 11 malam, Dikta baru saja melajukan motornya untuk pulang. Setelah puas mengajari Celin bermain sketboard hingga tiga jam lamanya, pemuda itu akhirnya memulangkan pacarnya ke rumahnya. Dirinya langsung berniat untuk pulang, hingga ia jadi tak menyempatkan diri untuk mampir ke markas Stark dan merayakan kemenangan mereka. Tapi tak apa-apa, untuk urusan mampir ke markas, besok juga masih sempat ia lakukan.

Dirinya kini membelokan motornya memasuki area perkomplekan, terus melaju dengan kencang tanpa berpikir soal keselamatan. Lagipula, jalanan komplek di jam-jam seperti ini sangat sepi, membuat Dikta jadi merasa raja di sini. Pria itu menyipitkan matanya saat di depan sana ia seperti melihat gerombolan orang dengan motor yang berjajar menghalangi jalan. Pria itu memelankan laju motornya, hingga akhirnya berhenti karena jalanan memang tak bisa ia lewati.

Dikta memperhatikan mereka yang tampak tak asing di matanya. Sepersekian detik kemudian, dia akhirnya menyadari kalau itu adalah gerombolan anggota Stark. Tapi sedang apa mereka menutup jalanan seperti ini?

Dikta mematikan mesin motornya, kemudian menstandarkan kuda besinya itu, lalu tangannya bergerak untuk melepas helm yang dikenakannya.

Pergerakannya itu tak lepas dari tatapan orang-orang Stark, membuat Dikta merasa ada yang aneh sekarang. Baru saja dia akan membuka mulut, Karei, Darma, Louis, dan Kaisar muncul dari sisi kanannya.

"Baru pulang lo... pengkhianat?"

Dikta mengerjap, Karei berkata seperti itu seraya menatap tajam padanya, seolah pertanyaan itu diberikan untuknya. Tapi tidak mungkin, kan? Dia bukan pengkhianat.

"Bang, lo--"

"Nggak sangka gue, Yon, lo bisa setega itu sama Stark."

Dikta tak melanjutkan perkataannya saat tiba-tiba Velo dan Angkasa datang dari sisi kirinya dan langsung menyela perkataan Dikta. Dikta menelan ludahnya, suasana di sini semakin mencekam. Sorot tajam anak-anak Stark kini terarah padanya, seolah memberi tahu kalau ia adalah musuh mereka.

Dikta kini turun dari motornya, berjalan pelan menghampiri anggota inti dengan wajah herannya. "Maksud kalian apa? Kenapa bisa gue jadi pengkhianat?" tanyanya.

Darma tiba-tiba menyunggingkan senyum miringnya, pemuda yang tengah bersedekap dada itu menyorot Dikta marah.

"Lo nggak bisa nyangkal apapun, Yon, semuanya udah terbukti. Lo terbukti seorang pengkhianat!" Louis ikut ambil suara. Sama seperti yang lainnya, pria bule itu juga menyorot Dikta marah.

"Bang, kalian tau itu dari siapa? Gue nggak mungkin khianatin Stark.  Kalian salah," sangkal Dikta seberusaha mungkin untuk terlihat menyakinkan. Pria itu kini berbalik, melihat Velo dan Angkasa, kemudian melanjutkan, "Vel, Sa, kalian tau gue, kan? Gue nggak mungkin berkhianat, kan? Lo berdua pasti percaya gue."

Angkasa menggeleng lemah, tatapannya tampak kecewa sekarang. "Semuanya udah jelas, Yon, lo bukan lagi bagian dari kami," ucapnya.

Dikta berdecak, perasannya mulai tak karuan sekarang. Dia tak mengerti kenapa bisa dirinya dicap pengkhianat? Di setiap pertarungan, dia selalu berusaha mati-matian untuk bisa membuat Stark menang, tapi, kenapa bisa jadi seperti ini?

Dikta kembali berbalik, menyorot para Inti yang masih belum juga melunak. "Gue ketusuk waktu itu, bukannya itu jelas buktiin kalau gue bagian dari kalian? Kalau gue bersekutu sama Avelon, anggota Avelon nggak mungkin berani nusuk gue. Bang, percaya sama gue, informasi yang kalian dapat itu salah," jelas Dikta.

Karei menaikan satu alisnya. "Salah? Lo mau bilang kalau Ages salah? Biar gue perjelas, di pertarungan kali ini, masing-masing pemimpin pasukan dikasih formasi dan strategi yang beda-beda. Tapi selain gue, Ages, sama Alan, kalian nggak sadar itu. Louis sama Kaisar dapat informasi strategi beda, Kaisar sama Darma juga beda, lo sama Louis beda, lo sama pemimpin pasukan lain juga beda. Ages siapin satu strategi buat satu pasukan, dan kenyataannya, yang diketahui Avelon adalah strategi yang Ages siapin buat pasukan lo. Artinya jelas, lo bocorin strategi kita ke Avelon. Lo pengkhianat Leon. Sampah yang nggak pantas ada di Stark!" jelas Karei panjang.

Dikta yang menyimak penjelasan itu semakin tak mengerti, dia bingung dengan perkataan yang keluar dari mulut Karei. Dia membocorkan strategi? Hey, kenal dengan satu anggota Avelon pun dia tidak. Dikta yakin, pasti ada kesalahan di sini. Dia tidak pernah berkhianat dan tidak pernah ada sedikitpun niat untuk melakukan hal rendahan seperti itu.

"Anggota, bisa aja, kan, anggota pasukan gue yang berkhianat? Mereka juga dikasih strategi yang sama kayak gue," papar Dikta.

Kaisar maju ke depan, mendekat ke arah Dikta dan memegang bahu pemuda itu. Sedetik kemudian, Kaisar mendorongnya ke bawah, membuat Dikta terduduk di jalanan.

Kaisar merunduk, wajahnya ia dekatkan ke arah wajah Dikta yang menengadah. "Anggota? Lo nggak ingat kalau anggota biasa hanya dapat perintah buat tarung di bawah instruksi pemimpin? Mereka nggak dapat bocoran strategi selengkap pemimpin, Leon. Percuma lo sangkal kayak gimanapun, karena lo udah jelas seorang pengkhianat!" ucapnya tajam.

Dikta merasa terfitnah, ada hal aneh menyakitkan yang terasa di dadanya, sesuatu yang sebelumnya belum pernah ia rasakan. Baru saja Dikta akan menyangkal, itu tak jadi dilakukan karena saat ia membuka mulut, Kaisar malah menjejalkan mulutnya dengan sepatu yang ia pakai.

"Lo nggak diijinin buat buka mulut!" desis Kaisar seraya mendorong kakinya yang ada di mulut Dikta, membuat Dikta terdorong dan menabrak motornya.

Kedua tangan Dikta memegang sepatu Kaisar, berusaha menyingkirkan benda kotor itu dari mulutnya. Meskipun yang masuk hanya ujungnya saja, tetap saja itu menjijikan, dan yang lebih penting, itu memalukan. Namun tetap saja, sekuat tenaga Dikta menyingkirkan kaki Kaisar, kekuatan Kaisar jelas lebih besar darinya. Kaisar kini tersenyum miring, dengan kasar dia menyingkirkan kakinya, membuat Dikta langsung meludah ke samping.

Tidak, Dikta belum lolos saat ini, dengan kedua tangannya, Kaisar meraih kerah Dikta, mengangkat pemuda itu hingga berdiri dan langsung melemparnya ke samping, ke arah gerombolan anggota Stark yang sudah menanti bagian.

"Matiin dia!"

----🛹🛹🛹----

Duarr-!!! Menurut kalian gimana, ya, nasib Dikta? Dia nggak mungkin menang kalau lawan anggota inti Strak. Huhuhu, kasihan anakku. Tapi nggak apa-apa, deh, sekali-kali Dikta itu harus dikasih pelajaran. Tapi, kenapa, ya, Dikta bisa dicap pengkhianat? Siapa orang kurang kerjaan yang udah manfaatin Dikta? Ayo sini main tebak-tebakan. Hwhwhwhwhw.
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan miskah-!

18.07.2021

----TBC----

Continue Reading

You'll Also Like

9.1K 1K 14
Masing-masing dari mereka hanya berharap untuk tidakー ーjangan berhenti mencintai.
141K 26.8K 46
Spin off Garuda *** Auristela Keisya, cewek tomboi yang nggak suka basa-basi. Iya, ya, iya. Nggak, ya, nggak. Uri panggilannya, semua olahraga ia la...
AGRIO By vivieyooo

Teen Fiction

1.1M 97.6K 59
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Agrio, keturunan ke empat Surendra yang memiliki sifat yang berbeda dengan Papi, Opa, maupun pendahulu Surendra sebelum...
5.9M 251K 57
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...