sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ
MAKASIH 1M READS!
SAYANG KALIAN BANYAK-BANYAK♡
ツ
Anya mendengus kesal. Kemana lagi anak sialan itu? Tidak mungkin Zahra kabur, kan?
Ditelepon juga tidak tersambung. Pak Paus sudah keliling sekolah mencari bahkan menanyakan beberapa guru, tetap saja tidak ditemukan.
Dia enggak mungkin kabur, batin Anya.
Anya tidak memberitahu hilangnya Zahra pada Nathan. Ia merasa Nathan tidak perlu tau hal seperti itu. Anya yakin kalau Nathan tau, pasti Nathan akan heboh dan tak lama kemudian akan ada banyak orang yang tau kondisi keluarga mereka sekarang.
Saat Nathan bertanya ke mana Zahra. Anya hanya menjawab kalau Zahra nginap di rumah temannya.
Apa aku ke sekolahnya saja? Tanya Anya dalam hati.
Anya menggeleng. Kalau sekolah tau akan hilangnya Zahra. Sudah pasti lambat laun kondisi ekonomi keluarga mereka sekarang juga akan terbongkar.
Anya tidak mau hal seperti itu terjadi. Lebih baik Anya diam saja. Anya akan berkata pada pihak sekolah kalau Zahra sedang ada urusan keluarga di luar negeri.
Iya. Aku tidak boleh membiarkan orang-orang tau, Zahra pasti akan kembali nantinya.
Anya menatap cerminan dirinya di cermin. Ia tersenyum miring.
Tidak apa. Jika Zahra kabur sementara. Zahra tetap tidak mungkin melaporkan tindakan-tindakan kekerasan yang selama ini Anya lakukan.
Zahra tau mana yang benar dan mana yang salah. Anya sendiri selalu Zahra anggap benar. Selalu.
Anya adalah malaikat penolong bagi Zahra. Anya tau itu. Zahra akan selalu menuruti Anya. Perilaku keras Anya bahkan Zahra anggap biasa-biasa saja.
Yang aku lakukan padanya tidak terlalu parah, bukan?
Aku adalah penolongnya.
Aku yang membawa dia pergi dari tempat gelap itu...
Anya yakin dirinya Zahra pandang baik. Lebih baik dari orang-orang yang dulu mengelilingi hidup Zahra.
"Anya, tenang... Zahra tidak mungkin kabur atau bahkan mengecewakanmu..." Anya bergumam pada pantulannya di cermin.
"Anya... Sekarang kamu hanya perlu fokus mencari pria lain. Nathan sudah tidak berguna, bukan?" tanya Anya pada pantulan dirinya sendiri.
"Dan lupakan soal Zahra. Pikirkan soal uang, Anya."
Anya sudah lelah bersusah-susah dengan Nathan. Kondisi ekonomi Nathan tidak terlihat akan membaik di waktu dekat.
Anya malas menunggu. Ia akan kembali seperti dulu, mencari pria kaya untuk ia kuras uangnya.
Inilah hidup Anya. Uang adalah segalanya baginya.
ツ
Seorang remaja berpakaian simpel berlari kesana-kemari. Mengejar kupu-kupu yang ada di halaman belakang rumah besar tersebut.
"Ara, ayo sarapan." Valetta memanggil remaja tersebut.
Ara membalikkan tubuhnya, tersenyum lebar dan berlari kencang ke arah Valetta.
"Kakak baik!" Ara memeluk Valetta, "Ara tadi lihat kupu-kupu!"
Valetta terkekeh. Setelah tidur yang cukup, Ara menjadi sangat semangat. Lompat sana, lompat sini, sudah mirip cacing kepanasan.
"Ara masih mau main sama kupu-kupunya, ya?" tanya Valetta seraya melepas pelukan Ara untuk menyamakan tinggi mereka.
Ara menggeleng. "Ara lapar, boleh makan?"
Dada Valetta selalu sesak setiap Ara menanyakan hal-hal kecil seperti ini. Bahkan untuk makan pun, Ara ragu walau sudah dikatakan tidak apa.
"Boleh, Ara mau makan sebanyak apa pun pasti boleh."
Ara kembali menggeleng. "Ara enggak mau makan banyak-banyak. Nanti kalau banyak-banyak, Kakak enggak kebagian."
Valetta mengusap puncak kepala Ara. "Kakak pasti kebagian, kalau habis, bisa masak lagi. Ara makan aja sepuasnya."
Ara menatap Valetta ragu-ragu. Valetta tersenyum dan membawa Ara ke meja makan, tempat di mana Vancia berada.
Ara duduk di sebelah Valetta. Dengan wajah penasaran dan terpukau, dirinya memperhatikan berbagai jenis makanan di meja.
Vancia dan Valetta bertukar pandang lalu tersenyum. Mereka bertiga melakukan sarapan dengan tenang diisi juga oleh gelak tawa.
Setelah makan. Mereka langsung bersiap-siap untuk pergi bertemu seseorang.
Seseorang yang dapat mengecek kondisi tubuh Ara, juga kesehatan mental Ara agar Vancia dan Valetta lebih paham harus bersikap seperti apa di depan Ara.
Tidak mungkin Valetta membawa Ara ke sekolah untuk belajar. Pasti akan ada banyak orang mempertanyakan perubahan sosok Zahra, apalagi dari gaya berpakaian. Ara juga tidak mau mengenakan seragam Zahra karena tidak nyaman.
Sebenarnya tindakan Valetta dan Vancia sekarang tidak tergolong benar. Mereka berdua seakan menyembunyikan anak orang, seperti menculik.
Padahal, bisa saja Vancia ke sekolah. Melaporkan tubuh Ara yang penuh luka, mewanti-wanti adanya kekerasan yang dilakukan oleh orangtua Ara. Tapi kondisinya sekarang Ara bahkan tidak tau jelas siapa yang memukulnya, ia hanya bilang Paman. Zahra yang tau, tapi Vancia dan Valetta tidak tau harus melakukan apa agar Zahra muncul.
"Ara beneran enggak tau orangtua Zahra ya?"
Ara menggeleng. "Ara enggak tau siapa."
Vancia dan Valetta menghela napas panjang. Sudahlah, mereka akan membawa Ara bertemu dengan seseorang yang mungkin dapat membantu mereka.
Vancia menelepon seseorang itu, berbicara cepat lalu membawa dua gadis remaja itu ke rumah sakit.
"Kita mau ke mana?" tanya Ara.
"Kita mau ke rumah sakit dulu, mau sembuhin badan Ara," jawab Vancia.
Mendengar kata rumah sakit, Ara tiba-tiba merasa pusing. Kepalanya seperti dihantam sesuatu.
"Ara?" Valetta menyadari gerak-gerik Ara.
"S-sakit..." rintih Ara memegang kepalanya.
Valetta menjadi panik, ia mengelus kepala Ara, berharap tindakan kecilnya itu dapat meredakan rasa sakit yang tiba-tiba dialami oleh Ara.
Vancia pun juga ikutan panik. Ia menginjak gas, mengendarai mobil lebih cepat.
"Cepat, Ma."
Ara kini tak hanya memegang kepalanya. Ia menjabak kuat rambutnya sendiri.
"Ara, jangan dijambak rambutnya, nanti tambah sakit, Ra." Valetta berusaha melepas tangan Ara.
"J-jangan..."
"Ha?"
"Jangan k-ke rumah sakitt..."
Valetta mengernyitkan dahinya. Suara Ara sangat kecil, seperti nyamuk lewat.
"Jangan ke r-rumah sakit... M-mama nanti mar—"
Ara hilang kesadaran.
"Ara? Ara!" Valetta menepuk-nepuk pipi Ara pelan.
Wajah Ara sekarang terlihat pucat dan dipenuhi keringat dingin. Kondisinya sekarang membuat Valetta dan Vancia sama-sama panik.
Ara ini anak orang! Sekarang terlihat sekarat di mobil mereka. Bisa-bisa mereka masuk penjara jika sampai hal-hal tak diinginkan terjadi.
"Itu Ara kenapa, Val!" pekik Vancia.
"Valetta enggak tau, Ma!"
"Ara anak orang, Val! Gimana ini!?"
"Udah Mama fokus ngendarain mobil aja! Nanti kalau kecelakaan, kita bertiga yang kenapa-kenapa, bukan Ara doang!!!"
"I-iya juga! Tapi Mama enggak bisa enggak panik ini!"
"ASTAGA MOTORNYA! HAMPIR AJA NYEREMPET MAMA!" pekik Vancia tiba-tiba.
"MAMA YANG NYEREMPET, MA!" seru Valetta yang kini tengah memposisikan Ara agar bersandar di bahunya.
"EH? IYA ITU MAKSUD MAMA!"
ツ
"I'm the bad.... Guy~"
"ADUH!" Bos Pocong terpeleset.
Dung tak dung tak dung tak tak
Tidak ada yang peduli dengan nasib Bos Pocong. Semua fokus pada Neng Kunti dan Mbah Genderuwo.
Neng Kunti melompat-lompat tidak jelas di samping Mbah Genderuwo bagaikan sedang berpesta di diskotik.
Kelas XI IPA 3 hari ini bagaikan diskotik. Axel nyerah. Seharusnya ia tak usah ke sekolah.
Sejak terbiasa hidup dengan kehadiran Valetta. Axel jadi tidak bisa bertahan berjam-jam tanpa Valetta.
Bos Pocong mendengus kesal, melompat pergi meninggalkan kelas. Ia sakit hati melihat Neng Kunti tertawa cekikikan di samping Mbah Genderuwo.
Bos Pocong tak rela Neng Kunti bahagia. Ia kira Neng Kunti tidak akan bisa menjalani konser dan berbahagia tanpa Bos Pocong. Bos Pocong salah besar.
Jika Bos Pocong bisa dengan mudahnya selingkuh. Neng Kunti juga tentu dapat mencari pengganti. Kebetulan, Mbah Genderuwo yang sebelumnya menjadi penghulu di pernikahan Neng Kunti dan Bos Pocong ternyata sudah sejak lama menyimpan perasaan pada Neng Kunti.
Mengetahui perasaan Mbah Genderuwo yang sebenarnya. Neng Kunti langsung gas pol, menjadi pihak yang menembak Mbah Genderuwo duluan.
Pernikahan? Mereka berdua sedang mempersiapkan undangan dan sesajen.
"G-gue gak nyangka lo itu sejahat ini!" seru Bos Pocong melompat pergi.
Neng Kunti berhenti bernyanyi. Mengernyitkan dahinya, "Dia gila? Bukannya dia yang selingkuh duluan? Pocong gak waras."
"Ayo, Sayang. Mainkan lagi gendangnya, sekarang aku pengen nyanyi lagu narkoba."
Mbah Genderuwo mengangguk dan kembali memukul gendangnya.
Dung tak dung dung dung tak
"Linting daun..."
"LABAT SANGAT!" para hantu lain ikut bernyanyi karena kali ini mereka kenal lagunya.
"Lambat laun..."
"GOYANG GOYANG!"
"Bibir manyon buat ati..."
"MAKIN BIMBANG~"
"Tawa canda... Mati rasa..."
"NGOMONG SENDIRIAN!"
Capek. Gue capek.
Axel beranjak dari duduknya. "Pak, saya izin pulang, sakit."
"Eh?" Pak Yohan kebingungan. Belum sempat menjawab apa-apa, Axel sudah buruan kabur dari kelas.
Satu kelas memperhatikan kepergian Axel. Mereka semua menahan senyum.
"Kangen itu mah," ujar salah satu murid.
"Iya, sekalinya bucin, enggak tertolong lagi. Ditinggalin beberapa jam aja udah nyari."
Pak Yohan menghela napas panjang. "Udah jangan ngomongin soal Axel, ayo fokus ke papan tulis!"
"Bapak nih.... Gimana kabarnya? Kemarin saya lihat Bapak sama Bu Laras di mall, kencan, ya, Pak?"
Pak Yohan terdiam. "I-itu salah lihat!"
Satu kelas tertawa cekikikan. "Enggak usah bohong, Pak. Kelas kami tidak bisa dibohongi."
"..." Kapan kontrak saya selesai?
Sedangkan Axel sudah melangkah cepat. Ia ingin sesegera mungkin menemui Valetta.
Di tengah jalan, ia mendengar tangisan dan teriakan seorang lelaki. Lelaki itu dibalut kain putih, sedang galau.
"HUWO WOOOA HOO!"
"Tuhan ku cinta dia!"
"Kuingin bersamanya, ku ingin habiskan..."
"Napas ini—"
Bos Pocong terdiam. Mengerjapkan matanya berulang-ulang kali. Menyadari adanya sesuatu yang janggal dari lirik lagu yang ia nyanyikan.
"Napas? Gue sama dia udah gak bernapas lagi..."
Selama beberapa detik Bos Pocong terdiam melamun lalu tiba-tiba berteriak. Melompat-lompat tidak jelas di tempat.
"AISH!"
Jika saja kakinya tidak terikat. Sudah pasti Bos Pocong menendang galau pot bunga di sampingnya.
"Neng Kunti, Neng Kunti... Kok gue yang gamon?"
Axel terkadang terpikir. Kenapa hantu di sekolahnya ini tidak normal? Tapi daripada memikirkan ketidak normalan sifat mereka. Axel lebih mending kabur.
Valetta di rumah dia, ya?
Axel menggeleng. Kayaknya enggak mungkin Valetta di rumah. Soalnya kata Valetta, dia mau bawa Ara pergi ketemu seseorang.
Apa gue telepon aja?
Axel membuka handphonenya. Mencari kontak Valetta.
My Lady ♡
Melihat nama kontaknya saja sudah membuat Axel tersenyum kecil.
Kangen.
ツ
ᴠᴏᴛᴇ • ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ • ғᴏʟʟᴏᴡ
Terima kasih sudah membaca 💖 triple up gak ya? Ceritanya, spesial 1m gitu :"
Dan, sehabis ini kalian akan benar-benar tidak melihat neng kun dkk lagi. (seingat author begitu)
Udah deh itu aja.
Silahkan komen mau kalian apa👉
Triple up?
Kalau mau triple up, silahkan spam komen, author kasih waktu sampai jam sembilan malam 💕
Target next chapter:
5k comment
🔘🔘🔘
See you on next chapter ♡
Salam sayang,
Manusia Darat.
ᴘᴜʙʟɪsʜᴇᴅ ᴏɴ
26.07.2021