Indigo Tapi Penakut | END

By nnnylegna

5.9M 1M 297K

"Gue jadi ekor lo, boleh?" - Axelleon Kastileo. *** Axel itu seor... More

ツ|Axelleon Kastileo
ツ|Valetta Lizhunt
ツ|Chapter 1
ツ|Chapter 2
ツ|Chapter 3
ツ|Chapter 4
ツ|Chapter 5
ツ|Chapter 6
ツ|Chapter 7
ツ|Chapter 8
ツ|Chapter 9
ツ|Chapter 10
ツ|Chapter 11
ツ|Chapter 12
ツ|Chapter 13
ツ|Chapter 14
ツ|Chapter 15
ツ|Chapter 16
ツ|Chapter 17
ツ|Chapter 18
ツ|Chapter 19
ツ|Chapter 20
ツ|Chapter 21
ツ|Chapter 22
ツ|Chapter 23
ツ|Chapter 24
ツ|Chapter 25
ツ|Chapter 26
ツ|Chapter 27
ツ|Chapter 28
ツ|Chapter 29
ツ|Chapter 30
ツ|Chapter 31
ツ|Chapter 32
ツ|Chapter 33
ツ|Chapter 34
ツ|Chapter 35
ツ|Chapter 36
ツ|Chapter 37
ツ|Chapter 39
ツ|Chapter 40
ツ|Chapter 41
ツ|Chapter 42
ツ|Chapter 43
ツ|Chapter 44
ツ|Chapter 45
ツ|Chapter 46
ツ|Chapter 47
ツ|Chapter 48
ツ|Chapter 49
:(|Chapter 50
:(|Chapter 51
ツ|Epilog
ツ|Extra 1
ツ|Extra 2
SEGERA TERBIT
VOTE COVER + GIVEAWAY

ツ|Chapter 38

76.3K 16.4K 6.3K
By nnnylegna

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

Mari absen di sini:
Jam berapa baca?

Axel, Valetta dan Zahra.

Tiga manusia itu berdiri melingkar di parkiran. Saling menghadap satu sama lain.

Axel memperhatikan Valetta. Zahra memperhatian Axel. Sedangkan Valetta memperhatikan Zahra.

Kenapa Valetta lihatin Zahra terus sih? Gerutu Axel dalam hati.

Lihat ke gue Ax! Pekik Zahra dalam hati.

Pengen gue suruh angkat bajunya sikit biar gue bisa lihat lukanya, aish... Gini malah buat gue penasaran! Seru Valetta dalam hati.

"Val—"

"Kak—"

"Zah—"

Secara bersamaan mereka bertiga bersuara. Sontak Axel menatap Zahra tajam, Zahra menatap Valetta tajam dan Valetta menatap Axel tajam.

Serentak juga mereka menghela napas panjang. Entah sampai kapan kekompakan ini akan berlangsung.

"Valetta du—"

"Kak Ax—"

"Zahra a—"

Dan semuanya diam dengan kepala tertunduk.

"Axel, lo sana dulu, gue mau ngomong sama Zahra." Valetta berbicara cepat karena tidak mau ada yang menyelip lagi.

Axel mengernyitkan dahinya. "Gak mau."

"Nanti gue kasih satu permintaan kalau lo nurut sekarang," ujar Valetta dan langsung diiyakan oleh Axel.

Axel melangkah pergi, pelan-pelan. Zahra ingin sekali kabur, tapi tangannya ditahan oleh Valetta.

"Gue mau ngomong sama lo."

"Tapi gue gak mau!"

"Lo sepupu Nikol, kan?"

"Memang kenapa? Lepasin, ih!" Zahra memberontak tapi tak mempan.

"Lo suka sama Axel?"

Zahra mengangguk kuat. "Lepasin! Sakit tau!"

Zahra berbohong. Genggaman Valetta tidaklah terlalu kuat. Walaupun sulit dilepas, setidaknya tidak semenyakitkan saat Anya yang menggenggam.

"Jawab pertanyaan gue, lo suka sama Axel?" tanya Valetta lagi seraya melonggarkan genggamannya dan tetap memastikan Zahra tidak dapat kabur darinya.

"Iya gue suka sama Axel! Masalah!?"

Valetta berusaha untuk tidak hilang kendali. Tentu masalah untuknya jika Zahra suka dengan Axel lalu terus mengganggu hubungan Valetta dan Axel.

"Lo tau, kan, kalau gue itu pacar Axel?"

Zahra terdiam sejenak. Ternyata informasi yang dikatakan oleh pengikut-pengikutnya itu benar, bukan hanya sekedar rumor.

"T-terus kenapa? Gue gak bakal nyerah walaupun dia udah ada pacar!" seru Zahra.

Valetta memperhatikan sekitarnya. Setelah itu ia menarik Zahra menuju toilet yang paling jarang didatangi murid-murid karena memang lokasi toilet tersebut dikelilingi oleh banyak pepohonan dan lumayan gelap. Jadi, tidak jarang rumor-rumor berbau mistis mengenai lokasi tersebut beredar.

Valetta mengunci pintu toilet. Berjaga-jaga agar tidak ada yang tiba-tiba nyelonong masuk.

"Angkat baju lo."

Zahra membelalakkan matanya kaget. Apa tak salah dengar?

"L-LO! LO LESBI, YA!?" pekik Zahra.

Valetta terdiam. Kenapa dirinya dituduh lesbi?

"Lo nuduh?" tanya Valetta tersinggung.

"TERUS LO NAPA NYURUH GUE ANGKAT BAJU!?" Zahra menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Valetta menatap Zahra malas. Kenapa pikiran Zahra negatif sekali?

"Gue udah punya pacar. Enggak perlu ngelirik orang lain. Apalagi cewek. Gue lurus pakai banget." Valetta berujar pelan-pelan dengan jelas.

"Angkat baju lo, gue mau lihat sesuatu," ujar Valetta lagi sembari melirik ke arah seragam Zahra.

Apa salah jika Zahra khawatir dan curiga Valetta berniat buruk? Tentu tidak, sangat wajar jika Zahra curiga.

Zahra tau kalau Valetta tidak mungkin berniat baik padanya. Kan, Zahra berniat merebut Axel.

"L-lo boleh gak suka sama g-gue, tapi e-enggak gi—"

Belum selesai berbicara. Valetta sudah duluan mengangkat sedikit seragam Zahra. Mengangkat sedikit saja, yang penting bisa melihat jelas lebam-lebam yang memenuhi pinggang Zahra. Memastikan kalau tadi pagi dirinya tidak salah lihat.

Zahra tiba-tiba berkeringat dingin, wajahnya pucat dan kakinya terasa lemas.

Sontak, Valetta menopang Zahra karena hampir terjatuh. Alhasil, kini posisinya terlihat... Ambigu?

"Zahra?"

Selama beberapa detik Zahra tidak bersuara.

Valetta dibuat panik, ia mengira Zahra pingsan. Namun, pemikirannya itu dipatahkan oleh suara yang keluar dari mulut Zahra.

"J-jangan sentuh... Hiks..." Zahra mulai menangis.

"Eh?" Valetta secara perlahan membantu Zahra duduk.

Zahra bersembunyi dibalik kedua tangannya. "Ara takut... Hiks... Ara e-enggak mau disentuh..."

Valetta kebingungan. Tidak mengira Zahra akan bereaksi seperti ini. "G-gue gak bermaksud, maaf..."

Zahra sama sekali tidak tenang. Dirinya malah semakin menangis seperti anak-anak.

Valetta panik, ia melihat sekitarnya. Lalu teringat akan permen yang ada di saku bajunya. Permen pemberian Shavira tadi siang.

Karena tingkah laku Zahra sekarang seperti anak-anak. Valetta secara otomatis bertindak seperti membujuk anak kecil.

"Ini permen, jadi berhenti nangis, ya? Gue gak bakal apa-apain lo, tadi cuman mau mastiin sesuatu. Sekarang jangan nangis lagi, oke?"

Tangisan Zahra mereda. Dirinya ragu-ragu melirik Valetta. "K-kakak enggak m-mau jahat sama A-ara, kan?"

Kakak? Tumben Zahra manggil gue kakak, kayak bukan Zahra, batin Valetta.

"Iya, gue gak jahat. Nih, permennya, mau?"

Zahra memperhatikan permen di tangan Valetta. "Untuk Ara?"

Valetta mengangguk.

Zahra mengangkat sebelah tangannya. Valetta pun meletakkan permen tersebut ke tangan Zahra. "Udah, jangan nangis lagi, ya."

"Makasih..."

Raut wajah Zahra membaik. Dirinya tak lagi menangis, tapi matanya sembab. Dengan semangat Zahra memakan permen tersebut, seperti anak kecil yang baru pertama kali memakan permen.

Selama beberapa menit mereka berada di toilet, ditemani kesunyian hingga akhirnya Valetta memutuskan untuk langsung bertanya pada Zahra soal luka-luka yang ada. Mumpung Zahra terlihat sangat anteng sekarang.

"Gue boleh tanya sesuatu?"

Zahra mendongakkan wajahnya dan tersenyum lebar. Sangat lebar bahkan Valetta akui menggemaskan jika saja riasan wajahnya tidak menor dan berantakan.

"Boleh! Kakak baik mau nanya apa?"

"Hmmm... Kenapa badan lo luka?"

"Badan Ara?" Zahra melirik bajunya.

"Ohhh... Ara dipukul sama orang jahat, hehehehe..."

Valetta mengernyitkan dahinya, "Siapa?"

Zahra mengangkat kedua bahunya tidak tau. "Ara enggak tau, biasanya mata Ara ditutup sama kain hitam, habistu tiba-tiba dipukul sama diraba-raba gitu?"

"D-diraba?"

"Heuh!" Zahra mengangguk antusias.

"Tadi Ara kira Kakak mau raba Ara, makanya Ara nangis! Tapi karena ternyata enggak, Ara enggak nangis lagi, deh!" jelas Zahra.

Wajah Valetta kaku. Ia mengerti maksud Zahra. "Bukan Mama lo yang mukul?"

"Mama? Emangnya Ara punya Mama?" Zahra memiringkan kepalanya sedikit.

"Hah?"

"Zahra, jangan bercanda, gue serius loh."

Zahra mengerutkan dahinya dan memanyunkan bibirnya.

"Ara serius loh. Ara enggak tau kalau Ara punya Mama..."

"Sama, Zahra siapa yang kakak sebut-sebut?"

Deg

Valetta terdiam kaku. Apa Zahra hilang ingatan?

"L-lo Zahra, lo lupa?" Valetta tersenyum canggung.

"Ara itu Ara! Bukan Zahra! Ara! A-R-A, Ara!" seru Zahra.

"Jangan bercanda, lo bukan anak kecil tau gak?"

Zahra mengembungkan pipinya.

"Ara umurnya baru tujuh tau gak? Tujuh! Masih anak kecil!"

"..." mati, anak orang gue buat gini!

Axel dan Valetta menatap remaja berwajah polos yang tengah sibuk memakan eskrim rasa stroberi.

"Val, dia kenapa?"

"G-gue gak tau..."

Axel memperhatikan Zahra di depannya yang sangat amat berbeda dari biasanya. Axel merasa aneh. Jadi takut.

Tadi dirinya menunggu di motor dengan hati tidak tenang karena banyaknya penghuni sekolah berlalu-lalang.

Dan dirinya lebih lagi dibuat tidak tenang saat Valetta datang menghampirinya dengan wajah khawatir serta tangan yang menggenggam erat tangan Zahra.

"Kakak! Habis ini kita makan itu boleh, ya?" Zahra menunjuk ke arah gerobak makanan di seberang.

"I-iya," jawab Valetta.

Axel mendekat ke arah Valetta, "Val, kok dia jadi kayak anak kecil?"

"Gue juga gak tau, ih!" Valetta panik.

Setelah Zahra menghabiskan eskrimnya, mereka bertiga pergi membeli cilok untuk Zahra.

"Sekarang kita harus gimana?" tanya Axel.

Axel dan Valetta saling tatap untuk beberapa saat. Setelahnya, Valetta menghembuskan napasnya pelan.

"Zahra, eh. Ralat, Ara." Valetta menepuk mulutnya sendiri.

"Ara tinggal di mana? Biar Kakak antarin pulang," ucap Valetta ramah.

"Ara? Ara enggak tau. Tapi Ara ingatnya tidur di kotak cokelat gitu... Kalau enggak salah namanya kardus? Iya, kardus!"

Valetta dan Axel bersamaan menghela napas panjang. Ingin kasihan tapi juga pusing karena tidak tau mau mengirim Zahra ke mana. Atau sekarang sebut saja, Ara.

Tadi Axel mengusulkan untuk menelepon kontak di handphone Ara. Tapi ternyata Ara tidak membawa handphone. Sebut saja, Ara lupa meletakkan handphone tersebut di mana.

Kenapa tidak tanyakan info pribadi Zahra pada guru di sekolah saja? Sekarang Valetta dan Axel panik. Mereka tidak ingin melibatkan hal ini dengan pihak sekolah.

"Udah deh, gue bawa dia pulang ke rumah gue dulu." Valetta mau bertanggung jawab.

"Yakin? Kalau besoknya dia gila lagi gimana?" tanya Axel khawatir pada nasib pacarnya.

Memang sekarang Ara anteng, ramah senyum, terlihat seperti anak baik-baik. Tapi belum tentu besok pagi dirinya masih seperti ini.

"Gue yakin. Lagipula gue ngerasa dia kayak gini gara-gara gue, lo gak usah khawatir."

"Oke... Kalau ada apa-apa bilang aja ke gue, gue bakal langsung bantu lo." Axel menyahut.

"Kakak baik lagi ngomong apa?" Ara lengket di samping Valetta. Terlihat enggan dekat dengan Axel.

"Enggak ada, Ara ada mau apa lagi, gak?"

Ara menggeleng. "Enggak ada, Ara udah kenyang! Ayo sekarang kita pergi ninggalin Om bayi ini!"

Yap. Axel dipanggil Om bayi. Saat pertama kali dipanggil seperti itu, Axel rasanya ingin menggampar mulut Ara. Bisa-bisanya pria tampan seperti dirinya dipanggil Om oleh adik kelas yang hanya beda satu tahun! Ada kata bayinya pula.

Kata Ara, sih. Semua laki-laki itu Om. Jadi, meskipun Axel sudah menyuruh Ara memanggilnya Kakak saja, Ara tetap memanggilnya Om tapi ditambah bayi. Bahkan menatap Axel sengit seakan beberapa jam yang lalu Ara tidak pernah mengejar-ngejar Axel.

"Sinting," gerutu Axel buang muka. Bisa emosi jika menatap wajah Ara terus menerus.

Valetta terkekeh. "Ya udah, ayo sekarang balik, gue antar lo dulu."

"Om bayi perlu diantar?" tanya Ara.

"Iya, kenapa?" tanya Axel sewot.

"Kayak bayi, ckckckck," cibir Ara sombong, masih bergelayut manja di tangan Valetta.

Tahan, Ax. Jangan digampar, ini anak orang! Axel berusaha menenangkan dirinya. Sungguh sulit.

"Ayo, ayo, udah mau jam enam ini," lerai Valetta sebelum perdebatan lebih besar muncul.

Mereka bertiga pun pergi menuju motor masing-masing. Axel ke motornya. Sedangkan Valetta berjalan ke motornya, diikuti Ara.

"Ara ayo naik ke belakang, ini jaketnya." Valetta menuntun Ara dengan pelan. Memastikan Ara aman untuk dibonceng.

Setelah keduanya naik. Valetta kembali mengingatkan. "Ara, peluk gue, nanti lo jatuh."

Jangan sampai Ara nanti terjungkal saat Valetta menancap gas. Sudah cukup Valetta membuat seorang Zahra berubah menjadi Ara. Valetta tidak ingin menambah luka di tubuh Ara. Bisa tambah panik jika itu terjadi.

Ara mengikuti segala langkah dengan tekun. Tangannya ia letakkan di pinggang Valetta. Memeluk Valetta erat.

Tingkah kedua perempuan itu tidak luput dari mata Axel.

Axel menggerutu di dalam hati. Jika Zahra mengejarnya dan benar-benar lengket dengannya. Sekarang Ara malah lengket dengan Valetta.

Masih mending Axel menjauhi Zahra. Tapi kenapa Valetta malah menerima Ara lapang dada? Axel cemburu.

"Axel, ayo, jangan bengong, nanti gue tinggal," ujar Valetta mengingatkan Axel.

"Iya, Om bayi jangan bengong. Nanti Kakak baik tinggal baru tau! Kalau nangis, Ara enggak mau bagiin permen tau gak?"

"..." Ara ngeselin paket komplit, gue sleding baru tau rasa ni anak!

ᴠᴏᴛᴇᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛғᴏʟʟᴏᴡ

Hanya sedikit yang berhasil nebak identitas Ara, ya (*´∇`*)  dan yang nebak tepat sasaran itu di TikTok.

Terimakasih sudah membaca, menyemangati, ngevote, komen, dan lain-lainnya. Author sangat lope lope kalian 💓💕💖💗💘💝💞💟.

Bakal up lagi setelah target di bawah ini tercapai:
3k votes + 4k comments

Spam next di sini 👉

Pesan/pertanyaan untuk author 👉

Pesan untuk Axel 👉

Pesan untuk Valetta 👉

Pesan untuk Zahra/Ara 👉

Pesan untuk yang lainnya 👉

🔘🔘🔘

See you on next chapter ♡

Salam sayang,
Manusia Darat.

ᴘᴜʙʟɪsʜᴇᴅ ᴏɴ
25.07.2021

Continue Reading

You'll Also Like

407K 5.7K 22
Cerita ini berkisahkan tentang Rainna Putri seorang gadis cantik dengan rambut ikal dan hidungnya yang mancung. Seperti namanya Rainna atau Rain yang...
10.1M 483K 18
Dulu di bully sekarang berubah jadi bidadari. Yak iyalah bgst karena cantik itu butuh proses dan waktu, makanya jangan ninggalin yang baik demi sesua...
1.4M 104K 46
Aku hanya seorang mentari yang kehilangan sinarnya, aku hanya ingin diperhatikan dan diperdulikan sekali saja, tapi mengapa takdir seolah memusuhiku...
Alone By holis.

Teen Fiction

218K 5.5K 42
Kesendirianku adalah ketika merindukanmu berharap hadirnya sosok hidupmu disampingku saat ini.