NAYANIKA ZARA✅

Von Annadzofah

21.3K 2.8K 403

[END- TELAH DI SERIESKAN] "Mata yang indah. Mata yang melihat semua ciptaan Allah adalah sebuah keindahan." B... Mehr

SALAM PENULIS
PROLOG
(1) Namaku Zara
(2) Akhir kelas 3
(3) Hilang
(4) Keputusan
(5) Acara Pesantren
(6) Question and Answer
(7) Siapa aku?
(8) Menikmati Hidup
(9) Permintaan Kiai
(10) Detak Pertama
(11) Bibit Awal
(12) Serpihan Zara
(13) Rasa Yang Sulit Dicegah
(15) Tenang Seperti Senja
(16) Dia Zara
(17) Pemeran Utama
(18) Di Mulai
(19) Dilema
SPOILER SERI
SPECIAL CHAPTER

(14) Teman Lama

367 109 4
Von Annadzofah

Hari yang tidak pernah kutunggu sekaligus hari yang paling ku khawatirkan tiba.

Hari perlombaan Duta Bahasa.

Saat ini aku dan Nida sedang berada di ndalem— di Ruang rias Ummik lebih tepatnya. Jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi, kami sedang bersiap-siap, merapikan diri.

Sejak menuju ke ndalem setengah jam lalu, aku tak hentinya merasa haru. Ummik sangat baik. Beliau memberi dan memilihkan kami berdua pakaian yang bagus untuk acara lomba hari ini. Kami sudah seperti putri kandung beliau sendiri.

Aku dan Nida memakai gamis dan jilbab seragam. Hanya berbeda warna. Milikku berwarna biru sedangkan Nida memakai warna soft pink, terlihat sangat cocok dengan wajah kalemnya.

"Sangat cantik, Ning!" Ucapku pelan. Berusaha sebaik mungkin tetap berprilaku sopan karena ummik sedang bersama kami saat ini. Nida sedang bercermin. Sudut bibirnya melengkung manis sambil mengangguk kepadaku.

"MasyaAllah, anak-anak gadisku Ayu tenan! Wes koyo kembang desa. Semoga lombanya lancar tur barokah ya nduk.." Ummik ikut tersenyum sumringah melihat kami selesai bersiap. Beliau terlihat sangat senang kami memakai gamis zaman muda beliau dulu.

"Matur nuwun sanget, Ummik." Jawab kami balas tersenyum sambil menunduk ta'dzim.

Aku meraih tas punggung yang berukuran kecil, terisi alat tulis, buku catatan dan beberapa Kitab kuning. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, kami keluar dari ndalem dan bersama-sama segera menuju halaman pondok. Ummik matur jika Abah sudah menunggu kami disana.

Saat sudah sampai halaman, aku terperanjat.

Lihatlah!

Seluruh santri ikut menyaksikan keberangkatan kami hari ini. Mataku terbelalak sambil menyapu pandangan menuju keramaian santri di sekeliling halaman dan serambi masjid. Santri putra maupun putri terlihat dari berbagai tempat. Semua meta memerhatikan langkah kami yang saat ini berjalan dibelakang Ummik, menuju mobil putih di tengah halaman. Disana sudah terparkir mobil Pajero milik Pesantren ini. Biasanya digunakan untuk acara-acara penting atau untuk mengantar santri yang sedang sakit untuk berobat.

Setelah memerhatikan sekeliling, mataku beralih tertuju pada Abah Amar yang kini tengah berdiri di samping mobil, senyum hangat beliau terlihat ketika kami datang.

Saat sudah berjarak tak jauh dengan Abah, aku juga menyadari dua orang pembimbing kami yang turut menunggu dibelakang Abah— Kang Rasyiq dan Kang Wisnu. Kali ini mereka memakai pakaian formal— kemeja putih yang dilapisi dengan jas berwarna hitam. Terlihat ber-damage dari ukuran fashion santriputra yang biasanya hanya memakai outfit sarung dan kaos oblong.

"Piye bah? Anak gadisku ayu, to?"

"Iya ternyata. Dan Ummik jadi terlihat awet muda." Abah tersenyum hangat, sedangkan Ummik sukses tertawa sebab gurauan Abah yang tersirat makna roman yang tak biasanya beliau tunjukkan. Semua santri yang melihat romantisme singkat itu ikut tersenyum lebar. Baper untuk kesekian kali.

Aku dan Ning Nida yang pastinya mendengar jelas, refleks ikut tersenyum sambil menundukkan kepala. Kami sudah biasa melihat itu namun tetap saja itu hal yang menghangatkan hati siapapun untuk pasangan yang sudah sepuh seperti Abah dan Ummik. Suasana pagi ini begitu menenangkan. Membuat gugupku sedikit berkurang.

"Nduk Nida dan Zara, jangan lupa tata niat.. Jangan putus Sholawat Nabi!" Abah mengingatkan lagi sebelum kami menuju pintu mobil. Kami balas pesan itu dengan mengangguk bersamaan.

Sebelum aku sempurna naik mobil, kilat mataku menemukan sosok Aini yang sedang melambaikan tangan dari teras Aula Putri. Di sekitarnya pula terdapat banyak teman-teman kamarku yang juga ikut berseru-seru menyemangati. Tanganku terangkat, ikut melambaikan tangan kikuk.

Bukan karena terharu dengan sikap 'Heboh' mereka, tapi karena aku tahu sebenarnya mereka bukan berseru-seru untukku. Tapi untuk Kang Rasyiq. Ya, perfect Man itu. Dia jadi perhatian utama sejak awal. Semua santri, terutama santri putri, memperhatikan gerak geriknya saat ini. Dan aku paham erlingan mata Aini barusan untuk idola tercintanya itu.

Kang Wisnu dan Kang Rasyiq sudah duduk di bangku depan mobil. Wah, ternyata dia yang mengemudi, membuat santri putri semakin ramai berseru untuknya.

Wajah paripurna, Ustadz bertalenta, jago mengemudi mobil— Santri mana yang tidak histeris?

Detik berikutnya dahiku mengerut ketika melihat Kang Rasyiq dan Kang Wisnu mengeluarkan kacamata hitam dari saku jas. Bergaya ala ala, dengan penuh kepercayaan diri mereka memakainya dibawah tatapan para santri. Membuat suasana halaman semakin ramai hingga kulihat ada yang sampai menggigit jari. Nida disampingku tertawa renyah. Aku hanya menepuk dahi sambil melongo.

Kenapa mereka berdua itu!? Tebar pesona?

"Untuk putra-putra Abah, yang sudah diberi amanah ini, Titip dua gadis Abah ya. Di arahkan, di doakan, jangan lupa di beri semangat." Abah Amar berpesan sekali lagi didekat kaca jendela mobil yang terbuka. Kedua makhluk yang Abah sebut 'Putra-putranya' itu membalas beliau dengan anggukan ta'dzim.

"Oh ya, satu lagi. Jangan sampai ada yang nggondol mereka, Le.." Abah tertawa sambil menepuk nepuk pintu mobil. Mempersilahkan kami berangkat.

Aku dan Nida tertawa lagi mendengar humor Abah barusan.

Kuharap itu.. tidak dianggap serius.

***

"Sedikit informasi dari Kang Rasyiq.."

Sebuah suara tak asing menyadarkan diamku.

"Ada perubahan mendadak untuk lomba Duta Arab. Materinya akan diambil dari Kitab Alfiyah Ibnu Malik."

Kepalaku mendongak, Melihat ke sumber suara.

Eh?

Apa katanya tadi?

"Jadi persiapkan dirimu, Zara. Meskipun ini pasti sedikit menyulitkan karena diubah amat mendadak oleh panitia."

Aku melongo.

"Dan kebetulan ada masalah lain, saat ini mobil Abah sedang bermasalah, harus segera diurus. Ngapunten tidak bisa mendampingimu tepat waktu." Aku mengerjapkan mata berkali-kali, Mencerna kalimat Kang Wisnu yang barusan kudengar. Kini dia beranjak pergi begitu saja setelah mengatakan..

Apaa!!??

Kami berempat sudah sampai di lokasi lomba satu jam lalu. Sambil menunggu, Kang Rasyiq meminta kami menunaikan salat Dhuha terlebih dahulu. Setelahnya kami boleh belajar secara mandiri sambil menunggu jam masuk ruang lomba. Saat ini aku sedang di teras memakai sepatu seusai salat, sambil menunggu Nida yang masih didalam Masjid.

Lima belas menit lagi lomba Duta akan di mulai. Dan apa katanya tadi? Perubahan materi?

Ya-Rabb.. Kegilaan apa lagi ini?

Materi berubah di saat seperti ini?!

Tubuhku mulai menggigil. Wajahku pias karena perasaan gugup melanda dengan sangat menyebalkan. Kuraih tas cepat dan mengambil Kitab yang tadi disebutkan Kang Wisnu.

Kenapa ini? Apa memang sudah biasa pergantian materi di perlombaan Provinsi seperti ini? Sejak awal tidak ada yang menyebutkan jika Duta Arab membahas kitab kelas tinggi itu. Nida juga tidak menyebutnya. Dia berkata jika biasanya hanya materi seputar Akhlak Tasawuf, Fiqh dan Tauhid.

Alfiyah Ibnu Malik? Nahwu- Shorof?

Meskipun aku bisa mempelajarinya cepat, tetap saja tidak mungkin aku bisa mengingat seluruhnya di waktu singkat seperti ini!

"Zara? Kamu Zara, kan?""

Terdengar suara familiar memanggilku. Kepalaku mendongak. Didepanku terdapat satu pria tinggi yang berdiri menjulang. Dia menatapku sambil tersenyum. Tanpa butuh waktu lama, Pupil mataku melebar. Mulutku menganga karena melihat siapa dia.

"Zi-zidan!?"

Aku menutup mulut. Menyadari suaraku hampir saja berseru keras. Tidak kusangka bertemu dengan laki-laki ini di tempat seperti ini. Sudah beberapa tahun kami tidak bertemu?

Zidan melangkah mendekat dan duduk di sampingku. Aku terkesiap lantas bergerak minggir, guna melebarkan sedikit jarak. Aku tidak ingin jika kedekatan kami menimbulkan prasangka buruk dari orang-orang masjid.

Kepalaku celengukan memerhatikan sekitar. Tidak ada tanda-tanda Zidan sedang bersama teman. "Wah! kebetulan yang menyenangkan!" Kelalar Zidan sambil tertawa kecil. Dia menatapku dari samping "Kamu ikut perlombaan ini, Ra?"

Aku memandangnya sekilas lalu menganggukkan kepala pelan.

"Hahaha, bakatmu memang tidak pernah luntur, Zara! Aku yakin bahkan di Pesantren yang besar itu kamu akan selalu menjadi yang terbaik."

Aku nyaris meledakkan tawa. Sebenarnya pendapatnya Itu tidaklah benar. Masih banyak santri yang lebih mumpuni dan berpengalaman dariku. Masih ada Nida yang seorang Ning besar, dan santri-santri hebat lain yang namanya tak bisa kusebutkan satu persatu.

Sekilas aku juga sedikit heran karena Zidan mengetahuiku nyantri di Pesantren. Aku ingin bertanya namun kuurungkan. Biarlah.

Beberapa saat, suasana kembali senyap. Entah mengapa aku menjadi diam canggung seperti ini. Padahal seharusnya tidak, karena dulu kami sering membicarakan soal OSIS di sekolah. Apakah mungkin ini akibat karena sudah lama tidak bertemu?

"Kamu juga ikut lomba ini, Zid?" Tanyaku balik, berusaha mengisi hening.

"Tidak, aku hanya mengantar ayahku yang menjadi salah satu panitia."

Aku menggangguk paham. Dulu aku memang pernah mendengar jika ayah Zidan merupakan salah satu orang penting di kota. Tentu lumrah saja pria ini bisa disini.

Mataku teralih mengamati dalam Masjid. Disana terlihat beberapa yang masih melaksanakan salat Dhuha. Sedangkan belum ada tanda-tanda Nida kembali. Aku sangat berharap dia segera kembali dan menemaniku agar tidak berdua-duaan seperti ini. aku tidak boleh berlebihan meskipun Zidan teman lamaku.

"Baiklah, aku harus pergi. Kamu sedang sibuk, kan?" Zidan berujar lagi. Matanya melirik Kitab Kuning yang terbuka di atas pangkuanku.

Zidan berdiri Lalu memasukkan kedua tangan di sakunya.

"Karena rasa itu masih ada, sepertinya kita akan bertemu lagi diwaktu lain, Ra. Bukan untuk cerita lain. Tapi untuk sesuatu yang belum selesai." Aku mendongak, Membenarkan kacamataku yang miring dengan dahi mengerut. Tidak paham dengan arah bicara Zidan yang entahlah. Dan dia hanya tertawa melihat ekspresiku.

"Senang bertemu denganmu lagi, Zara!" Seru pria itu sambil tersenyum lebar. Ia berbalik lantas mulai pergi menjauh.

Itulah Zidan. Dia selalu baik, pengertian, dan berpemahaman hebat.

Sejak dulu di Mts, dialah pria yang tidak pernah macam-macam denganku. Tidak pernah sekalipun mengganggu kegiatan atau hari-hari tenangku di sekolah. Bahkan barusan dia pergi setelah melihatku sibuk dengan sesuatu. Yeah.. Meski dia juga baru saja mengatakan hal absurd yang hanya bisa di mengerti olehnya sendiri.

Kuhela napas pelan. Kembali menatap Kitab di pangkuanku. Membaca lagi materi yang sempat tertunda. Hari ini, begitu banyak hal yang mengejutkan; Materi berubah.. Bertemu teman lama.. Mobil pondok sedang dalam masalah.. Kang Wisnu berhalangan mendampingi.

Tapi ternyata. Tanpa kusadari, masih ada kejutan lain yang jauh lebih mengejutkan.

Aku benar-benar tidak tahu. Jika disudut lain masjid ini, ada seseorang yang sedang memperhatikanku.

Sejak lama.


TO BE CONTINUED

***

Waah.. Siapa tuh? Yang memerhatikan Zara sejak lama? Ciee naksir

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1M 49.5K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
684K 80.6K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
2.4M 19.9K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
543K 52.3K 30
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...