Jevano William

By devintasantoso

1.7M 124K 15.5K

Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebag... More

01.
02.
03.
04.
05.
06.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.⚠️
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41. ⛔️
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49. 🚫
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.

07.

39.4K 2.4K 93
By devintasantoso

Mendapat penangan khusus membuat Jeno langsung di tangani dengan cepat oleh tenaga medis, dan berakhir di pindahkan kedalam ruang rawat vvip yang berada di lantai paling atas dimana lantai tersebut adalah lantai khusus untuk keluarga Robinson, pemilik rumah sakit Alexson.

Jeno tertidur pulas di atas bangsal rumah sakit, kedua bola mata itu sejak di pindahkan dari ugd ke ruang rawat masih saja terpejam, sudah tidak ada lagi suara ringisan yang keluar dari mulut mungilnya setelah dokter menyuntikkan obat pereda mual dan nyeri.

Bahkan piyama tidur dengan motif dino kecil itu sudah di gantikan oleh piyama rumah sakit.

Disamping bangsal terdapat Tiffany yang sedang mengelus rambut hitam sang putra, keringet dingin sempat membajiri tubuh putranya, namun sekarang sudah tidak, malah berganti dengan suhu tubuh Jeno yang naik derastis, membuat kening Jeno tertempel plaster demam.

Tiffany lebih mendekatkan dirinya dengan sangat dekat, ketika Jeno akhirnya membuka matanya.

" Ada yang sakit? " Tiffany bertanya

Jeno hanya merespon dengan anggukkan pelan, dan memejam matanya kembali ketika merasakan perih yang menjalar di daerah perutnya.

Suara ringisan kembali terdengar, tangan kanan Jeno yang terbebas dari infus mencengkram piyama rumah sakit, membuat Jeffrey yang melihatnya segera menahan dan membawa tangan Jeno untuk ia gantikan dengan genggamman erat tangannya.

" Sayangnya bunda, maafin bunda ya.. " Ucap Tiffany lalu mencium kedua pipi Jeno yang terasa basah akibat menangis.

" Bunda usap ya perutnya.. "

Jeno mengangguk mendengar ucapan sang bunda, Tiffany menaikkan sedikit baju piyama rumah sakit yang Jeno pakai, tangannya yang terbalur minyak angin baby itu ia oleskan secara merata di atas perut Jeno.

🛡🔫

Beberapa jam yang lalu Tiffany berpamit untuk pulang kerumah terlebih dahulu, ia harus menyiapkan perlengkapan untuk Jeno yang akan opname selama beberapa hari kedepan di ruangan bercat putih tersebut.

Jadi sekarang di ruangan rawat inap hanya ada Jeno dan Jeffrey yang berjaga.

Sebelum Tiffany kembali ke rumah, salah satu dokter kepercayaan keluarga Ribinson, segalus teman semasa kuliah Jeffrey, sudah datang dan memeriksa Jeno kembali, memberitahu kalau keadaan pasien kecilnya itu sudah lumayan membaik walau suhu tubuh Jeno masih cukup panas.

Sungguh, ruangan rawat itu terdengar sangat sepi sekali, dan sunyi, dari Tiffany keluar ruangan, Jeno sama sekali tak mengajak Jeffrey untuk mengobrol.

Jeno memilih untuk memejamkan kedua bola matanya saja, tidak mempedulikan Jeffrey yang sejak tadi menjaganya dengan duduk di salah satu sofa panjang yang berada di ruangan ini.

Bangsal yang di tiduri oleh Jeno terasa berasa bergerak, membuat Jeno akhirnya membuka matanya, dan ia sedikit terkejut melihat Jeffrey yang tiba tiba berada di sampingnya.

Kini bergantian, Jeffrey yang tengah memejamkan matanya dengan punggung tegapnya yang bersender di kepala bangsal. 

Jeno mendengak dari posisi tidurannya untuk melihat wajah Jeffrey dari bawah.

Jeffrey yang selalu peka dengan keadaan, merasakan ia seperti di perhatikan, Jeno panik ketika kedua bola mata Jeffrey tiba tiba terbuka, membuat Jeno kembali memejamkan kedua bola matanya.

Jeffrey yang melihatnya hanya tersenyum kecil, akhirnya ia mengubah posisinya menjadi ikut merebahkan tubuhnya di atas bangsal samping Jeno.

" Papah izin peluk yaa "

Jeffrey membawah tubuh kecil Jeno dengan perlahan kedalam dekapannya, Jeno tidak menolak sama sekali, Jeno malah menyembunyikan wajahnya di dada bidang Jeffrey.

Hangat, pelukannya sangat hangat, Jeno suka, Jeno sangat nyaman dalam dekapan tersebut, jika tidak gengsi Jeno tidak akan mau melepaskan pelukan tersebut.

" Kamu tidur lagi, Jev? " Jeffrey bertanya, ketika tidak merasakan sebuah pergerakan dari Jeno dalam dekapannya.

Jeno menggeleng kecil dalam dekapan hangat itu.

" I am tired of all this " Gumam Jeno yang dapat Jeffrey dengar walau samar.

" Don't hurt yourself like this "

" I don't like those who talk about people's privacy " Ucap Jeno kembali, dengan suara yang sangat pelan.

Lalu terdengar suara isakan kecil dari Jeno, membuat Jeffrey mengelus punggung Jeno dengan pelan, membiarkan Jeno menangis di dalam dekapannya. 

" Don't think about it, papah has eradicated it. "

Jeno melepaskan dekapan itu, lalu menatap Jeffrey dengan kedua bola matanya yang memerah dan masih berkaca kaca.

" Don't cry baby boy  "

Jeffrey menghapus air mata yang masih berjatuhan membasahi kedua pipi chubby Jeno dengan sehelai tissue.

" Perutnya masih terasa sakit? " Tanya Jeffrey, Jeno mengangguk pelan.

Terlihat sangat lucu di mata Jeffrey, ingin rasa Jeffrey mencium seluruh wajah bocah di hadapannya ini.

Jeffrey sedikit mengubah posisinya untuk mengambil sebuah minyak angin baby yang berada di meja samping bangsal yang memang sudah di sediakan oleh Tiffany.

Cairan dengan wangi bayi itu, Jeffrey balurkan di atas perut Jeno secara merata dengan mengelusnya lembut.

Jeno menahan tangan Jeffrey yang berada di atas perutnya, ia menggeleng kecil memberikan intruksi untuk berhenti, Jeffrey kembali menaru botol minyak angin baby itu di tempat semula.

" Ingin tidur lagi? " Tanya Jeffrey yang langsung mendapat angguka kecil dari Jeno.

Jeffrey kembali merebahkan tubuhnya dan membawa tubuh Jeno kedalam dekapannya kembali, dengan hati hati takut punggung tangan kiri Jeno yang tertusuk jarum infus tersenggol.

Tak lama, Jeno sudah masuk ke dalam alam mimpi, nafas Jeno terdengar cukup teratur, untuk saat ini dalam tidur Jeno tidak lagi mengeluarkan ringisan kesakitan.

Cklek

Pintu ruangan rawat Jeno di buka dengan perlahan dari luar, membuat Jeffrey langsung melirik ke arah pintu ruangan,  ternyata yang membukanya adalah sang kekasih, yang tengah menenteng satu tota bag berwarna biru langit, yang pastinya berisi keperluan Jeno sini dan lainnya.

Tiffany masuk ke dalam ruangan, dan ternyata Tiffany tidak datang sendiri, ada Jevandra dan Jeandra yang ikut masuk kedalam ruangan.

Terlihat penampilan dari kedua pria dewasa itu yang masih terlihat memakai pakaian kerja.

" What medicine did Daddy give Jeno, why was Jevano hugged didn't rebel? " Si sulung bertanya.

" Ck, Are you accusing daddy? " Tanya Jeffrey

" It's just that we don't believe it. Daddy doesn't deserve to be trusted too " Celutuk Jeandra dengan santai, lalu melepas jasnya dan menyisakan kemeja putih.

" Never mind. "

Tiffany tertawa kecil melihatnya, lalu segera menaru tota bag yang ia bawa di depan sebuah lemari yang berada di pojok ruangan.

" Just leave it mom, let me tell a Demian to tidy it up later. " Jeandra berkata, ketika melihat Tiffany yang sudah ingin membuka pintu lemari.

" Mom and dad better have lunch first, Jevano let me and Jeandra take care of it. " Ucap Jevandra.

Jeffrey dengan hati hati melepaskan tubuh Jeno yang masih memeluknya, setelah mengubah posisi Jeno menjadi lebih nyaman, Jeffrey turun dari bangsal dengan perlahan.

Tiffany mengambil sebuah jas yang tersampir di lengan sofa, ia berikan jas itu kepada Jeffrey, setelah itu sebelum keluar ruangan untuk makan siang, Tiffany mengecek sebentar suhu putranya yang masih saja terasa panas, padahal plester demam sudah dua kali ganti.

" Sst tidur lagi.. " Elus Tiffany kepada rambut lebat Jeno, ketika melihat bola mata itu sedikit terbuka.

" Bunda keluar bentar yaa titip Jevano " Jevandra dan Jeandra mengangguk lalu memberikan senyuman kepada Tiffany.

Sebelum keluar ruangan Jeffrey dan Tiffany mencium kedus pipi Jeno secara bergantian membuat Jeno kembali melenguh, namun kembali tertidur, pintu ruangan sudah tertutup rapat dari luar.

Jeandra berjalan mendekat lalu duduk di pinggir ranjang.

" Jevano knows from other people not his family, no wonder his health dropped dramatically " Ucap Jevandra dengan pelan, anak sulung Jeffrey itu menatap lekat Jeno yang tertidur pulas.

Mengingat pertama kali Jevandra dan Jeandra bertemu dengan Jeno waktu Jeno berumur satu tahun, dan sekarang Jeno sudah menginjak usia remaja, dan bahkan Jeno sedikit lagi sudah lulus sma dan akan berlanjut ke pendidikkan kuliah.

Jeandra mengangguj mendengar ucappan sang kaka, sungguh Jeno kecil itu sangat lucu, tidak bohong.

Setiap Jevandra dan Jeandra bermain ke rumah Tiffany, Jeno selalu kesal kepada mereka bahkan mereka sudah sangat sering di gigit oleh gigi susu milik Jeno.

🛡🔫

Tidur dalam keadaan sakit itu tidak enak, sangat sering terganggu oleh rasa sakit yang suka tiba tiba muncul, seperti saat ini, tidur nyenyak Jeno kembali terganggu dengan rasa sakit yang tiba tiba muncul kembali, membuat Jeno meringis kecil kembali. 

Jevandra dan Jeandra yang tadinya fokus pada kegiatan masing masing, Jevandra dengan laptop sedangkan Jeandra dengan ipadnya, mereka sama sama sedang mengecek dokumen yang di kirim melalui email oleh sekretaris pribadi mereka masing masing.

Jevandra dan Jeandra langsung mengabaikan pekerjaanya, mereka segera mendekat ke arah Jeno, laptop dan ipad di biarkan menyala di atas meja.

" Kenapa, masih sakit? " Tanya Jevandra, yang langsung mendapat anggukkan dari Jeno.

Jeno melirik seluruh ruangan tidak ada sang bunda di dalam ruangan ini apa bunda memang belum balik.

" Bun-nda? " Tanya Jeno, kepada Jevandra dan Jeandra

" Sedang makan siang dengan papah " Jawab Jeandra

Jevandra mengambil minyak angin baby, menuangkan cairan itu di atas telapak tangannya lalu membaluri di atas perut Jeno, mengusapnya dengan pelan, tangan kanan Jeno tiba tiba menahan pergerakkan tangan Jevandra, membuat putra sulung Jeffrey itu menatap Jeno.

" Mau muntah tapi engga bisa.. " Ucap Jeno, kedua bola mata itu menatap Jevandra dengan pandangan sayu.

Jeandra ikut mendekat ke arah bangsal ia mengambil beberapa helai tissue, Jeandra duduk di pinggir ranjang, tangannya terulur untuk menghapus air mata Jeno yang berada di ujung kelopak.

" Mual? " Tanya Jeandra membuat Jeno mengangguk.

" Mau tidur.. tapi sakit..hiks "

Jeno kembali menangis, air mata itu terjun begitu saja membuat Jeandra langsung menghapusnya dengan tissue, tangan kiri Jeno yang terpasang infus itu tiba tiba mencengkram kembali perutnya sendiri tanpa memikirkan jarum infus yang menancap di punggung tangannya.

Jevandra dengan cepat langsung menahannya, dan Jeandra refleks langsung menekan tombol yang berada di samping bangsal, untuk memanggil tim medis.

" Sakit..kaa "

Jevandra mengangguk mengerti, tangannya masih menahan kedua tangan Jeno agar tidak bermacam macam kembali, takut seperti tadi apa lagi Jevandra melihat darah Jeno naik di atas selang infus.

Sedangkan Jeandra mengelus rambut Jeno yang cukup lepek karna keringet dingin.

Pintu ruangan rawat Jeno di buka oleh Roy dari luar, dan masuklah seorang pria seumuran dengan Jeffrey yang mengenakkan jas putih dengan name tag yang tercantol di atas saku jas putih yang ia kenakan.

Dikta Astara Wijaya. Salah satu sahabat dekat Jeffrey dan dokter kepercayaan keluarga Robinson bahkan tak hanya itu, Dikta memegang jabatan tinggi di rumah sakit milik Jeafrin.

Dikta tak sendiri ia di temani oleh satu perawat perempuan cantik yang berdiri dibelakangnya dengan mendorong sebuah trolly yang berisi alat alat medis, dokter dan perawat itu berjalan mendekat ke bangsal Jeno.

" Perutnya masih sakit yaa? " Tanya Dikta membuat Jeno memangguk dengan lemah.

" Tidak mau makan siang? " Tanya Dikta kembali kini dokter itu menatap kedua putra sahabatnya, ketika melihat sebuah trolly yang berisi makan siang itu masih utuh belum di sentuh.

" Sejak tadi Jevano mengeluh mual dan sakit. " Jelas Jevandra, membuat Dikta mengangguk mengerti.

Jevandra akhirnya melepaskan tangannya yang menahan tangan Jeno ketika melihat Dikta mulai memakai handscoon, Dikta segera meriksa pasien kecilnya.

" Gimana Jev, enak engga nunda nunda makan? " Tanya Dikta, membuat Jeno yang mendengarnya langsung menggeleng dengan pelan.

" Besok besok makan tepat waktu ya.. engga enakan kaya gini.. kamunya jadi engga bisa tidur nyenyak " Ucap Dikta.

Dokter tampan itu beralih untuk meriksa selang infus pasien kecilnya yang harus di ganti, karna di selang ada darah yang masuk, dan lumayan tinggi.

" Ganti infus set dengan yang baru. " Perintah Dikta kepada asistennya, perawat perempuan itu mengangguk dan segera melakukan tindakan.

Perawat perempuan dengan name tag bertulis Amel, mempersiapkan set infus baru di atas trolly, sedangkan Dikta mematikan roller clamp agar cairan infus tidak kembali berjatuhhan di drip chamber.

Setelah infus set sudah lengkap semua, Dikta dengan perlahan membuka plaster berwarna putih yang menempel di punggung tangan kiri Jeno untuk meperekat jarum infus, dengan perlahan Dikta mencabut jarum infus dari punggung tangan Jeno.

Jeno refleks meringis kecil, ketika merasakan di punggungnya tangannya terasa perih karna sebuah benda silikon yang di tarik keluar.

Jeno bernafas lega ketika jarum infus itu terlepas dari punggung tangannya, ia mengangkat punggung tangannya kirinya untuk menjauh dari Dikta.

" Jevano, darahnya belum di bersihkan. " Ucap Jevandra, membuat Jeno menatapnya lalu menggeleng.

" Udah jangan di infus lagi! tangannya pegel tau! " Ucap Jeno, seperti rengekkan bocah lima tahun yang takut dengan jarum suntik.

" Sebentar aja ya nanti jika cairan infus kedua ini sudah habis engga bakal di infus lagi kok " Rayu Dikta dengan lembut membuat Jeno menatapnya dengan ragu.

Jeno akhirnya mengulurkan kembali tangan kirinya, Dikta menghapus darah yang keluar akibat jarum infus di cabut dengan alcohol swabs, lalu setelah bersih ia mengoleskan alcohol swabs yang baru di punggung tangan kiri pasien kecilnys, dan menutup luka bintik kecil itu dengan plaster putih.

" Pindah tangan kanan yaa.. " Ucap Dikta, lalu berpindah tempat kesebelah kanan Jeno, membuat Jeandra turun dari bangsal memberikan ruang buat dokter dan perawat.

Perawat Amel membawa tiang infus tersebut kesebalah kanan dan memasang kembali seperti semula, Dikta mengoleskan alcohol swabs di punggung tangan kanan Jeno membuat Jeno merasakan sensi dingin.

" Tahan sebentar " Ucap Dikta, Jeno meringis kecil ketika jarum infus itu masuk kembali kedalam kulit punggung tangan kanannya.

Setelah jarum itu masuk kedalam kulit, perawat Amel dengan cepat langsung menggantung botol infus di tiang infus, dan kembali menyalakan roller clamp dan membiarkan cairan infus berwarna putih bening itu berjatuhan setetes demi tetes di drip chamber, tak lupa ia juga menghitung  setiap tetes cairan putih itu semenit.

Mungkin karna infus yang pertama Jeno di infus dengan keadaan tertidur, jadi tidak terlalu terasa, namun yang kedua ini sungguh sangat terasa bahkan sepertinya jarum kedua lebih tajam dari yang pertama membuat Jeno tadi semakin meringis dengan kencang.

" Sakit! " Ucap Jeno kepada Dikta.

" Memang sakit, tidak ada infus yang tidak sakit Jevano " Perkataan Dikta membuat Jeno langsung menatapnya tak sahabat.

Perawat Amel kembali mengeluarkan suntikan kembali yang sudah berisi sebuah cairan putih bening, membuat Jeno menatap perawat perempuan itu dengan horor, Amel terkekeh kecil lalu memberikan suntikan tersebut kepada Dikta.

" Ini obat buat menghilangkan mual sama sakit di perut kamu, engga di suntik lagi kok, cairan itu nanti masuk lewat Y injection site " Ucap Dikta, tubuhnya sedikit membungkuk dan mulai memasukkan cairan tersebut melalui Y injection site.

Jeno tak bohong jarum infus yang ini sangat terasa perih, tangan kananya mulai terasa pegal dan sakit, Jeno menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

" Nanti kalau sakit sama mualnya sudah hilang langsung suruh adik kalian makan makannan siangnya, kalau engga mau paksa aja. Jevano perutnya belum kena nasi dari semalam " Ucap Dikta kepada kedua putra sahabatnya.

Setelah itu Dikta dan asistennya keluar ruangan dengan kembali membawa trollynya.

Jevandra kembali duduk di pinggir bangsal sebelah kiri dengan posisi punggungnya ia senderkan di kepala bangsal, tangannya terulur untuk membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh Jeno, Ia menarik pelan selimut tebal itu dan melihat kedua bola mata Jeno yang memerah.

" Sstt..calm down baby boy " Jevandra membawa tubuh Jeno kedalam dekapannya.









































Jevandra Alexander Robinson

Jeandra Alexander Robinson


Continue Reading

You'll Also Like

2.2K 80 17
hanya sepenggal cerita keluarga yang di idam idamkan semua orang, dengan kehangatan didalamnya FAMILY BROTHERSHIP OTHER CAST NEW CHAPTER PIC! PINTER...
99.1K 194 9
Gadis polos yang terjerumus suasana malam club, menceritakan cerita seorang influencer yang terkenal dikalangan remaja berusia 16 tahun. cerita lengk...
75.2K 7.2K 44
[END] DON'T PLAGIARIZE ‼️‼️❌❌ Hanya tentang dua bintang paling terang, yang menjadi pusat cahaya milik ayah. ▪️▪️▪️ |Brothership| |Family| 💢Minim...
33.7K 184 10
ceritaku yang penuh dengan popok dan mencret